Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 187284 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dian Kurnia Hayati
"Skripsi ini mengkaji kebijakan politik pemerintah terhadap perluasan kewenangan peradilan agama di Indonesia pada tahun 1989-2006, khususnya dari kewenangan terbatas di bidang hukum keluarga hingga meliputi hukum ekonomi. Sejak era kolonial hingga awal Orde Baru, peradilan agama mengalami banyak kendala yang disebabkan oleh sistem hukum yang berlaku, hubungan pemerintah dan kelompok Islam, dan kondisi politik. Tetapi dalam perkembangannya, tingginya kesadaran hukum masyarakat Islam melahirkan urgensi terhadap eksistensi peradilan agama dan formalisasi kewenangannya. Hal ini diakomodasi pemerintah yang melahirkan peraturan perundang-undangan tentang peradilan agama dalam sistem hukum nasional.
Metode yang digunakan adalah metode sejarah. Pertama, penulis mengumpulkan sumber berupa arsip pemerintah, surat kabar sezaman, peraturan perundang-undangan, buku, dan jurnal. Selanjutnya, sumber-sumber tersebut diverifikasi kedalam sumber primer dan sekunder. Setelah itu, penulis melakukan interpretasi terhadap sumber. Langkah terakhir adalah merekonstruksi hasil penelitian dengan analisis politik hukum dan pendekatan perundang-undangan.
Berdasarkan penelitian, disimpulkan bahwa eksistensi peradilan agama dan kewenangannya tidak terlepas dari kepentingan politik pemerintah dan kesadaran hukum umat Islam. Perluasan kewenangan peradilan agama di bidang ekonomi syariah merupakan bentuk adaptasi pemerintah terhadap perkembangan dan kontribusi perbankan syariah dan lembaga keuangan syariah terhadap perekonomian negara setelah krisis moneter pada akhir era Orde Baru.

This undergraduate thesis eamines the governments policy of expanding the religious judiciary competence in Indonesia from 1989 until 2006, especially from limited competence in the field of family law and expand to economic law. From the colonial era to early of New Order, religious judiciary experienced many obstacles caused by national legal system, government and Islamic groups relations, and political condition. However, in the next period, heightened legal awareness of Muslims courage an urgency to the existence of religious courts and formalization of its absolute competences. It was accommodated by between government which created law supremacy about religious judiciary in the national legal system.
The method used is historical method. First, author collected resources of government archives, newspaper, law supremacy, books, and journals. Then, the sources were verified into primary and secondary sources and compared to each oher. After that, the sources were interpreted based on author rsquo s perspective. Finally, author reconstruct the results with legal political and statute approach.
Based on research, it is concluded that the existence and competence of religious judiciary was inseparable from political interests of government and legal awareness of Muslim society. The expansion of jurisdiction in the field of sharia economic influenced by adjustment of government in Reformation era to the rapid development and contribution of syariah banking and financial institutions to the state after monetary crisis in the end of New Order reign.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuliana Rosalita Kurniawaty
"Pelaksanaan eksekusi putusan Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN) yang diatur dalam ketentuan Pasal 116 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (selanjutnya disebut sebagai UU PERATUN 51/2009), masih sarat tantangan dan problematika yang tak kunjung tuntas. Perwujudan cita-cita sebagai Negara Hukum yang tertuang dalam konstitusi negara Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 saat ini tercermin dari pelaksanaan Peradilan TUN dimana putusannya seringkali diperhadapkan dengan ketidakpatuhan Pejabat TUN dalam melaksanakan putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkrach van bewijsde). Pranata contempt of court dalam pemahaman sebagai civil contempt of court yang bersifat indirect of court sebagai salah satu peluang dalam mewujudkan kepatuhan Pejabat TUN terhadap putusan Peradilan TUN disamping diperlukan pengembangan mekanisme eksekusi yang hingga saat ini sebatas “eksekusi administratif” sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 116 ayat (6) UU PERATUN 51/2009. Penelitian ini dilakukan studi kewenangan Judge Rapporteur pada Peradilan TUN Negara Thailand dikolaborasikan dengan kajian data registrasi perkara dari Sistim Informasi Pengendali Perkara (SIPP) Pengadilan Tata Usaha Negara (PERATUN) Jakarta dan data eksekusi perkara yang diperoleh dari Kantor Kepaniteraan PERATUN Jakarta, yang dibatasi pada rentang waktu tahun 2018 sampai dengan tahun 2023. Berikut dengan contoh-contoh eksekusi kasus yang disajikan berisi problematika peradilan yang berkembang bahwa putusan PERATUN seringkali diuji kembali melalui peradilan perdata oleh pihak yang merasa tidak puas dengan putusan khususnya dalam sengketa hak kepemilikan atas tanah. Penelitian ini diharapkan memberikan wacana baru terhadap perkembangan kondisi PERATUN di Indonesia saat ini dan menjadi sumbangsih terhadap perlembangan regulasi hukum terkait.

Implementation of the execution of decisions of the State Administrative Court (TUN) as regulated in the provisions of Article 116 of Law of the Republic of Indonesia Number 51 of 2009 concerning the Second Amendment to Law Number 5 of 1986 concerning State Administrative Courts (hereinafter referred to as PERATUN Law 51/2009), is still full of unresolved challenges and problems. The realization of the ideals of a rule of law as stated in the state constitution, the 1945 Constitution, is currently reflected in the implementation of the TUN Judiciary, where decisions are often faced with non-compliance by TUN officials in implementing decisions that have permanent legal force (inkrach van bewijsde). The institution of contempt of court is understood as civil contempt of court which is indirect of court as an opportunity to realize the compliance of TUN Officials with TUN Judicial decisions in addition to the need to develop an execution mechanism which until now is limited to "administrative execution" as regulated in the provisions of Article 116 paragraph (6) PERATUN Law 51/2009.
This research was conducted through a study of the authority of the Judge Rapporteur at the Thai State Administrative Court in collaboration with a study of case registration data from the Case Control Information System (SIPP) of the Jakarta State Administrative Court (PERATUN) and case execution data obtained from the Jakarta Administrative Court Registrar's Office, which was limited to time span from 2018 to 2023. Following are examples of case executions presented which contain growing judicial problems, where PERATUN decisions are often re-examined through civil court by parties. who are dissatisfied with the decision, especially regarding land disputes. It is hoped that this research will provide new discourse on the current development of PERATUN conditions in Indonesia and contribute to the development of related legal regulations.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aby Dwi Prasetya
"Research related to the diversity and conflict in Indonesia to date concludes that ethnic fractionalization, as an indicator of diversity, is positively related to the level of conflict. However, this research has not included other indicators of diversity, namely ethnic polarization, which is considered better than ethnic fractionalization in explaining conflicts, especially identity conflicts. Using the National Violence Monitoring System (NVMS) data along with 2000 and 2010 Indonesia Census data, this study found that ethnic polarization and religious fractionalization contribute to the increase of identity conflict in Indonesia. Otherwise, there is no statistical proof that validates the positive relationship between ethnic fractionalization and the identity conflict in general. Furthermore, this study also shows that the degree of heterogeneity at district level significantly reduces some aspects of social outcomes, such as trust to non co ethnics, solidarity, participation in community, and perceived safety which act as a channel through which diversity affect identity conflict.

Penelitian terkait dengan keberagaman dan konflik di Indonesia hingga saat ini menyimpulkan apabila fraksionalisasi etnik, sebagai indikator dari keberagaman, berhubungan positif dengan tingkat konflik. Namun, penelitian tersebut belum memasukkan indikator lain dari keberagaman, yaitu polarisasi etnik, yang dianggap lebih baik daripada fraksionalisasi etnik di dalam menjelaskan konflik, khususnya konflik identitas. Dengan menggunakan data dari Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan dan data keberagaman dari Sensus Penduduk tahun 2000 dan 2010, ditemukan apabila polarisasi etnik dan fraksionalisasi agama, berkontribusi terhadap peningkatan konflik identitas. Sebaliknya, tidak ditemukan bukti statistik yang dapat menjelaskan hubungan antara fraksionalisasi etnik dan konflik identitas secara umum. Selain itu, studi ini juga menemukan apabila tingkat keberagaman di suatu wilayah, berpengaruh negatif terhadap beberapa keluaran modal sosial seperti kepercayaan antar-etnis, solidaritas, partisipasi di komunitas, dan perasaan aman, yang berperan sebagai saluran yang menghubungkan keberagaman dengan konflik identitas.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Ghofur Anshori
"On Islamic religious courts according to Indonesian laws."
Yogyakarta: UII Press, 2007
347.01 ABD p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mulhadi. HM
"Lembaga Kantor Staf Presiden sebagai lembaga non struktural, yang memiliki tanggung jawab langsung kepada Presiden diberikan kewenangan dan kedudukan yang sama dengan pembantu Presiden lainnya seperti kementerian negara, sehingga mengakibatkan kemungkinan terjadinya konflik atau tumpang tindih kewenangan sesama kelembagaan ataupun jabatan di lingkungan lembaga eksekutif. Dengan adanya perluasan fungsi dan kewenangan lembaga Kantor Staf Presiden (bukan merupakan anggota kabinet), seakan-akan berkedudukan di atas kementerian negara (merupakan salah satu anggota kabinet). Penelitian tesis ini menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif, yang dilaksanakan dengan cara meneliti peraturan perundang-undangan terkait sehingga menghasilkan penelitian dalam bentuk preskriptif-analitis. Berdasarkan ketentuan dari dasar hukum pembentukan kementerian negara dan lembaga Kantor Staf Presiden, kedua lembaga ini memiliki kedudukan yang sama dalam sistem pemerintahan Indonesia. Tugas, fungsi, dan kewenangan yang begitu luas diberikan kepada lembaga Kantor Staf Presiden menyebabkan terjadinya konflik kewenangan dengan kementerian negara, yang sama-sama sebagai pembantu Presiden. Oleh karena itu, dalam rangka menghindari terjadinya konflik kewenangan di lingkungan lembaga kepresidenan, sebaiknya Presiden sebagai kepala pemerintahan eksekutif melakukan survei sebelumnya terkait urgensi pembentukan lembaga baik yang bersifat struktural maupun non struktural.

The Presidential Staff Office as a non-structural institution, which has direct responsibility to the President, is given the same authority and position as other assistants to the President such as state ministries, resulting in the possibility of conflicts or overlapping authorities of fellow institutions or positions within the executive branch. With the expansion of the functions and authorities of the Presidential Staff Office (not a member of the cabinet), it is as if it is located above a state ministry (a member of the cabinet). This thesis research uses a form of normative juridical research, which is carried out by examining the relevant laws and regulations so as to produce research in a prescriptive-analytical form. Based on the provisions of the legal basis for the formation of state ministries and institutions of the Presidential Staff Office, these two institutions have the same position in the Indonesian government system. The tasks, functions, and powers that are so broadly assigned to the Presidential Staff Office lead to conflicts of authority with state ministries, which are both assistants to the President. Therefore, in order to avoid conflicts of authority within the presidential institution, the President as the head of the executive government should conduct a previous survey regarding the urgency of establishing institutions both structural and non-structural."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Sahat
"Skripsi ini membahas kewenangan Pengujian Peraturan daerah oleh pemerintah dan lembaga peradilan. Dualisme yang terjadi di Indonesia akibat ketidaktegasan peraturan yang mengatur kewenangan Pengujian Peraturan Daerah. Sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 145 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, serta ketentuan Pasal 145 ayat (5) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kehakiman yang menyatakan Kewenangan dari lembaga Eksekutif dan Yudikatif tersebut.
Akibat hukum dari pengujian terhadap Perda oleh Pemerintah adalah berupa pembatalan Perda sementara akibat hukum dari pengujian Perda oleh Mahkamah Agung apabila satu Perda yang dimohonkan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang diatasnya maka Mahkamah Agung mengabulkan permohonan dan memerintahkan Pemerintah Daerah bersama dengan DPRD untuk mencabut Perda tersebut paling lama dalam waktu 90 hari. Terhadap putusan pembatalan Perda yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung tidak dapat diajukan Peninjauan Kembali (PK).

This thesis discusses the test applicable local authority by the Government and the judiciary, the Dualism that occur in Indonesia as a result of the tegasannya regulations governing authority Regulatory Testing area. As set forth in the provisions of article 145, paragraph (2) of law No. 32 of 2004 Concerning Regional Governments, as well as the provisions of article 145, paragraph (5) of law No. 32 of 2004 Concerning Regional Governments and Law Number 48 in 2009 About justice. Stating the powers of the Executive and the Judiciary.
Legal consequences of testing against the Government is a Perda cancellation of temporary legal effect from the Perda testing Change by the Supreme Court when a Perda who petitioned against the legislation above the Supreme Court granted the petition and ordered local governments along with the DPRD to unplug the longest Change within 90 days. Against the cancellation perda issued by the supreme court review may not be submitted.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S53995
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasan Bisri
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1996
347.01 BIS p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hasan Bisri
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2000
347.01 HAS p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Asasriwarni
Padang: Hayfa Press, 2008
347.01 ASA p (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hasan Bisri
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003
347.01 HAS p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>