Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 169073 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aurora Maria Sarah
"Donald Trump was elected into US presidential office in November 2016 and his protective approach on international economics blatantly differs with actions taken by politicians before him. Those policies and sentiments are always expressed via his twitter account and received various responses from citizens and governments alike. This research aimed to find out if the US diplomatic hostility towards its partners on social media will have a direct impact on their bilateral trade flows because of diplomatic retaliation. Using monthly import and export data between the US and 10 major trading partners from June 2015 until March 2018, their respective Economic Policy Uncertainty EPU Index, and tweets analysed with VADER sentiment analysis, we estimate an ARDL model of Trump rsquo s twitter sentiments and its effect on trade. We found out that tweets and trade are not causally linked, yet in most cases they are cointegrated in the short and long run. Through ARDL, we can infer that tweets took around 4 months to take effect and they are only significant in several countries.

Donald Trump terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat di bulan November 2016 dan kebijakannya yang protektif sangat berbeda dengan politisi-politisi sebelumnya. Kebijakan dan opini Trump selalu diutarakan melalui akun Twitternya dan mendapat berbagai tanggapan baik dari masyarakat maupun negara lain. Penelitian ini bertujuan untuk mencari tahu apabila ketegangan diplomatis akibat perilakunya di media social akan memiliki efek langsung pada perdagangan bilateral sebagai konsekuensi dari balasan diplomatic. Dengan menggunakan data bulanan impor dan ekspor antara AS dan 10 partner dagang dari Juni 2015 sampai Maret 2018, data Indeks Ketidakpastian Kebijakan Ekonomi EPU dari negara-negara tersebut dan twitnya yang dianalisa dengan metode analisa sentiment VADER, kami mengestimasi model ARDL untuk nilai sentiment twit Trump dan efeknya pada perdagangan. Melalui ARDL, ditemukan bahwa twit membutuhkan sekitar 4 bulan untuk memengaruhi arus perdagangan dan bahwa twit merupakan variabel yang signifikan hanya untuk beberapa negara tertentu."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frizka Andriani
"ABSTRAK
Motivasi China dalam Menandatangani China-Korea Bilateral Free Trade Agreement China merupakan negara dengan kekuatan ekonomi yang cukup berpengaruh di dunia internasional. Hal ini terlihat dari surplus perdagangan yang mendominasi aktivitas perdagangan negara tersebut. Meskipun demikian, China mengalami defisit dalam kerja sama perdagangannya dengan Korea Selatan. Defisit perdagangan terhadap Korea Selatan berlangsung dalam jangka waktu yang panjang dengan jumlah defisit yang cukup besar. Namun, kondisi ini tidak memengaruhi keputusan China untuk tetap meningkatkan kerja sama perdagangannya dengan Korea Selatan. Puncaknya, pada tahun 2015 kedua negara sepakat untuk menandatangani kerja sama perdagangan bebas yang dikenal dengan CKFTA. Dilatar belakangi fenomena tersebut, maka tesis ini menganalisis motivasi China dalam menandatangani CKFTA meskipun dalam kondisi defisit perdagangan. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan teori motif dalam pembentukkan FTA, yaitu motif ekonomi dan motif politik. Hasil analisis menunjukkan bahwa, dari segi ekonomi China berupaya untuk menguasai dan mengembangkan berbagai produk ekspornya. Dari segi politik, China memiliki agenda keamanan baru yang berupaya untuk mengatasi masalah lingkungan dan mencari sumber daya baru. Selain itu, kuantitas mitra dagang yang terbatas berpengaruh terhadap terealisasinya CKFTA.

ABSTRACT
China rsquo s Motivations in Signing China Korea Bilateral Free Trade Agreement China is a country with quite influential economic power in the international world. It can be seen from the surplus which dominates China s trading activities. But, China suffers deficit result regarding a trade cooperation with South Korea. Although a large amount of trade deficit towards South Korea has been occuring for quite a long period of the time, it does not affect China to continue the trade cooperation with South Korea. Even in 2015, both countries agreed to sign a China Korea Free Trade Agreement CKFTA . Based on the fact, this thesis will analyze the motivation of China in signing the CKFTA. To analyze the phenomenon, the research uses the theory of FTA form, such as economic and political motives. The analysis shows that China is trying to dominate and to expand China s export product. This Agreement is also influenced by China s political motive. China has a new security agenda to overcome enviromental problems and to find new sources. Beside, the limited trade partnership is influenced toward the realization of CKFTA"
2018
T49139
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Buckley, Ross
Austin: Wolters Kluwer, 2008
382 BUC c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hutagalung, Christina
"ABSTRAK
WTO berhasil untuk membentuk Committee on Regional Trade Agreement CRTA pada Februari 1996. Fungsi dari CRTA adalah untuk meninjau semua perjanjian perdagangan regional yang didaftarkan ke WTO dan mempertimbangkan implikasi dari perjanjian perdagangan regional terhadap sistem perdagangan multilateral dan antara perjanjian itu satu sama lain. Namun CRTA tidak memiliki kewenangan yang kuat. Komite ini hanya memiliki fungsi administratif dan studi kelayakan tanpa bisa memberi keputusan yang mengikat. Usulan untuk memperkuat fungsi dari CRTA coba di bawa dalam perundingan Putaran Doha tahun 2001 yang kemudian gagal untuk mencapai kesepakatan. Penelitian ini mengkaji secara mendalam mengenai peranan dari Committee on Regional Trade Agreement WTO dalam kaitannya dengan pengawasan RTA dan juga bagaimana sejauh ini kepatuhan anggota-anggota WTO dalam melaksanakan ketentuan yang telah ditetapkan mengenai persyaratan pembentukan RTA tersebut.

ABSTRACT
The WTO succeeded in establishing a Committee on Regional Trade Agreement CRTA in February 1996. The function of CRTA is to review all regional trade agreements registered with the WTO and to consider the implications of regional trade agreements on the multilateral trading system and between agreements to each other. However CRTA has no strong authority. This committee only has administrative functions and feasibility studies without being able to make binding decisions. The proposal to strengthen the function of the CRTA was brought to the Doha Round of 2001 negotiations which then failed to reach agreement. This study examines in depth the role of the Committee on Regional Trade Agreement of the WTO in relation to RTA surveillance as well as how so far the compliance of WTO members in implementing the established provisions on the requirements for the establishment of the RTA."
2017
T47554
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Parluhutan, Benjamin
"ABSTRAK
Skripsi ini meneliti dampak jangka pendek dan jangka panjang depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap neraca perdagangan bilateral Indonesia dengan sembilan mitra dagang utama. Menggunakan, metode Auto Regressive Distributed Lag ARDL dan data triwulanan periode 1997IV hingga 2015IV, terbukti bahwa i dalam jangka pendek, depresiasi Rupiah berpotensi membuat defisit neraca perdagangan bilateral pada empat mitra dagang utama, ii dalam jangka panjang, depresiasi Rupiah berpotensi membuat surplus neraca perdagangan bilateral pada tiga mitra dagang utama dan defisit neraca perdagangan bilateral pada dua mitra dagang utama, iii pola J-curve tidak terjadi pada satu pun mitra dagang utama, dan iv aktivitas ekonomi merupakan determinan signifikan neraca perdagangan bilateral Indonesia dengan tiga mitra dagang utama terbesarnya.

ABSTRACT
This undergraduate thesis focuses on the impact of Rupiah depreciation on Indonesia rsquo s bilateral trade balance with nine of her major trading partners. Using Auto Regressive Distributed Lag ARDL method and quarterly data from 1997IV to 2015IV, the results show that i in the short run, Rupiah depreciation tends to worsen bilateral trade balance with four major trading partners, ii in the long run, Rupiah depreciation tends to improve bilateral trade balance with three major trading partners and worsen bilateral trade balance with two major trading partners, iii J curve pattern doesn rsquo t appear in the bilateral trade with any of the major trading partners, and iv economic activity is a significant determinant of bilateral trade balance of Indonesia and three of her largest major trading partner."
2017
S67453
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghea Lestarina
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari efek perubahan nilai tukar yang
mencakup efek depresiasi dan volatilitas nilai tukar terhadap ekspor Indonesia
dengan enam negara mitra dagang utama. Penulis juga akan membandingkan efek
depresiasi dan volatilitas secara relatif terhadap peningkatan ekspor. Studi ini
menggunakan data bilateral Indonesia dengan enam negara mitra dagang utama
yang terdiri dari Amerika Serikat, China, Singapura, Malaysia, Jepang, dan Korea
Selatan dari tahun 1998 sampai 2015. Data panel diestimasi dengan menggunakan
metode efek acak (random effect model). Untuk membandingkan pengaruh
depresiasi dan volatilitas secara relatif, dilakukan estimasi koefisien
terstandardisasi. Hasil estimasi menunjukkan bahwa depresiasi nilai tukar dan
volatilitas mempengaruhi ekspor secara signifikan. Kenaikan depresiasi dapat
meningkatkan ekspor, namun volatilitas nilai tukar yang berlebihan dapat
menurunkan ekspor. Depresiasi secara relatif lebih besar pengaruhnya terhadap
ekspor dibandingkan volatilitas. Pendapatan negara mitra dagang merupakan
faktor yang paling mempengaruhi ekspor. Studi ini mendukung argumen bahwa
depresiasi dapat meningkatkan ekspor

ABSTRACT
This study aims to analyze the effect of exchange rate changes which consist of
the effect of depreciation and exchange rate volatility on Indonesia?s export to six
of its main trading partners. The writer will also compare the relative effect of
depreciation and exchange rate volatility on the increase of export. This study will
use bilateral data between Indonesia and six of its main trading partners which
are United States of America, China, Singapore, Malaysia, Japan, and South
Korea from the year of 1998 to 2015. The panel data will be estimated using
random effect model. To compare the relative effects of depreciation and
exchange rate volatility, this study will be using estimation on standardized
coefficients. The result shows that depreciation and volatility both have
significant effect on export. The increase of depreciation will increase export, but
excessive volatility of exchange rate will harm export. Depreciation has a bigger
relative effect in comparison to volatility. The income of trading partners is the
biggest factor in determining export. This study supports the argument that
depreciation can promote export."
2016
S64543
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Sumarjono
"Penelitian ini bertujuan untuk mnengetahui apakah FTA adalah kebijakan yang efektif untuk meningkatkan perdagangan bilateral Indonesia dengan Australia, untuk im, penelitian ini menggunakan Trade Intensity Index dan analisis qualitative terhadap jasa-jasa perdagangannya sebagai metodenya. Disamping itu, untuk memformulasikan “request-offer” yang terkait dengan agreement tersebut, penelitian ini menggunakan Trade Indicative Potential.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa FTA Indonesia-Australia tidak layak untuk diterapkan berdasarkan pada fakta bahwa; (I) jasa-jasa yang menunjang pcrdagangan Indonesia masih buruk dan, (2) intensitas perdagangan Indonesia- Australia sudah tinggi. Walaupun 'Trade Intensity Index menunjukkan tren penurunan.
Selanjutnya, apabila diasumsikan bahwa masalah terkait dengan jasa perdagangan yang buruk telah menjadi lebih baik, tetapi intensitas perdagangan kedua negara (Indonesia- dan Australia) menurun dan menjadi rendah, make FTA dapat dijadikan kebijakan yang efektif. Terkait dengan hal ini, terdapat tiga produk yang dapat di minta oleh Indonesia agar Australia membuka hambatannya, yaitu; furniture, udang, dan tekstil. Sementara, produk yang diminta oleh Australia agar Indonesia membuka hambatannya adalah produk konsumsi harian dan pertanien.
Sebagai rekomendasi, perbaikan sarana jasa perdagangan intemasional (ketersedian informasi, sektor keuangan yang terpercaya, dan ketersediaan pelabuhan intemasional) adalah strategi terbaik yang harus ditempuh untuk meningkatkan perdagangan bilateral Indonesia dan Australia.

This research try to answer the question does trade agreement effective to raise Indonesia-Australia bilateral trade. In order to answer the question, the objectives of the thesis are; (l) to explore feasibility of FTA between Indonesia and Australia, it uses Trade Intensity Index and qualitative analysis on trade services as the methodology, and, (2) to formulate request-offer products regard to the agreement, it uses Trade Indicative Potential.
As result, FTA Indonesia-Australia is not feasible to be implemented regard to lack of trade services and the intensity is already high. However, even the intensity is higher means there is no other potency that could be reap, but the trend is decline.
Furthermore, if it is assumed that those problems (lack of trade services) are already better but the trade intensity is being lower; FTA could be the right strategy. Regard to that condition, there are three kinds of product that could be requested by Indonesia, they are: furniture, shrimp, and textile. However, Australia could be requested Indonesia dairy products and agriculture to be open.
As recommendation, the irnfxovement of Indonesia trade services (the availability of information, the better financial sector, and the availability of International port) is the best strategy that should be done to raise Indonesia-Australia bilateral trade.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
T33874
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
New York : Cambridge University Press, 2011
382.9 PRE
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Winda Yasmine
"Tesis ini membahas mengenai perbandingan perjanjian perdagangan bebas yang diikuti oleh Indonesia dalam kerangka kerjasama antara ASEAN dan Keempat Mitra Wicara. Substansi yang diperbandingkan dalam penulisan ini adalah pengaturan perdagangan barang atau trade in goods. Keempat perjanjian ini memiliki persamaan dan perbedaan. Perbandingan yang menjadi fokus utama pembahasan adalah bagaimana tiap-tiap perjanjian memenuhi teori keadilan dalam perdagangan liberal. Berdasarkan hasil analis, dicari upaya yang disediakan oleh setiap perjanjian perdagangan bebas bagi negara berkembang yang merasa tidak diuntungkan. Teori critical legal studiesdigunakan dalam menganalisa upaya dan merujuk pada ketentuan pada perjanjian perdagangan bebas yang diikuti oleh Indonesia. Penelitian merupakan penelitian yuridis normatif dengan metode analisa data kualitatif data diperoleh dengan melakukan studi kepustakaan. Tidak ada perbedaan mendasar dalam pengaturan perdagangan barang dalam perjanjian-perjanjian perdagangan barang antara ASEAN dan keempat Mitra Wicara. Pengaturan perdagangan barang dalam keempat perjanjian perdagangan barang ini telah berusaha memenuhi prinsip keadilan dalam perdagangan liberal, namun bentuk keadilan berupa perlakuan berbeda bagi negara yang paling tidak diuntungkan dalam hal ini adalah negara berkembang, hanya bersifat sementara.Negara berkembang sebagai pengimpor sulit untuk melakukan negoisasi yang membutuhkan prosedur yang panjang. Terhitung pada tanggal pemberlakuan liberalisasi penuh special differential treatment ini akan dihapuskan. Terhadap perjanjian-perjanjian perdagangan bebas yang dirasa tidak adil atau tidak mampu untuk dilaksanakan oleh suatu negara seperti negara berkembang maka terdapat 2 langkah kebijakan yang dapat diambil oleh pemerintah negara yang bersangkutan. Mengingat sulitnya upaya melakukan perubahan atas isi perjanjian yang disepakati. Pemerintah Indonesia harus lebih memperhatikan perjanjian-perjanjian perdagangan bebas yang akan ditandatangani nantinya. Pilihan yang paling realistis untuk saat ini bagi Indonesia adalah tetap memberlakukan perjanjian-perjanjian perdagangan bebas dalam Kerangka Kerjasama ASEAN yang telah disepakati. Demikian, dengan realitas kemampuan Indonesia saat ini hal yang dapat dilakukan adalah memfokuskan diri pada perbaikan kinerja industri lokal (modal, pendidikan, keahlian dan teknologi).

This research discusses the comparison of the free trade agreements Indonesia enters into in the cooperative framework between ASEAN and the four Dialogue Partners. The substance upon which this research compares is the regulation of trade in goods. These four agreements share some similarities as well as differences. The comparison that serves as the main focus of the discussion is how every agreement satisfies the theory of justice in liberal trades. An analysis of each agreement is performed to look for the terms by which a disadvantaged developing country can seek to address the justice it perceives. The theory of critical legal studies is employed in analyzing and refering to the terms in the free trade agreements joined by Indonesia. This research is a legal-normative research with qualitative analysis of the data obtained from literature studies. There are no fundamental differences in the regulation of trade in goods in the trade in goods agreements between ASEAN and the four Dialogue Partners. The regulation of the trade in goods within these four trade in goods agreements has sought to satisfy the principle of justice in liberal trades. However, the equity that takes form in the differential treatments for the most disadvantaged countries,which in this case are developing countries, is only temporary in nature. An importing developing country finds it difficult to be in anegotation that undertakes long procedures. By the time the liberalization swings in full effect, this special differential treatment will be abolished. With regards to the free trade agreements perceived to be inequitable or unperformable by a country such as a developing country, there are two policy measures that the government of such country can take. Taking into account the difficulty in amending the agreed-upon terms, the Government of Indonesia has to pay more attention to the free trade agreements it is about to enter into. The most realistic choice for Indonesia at this moment is to keep respecting the free trade agreements in the agreed ASEAN Cooperative Framework. With this reality in mind, Indonesia has to focus on the improvement of the performance of local industries (capital, education, skills and technology).
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42690
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tyas Kurniasih
"Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi Ad Valorem Equivalent (AVE) dari 20 negara partner dagang terbesar Indonesia sebagai dampak adanya penerapan kebijakan Non Tariff, khususnya Sanitary Phytosanitary (SPS) dan Technical Barrier to Trade (TBT) dalam kurun waktu tahun 2007-2016. AVE dapat diartikan sebagai tarif implisit yang dikeluarkan oleh produsen dalam rangka memenuhi persyaratan kebijakan SPS dan TBT. Metode yang digunakan dalam penelitian ini melalui pendekatan quantity impact approach kemudian hasil estimasi pada HS level 2 digit ditransformasi menjadi AVE untuk dibandingkan terhadap tarif impor. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 9 negara memiliki AVE SPS dan TBT negatif dan 11 negara memiliki AVE positif. Hal tersebut menunjukkan adanya perbedaan dampak penerapan kebijakan SPS dan TBT yang dapat bersifat trade impeding effect dan demand enhancing effect. Apabila dikaitkan pendapatan perkapita negara, secara umum terdapat hubungan negatif antara pendapatan perkapita dengan AVE. Adanya motif proteksionisme dari Pemerintah dapat terlihat dari tingginya nilai AVE dibandingkan tarif MFN pada sektor-sektor tertentu.

This study aims to estimate the Ad Valorem Equivalent (AVEs) of the 20 largest trading partner countries of Indonesia as a result of the implementation of the Non-Tariff Measures, especially Technical Barrier to Trade (TBT) and Sanitary Phytosanitary (SPS) in the period 2007-2016. AVE can be interpreted as an implicit tax issued by producers in order to meet the SPS and TBT policy requirements. The method used in this research is the quantity impact approach and then the estimation results at the 2 digit HS level are transformed into AVE to be compared to import tariffs. The results showed as many as 9 countries had AVE SPS and TBT negative and 11 countries had AVE positive. This shows that there are differences in the impact of implementing SPS and TBT policies that can be trade impeding effects and demand enhancing effects. As related to income per capita, in general there is a negative relationship between income per capita with AVE. The existence of protectionist motives from the Government can be seen from the high value of AVE compared to MFN rates in certain sectors."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T52750
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>