Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 172484 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Diana Nur Vitasari
"ABSTRAK
Obstructive Sleep Apnea OSA merupakan penyakit gangguan napas saat tidur ditandai oleh penyumbatan sebagian atau seluruh saluran pernafasan yang menyebabkan henti napas minimal 10 detik saat tidur. Periode henti napas saat tidur menyebabkan tidak masuknya oksigen ke dalam tubuh yang memicu saraf simpatis lebih dominan dibandingkan saraf parasimpatis. Ketidakseimbangan antara persyarafan simpatis dan parasimpatis berpengaruh pada ketidakteraturan irama jantung yang dapat memicu terjadinya gangguan jantung yaitu Atrial Fibrillation AF. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang memengaruhi AF pada pasien risiko OSA. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer pasien risiko OSA di RSCM berdasarkan wawancara dengan kuesioner Berlin. Sampel dipilih menggunakan teknik non-probability sampling dengan metode purposive sampling. Ukuran sampel dalam penelitian ini sebanyak 145 pasien risiko OSA berdasarkan kuesioner Berlin. Jumlah pasien yang terdiagnosis AF sebanyak 45 pasien 31.04. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Chi-Square Automatic Interaction Detection CHAID untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap AF. Metode CHAID merupakan teknik analisis data kategorik dengan jumlah kategori di tiap variabel independen sebanyak dua atau lebih. Variabel dalam penelitian ini berbentuk kategorik dan jumlah kategori dalam variabel independen lebih dari dua buah kategori. Variabel dependen pada penelitian ini adalah AF, sedangkan variabel independen yaitu usia, jenis kelamin, Indeks Massa Tubuh IMT, lingkar pinggang, lingkar leher, tekanan darah, riwayat merokok, riwayat mengonsumsi minuman beralkohol, riwayat gagal jantung, riwayat penyakit jantung koroner, riwayat stroke. Hasil analisis menggunakan metode CHAID diperoleh bahwa faktor usia, tekanan darah, lingkar pinggang, dan lingkar leher dapat memengaruhi AF pada pasien risiko OSA. Tingkat ketepatan hasil klasifikasi secara keseluruhan dengan menggunakan metode CHAID sebesar 71.7.

ABSTRACT
Obstructive Sleep Apnea OSA is sleep breathing disorder disease characterized by blockage partial or complete the respiratory tract that causes stop breathing during sleep at least 10 seconds. A period of stopping breathing while sleeping causes lack of oxygen into the body that triggers the sympathetic nerves more dominant than the parasympathetic nerves. The imbalance between sympathetic nerve and parasympathetic nerve affecting irregularity of heart rhythm that can trigger an onset of heart disorders, namely Atrial Fibrillation AF. This study aims to determine the factors affecting AF in patients with risk of OSA. The data used in this study is primary data of patients with risk of OSA at RSCM based on interviews with the Berlin questionnaire. The sample is chosen by using a technique of non probability sampling with purposive sampling method. The sample size are 145 patients with risk of OSA based on the Berlin questionnaire. The number of patients diagnosed AF is 45 patients 31.03. The method used in this study is Chi Square Automatic Interaction Detection CHAID to determine which factors significantly affect AF. The CHAID method is a categorical data analysis technique which the number of categories in each independent variable is two or more. In this study, variables used are categorical and the number of categories in independent variables is more than two categories. Dependent variables in this study are AF, while independent variables are age, sex, body mass index BMI , waist circumference, neck circumference, blood pressure, smoking history, history of consuming alcoholic, history of heart failure, history of coronary heart disease, and history of stroke. The results of this study is age, blood pressure, waist circumference, and neck circumference significantly affect AF in patients with risk of OSA. In addition, the accuracy rate of the classification results using CHAID method is 71.7."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irma Surya Anisa
"Pada tahun 2015 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) menyebabkan kematian rata-rata sekitar 5% di dunia dan jumlah kejadian PPOK di Indonesia rata-rata sebesar 3,7%. Salah satu komplikasi yang dapat dialami oleh pasien PPOK adalah nocturnal hypoxemia yaitu kurangnya asupan oksigen pada waktu malam hari. Keadaan ini akan semakin diperberat jika pasien PPOK juga menderita gangguan tidur berupa Obstructive Sleep Apnea (OSA). OSA adalah gangguan tidur yang disebabkan oleh saluran napas yang tersumbat dan menyebabkan jeda sementara saat napas minimal 10 detik. Ketika PPOK dan OSA terjadi disaat yang bersamaan dapat menyebabkan dua kali lipat kondisi tidak nyaman saat bernapas.
Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan model prediksi risiko terjadinya Obstructive Sleep Apnea (OSA) pada pasien PPOK berdasarkan faktor-faktor yang memengaruhi risiko terjadinya OSA pada pasien PPOK. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer pasien PPOK yang telah terdiagnosis oleh dokter di RSCM dengan mewawancarai menggunakan kuesioner Berlin dan pemeriksaan fisik seperti mengukur lingkar leher dan lingkar pinggang. Sampel yang dipilih menggunakan non-probability sampling dengan metode purposive sampling. Sampel pada penelitian ini adalah pasien PPOK sebanyak 111 pasien.
Metode yang digunakan adalah regresi logistik biner untuk memprediksi model risiko terjadinya OSA pada pasien PPOK. Hasil yang didapatkan untuk faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap risiko terjadinya OSA pada pasien PPOK adalah lingkar pinggang dan Kuesioner CAT 2 (PPOK derajat berat) yang berarti pasien PPOK dengan derajat berat. Pasien PPOK berderajat berat lebih berisiko terkena OSA sebesar 4,39 kali lebih besar dibandingkan pasien PPOK berderajat ringan hingga sedang dan setiap kenaikan 1 cm lingkar pinggang pada pasien berisiko terjadinya OSA. Hasilnya menunjukan bahwa pasien PPOK derajat berat lebih berisiko terjadinya OSA dibandingkan yang tidak. Keakuratan model tersebut dihitung menggunakan tabel klasifikasi pada cut point 0,5, diperoleh tingkat ketepatan klasifikasi sebesar 73,9%.

Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) has caused death of around 5% in the world and 3.7% in Indonesia. One of the complications that can be experienced by patients with COPD is nocturnal hypoxemia, which is the lack of oxygen intake at night. This situation will be more aggravated if patients with COPD also suffer from sleep disorder which is called Obstructive Sleep Apnea (OSA). OSA is a sleep disorder caused by a blocked airway and led to a temporary pause while breathing for at least 10 seconds. When COPD and OSA occur at the same time, it can create double discomfort while breathing.
The purpose of this research is to determine prediction model occurrence OSA risk in COPD patient based on factor affecting the risk of OSA occurring in COPD patients. Data used in this research is primary data from COPD patients who is diagnosed by doctor at RSCM by interviewing them using Berlin questionnaire and physical examination such as measuring the circumference of neck and waist.
This study uses non-probability sampling i.e. purposive sampling method. Sample of this research is 111 patients with COPD. This research uses binary logistic regression to predict model occurrence of OSA risk in COPD patients. This study shows that waist circumference and COPD Assessment Test (CAT) 2 questionnaire (COPD patients with severe degree) are significant factor of OSA on COPD patient. In addition, COPD patients with severe degree are 4.39 times greater risk suffer from OSA than mild to moderate COPD patients and each centimetre increase of waist circumference has higher risk of OSA. Accuracy of our model is estimated using classification table with cut point at 0.5 and its accuracy is 73,9%.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Dwi Susanto
"ABSTRAK
Obstructive sleep apnea (OSA) is a disease with recurrent episodic of partial or total upper airway collapse during sleep. Snoring is a main symptom of OSA because it may be caused by upper airway collapse during sleep. Several risk factors has been identified as risk factors for OSA. They are male gender, increased of age, overweight or obesity, big neck, craniofacial abnormality, upper airway disease or abnormality, smoking, gene, menopause, nasal congestion, and alcohol consumption. Overweight or obesity are major risk factor of OSA. Obesity also increased progressivity of OSA. "
2014
MK-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Veronika Renny Kurniawati
"Obstructive sleep apnea OSA adalah salah satu gangguan pernapasan saat tidur dikarenakan obstruksi saluran napas atas. Pasien OSA tidak dapat tidur nyenyak dan dapat mengalami arrousal ketika tubuh berusaha mengambil napas. Para pegawai dengan gangguan ini dikhawatirkan mengalami penurunan kebugaran tubuh dan kantuk pada jam kerja sehingga tidak memiliki kualitas kerja maksimal. Pengambilan data dilakukan sebanyak satu kali untuk tiap individu dengan pelaksanaan selama dua hari sesuai dengan metode potong-lintang. Sebanyak 191 orang staf administrasi Universitas Indonesia dengan mayoritas responden berjenis kelamin perempuan menjadi responden dalam pengisian kuesioner STOP-Bang dan pengukuran berat badan, tinggi badan, serta tekanan darah untuk mengetahui persebaran risiko OSA dan hubungannya dengan tekanan darah, IMT, usia, lingkar leher, jenis kelamin, serta aktivitas merokok. Didapatkan 82,7 responden berisiko rendah, 7,3 sedang, dan 9,9 tinggi. OSA memiliki hubungan bermakna dengan semua faktor risiko yang disebutkan p0,05 . Hasil tidak bermakna karena proporsi responden berisiko rendah, sedang, dan tinggi terlalu tidak berimbang. Sebagian besar responden berisiko sedang dan tinggi memiliki lebih dari satu faktor risiko.

Obstructive sleep apnea OSA is a respiratory disorder arising from obstruction in the upper respiratory tract, disturbing sleep cycle. Patients with OSA could not sleep well and experience arousal during effortful breathing. Employees with OSA were expected to have a decrease in fitness and an increase in sleepiness and fatigue, implicating performance at work. Data collection was held twice once to each respondent based on cross sectional metode. As many as 191 administration staff of Universitas Indonesia, majority of whom were female, filled STOP Bang questionnaires and underwent weight, height, and blood pressure examination to determine the risk prevalence and its relation to blood pressure, BMI, age, neck circumference, sex, and smoking. Among them, 82,7 were classified as low risk, 7,3 moderate risk, and 9,9 high risk. OSA was found to be significantly related to all risk factors p0,05 due to unequal sample sizes within each study group. The majority of respondents with moderate and high risk were known to have more than one risk factor. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Felicia Erinna Puspitaningtyas
"Obstructive Sleep Apnea OSA adalah gangguan di mana seseorang sering berhenti bernapas selama tidurnya. OSA ditandai oleh episode henti napas apnea minimal 10 detik/episode. Gejala OSA sering terjadi, namun sulit untuk dideteksi. Hal ini disebabkan OSA terjadi saat pasien tidur. Hal inilah yang menjadikan OSA penyebab terbesar morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia. OSA terkait dengan beberapa penyakit, salah satunya adalah Diabetes Melitus DM. Kejadian OSA melalui hipoksemia intermitten dapat menyebabkan intoleransi glukosa, seperti DM tipe 2 dan prediabetes. OSA, DM, dan prediabetes diketahui memiliki faktor risiko bersama antara lain obesitas dan tekanan darah tinggi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui model hubungan OSA, DM tipe 2, dan prediabetes secara simultan. Setelah model hubungan antar ketiganya diketahui, maka faktor-faktor risiko OSA, DM tipe 2, dan prediabetes secara bersamaan dapat diketahui. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dengan pemeriksaan langsung ke pasien OSA di RSCM. Metode sampling yang digunakan adalah non-probability sampling, yaitu purposive sampling. Jumlah sampel pada penelitian ini didapat sebanyak 205 pasien. Metode Partial Least Squares PLS digunakan untuk mencapai tujuan penelitian. PLS digunakan untuk memodelkan hubungan langsung maupun tidak langsung antara variabel laten dan variabel terukur secara simultan. Selain itu, PLS dipertimbangkan sebagai pendekatan soft modeling yang tidak mensyaratkan asumsi-asumsi yang kuat, seperti ukuran sampel, skala pengukuran, dan asumsi distribusi. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah OSA, DM tipe 2, dan prediabetes. Variabel independen dalam penelitian ini adalah jenis kelamin, usia, tekanan darah, obesitas, dan sleep hygiene. OSA dipengaruhi secara langsung oleh obesitas dan sleep hygiene. DM tipe 2 dipengaruhi secara langsung oleh prediabetes, dan dipengaruhi secara tidak langsung oleh jenis kelamin, usia, obesitas, dan OSA. Sedangkan prediabetes dipengaruhi secara langsung oleh jenis kelamin, usia, dan OSA, dan dipengaruhi secara tidak langsung oleh sleep hygiene. Prediabetes dapat dipengaruhi baik secara tidak langsung dan tidak langsung oleh obesitas melalui OSA.

Obstructive Sleep Apnea OSA is a disorder in which a person frequently stops breathing during his or her sleep. OSA is characterized by episodes of stop breathing apnea at least 10 seconds episode. Symptoms of OSA are common, but difficult to detect. This is because OSA occurs when patient sleeps. That is what causes OSA to be the biggest morbidity and mortality worldwide. OSA has been linked with several diseases, one of which is Diabetes Mellitus DM . Incidence of OSA through hypoxemia intermitten can cause glucose intolerance, such as Diabetes Mellitus type 2 and prediabetes. OSA, DM, and prediabetes are known to have shared risk factor such as obesity and high blood pressure. The purpose of this research is to know the relationship model of OSA, DM type 2, and prediabetes simultaneously. Once the relationship model is known, then the risk factors of OSA, DM type 2, and prediabetes can simultaneously be known. Data used in this research is primary data which obtained by direct examination to patients with OSA at RSCM. Sampling method used in this research is non probability sampling, such as purposive sampling. The number of samples in this research as many as 205 patients. Partial Least Squares PLS method is used to obtain the purpose of this research. PLS is used to modeling a direct and indirect relation between latent variables and manifest variables simultaneously. Moreover, PLS has been considered as soft modeling approach because PLS does not require strong assumptions, such as sample size, measurement scale, and distribusions. OSA, DM type 2, and prediabetes are dependent variables. Independent variables are gender, age, blood pressure, obesity, and sleep hygiene. OSA is directly affected by obesity and sleep hygiene. DM type 2 is directly affected by prediabetes, and indirectly affected by gender, age, obesity, and OSA. Gender, age, and OSA have direct effect to prediabetes, meanwhile sleep hygiene has indirect effect to prediabetes. Obesity has direct and indirect effect to prediabetes, through OSA. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Septiar
"Latar Belakang. Apnea tidur obstruktif (ATO) banyak tidak disadari oleh klinisi dan prevalensinya di Indonesia cukup tinggi. Stroke merupakan penyebab kematian ke-2 di dunia dan Indonesia. ATO meningkatkan risiko kejadian stroke. Karakteristik klinis pasien ATO dengan stroke masih belum banyak diteliti. Tujuan. Mengetahui karakteristik klinis pasien kecurigaan tinggi ATO dengan stroke di RSCM. Metode. Penelitian potong lintang dengan metode consecutive dilakukan pada bulan Maret - Juni 2019 di RSCM (dari Poliklinik Neurologi dan data pencatatan pasien ATO Divisi Respirologi dan Penyakit Kritis Departemen Ilmu Penyakit Dalam). Kecurigaan tinggi ATO ditegakkan berdasarkan kuesioner Berlin-ID. Pasien dibedakan menjadi stroke dan bukan stroke. Pasien yang tidak kooperatif atau menolak penelitian dieksklusi dari penelitian. Usia, jenis kelamin, Indeks Massa Tubuh (IMT), tekanan darah, kadar HbA1c, dan lingkar leher dinilai pada setiap pasien. Ketebalan tunika intima media arteri karotis (CIMT) dinilai pada 23 subyek. Analisis data dilakukan dengan SPSS 24. Hasil Utama. Sebanyak 103 pasien kecurigaan tinggi ATO diikutsertakan dalam penelitian (34 dengan stroke dan 69 bukan stroke). Proporsi pasien kecurigaan tinggi ATO dengan stroke di RSCM adalah 33%. Pasien kecurigaan tinggi ATO dengan stroke dan bukan stroke di RSCM memiliki rerata usia 58,5 dan 57 tahun, 82,4% dan 94,2% mengalami gangguan mendengkur, 61,8% dan 36,2% laki-laki, 20,6% dan 10,1% overweight, 61,8% dan 63,8% obese, 58,8% dan 49,3% hipertensi (80% dan 85,3% tidak terkontrol), rerata CIMT kanan-kiri 0,66-0,71 mm dan 0,59-0,66 mm, 26,5% dan 34,8% diabetes melitus/DM (77,8% dan 64,7% memiliki HbA1c terkontrol), dan median lingkar leher 35,5 dan 34 cm (laki-laki 38 dan 39 cm, perempuan 33,5 dan 35 cm). Simpulan. Proporsi pasien stroke pada kecurigaan tinggi ATO di RSCM adalah 33%. Dibandingkan dengan bukan stroke, pasien kecurigaan tinggi ATO dengan stroke di RSCM memiliki rerata usia yang lebih tinggi, proporsi overweight lebih tinggi, proporsi hipertensi lebih tinggi, rerata CIMT lebih tinggi, proporsi DM dalam terapi dengan HbA1c terkontrol lebih tinggi, dan median lingkar leher lebih tinggi.

Background. Obstructive sleep apnea (OSA) is not recognized by clinicians and its prevalence in Indonesia is quite high. Stroke is the second leading cause of death in the world and Indonesia. OSA increases the risk of stroke events. The clinical characteristics of OSA patients with stroke have not been widely studied. Objective. To know the clinical characteristics of high suspicious OSA patients with stroke in RSCM.. Method. A cross-sectional study using the consecutive method was carried out in March - June 2019 at RSCM (from Neurology Polyclinic and OSA patient record data of Respirology and Critical Illness Division of Internal Medicine Department). High suspicious OSA was diagnosed based on Berlin-ID questionnaire. Subjects were divided into stroke and not stroke. Subjects who were not cooperative or refuse the study were excluded. Age, gender, Body Mass Index, blood pressure, HbA1c levels, and neck circumference were assessed in each patient. The thickness of the carotid artery tunica intima (CIMT) was assessed in 23 subjects. Data analysis was performed with SPSS 24. Result. A total of 103 high suspicious OSA patients were included in the study (34 with stroke, 69 not stroke). The proportion of high suspicious OSA patients with stroke is 33%. Patients with high suspicious OSA with stroke and non-stroke in RSCM had an average age of 58.5 and 57 years, 82.4% and 94.2% experienced snoring disorders, 61.8% and 36.2% men, 20.6 % and 10.1% overweight, 61.8% and 63.8% obese, 58.8% and 49.3% hypertension (80% and 85.3% uncontrolled), mean right-left CIMT 0.66- 0.71 mm and 0.59-0.66 mm, 26.5% and 34.8% diabetes mellitus/DM (77.8% and 64.7% had controlled HbA1c), and the median neck circumferences were 35.5 and 34 cm (males 38 and 39 cm, females 33.5 and 35 cm). Conclusion. The proportion of stroke in high suspicious OSA patients is 33%. Compared with non-stroke, high suspicious OSA patients with stroke in RSCM had a higher mean age, higher overweight proportion, higher hypertension proportion, higher CIMT mean, higher DM in therapy with controlled HbA1c proportion, and higher median neck circumference."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58837
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chairunnisa
"Latar Belakang. Multipel sklerosis merupakan penyakit kronik progresif dimana selain dari berbagai gejala neurologis yang ada, gangguan tidur merupakan masalah yang juga memiliki dampak terhadap penyandang penyakit multipel skeloris. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa prevalensi gangguan tidur ditemukan lebih tinggi pada penyandang penyakit multipel skeloris dibandingkan populasi normal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi serta pola gangguan tidur pada penyandang penyakit multipel sklerosis di Indonesia.
Metode. Penelitian ini merupakan studi deskritptif potong lintang. Populasi penelitian merupakan pasien dengan penyakit multiple sklerosis yang berobat di RSCM Jakarta yang memenuhi kriteria inklusi, dan dilakukan pengambilan data klinis dan pengambilan sampel dengan mengisi kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Assessment (PSQI) dan STOP-BANG Sleep Apnea Questionnaire, serta The Mini International Neuropsychiatric Interview ICD-10 (MINI ICD-10). Data yang didapat kemudian dilakukan pengolahan dan analisis data.
Hasil. Dari empat puluh dua subjek MS yang diikutsertakan pada penelitian ini, 32 (76,2%) subjek berusia kurang dari 35 tahun, 34 (81,0%) berjenis kelamin perempuan, 23 (54,8%) subjek tidak bekerja, 9 (21,4%) mengalami depresi, dan 9 (21,4%) memiliki EDSS 6 ke atas. Insomnia ditemukan pada 32 (76,2%) subjek, dengan proporsi yang lebih besar ditemukan pada subjek berusia 35 tahun ke atas (80% vs 75%, p=0,556), berjenis kelamin laki-laki (87,5% vs 73,5%, p=0,374), kelompok yang tidak bekerja (78,3% vs 73,7%, p=0,504), kelompok dengan depresi (77,8% vs 75,8%, p=0,638), dan kelompok dengan EDSS lebih dari sama dengan 6 (77,8% vs 75,8%, p=0,638). Seluruh subjek memiliki risiko OSA dengan 39 (92,9%) subjek memiliki risiko ringan-sedang dan 3 (7,1%) subjek memiliki risiko berat. Hanya laki-laki yang memiliki risiko terhadap kejadian OSA (37,5% vs 0%, p=0,005), tetapi tidak berkaitan terhadap kejadian insomnia.
Kesimpulan. Prevalensi gangguan tidur pada penyandang penyakit multipel skeloris di Indonesia sangat tingi. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi dan pemeriksaan lebih lanjut guna menunjang diagnosis.

Background. Multiple sclerosis (MS) is a chronic progressive disease in which sleep disorder, besides various neurologic manifestations, highly impacts the patients but is often neglected in clinical settings. Several studies had discovered that sleep disorder was more prevalent in MS than general population. This study aimed to investigate the prevalence and characteristics of sleep disorder in MS patients in Indonesia.
Methods. A descriptive cross-sectional study involving MS patients was conducted at Dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital Jakarta. In addition to clinicodemographic data collection, data regarding sleep quality, obstructive sleep apnea (OSA), and depression state were assessed using Indonesian previously-validated Pittsburgh Sleep Quality Index, STOP-BANG Sleep Apnea Questionnaire, and The Mini International Neuropsychiatric Interview ICD-10, respectively.
Results. Of forty MS participants included in this study, 29 (72.5%) aged less than 35 years, 32 (80.0%) were women, 20 (50.0%) were unemployed, 10 (25.0%) had depression, and 10 (25.0%) had Expanded Disability Scoring Scale (EDSS) of ≥6. Insomnia was found in 33 (82.5%) participants, of which larger proportion were male (100.0% vs 78.1%, p=0.309. Three (7,1%) participants had moderate risk of OSA. Only male had significant risk of OSA (moderate risk 25.0% vs 0%, p=0.036), but it did not associate with insomnia.
Conclusion. Sleep disorder in MS patients in Indonesia is prevalent. There was potencies of the risk of OSA in MS, especially in male. Detection of insomnia and risk OSA is important in MS comprehensive care."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzan
"Pendahuluan Bagi seorang pilot, OSA dapat berdampak terhadap keselamatan penerbangan dengan menimbulkan fatigue dan gangguan kognitif pada memori, atensi, perencanaan, kemampuan memecahkan masalah dan multitasking. Salah satu faktor predisposisi utama terjadinya OSA adalah peningkatan berat badan, serta faktor pekerjaan juga dapat mempengaruhi timbulnya risiko OSA.  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara obesitas dan faktor-faktor lainnya terhadap risiko OSA pada pilot sipil di Indonesia.
Metode Penelitian ini menggunakan disain potong lintang dan dilakukan di Balai Kesehatan Penerbangan. Responden diminta mengisi kuesioner STOP-BANG untuk menilai risiko OSA, kuesioner Epworth Sleepiness Scale untuk mengukur Excessive Daytime Sleepiness, kuesioner Nasal Obstruction Symptom Evaluation untuk mengukur obstruksi di hidung, dan kuesioner Global Physical Activity Questionnaire untuk mengukur aktifitas fisik. Kemudian dilakukan pengukuran antropometri berupa body mass index dan lingkar leher.
Hasil Didapatkan 176 responden dengan prevalensi risiko tinggi OSA sebesar 35,8%. Kemudian, obesitas dan lingkar leher ditemukan mempunyai hubungan bermakna dengan risiko tinggi OSA (p<0,05). Untuk faktor lainnya, ditemukan juga bahwa usia, tekanan darah, obstruksi hidung, penyempitan orofaring, dan merokok ditemukan hubungan bermakna dengan risiko tinggi OSA (p<0,05). Tidak terdapat hubungan bermakna antara faktor pekerjaan dengan risiko OSA (p>0,05). Untuk faktor-faktor yang paling berhubungan dengan risiko OSA ialah lingkar leher, penyempitan orofaring, dan obstruksi nasal (p<0,05).
Kesimpulan Terdapat hubungan yang bermakna antara faktor antropometri yaitu BMI dan lingkar leher; faktor demografi yaitu usia; faktor komorbid yaitu tekanan darah, obstruksi hidung, dan penyempitan rongga orofaring; dan juga faktor kebiasaan yaitu merokok dengan risiko OSA. Tidak terdapat hubungan bermakna antara faktor pekerjaan dengan risiko OSA.

Introduction In pilots, OSA can impact flight safety as it can cause fatigue and cognitive impairment in memory, attention, planning, problem-solving skills, and multitasking. Increased body weight can predispose to OSA, and occupational factors may influence risk development. This study aims to determine the relationship between obesity and other factors on the risk of OSA in civilian pilots in Indonesia.
Methods This study used a cross-sectional design and was conducted at the Aviation Health Center. Respondents were asked to fill out the STOP-BANG questionnaire to assess OSA risk, the ESS questionnaire to measure EDS, the NOSE questionnaire to measure nasal obstruction, and the GPAQ questionnaire to measure physical activity. Then anthropometric measurements were taken in the form of BMI and neck circumference.
Results From 176 respondents, 35,8% had a high risk of OSA. Obesity and neck circumference, age, blood pressure, nasal obstruction, oropharyngeal narrowing, and smoking were found to have a significant association with a high risk of OSA (p<0.05). There is no significant relationship between occupational factors and OSA risk (p>0.05). The factors most associated with OSA risk were neck circumference, oropharyngeal narrowing, and nasal obstruction (p<0.05).
Conclusion There is a significant relationship between anthropometric factors such as BMI and neck circumference; demographic factors such as age; comorbid factors such as blood pressure, nasal obstruction, and narrowing of the oropharyngeal cavity; and habit factors such as smoking with the risk of OSA. There is no significant relationship between occupational factors and OSA risk.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzan
"OSA berdampak terhadap keselamatan penerbangan dengan menimbulkan fatigue dan gangguan kognitif pada memori, atensi, perencanaan, kemampuan memecahkan masalah dan multitasking. Faktor predisposisi utama OSA adalah peningkatan berat badan, serta faktor pekerjaan juga dapat mempengaruhi timbulnya risiko OSA. Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan antara obesitas dan faktor-faktor lainnya terhadap risiko OSA pada pilot sipil di Indonesia. Penelitian menggunakan disain potong lintang dan dilakukan di Balai Kesehatan Penerbangan. Responden mengisi kuesioner STOP-BANG untuk risiko OSA, kuesioner ESS untuk EDS, kuesioner NOSE untuk obstruksi di hidung, dan kuesioner GPAQ untuk aktifitas fisik. Kemudian dilakukan pengukuran antropometri berupa BMI dan lingkar leher. Didapatkan 176 responden dengan prevalensi risiko OSA 35,8%. Kemudian, obesitas, lingkar leher, usia, tekanan darah, obstruksi hidung, penyempitan orofaring, dan merokok ditemukan mempunyai hubungan bermakna dengan risiko tinggi OSA (p<0,05). Tidak terdapat hubungan bermakna antara faktor pekerjaan dengan risiko OSA (p>0,05). Faktor-faktor yang paling berhubungan dengan risiko OSA ialah lingkar leher, penyempitan orofaring, dan obstruksi nasal (p<0,05). Terdapat hubungan bermakna antara faktor antropometri yaitu BMI dan lingkar leher; faktor demografi yaitu usia; faktor komorbid yaitu tekanan darah, obstruksi hidung, dan penyempitan rongga orofaring; dan juga faktor kebiasaan yaitu merokok dengan risiko OSA.

OSA can impact flight safety by causing fatigue and cognitive impairment in memory, attention, planning, problem-solving, and multitasking abilities. Increased body weight can predispose to OSA, and the risk development is affected by occupational factors. A cross-sectional study to determine the association between obesity and other factors on the risk of OSA in Indonesian civilian pilots was conducted at the Aviation Health Center. The respondents filled out the STOP-BANG questionnaire for OSA risk, the ESS questionnaire for EDS, the NOSE questionnaire for nasal obstruction, and the GPAQ questionnaire for physical activity. Anthropometric measurements (BMI and neck circumference) were measured. Of the 176 respondents, the prevalence of OSA risk was 35.8%. Obesity, neck circumference, age, blood pressure, nasal obstruction, oropharyngeal narrowing, and smoking were found to have a significant association with a high risk of OSA (p<0.05). There was no significant association between occupational factors and OSA risk (p>0.05). Neck circumference, oropharyngeal narrowing, and nasal obstruction were the factors most associated with OSA risk (p<0.05). There was a significant association between anthropometric factors (BMI and neck circumference), demographic factors (age), comorbid factors (blood pressure, nasal obstruction, and narrowing of the oropharyngeal cavity), and also smoking habits with the risk of OSA."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>