Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 85727 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Thia Nuritayani
"Kabupaten Maros merupakan salah satu daerah yang sedang mengembangkan potensi objek wisatanya. Variasi wisatawan yakni asal jarak kedatangan wisatawan domestik maupun asing. Masing-masing objek wisata mempunyai variasi wisatawan berbeda. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui variasi wisatawan dengan motivasi dan fasilitas di objek wisata Kabupaten Maros. metode analisis yang di gunakan adalah metode analisis deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variasi wisatawan domestik cenderung berasal dari jarak sedang dimana asal wisatawan dari luar Kabupaten Maros masih dalam Provinsi Sulawesi Selatan dan variasi wisatawan asing cenderung berasal dari jarak jauh Dimana asal wisatawan berasal dari Benua Eropa. Sebagian besar variasi wisatawan berkunjung termotivasi oleh alasan hiburan.
Kedatangan wisatawan domestik ke objek wisata Kabupaten Maros tidak di pengaruhi berdasarkan kelengkapan fasilitas dan aksesibilitas baik sedangkan kedatangan wisatawan asing di pengaruhi berdasarkan kelengkapan dan aksesibilitas baik yang terdapat pada masing-masing objek wisata di Kabupaten Maros.

Maros regency is one of the areas that is developing the potential of tourist objects. Variations of tourists is the origin of domestic and foreign tourist arrivals. Each tourist attraction has a variety of different tourists. The purpose of this study is to determine the variations of tourists with motivation and facilities in Maros Regency tourist attraction. the analytical method used is descriptive analysis method.
The results showed that the variation of domestic tourists tend to come from a moderate distance where the origin of tourists from outside Maros Regency is still in South Sulawesi Province and the variation of foreign tourists tend to come from a distance Where tourists come from Europe. Most of the variations of tourists visiting motivated by recreation reasons.
The arrival of domestic tourists to Maros regency attractions is not influenced by the completeness of facilities and good accessibility while the arrival of foreign tourists is influenced based on the completeness and accessibility of each of the attractions in Maros Regency.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nandi Kurniawan
"Penelitian ini dilakukan di Pesisir Selatan Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Memperoleh informasi sebaran dan karakteristik potensi obyek wisata alam. (2) memperoleh informasi kesesuaian wisata yang wisatawan dibutuhkan dalam standar kenyamanan dan kemanan dalam kegiatan pariwisata. Sebaran dan karakteristik obyek wisata di identifikasi melalui studi literatur dan observasi lapangan, kesesuaian wisata alam di identifikasi menggunakan parameter Indeks Kesesuaian Wisata (IKW) untuk mengukur standar kenyamanan dan keamanan dalam aktivitas pariwisata. Analisis dilakukan dengan overlay peta dan diperkuat dengan metode deskriptif untuk melihat sebaran dan karakteristiknya.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa akibat kondisi morfologinya Pesisir selatan Kabupaten Sukabumi memiliki 16 obyek wisata yang memiliki karakteristiknya masing masing. Semua obyek wisata memiliki nilai kesesuaian yang sesuai sebagai obyek wisata alam. Namun dari hasil indeks kesesuaian infrastruktur wisata hanya 8 atau 50 % dari seluruh obyek wisata yang ada yang dapat dijadikan sebagai daerah tujuan wisata yang aman dan nyaman.

This research was conducted in the South Coast of Sukabumi District, West Java Province. The purpose of this study were (1) Obtaining information of the distribution and characteristics of the potential for natural tourism sites. (2) Obtain conformity information which was needed by tourists in comfort and safety standards in tourism activities. Distribution and characteristics of tourism sites were identified through literature studies and field observations, the suitability of nature tourism sites were identified using parameter of Travel Suitability Index (IKW) to measure the standard of comfort and security in tourism activities. The analysis was performed by overlaying maps and reinforced with descriptive method to see the distribution and characteristics.
These results indicate that due to morphologic factors, South Coast of Sukabumi has 16 tourism attraction sites that have their own characteristics. All attractions have the appropriate suitability value as the natural tourism attraction sites. But from the tourist infrastructure suitability index, only 8 sites or 50% of all existing attraction sites that can be used as a tourist destination that is safe and comfortable.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
T46157
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusmaini Eriawati
"Adaptasi adalah suatu strategi yang digunakan oleh manusia sepanjang hidupnya untuk bertahan dan menyesuaikan diri (Alland, 1975: 63--71; Dyson-Hudson, 1983:5--10; Harris, 1968:2--15; Moran, 1979: 4--9). Secara umum adaptasi sering diartikan sebagai suatu proses, dan lewat proses itu hubungan-hubungan yang (saling) menguntungkan antara suatu organisme dan lingkungannya dibangun dan dipertahankan (Hardesty, 1977: 19--24). Berbagai proses yang memungkinkan manusia bertahan (survive) terhadap tantangan kondisi lingkungan membuktikan kemampuan mereka untuk beradaptasi (McElroy dan Townsend, 1989: 6--14).
Masalah adaptasi yang pada intinya mempelajari interaksi atau hubungan manusia dan lingkungan pada masa lalu yang merupakan bagian dari permasalahan arkeologi (Hardesty 1980: 157--68 ; Kirch 1980: 101--14), saat ini sudah menjadi topik yang sering dibicarakan para arkeolog Indonesia. Dari karya-karya ilmiah yang diajukan di berbagai pertemuan ilmiah arkeologi belakangan ini, beberapa di antaranya membicarakan masalah interaksi manusia dan lingkungan masa lalu tersebut. Begitu pula dari beberapa tesis program pascasarjana, antara lain Heriyanti Ongkodharma dengan Situs Banten Lama (1987), Wiwin Djuwita dengan Situs Gilimanuk (1987), Sonny Chr_ Wibisono dengan Situs Selayar (1991), serta Soeroso M.P. dengan Situs Batujaya (1995).
Karya ilmiah yang dapat dikatakan menjadi pembuka jalan bagi arkeologi Indonesia untuk lebih menekuni dan melihat besarnya manfaat penelitian arkeologi dalam membahas permasalahan interaksi manusia dan lingkungan tertuang dalam disertasi Mundardjito (1993) yang berjudul pertimbangan Ekologi dalam Penempatan Situs Masa Hindu-Budha di daerah Yogyakarta: Kajian Arkeologi Ruang Skala Makro. Disertasi itu menunjukkan bahwa kepeloporan Mundardjito menjadi sangat penting artinya (Dharrnaputra, 1996: 1-2).
Penelitian arkeologi mengenai masalah interaksi manusia dan lingkungan di dunia diawali dengan adanya karya antropolog Amerika, Julian Steward pada tahun 1937 yang menggunakan konsep ekologi budaya dalam melakukan penelitian di bagian utara Amerika Barat daya mengenai adaptasi masyarakat dan pola permukiman komunitas prasejarah dalam konteks lingkungan alam (Mundardjito 1993:8).
Lingkungan memang rnerupakan faktor yang penting bagi terciptanya suatu proses hubungan antara manusia dengan budayanya. Hubungan itu tidaklah semata-mata terwujud sebagai hubungan ketergantungan manusia terhadap lingkungannya, tetapi juga terwujud sebagai suatu hubungan dimana manusia mempengaruhi dan merubah lingkungannya (Suparlan, 1984: 3-6).
Menurut William W. Fitzhug (1972:6--10) hubungan antara manusia dan lingkungan, terutama pada masa prasejarah, lebih banyak diekspresikan ke dalam adaptasi teknologi dan ekonorni (mata pencaharian) yang berkaitan langsung dengan kebutuhan hidup manusia. Kebutuhan manusia paling mendasar untuk hidup adalah makanan dan minuman, ruang fisik untuk berlindung, sarana kegiatan (bekerja, beristirahat, bermain), dan ruang sumber daya sebagai tempat untuk memperoleh makanan, minuman, dan peralatan (Raper, 1977: 193--96).
Kebutuhan hidup manusia yang paling penting dan merupakan syarat utama untuk dapat dipenuhi adalah keberadaan sumber makanan-minuman di lingkungan merka hidup. daerah-daerah yang dipilih untuk dimukimi manusia adalah tempat-tempat yang dapat memberikan cukup persediaan bahan makanan dan air tawar, terutama di sekitar tempat-tempat yang sering dikunjungi atau dilalui hewan, seperti padang-padang rumput, hujan kecil dekat sungai atau dekat rawa-rawa.
Selain atas dasar kemungkinan memperoleh makanan, manusia secara berpindah-pindah tinggal di tempat-tempat yang dipandang cukup aman dari gangguan binatang liar dan terhindar dari panas, hujan atau angin, misalnya di balik-balik batu besar atau membuat perlindungan dari ranting-ranting pohon, dan sebagainya (Soejono 1990:118; Beals dan Hoijer 1963:359). Selanjutnya mulai timbul usaha-usaha mencari tempat yang lebih permanen, yaitu dengan memanfaatkan gua-gua atau ceruk-ceruk yang tersedia.
Pada awalnya gua atau ceruk itu dimanfaatkan terbatas hanya sebagai tempat berlindung dan menghindar dari berbagai gangguan yang merupakan kebutuhan dasar (basic need) manusia mempertahankan diri (Koentjaraningrat, 1990: 11--15; Haviland, 1993: 13--16). Adanya kebutuhan tempat tinggal yang lebih permanen menjadikan gua-gua atau ceruk-ceruk itu dimanfaatkan sebagai tempat tinggal sekaligus tempat melaksanakan hcrbagai kegiatan (Soejono, 1990:125; Beals dan Hoijer, 1963:355--58)."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nikolas Dalle Bimo Natawiria
"Leang Burung 2 di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan sudah beberapa dekade menjadi salah satu situs yang penting dalam memahami kehidupan prasejarah manusia di Indonesia. Leang Burung 2 pertama kali diekskavasi oleh Ian Glover pada tahun 1975 dan Adam Brumm di tahun 2007 dan 2011-2013. Pada situs ini ditemukan banyak artefak batu, namun sejauh ini belum ada penelitian mendalam mengenai jejak pakai yang dapat menunjukkan fungsi alatalat tersebut. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini untuk mengetahui jejak pakai pada artefak batu agar dapat mengetahui fungsinya. Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari dua lapisan tanah dan spit yang berbeda pada penggalian tahun 2011. Penelitian ini menggunakan analisis mikroskopis pembesaran rendah dan hasilnya dibandingkan dengan penelitian eksperimen etnografi yang dilakukan oleh L. Keeley dan J. Kamminga. Hasil analisis menunjukkan hanya ada lima artefak batu yang memiliki jejak pakai yang jelas. Jejak pakai tersebut memperlihatkan kegiatan pengolahan kayu antara 25.000-45.000 tahun yang lalu.

Leang Burung 2 in Maros, South Sulawesi, for decades, has been a pivotal site for understanding prehistoric human life in Indonesia. Leang Burung 2 was first excavated by Ian Glover in 1975 and Adam Brumm in 2007 and 2011-2013. Many stone artifacts have been found at this site, but so far there has been no in-depth research on use-wear that can show the function of these artifacts. Therefore, the purpose of this research is to find out the use-wear on stone artifacts in order to know their function. The data used in this study came from two different layers of soil and spit from the 2011 excavation. This study used low magnification microscopic analysis and the results were compared with an ethnographic experimental study conducted by L. Keeley and J. Kamminga. The results of the analysis show that there are only five stone artifacts that have clear traces of use. The traces of use show wood processing activities between 25,000-45,000 years ago."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muh. Hasyim
"Kabupaten Maros merupakan suatu daerah yang sangat dikenal dengan ggalan arkeologis, khususnya tinggalan arkeologis berupa situs gua prasejarah gsejak awal abad ke 20 daerah ini telah menjadi pusat perhatian para arkeolog lebih seabad lamanya penelitian yang dilakukan di kabupaten Maros, para peneliti hanya memfokuskan penelitiaannya terhadap peninggalan-peninggalan gua-gua dan nanti setelah para mahasiswa Jurusan Arkeologi Unversitas Hasanuddin pada tahun 1994 melakukan kegiatan praktek lapangan mata geomorfologi di daerah kecamatan Mallawa, menemukan alat batu berupa dan beliung, serta fragmen gerabah. Setclah itu, pada tahun 1995 Suaka nggalan Sejarah dan Purbakala (SPSP) Sulselra, melakukan survei dalam upaya tmventarisasi situs. Kemudian pada tahun itu juga, Bidang Arkeomentri Pusat litian Arkeologi Nasional yang bertjuan untuk mengetahui jenis batuan dan, serta temuan berupa alat batu yaitu kapak dan beliung, serta gerabah yang pat di situs Mallawa. Kemudian tahun 1999 Jurusan Arkeologi Universitas Hasanuddin dan Balai Arkeologi Makassar melakukan penelitian berupa ekskavasi sekaligus melakukan pemetaan di silos Mallawa.
Dari basil penelitian yang dilakukan di situs Mallawa maka dapat ditarik lesimpulkan bahwa : Hasil uji laboratorium dengan menggunakan radiokarbon C14 di Australian National University terhadap beberapa sampel tanah (arang) dan gerabah, fragmen tulang binatang berkarbon yang diambil dari basil ekskavasi di sisi bukit bagian timur Bulu Bakung di kotak galian 1 (K1), (spit 3) ANU-1 1275 (576 +1- 80 BP) yaitu 580 BP, (spit 7) ANU-11274 (1860 +1- 70 BP) yaitu 1780 BP, dan (spit 9) ANU-11276 (2490 +1- 220 BP) yaitu 2550 BP. Dari basil uji laboratorium tersebut memberikan gambaran bahwa penghunian situs Mallawa dalam konteks neolitik telah berlangsung sejak 600 SM. (2550 P BP). Dari hasil uji laboratorium terhadap temuan alat batu (kapak dan beliung) dan bahan batuan yang ada di situs Mallawa oleh Bidang Arkeometri Pusat penelitian arkeologi Nasional di ketahui bahwa bahan pembuatan alat batu memiliki persamaan jinis batuan berupa batuan basal yang banyak ditemukan di sekitar situs Mallawa. 1lal ini berarti bahwa manusia pendukung budaya di situ Mallawa telah memanfaatkan sumberdaya batuan untuk dipergunakan sebagai bahan Baku maupun sebagai sarana pembuatan alat..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2001
T39166
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurmala M. Saleh
"Data cakupan imunisasi Hepatitis B 0 (0-7hari) di desa Mangeloreng mempunyai cakupan terendah pada tahun 2011 yaitu sebanyak 45,5%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran faktor pemudah,faktor pemungkin, dan faktor penguat dengan perilaku ibu dalam memberikan imunisasi Hepatitis B 0 pada bayi 0-7 hari. Desain yang digunakan adalah cross sectional. Populasi dalam penelitian adalah bayi berumur 0-12 bulan di Desa Mangeloreng yang berjumlah 52 orang. Sedangkan pemilihan sampel dalam penelitian ini adalah total populasi. Analisis data dilakukan secara univariat dan deskriptif. Dari hasil penelitian didapatkan ibu yang memberikan imunisasi Hepatitis B 0 adalah 92,3%.

Hepatitis B 0 immunization coverage data (0-7days) in the Mangeloreng village area has the lowest coverage in 2011 as many as 45.5%. This study aims to picture of the between predisposing factors, enabling factors and reinforcing factors in maternal behavior in providing the Hepatitis B 0 immunization (0-7 days) in infants 0-12 months. The design used was cross-sectional. Population in the study were infants aged 0-12 months in the Mangeloreng village numbering 52 people. While the selection of the sample in this study is the total population. Data analysis was performed by Univariate and description. From the result showed that mothers provide Hepatitis B 0 immunization was 92.3%."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yuliaty Marzuki
"Penelitian ini mengkaji mengenai pengelolaan pemanfaatan kebun kemiri yang tetap berkelanjutan oleh masyarakat Timpuseng-Camba di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Fenomena yang menarik adalah penduduk masih tetap mempertahankan kebun kemiri mereka meskipun nilai ekonomi yang didapatkan cenderung merosot. Kebun kemiri atau yang lebih dikenal penduduk Timpuseng sebagai dare' ampiri adalah suatu bentuk wanatani dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada. Dahulu dare' ampiri menjadi sumber penghasilan utama bagi penduduk Timpuseng. Namun sekarang ini, kemiri hanyalah menjadi sumber penghasilan sampingan penduduk. Hal ini disebabkan pohon kemiri tidak lagi berproduksi seperti dahulu karena umur yang sudah tua, harga yang cenderung menurun dan tidak adanya hak pengakuan terhadap dare' ampiri penduduk oleh pihak pemerintah.
Dalam kajian ini, ditemukan bahwa bertahannya pengelolaan pemanfaatan dare' ampiri oleh penduduk Timpuseng bukan hanya karena faktor ekonomi, tetapi juga peran sosial budaya serta kelestarian lingkungan Timpuseng. Kebun kemiri telah menjamin penduduk untuk mendapatkan kesempatan kerja, meningkatkan status sosial di masyarakat sehingga menciptakan pengaturan yang dapat mencegah timbulnya konflik. Hal ini menunjukkan bahwa sistem pengelolahan pemanfaatan hutan yang dilakukan masyarakat di dalam dan di sekitar hutan tidak hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan ekonomi tetapi juga telah menjamin kelestarian dan membangun kehidupan sosial mereka yang berkesinambungan.
Oleh karena itu, dari temuan penelitian ini perlu ada pengakuan dari setiap stakeholder baik pemerintah daerah maupun pihak lain bahwa pengolahan sumber daya hutan tidak sekedar di landasi pada pemberian alternatif pengolahan pemanfaatan sumberdaya atau agar masyarakat tidak lagi merusak hutan, melainkan diarahkan pada pemberian kesempatan dan kepercayaan dalam mengolah hutan dengan pengetahuan yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Selain itu, diperlukan adanya kebijakan dan strategi pengolahan pemanfaatan dare' ampiri yang optimal guna peningkatan penghasilan masyarakat serta sumbangsihnya bagi pembangunan daerah. Dan perlunya dilakukan penelitian lanjutan mengenai dare' ampiri sebagai wanatani hasil masyarakat."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T4256
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Astariningsih Setyoputri
"

Pariwisata merupakan salah satu sektor industri yang memiliki perkembangan pesat. Daya tarik wisata memiliki kekuatan tersendiri untuk menarik wisatawan melakukan perjalanan wisata. Daya tarik wisata pada umumnya berdasarkan adanya aksesibilitas yang tinggi dan fasilitas penunjang untuk melayani para wisatawan. Faktor penentu wisatawan memilih destinasi wisata adalah preferensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui preferensi wisatawan terhadap wisata pantai yang terletak di Kabupaten Kebumen. Dalam penelitian ini digunakan metode analisis spasial dan analisis statistik crosstab untuk menjawab pertanyaan preferensi wisatawan terhadap daya tarik wisata pantai. Obyek wisata pantai di Kabupetan Kebumen memiliki daya tarik yang beragam, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Atraksi berupa site attraction dan event attraction, fasilitas, dan aksesibilitas menjadi karakteristik pada obyek wisata dengan daya tarik rendah. Obyek wisata dengan daya tarik sedang memiliki atraksi berupa site attraction dan event attraction, serta fasilitas sebagai karakteristik obyek wisata. Obyek wisata daya tarik tinggi memiliki atraksi dan fasilitas sebagai karakteristiknya. Mayoritas obyek wisata di Kabupaten Kebumen memiliki daya tarik rendah. Berdasarkan hasil crosstab, obyek wisata dengan daya tarik tinggi memiliki jenis preferensi wisatawan yang berbeda. Hal ini disebabkan karena preferensi wisatawan tidak hanya pada atraksi.


Tourism is one of the industrial sector growing rapidly. The tourist attraction has its strength to attract tourists traveling. Tourist attractions mostly based on high accessibility and facilities to serve the tourist. Preference is a determinant tourist to determine tourism destinations. The purpose of this research is to find out preference tourists for tourist attraction of beaches in Kebumen Regency. The method used to achieve the purpose of the research is spatial analysis and crosstab. Beach tourist objects have low, medium, and high-level attractions. Beach tourist objects that have low level have characteristics like site attractions, event attractions, facilities, and accessibility. The medium level one has characteristics like site attractions, event attractions, and facilities. The high-level one has characteristics like site attractions, event attractions, and facilities. The tourist objects in Kebumen majority have low level attractions. Based on crosstab, the tourist objects that first liked by respondents and have high-level attractions have different preferences type. Because preferences are not only by their attractions.

"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hilya Faradisa
"ABSTRAK
Kepulauan Seribu memiliki kekayaan alam berupa sumber daya kelautan yang menjadi salah satu objek wisata bagi para wisatawan, tidak terkecuali pada Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan. Jaraknya yang tidak jauh dari daratan DKI Jakarta menjadi salah satu alasan dari tingginya kunjungan wisatawan. Dengan adanya objek wisata tentunya akan memberikan pengaruh pada kondisi ekonomi masyarakat setempat. Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan informasi mengenai pengaruh objek wisata terhadap kondisi ekonomi masyarakat. Kondisi ekonomi yang diteliti adalah mata pencaharian, pendapatan, dan fungsi bangunan. Penelitian ini menggunakan unit analisis grid dengan ukuran 100x100 m. Metode analisis yang digunakan adalah dengan menggunakan analisis spasial dibantu dengan analisis statitik berupa Chi Square dan Contingency Coefficient untuk mengetahui apakah adanya hubungan variabel kondisi ekonomi yang akan diteliti dengan jarak dari objek wisata. Hasil penelitian menunjukan pengaruh objek wisata terhadap kondisi ekonomi terlihat pada pulau dengan kegiatan pariwisata yang baru berkembang. Variabel yang paling terpengaruh oleh adanya objek wisata adalah mata pencaharian dan fungsi bangunan baik secara spasial maupun statistik. Jika dikaitan dengan faktor jarak, semakin mendekati objek wisata fungsi bangunan sekitar memiliki fungsi sebagai fasilitas pendukung wisata. Sedangkan pada mata pencaharian semakin dekat jaraknya dengan objek wisata, masyarakat dominan memiliki mata pencaharian pada bidang pariwisata.

ABSTRACT
The Thousand Islands has valuable natural asset consisiting of marine resources which is one of the tourist attractions, especially in the South Thousand Islands District. One of the reason why South Thousand Islands District became tourist attractions because the distance is not far from the mainland of DKI Jakarta. A large number of visitor and with the existence of a tourist attractions, it will certainly influence on the economic conditions of the local community. This research is to obtain information about the influence of tourist attractions on the economic conditions of the community. The economic conditions in this study are livelihoods, income, and function of buldings. In this research grid with a size of 100x100 m is used for analysis unit. The analytical method used is spatial analysis with statistical analysis consisting of Chi Square and Contingency Coefficientsis to find out whether there is a relationship of variables between the variables of economic conditions associated with the distance from tourist attraction. The results of the study show the effect of tourist attraction on economic conditions seen on the island with newly developed tourism activities. The variables that most affected by the presence of tourist attraction are the livelihoods and functions of buildings both spatially and statistically. If it is linked to the distance factor, the closer the tourist attraction to the function of the surrounding has to function as a tourist support facility. Whereas in the livelihoods, the closer the tourist attraction is, the dominant community has a livelihood in the tourism sector."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulfadhly Sanusi
"Undang-undang Pemerintahan Daerah yang berlaku saat ini yaitu UU No. 23 Tahun 2014 telah mengalihkan kewenangan pengelolaan manajemen pendidikan menengah yaitu dari kabupaten/kota ke pemerintah daerah provinsi yang tentunya menimbulkan banyak implikasi bagi daerah-daerah di kabupaten/kota. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, pembagian urusan pemerintahan harus dilandasi prinsip akuntabilitas, efisiensi, dan eksternalitas serta tujuan strategis nasional. Namun, penyelenggaraan pendidikan menengah tidak sepenunya sesuai dengan kriteria yang ditentukan undang-undang. Sehingga terdapat beberapa masalah dan hambatan dalam pelaksanaanya. Penelitian ini menggunakan metodologi yuridis normatif dengan melihat doktrin, yurisprudensi, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, digunakan tipologi deskriptif dan jenis data sekunder. Serta dilakukan wawancara kepada informan dan narasumber sebagai validasi data. Terdapat 2 rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini yang pertama terkait kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan pendidikan dasar dan menengah yang kedua terkait implementasi terhadap Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan dan Kabupaten Maros dari pelaksanaan pengalihan kewenangan pendidikan menengah dari Kabupaten ke Provinsi. Dalam implementasi pengalihan kewenangan ini, menuai berbagai macam masalah seperti di Provinsi Sulawesi Selatan dan Kabupaten Maros mulai dari efisiensi keberadaan cabang dinas yang merupakan perpanjangan tangan dari Dinas Pendidikan Provinsi, jalur koordinasi yang sangat panjang, hilangnya peran Dinas Pendidikan Provinsi sebagai koordinator dan pengawas lintas Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan, dan persoalan keuangan yang selalu terlambat dalam pencairannya baik dana bantuan operasional sekolah hingga gaji dan tunjangan guru yang sering dikeluhkan beberapa SMA di Kabupaten Maros. Oleh karena itu, diperlukan perubahan terhadap UU No. 23 Tahun 2014 yang mengatur terkait pengaturan manajemen penyelenggaraan pendidikan menengah.

The Regional Government Law currently in effect is Law no. 23 of 2014 has transferred the management authority of secondary education management, namely from districts/cities to provincial regional governments, which of course has many implications for regions in districts/cities. According to Law Number 23 of 2014, the division of government affairs must be based on the principles of accountability, efficiency and externality as well as national strategic objectives. However, the implementation of secondary education is not entirely in accordance with the criteria determined by law. So that there are several problems and obstacles in its implementation. This study uses a normative juridical methodology by looking at doctrine, jurisprudence, and applicable laws and regulations. In addition, descriptive typology and secondary data types are used. As well as conducting interviews with informants and sources as data validation. There are 2 formulations of the problem raised in this study, the first is related to the authority of the Provincial Government and the Regency/City Regional Government in implementing primary and secondary education. Province. In implementing this transfer of authority, it reaped various problems such as in South Sulawesi Province and Maros Regency starting from the efficiency of the existence of service branches which are extensions of the Provincial Education Office, very long coordination paths, the loss of the role of the Provincial Education Office as coordinator and supervisor across districts / Cities in South Sulawesi, and financial problems that are always late in disbursing both school operational assistance funds to teacher salaries and allowances which are often complained of by several high schools in Maros Regency. Therefore, it is necessary to amend Law no. 23 of 2014 which regulates management arrangements for the implementation of secondary education."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>