Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 148208 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Iqbalsyah Nouval Muktiajie
"Hutan seharusnya dapat dikelola dengan melibatkan masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan hutan, secara khusus termasuk pula masyarakat hukum adat yang telah ada sebelum masa kemerdekaan Indonesia dan masih eksis hingga saat ini. Keberadaan Masyarakat Hukum Adat dalam kegiatan pengelolaan hutan telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan yang mana dalam proses pemenuhannya dilakukan melalui serangkaian prosedur dan persyaratan. Dalam kenyatannya masih banyak wilayah hutan Masyarakat Hukum Adat yang masih belum diakui. Satu diantara sekian banyak wilayah adat, ditemukan kasus keberadaan Masyarakat Hukum Adat Kasepuhan Sinar Resmi yang terletak di Kabupaten Sukabumi belum mendapatkan pengakuan negara sehingga Hak Pengelolaan Hutannya belum dipenuhi.
Penelitian ini akan mencoba menguraikan permasalahan tersebut dan menguraikan prosedur dan prasyarat pemenuhan Hak Pengelolaan Hutan oleh Masyarakat Hukum Adat, khususnya Masyarakat Hukum Adat Kasepuhan Sinar Resmi. Metode penulisan dalam skripsi ini adalah yuridis-normatif. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa prosedur dan prasyarat pemenuhan Hak Pengelolaan Hutan oleh Masyarakat Hukum Adat Kasepuhan Sinar Resmi masih terdapat ketidaksesuaian antara peraturan perundang-undangan yang ada.

Forests should be managed by involving communities living around forest areas, specifically including Adat Law Community that have existed before Indonesian independence until present day. The existence Adat Law Community in forest management activities has been regulated in Law No. 41 of 1999 on Forestry, which in the compliance process is done through series of procedures and requirements. Yet, thousand hectar areas adat law communitys areas still unrecognized by the government. It is discovered that the existence of Kasepuhan Sinar Resmi Adat Law Community has not gained state recognition, in which, leads to its Forest Management Rights has not been fulfilled.
This study attempts to elaborate on the issue and outline the shortcomings in regulation regarding the procedures and prerequisites for the fulfillment of the Forest Management Rights of Adat Law Community. The method of writing in this thesis is juridical normative.The results of this study indicate that procedures and prerequisites for the fulfillment of the Forest Management Rights of Adat Law Community existing in Indonesian legislation are not synchronized with one another.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Faadhilah
"ABSTRAK
Skripsi ini bercerita mengenai respons masyarakat Kasepuhan Sinarresmi untuk mempertahankan akses dalam pengelolaan hutan yang telah diintervensi oleh beberapa pihak. Persoalan yang dihadapi masyarakat Kasepuhan Sinarresmi terkait klaim atas kelola hutan yang mereka miliki melalui bentuk-bentuk pengelolaan dan pemanfaatan secara adat yang dikukuhkan melalui hukum adat. Namun, pihak negara memiliki klaim melalui kebijakan pengelolaan hutan di bawah Perum Perhutani dan saat ini oleh Taman Nasional Gunung Halimun Salak, yang kemudian melimitasi aktivitas masyarakat dan mengabaikan tata kelola hutan yang sudah dimiliki masyarakat. Hal itu memberikan pengaruh pada pengelolaan hutan mereka, yakni berusaha menyesuaikan dengan kebijakan yang ada agar terus mendapatkan ruang dan melanjutkan pengelolaan sesuai tradisi sebagai pertahanan dalam mengelola hutan yang telah diintervensi oleh beberapa pihak. Penyesuaian dan kontinuitas tersebut dilihat melalui kerangka mekanisme akses dari kesempatan kerja, negosisasi dan identitas sosial.

ABSTRACT
This undergraduate thesis is intended to discuss masyarakat Kasepuhan Sinarresmi?s responses to maintain access in the forest management which has been interfered by multiple parties. The problem that is faced by masyarakat Kasepuhan Sinarresmi is related to claim over forest management which they have already had through the forms of local knowledge and the use of resources in a wise way, legitimized by their customary law. Yet, the state has a claim through the forest management policies under Perum Perhutani and current authority by Gunung Halimun Salak National Park, which tighten the people?s access and ignore the forest management that is already owned by the masyarakat adat. It gives them an impact on their forest management to adjust their existing law with new policies and continue the forest management based on their tradition as a defense in managing the forest that have been intervened by several parties. These adjustment and continuity is analyzed through the framework of the access mechanism by labor opportunities, negotiations and social identity."
2016
S64476
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nia Ramdhaniaty
"ABSTRAK
Studi ini menunjukkan bahwa perempuan adat non elit telah diekslusi secara berlapis dari proses perjuangan hak kewarganegaraan masyarakat adat atas hutan adat. Keberadaan masyarakat adat secara global maupun di Indonesia belum sepenuhnya mendapatkan pengakuan atas tanah dan sumber daya alamnya. Hutan adat yang terdapat di wilayah adatnya dinyatakan sebagai hutan negara. Penetapan hutan adat secara legal berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-X/2012 merupakan upaya perwujudan hak konstitusional kewarganegaraan masyarakat adat atas tanah dan sumber daya alamnya. Namun dalam proses perjuangannya perempuan adat non elit tidak pernah terlihat dan terlibat. Studi ini bertujuan untuk menelusuri kompleksitas eksklusi berlapis yang dialami perempuan adat non elit dalam proses perjuangan hak kewarganegaraan masyarakat adat atas hutan adat. Studi kualitatif yang dilakukan dengan pendekatan life her story pada lima perempuan adat non elit ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara proses eksklusi berlapis perempuan adat non elit dengan perjuangan hak kewarganegaraan masyarakat adat atas hutan adatnya. Dengan mengadopsi teori power of exclusion yang dikembangkan oleh Derek Hall, Philip Hirsch, dan Tania Li, teori feminist political ecology dari Rebecca Elmhirst, dan teori feminis tentang kewarganegaraan dari Anupama Roy, argumentasi pada studi ini adalah 1 bahwa ketidakterlibatan perempuan adat non elit dalam proses perjuangan hak kewarganegaraan masyarakat adat atas hutan adat karena perempuan adat telah dieksklusi secara berlapis, dan 2 untuk itu penetapan hutan adat memiliki beragam limitasi yang memunculkan keberagaman dilema perempuan adat non elit dalam pengelolaan lahan dan sumber daya alam lainnya.

ABSTRACT
This study show that non elite indigenous women had been excluded in multi layered from the process of citizenship rights struggle over customary forest. The existence of indigenous people globally as well as in Indonesia had not fully got its recognition over its land and natural resources. Customary forest which located in their community area declared as the state forest. The customary forest legal determination based on Constitutional Court Decree No. 35 PUU X 2012 was an embodiment effort of inidigenous people citizenship constitutional rights over their land and natural resources. However, in the struggling process, the non elite indigenous women, never been seen and involved. This study aimed to search the complexity multi layered exclusion which experienced by non elite indigenous women in the process of inidigenous people citizenship rights struggle over their customary forest. This qualitative study which performed with life her story approach in five non elite indigenous women, showed the connection between the multi layered exclusion process of non elite indigenous women with the struggle of indigenous people citizenship rights over their customary forest. By adopting the power of exclusion theory which developed by Derek Hall, Philip Hirsch, and Tania Li, feminist political ecology theory by Rebecca Elmhirst, and feminism theory on citizenship by Anupama Roy, we argue 1 that the non involvement of non elite indigenous women on the struggling process of indigenous people citizenship rights over the customary forest because the non elit indigenous women had been excluded in multi layered, therefore 2 the determination of customary forest gained various limitation that gave rise variety of non elit indigenous women rsquo s dilemmas in managing land and other natural resources."
2018
T51126
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Konstitusi hijau (green constitution) menempatkan Indonesia sebagai negara yang memiliki konsekuensi yuridis konstitusional di dalam UUD 1945 untuk menerapkan prinsip-prinsip ekokrasi, yakni setiap kebijaksanaan atau pembangunan dibidang perekonomian selalu memperhatikan lingkungan hidup disegala sektor, termasuk kehutanan. Objek kajian ini adalah putusan MK No. 35/ PUU-X/2012 dengan subjek hukumnya masyarakat adat yang telah dilanggar hak konstitusionalnya. Tujuan dari pengkajian ini adalah: pertama, untuk menguji dan menganalisis konsistensi kewenangan negara atas doktrin welfare state dalam pengelolaan hutan negara dengan kewenangan masyarakat adat dalam pengelolaan hutan adat berdasarkan kajian socio-legal putusan Mahkamah Konstitusi; dan kedua, menjamin dan menganalisis terlaksananya prinsip-prinsip ekokrasi atas penguatan hak konstitusional masyarakat hukum adat sebagai living law dalam pengelolaan hutan adat, sebagai konsekuensi logis Indonesia penganut demokrasi berbasis lingkungan dan green constitution. Penulis menggunakan metodologi berdasarkan pengkajian putusan Mahkamah Konstitusi, dengan menelaah aspek socio-legal dalam putusan ini. Hasil kajian ini terungkap bahwa pertama, terdapat hubungan antara hak menguasai negara dengan hutan negara, dan hak menguasai negara terhadap hutan adat. Terhadap hutan negara, negara mempunyai wewenang penuh untuk mengatur dan memutuskan persediaan, peruntukan, pemanfaatan, pengurusan serta hubungan-hubunan hukum yang terjadi di wilayah hutan negara. Adapun hutan adat, wewenang negara dibatasi sejauhmana isi wewenang yang tercakup dalam hutan Adat. Hak pengelolaan hutan adat berada pada masyarakat hukum adat, namun jika dalam perkembangannya masyarakat hukum adat yang bersangkutan tidak ada lagi, maka hak pengelolaan hutan adat jatuh kepada Pemerintah. Kedua, Pelaksanaan pembangunan nasional ataupun daerah selama ini selalu memprioritaskan unsur ekonomi atau dalam konteks otonomi daerah lebih mengutamakan pendapatan asli daerah, tanpa memperhatikan demokrasi lingkungan berbasis pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup"
JK 11 (1-4) 2014
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Deny Giovanno
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai peran dari masyarakat hukum adat dalam
mengelola hutan di Indonesia dan penyelenggaraan pemenuhan hak masyarakat
hukum adat untuk dapat mengelola hutan oleh negara. Selain itu, dibahas juga
terkait dengan sejarah hukum pengelolaan hutan dan paradigma pengelolaan hutan
di Indonesia sebagai analisis atas kebijakan kehutanan yang diterbitkan oleh
Pemerintah. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk memberikan deskripsi
atas kondisi pengelolaan hutan oleh masyarakat hukum adat di Indonesia.

ABSTRACT
This thesis discusses the role of customary law communities in forest
management in Indonesia and organizing the fulfillment of rights of indigenous
people to manage forests by the state. In addition, also discussed related to the
legal history of forest management and forest management paradigm in Indonesia
as an analysis of forest policy issued by the Government. The main objective of
this study is to provide a description of the condition of forest management by
indigenous people in Indonesia."
2016
S65735
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amal
"Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji mengapa Perum Perhutani KPH Gundih Kabupaten Grobogan mengambil kebijakan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) sekaligus untuk mengetahui apakah tujuan yang telah dicapai oleh Perum Perhutani KPH Gundih Kabupaten Grobogan melalui Kebijakan PHBM tersebut berhasil mencapai tujuannya yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan dan kelestarian hutan disisi lain serta meningkatkan Ketahanan Daerah Kabupaten Grobogan.

Penelitian ini penelitian dengan pendekatan kualitatif yaitu sesuatu dilihat berdasarkan sudut pandang orang yang diteliti (informan) dimana informan tersebut harus memiliki pengetahuan dan latar belakang yang cukup mengenai Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat di wilayah KPH Gundih Kabupaten Grobogan. Lokasi penelitian adalah di wilayah kerja Perum Perhutani KPH Gundih Kabupaten Grobogan. Jenis data dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Pengambilan informan dengan metode keterwakilan dan dianalisis dengan analisis kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan PHBM di wilayah KPH Gundih belum menciptakan kondisi masyarakat desa sekitar hutan yang sepenuhnya memahami kebijakan PHBM, setiap proses implementasi yang dijalankan menunjukan dominasi Perhutani sebagai pemegang mandat pengelolaan hutan di Kabupaten Grobogan, Pembuatan segi-segi implementasi kebijakan PHBM merupakan kebijakan dengan sistem top down, Masyarakat desa hutan tidak dapat menikmati akses yang dijanjikan dalam substansi kebijakan PHBM, dan keterkaitan dengan ketahanan daerah Pemberdayaan masyarakat melalui PHBM menjadi sumber dari Ketahanan Daerah Kabupaten Grobogan


This research is aimed at examining why the Perhutani Public Company of Gundih unit has taken forest management. With society policy (PHBM) and also at knowing whether the goal that has been reached by the Perhutani Public Company of Gundih unit through the PHBM policy has reached it’s goal that is to enhance the surrounding- forest society welfare and forest preservation on the other hand.

This research is a research with Qualitative approach is a something is seen based on the informant point of view. Location of the research is in the working area of the Perhutani Public Company of Gundih unit. The kind of data in this research consists of primary data and secondary data. The sample with drawal is done by using purposive sampling method and is analyzed by Qualitative analysis.

Based on the results of research and discussion, it can be concluded that the implementation of policies in the area of ​​KPH Gundih PHBM has not created the conditions surrounding forest villagers who fully understand the PHBMpolicies, the implementation process is carried out every show the dominance of forestry as a forest management mandate Grobogan, making implementation aspect PHBM policy is a policy with a top-down system, forest village communities can not enjoy the promised substance PHBM policies, and linkages with local resilience community empowerment through PHBM be the source of the Regional resilience Grobogan."

Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amal
"Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji mengapa Perum Perhutani KPH Gundih Kabupaten Grobogan mengambil kebijakan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) sekaligus untuk mengetahui apakah tujuan yang telah dicapai oleh Perum Perhutani KPH Gundih Kabupaten Grobogan melalui Kebijakan PHBM tersebut berhasil mencapai tujuannya yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan dan kelestarian hutan disisi lain serta meningkatkan Ketahanan Daerah Kabupaten Grobogan.

Penelitian ini dengan pendekatan kualitatif yaitu sesuatu dilihat berdasarkan sudut pandang orang yang diteliti (informan) dimana informan tersebut harus memiliki pengetahuan dan latar belakang yang cukup mengenai Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat di wilayah KPH Gundih Kabupaten Grobogan. Lokasi penelitian adalah di wilayah kerja Perum Perhutani KPH Gundih Kabupaten Grobogan. Jenis data dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Pengambilan informan dengan metode keterwakilan dan dianalisis dengan analisis kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan PHBM di wilayah KPH Gundih belum menciptakan kondisi masyarakat desa sekitar hutan yang sepenuhnya memahami kebijakan PHBM, setiap proses implementasi yang dijalankan menunjukan dominasi Perhutani sebagai pemegang mandat pengelolaan hutan di Kabupaten Grobogan, Pembuatan segi-segi implementasi kebijakan PHBM merupakan kebijakan dengan sistem top down, Masyarakat desa hutan tidak dapat menikmati akses yang dijanjikan dalam substansi kebijakan PHBM, dan keterkaitan dengan ketahanan daerah Pemberdayaan masyarakat melalui PHBM menjadi sumber dari Ketahanan Daerah Kabupaten Grobogan


This research is aimed at examining why the Perhutani Public Company of Gundih unit has taken forest management. With society policy (PHBM) and also at knowing whether the goal that has been reached by the Perhutani Public Company of Gundih unit through the PHBM policy has reached it’s goal that is to enhance the surrounding- forest society welfare and forest preservation on the other hand.

This research with Qualitative approach is a something is seen based on the informant point of view. Location of the research is in the working area of the Perhutani Public Company of Gundih unit. The kind of data in this research consists of primary data and secondary data. The sample with drawal is done by using purposive sampling method and is analyzed by Qualitative analysis.

Based on the results of research and discussion, it can be concluded that the implementation of PHBM policies in the area of ​​KPH Gundih has not created the conditions surrounding forest villagers who fully understand the PHBM policies, the implementation process is carried out every show the dominance of Perhutani as a forest management mandate in Grobogan Regency, making implementation aspect PHBM policy is a policy with a top-down system, forest village communities can not enjoy the promised substance PHBM policies, and linkages with local resilience community empowerment through PHBM be the source of the Regional resilience Grobogan Regency."

Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Ambarwati
"Terbitnya SK Menhut Nomor 463/KPTS-II/2013, khususnya pada kawasan seluas 1.834 hektar yang mengubah peruntukkan tanah hak pengelolaan menjadi kawasan hutan lindung menimbulkan polemik di Batam. Kawasan yang dimaksud pada faktanya telah berdiri kawasan industri, kawasan perumahan, dan kawasan kantor Pemerintahan, namun dengan terbitnya SK Menhut tersebut maka akan ada pemanfaatan ruang di Batam yang berubah.
Permasalahan yang dapat dicermati adalah mengenai bagaimana perubahan peruntukkan tanah hak pengelolaan `menjadi kawasan hutan lindung ditinjau dari perspektif hukum penataan ruang dan bagaimana kedudukan pemegang hak atas tanah di atas tanah hak pengelolaan sehubungan dengan perubahan peruntukkan tanah hak pengelolaan menjadi kawasan hutan lindung.
Metode penelitian yang digunakan dalam karya ilmiah ini apabila dilihat dari sifatnya merupakan penelitian eksploratoris dimana penelitian yang menjelajah sebuah SK Menhut Nomor 463/KPTS-II/2013 tentang perubahan peruntukkan tanah sehingga mengubah pula rencana tata ruang yang telah berlaku di Batam serta berdampak bagi kedudukan warga selaku pemegang hak atas tanah di atas tanah hak pengelolaan yang statusnya menjadi tidak pasti.
Adapun simpulan dari permasalahan bahwa SK Menhut tersebut mengesampingkan aturan-aturan yang berlaku khusus di Batam terutama terkait dengan aturan rencana tata ruang di Batam sebagai daerah industri dan mengenai kedudukan pemegang hak atas tanah di atas tanah hak pengelolaan sama dengan pemegang hak atas tanah di atas tanah Negara dan sekalipun perubahan peruntukkan tersebut terjadi maka Pemerintah harus memberikan jaminan dan perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah guna mengakomodir kerugian yang ditimbulkan dari perubahan peruntukkan lahan tersebut.

Publication of Ministry of Forestry decree No. 463/KPTS-II/2013, especially in an area of 1,834 hectares which change the designation of land management rights be protected forest area in Batam polemical. Region is in fact already established industrial area, residential area, and the Government office region, but with the publication of the Ministry of Forestry decree there will be use of a changing utilization of space in Batam.
Problems that can be observed is about how to change the designation of land management rights be protected forest area viewed from the perspective of spatial planning law and how to position holders of land rights on land management rights with respect to changes in the designation of land management rights be protected forest areas.
The method used in this paper when seen from the nature of exploratory research is research that explores where a Minister of Forestry Decree No. 463/KPTS-II/2013 about changing the designation of the land so as to change anyway spatial plan that has prevailed in Batam and has implications for the position of resident as the holder of land rights on land management rights whose status is uncertain.
The conclusion of the Ministry of Forestry decree issues that override the rules that apply in Batam mainly related to spatial planning rules in Batam as an industrial area and the position holders of land rights over the same land management rights to holders of land rights on the ground state and even change the designation of the case then the Government must provide guarantees and legal protection for holders of land rights in order to accommodate the losses from changes in the designation of the land.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41391
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>