Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 84974 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alyanisa Ulfathinah
"Penyakit paru obstruktif kronik dapat menyebabkan seseorang mengalami keluhan pernapasan seperti sesak napas, batuk, sputum berlebih. Keluhan pernapasan dan berbagai faktor dapat mempengaruhi kualitas tidur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kualitas tidur pada pasien PPOK. Desain penelitian menggunakan cross sectional dengan purposive sampling. Sebanyak 200 sampel diambil di tiga rumah sakit daerah jakarta pada Mei-Juni 2018. Kuesioner menggunakan COPD Assesment Test dan Pittsburgh Sleep Quality Index.
Hasil penelitan menunjukkan 66 pasien PPOK memiliki kualitas tidur buruk dengan masalah tertinggi yaitu durasi tidur. Kualitas tidur buruk ditemukan rata-rata pada usia 62 tahun, berjenis kelamin laki-laki, tingkat pendidikan SD/SMP, pendapatan kurang lebih Rp.2.000.000, menikah, IMT normal, memiliki >1 penyakit penyerta, terdiagnosis PPOK 12 bulan. Pasien PPOK yang mengalami kualitas tidur buruk mayoritas memiliki keluhan pernapasan sedang-berat. Tingkat keluhan pernapasan memiliki hubungan dengan kualitas tidur p = 0,016;OR:2,28. Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan diharapkan dapat memperbaiki atau meningkatkan kualitas tidur pasien PPOK.

Chronic obstructive pulmonary disease can cause someone experience respiratory complaints such as shortness breath, coughing, excessive sputum. Respiratory complaints and many factors can influence sleep quality. This study purpose to describe sleep quality in COPD. Design used cross sectional purposive sampling in May June 2018. Respondents was 200 at three hospitals in Jakarta. Questionnaire used COPD Assesment Test and the PSQI.
Results showed that 66 COPD had poor sleep quality, the highest problems was sleep duration. Poor sleep quality was found average at 62 years old, male, education level in elementary junior high school, income Rp.2.000.000, married, had normal BMI and 1 comorbidities, diagnosed COPD for 12 months. Most of COPD who experience poor sleep had moderate severe respiratory complaints. There was relationship between respiratory complaints and poor sleep quality in COPD p 0.016 OR 2,28 . Nurses as caregivers is expected to correct or improve sleep quality in COPD.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Maula Utrujah
"Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyebab kematian nomor 4 di dunia. PPOK mengganggu proses masuk dan keluarnya udara sehingga dapat menimbulkan gejala seperti batuk, sesak, dan produksi sputum berlebih. Aktivitas fisik penting untuk pasien PPOK. Aktivitas fisik dapat mengurangi risiko hospitalisasi dan mortalitas. Tujuan penelitian ini, yaitu melihat gambaran karakteristik dan aktivitas fisik pada pasien PPOK. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross-sectional pada 200 responden dengan teknik purposive sampling. Alat pengumpulan data menggunakan International Physical Activity Questionnaire (IPAQ) untuk aktivitas fisik. Hasil penelitian didapatkan 66 orang (33%) aktivitas fisik ringan, 74 orang (37%) aktivitas fisik sedang, dan 60 orang (30%) aktivitas fisik berat. Pada 200 orang responden yang mengikuti penelitian ini paling banyak melakukan aktivitas fisik sedang, sehingga mayoritas responden aktivitas fisiknya terpenuhi. Pada aktivitas fisik ringan disarankan untuk menggunakan bronkodilator sebelum beraktivitas atau mengikuti rehabilitasi paru sehingga dapat meningkatkan aktivitas fisik.

Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is the fourth leading cause of death in the world. COPD interferes with air entry and discharge, causing symptoms such as coughing, dyspnea, and excessive sputum production. Physical activity is important for COPD patients. Physical activity could reduce the risk of hospitalization and mortality. This study is aimed to describe the characteristic of physical activity on patients with COPD. Its design was cross-sectional with 200 samples and selected through purposive sampling technique. Physical activity were identifies using International Physical Activity Questionnaire (IPAQ). The results showed there were 66 patients (33%) who had mild physical activity, 74 patients (37%) with moderate, and 60 patients (30%) which had severe physical activity. This study found that the majority of patients had a good physical activity. This study reccomends patients with mild physcial activity uses bronchodilator before joining the lung rehabilitation or other activities to improve the intensity of physical activity."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evelsha Azzahra
"Latar belakang dan tujuan: Sindrom metabolik merupakan penyakit komorbid yang sering ditemui pada pasien PPOK. Keadaan inflamasi sistemik diperkirakan mempengaruhi keadaan PPOK dan sindrom metabolik. Keterbatasan aktivitas, disfungsi otot rangka, dan penggunaan steroid juga merupakan penyebab penting sindrom metabolik pada PPOK. Sindrom metabolik pada PPOK dapat meningkatkan angka kematian dan kesakitan yang disebabkan oleh penyakit kardiovaskular. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalens sindrom metabolik pada PPOK stabil.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang yang dilakukan di poliklinik asma ndash; PPOK Rumah sakit umum pusat Persahabatan pada bulan Mei - November 2017 untuk melihat kejadian sindrom metabolik pada pasien PPOK. Enam puluh empat pasien PPOK di ambil untuk ikut dalam penelitian ini secara consecutive sampling. Pada semua pasien dilakukan wawancara, pemeriksaan antopometri, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan laboratorium.
Hasil : Sebanyak 64 pasien ikut serta dalam penelitian ini dengan subjek terbanyak laki-laki 95,3 . Usia rerata subjek adalah 65,81 9,38. Prevalens sindrom metabolik pada pasien PPOK sebesar 15,6 dengan GOLD 1 sebesar 20 , GOLD 2 sebesar 30 , GOLD 3 sebesar 40 dan GOLD 4 sebesar 10 . Ditemukan hubungan bermakna antara status gizi dengan kejadian sindrom metabolik pada PPOK stabil. Tidak ditemukan hubungan bermakna antara jenis kelamin, usia, status merokok, hambatan aliran udara dan penggunaan kortikosteroid inhalasi dengan kejadian sindrom metabolik pada pasien PPOK stabil.
Kesimpulan : Prevalens sindrom metabolik pada pasien PPOK dalam penelitian ini adalah sebesar 15,6 terutama ditemukan pada GOLD 3.

Background: Metabolic syndrome is a common comorbid disease in COPD patients. Systemic inflammatory conditions can affect the condition of COPD and metabolic syndrome. Activity limitations, skeletal muscle dysfunction, and steroid use are also important causes of metabolic syndrome in COPD. The metabolic syndrome in COPD can increase mortality and morbidity caused by cardiovascular disease. The aim of this study is to reveal the prevalence of metabolic syndrome in stable COPD patients.
Methods: This study is a cross sectional study among stable COPD who visit asthma - PPOK clinic in Persahabatan Hospital from May to November 2017 to get the incidence rate of metabolic syndrome in stable COPD patients. Sixty-four COPD patients were taken to participate in the study on a consecutive sampling basis. All patients were interviewed, antropometric, physical and laboratory examination were done.
Results: A total of 64 patients participated in this study Males = 61, Female = 3 with mean age of the subjects was 65.81 9.38. Prevalence of metabolic syndrome in COPD patients was 15.6 with GOLD 1 by 20 , GOLD 2 by 30 , GOLD 3 by 40 and GOLD 4 by 10 . There was a significant association between nutritional status and the incidence of metabolic syndrome in stable COPD. There was no significant association between sex, age, smoking status, airflow resistance and the use of inhaled corticosteroid with the incidence of metabolic syndrome in stable COPD patients.
Conclusion: The prevalence of metabolic syndrome in COPD patients in this study is 15.6 especially in GOLD 3."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
Sp-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamed Ismail
"Latar belakang: Eksaserbasi PPOK berhubungan dengan dampak yang cukup besar pada kualitas hidup dan aktivitas sehari-hari. Mayoritas pasien mengalami setidaknya satu eksaserbasi per tahun dan eksaserbasi telah dikaitkan dengan penurunan progresif dalam VEP1 dan dengan laporan yang berbeda-bedaada ketidakpastian apakah eksaserbasi meningkatkan tingkat penurunan fungsi paru.
Metode: Penelitian ini penelitian deskriptif dengan metode potong lintang yang menganalisis hasil spirometri pada pasien PPOK dan membandingkan dengan data spirometri tahun sebelumnya dan melihat perubahan VEP1. Jumlah sampel keseluruhan penelitian ini adalah 100 pasien yang sudah terdiagnosis PPOK dan rutin kontrol ke poli asma/PPOK RS persahabatan dari tahun 2011sampai 2013.
Hasil: Sebanyak 100 subjek diambil untuk penilitian ini. Sebagian besar pasien adalah laki-laki , 96 % ( n = 96 ) . Usia rata-rata adalah 66,5 tahun ( SD ± 7 tahun dan 95 % CI ) BMI subjek adalah 22.88 ( SD ± 3,95 & 95% CI ). Status merokok adalah; bekasperokok ( 89 %, 95 % CI ), merokok 3 %, dan 8 % yang tidak pernah merokok. Keparahan penyakit berdasarkan GOLD adalah; Derajat ringan 7 %, Sedang 45 %, berat 41% dan sangat berat 7 %. Penurunan VEP1terlihat pada 73 % subjek ( n = 73 ) dan penurunan VEP1 rata-rata 117mL per tahun. Subjek dalam penelitian kami ditemukan eksaserbasi tingkat tahunan rata-rata 2,4 per tahun. Kami idak menemukan korelasi yang bermakna dengan jumlah eksaserbasi dengan jumlah eksesabasi( p = 0,005) dan terdapat korelasi yang bermakna dengan jumlah eksaserbasi dan tingkat keparahan penyakit (p = 0,005 ). Kami tidak menemukan korelasi penurunan VEP1 dengan BMI (p = 0,602 ), Indeks Brinkman (p = 0,462) atau komorbiditi.
Kesimpulan: Penilitian ini terdapat hubungan yang bermakna dengan penurunan VEP1 dan tingkat keparahan penyakit dengan frekuensi eksaserbasi. Kami tidak menemukan hubungan yang bermakna dengan jumlah eksesabasi dengan BMI, Brinkman Index atau komorbiditi.

Introduction: Exacerbations of COPD are associated with considerable impact on quality of life and daily activities. The rate at which exacerbations varies greatly between patients. Majority of patients experience at least one exacerbation per year and exacerbations have been linked to a progressive decline in FEV1and with varying reports there is uncertainty as to whether exacerbations increase the rate of decline in lung function.
Method: We conducted a descriptive, cross-sectional study on COPD patients who were on regular follow up at our hospital since 2011. Spirometry at enrollment was compared with previous year’s spirometry and event-based exacerbations were inquired from the patient and from inpatient and outpatient hospital medical records.
Result: A total of 100 patients were included in the study. Majority of patients were males, 96% (n= 96). The mean age was 66.5 years (SD ±7 years and 95% CI) The BMI of the subjects was 22.88 (SD± 3.95 & at 95% CI). Smoking status of the subjects were; past smokers (89%, 95% CI), current smokers, 3%, and 8% who never smoked. Disease severity per GOLD were; Mild disease 7%, Moderate 45%, Severe 41% and very Severe 7%. Decline in FEV1 was observed in 73% subjects (n=73) and a mean decline of 117mL/year. Subjects in our study reported 288 exacerbations during the study with a mean annual exacerbations rate of 2.4 per year. FEV1 decline hada significant correlation with number of exacerbations (p=.0005) and also there was significant relationship with disease severity (p=0.005). We did not find a correlation of decline in FEV1 with BMI (p=.602), Index Brinkman (p=.462) or comorbidities.
Conclusion: There was a significant correlation with decline in FEV1 and disease severity with the total number of exacerbations. We also found a significant correlation with disease severity as per GOLD stage,however, we did not find a significant correlation between BMI, Brinkman Index or the comorbidities of the subjects with number of exacerbations.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T59124
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vidya Amelia
"Penyakit Paru Obstruktif Kronik PPOK merupakan masalah kesehatan yang mendunia. PPOK memiliki kecenderungan untuk terjadi eksaserbasi. Eksaserbasi adalah pemburukan gejala pernapasan akut yang mengakibatkan terapi tambahan. Eksaserbasi pada PPOK meningkatkan risiko terjadinya kematian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan model prediksi eksaserbasi pada pasien PPOK berdasarkan faktor-faktor yang memengaruhi eksaserbasi pada pasien PPOK di RSCM. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari rekam medis pasien PPOK di RSCM. Sampel dipilih menggunakan teknik purposive sampling. Sampel pada penelitian ini adalah pasien PPOK sebanyak 107 pasien. Metode yang digunakan adalah analisis regresi logistik biner.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh signifikan terhadap eksaserbasi PPOK adalah sesak napas, riwayat pemakaian ICS, dan riwayat pemakaian antibiotik. Model regresi logistik yang sesuai telah diperoleh. Hasilnya menunjukkan bahwa pasien PPOK yang memiliki keluhan sesak napas, memiliki riwayat pemakaian ICS, dan memiliki riwayat pemakaian antibiotik lebih berisiko mengalami eksaserbasi dibandingkan dengan yang tidak. Uji akurasi telah dilakukan dengan tabel klasifikasi pada cut point 0,5. Model prediksi yang dihasilkan memiliki tingkat akurasi sebesar 74,77.

Chronic Obstructive Pulmonary Disease COPD is a worldwide health problem. COPD has a tendency for exacerbations. Exacerbations are worsening of acute respiratory symptoms resulting in additional therapy. Exacerbations in COPD increase the risk of death. The objective of this study is to determine the prediction model of exacerbations in patients with COPD based on factors affecting exacerbations in patients with COPD at RSCM. The data used in this study is secondary data obtained from the medical records of patients with COPD in RSCM. The sample was chosen using purposive sampling technique. The samples in this study are 107 patients with COPD. The method used is binary logistic regression analysis.
The results of this study indicate that the factors that significantly influence the exacerbation of COPD are breathless, history of ICS use, and history of antibiotic use. Appropriate logistic regression model has been obtained. The result indicates that patients with COPD who have shortness of breath, have history of ICS use, and have history of antibiotic use are more at risk of exacerbations than those who don rsquo t. Accuracy test has been conducted with classification table at cut point 0,5. The prediction model has an accuracy rate of 74,77.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anyta Hera Wahyuni
"Penurunan fungsi paru berperan pada peningkatan insiden PPOK  pada lansia. Penurunan fungsi kognitif dapat mempengaruhi ketepatan penggunaan inhaler dapat berdampak negatif terhadap prognosis. Tujuan Penelitian mengetahui hubungan fungsi kognitif dengan ketepatan penggunaan inhaler pada lansia PPOK. Metode penelitian menggunakan cross sectional dengan lokasi penelitian di poliklinik Paru Asma-PPOK. Sampel pada penelitian dipilih melalui teknik consecutive sampling berjumlah 96 responden lansia PPOK. Analisis data terdiri dari analisis univariat, analisis bivariat menggunakan uji Chi-square dan analisis multivariat menggunakan uji Regresi Logistik. Hasilnya responden mengalami gangguan fungsi kognitif dengan kategori tidak tepat dalam penggunaan inhaler sebanyak 46 responden (55.2%). Uji statistik regresi logistik didapatkan variabel fungsi kognitif berhubungan dengan ketepatan penggunaan inhaler (p=0,001; OR=40,524; CI 95% 12,537- 130,984). Kesimpulan ada hubungan antara fungsi kognitif dengan ketepatan penggunaan inhaler pada lansia PPOK setelah dilakukan uji statistik. Lansia mengalami gangguan fungsi kognitif tidak optimal dalam penggunaan inhaler. Pemberian edukasi pada lansia serta keluarga/caregiver dengan metode disesuaikan kemampuan kognitif lansia, seperti demonstrasi langsung, video instruksional, dan materi visual.

Decreased lung function contributes increased incidence of COPD in older adults. Impairment cognitive function affect accuracy of inhalers could have bad prognosis. Aim of study was to determine relationship between cognitive function with accuracy of inhaler usage in older adults with COPD. The research method used cross sectional location at polyclinic Asma-PPOK. The respondents were selected method through consecutive sampling technique, totalling 96 older adults with COPD. Data analysis consisted of univariate analysis, bivariate analysis using the Chi-square / Pearson Chi-square test, and multivariate analysis using the Logistic Regression test. Result respondents impaired cognitive function with inappropriate  use of inhalers as many as 46 respondents (55.2%). Logistic regression statistical obtained cognitive function correlated with accuracy of inhaler use (p=0.001; OR=40.524; CI95% 12.537- 130.984). Conclusion there correlation between cognitive function with accuracy of inhaler usage in older adults with COPD after statistical analysis. Older adults with impaired cognitive function are not optimal use inhalers. Providing education to older adults and caregivers by methods adjusted cognitive function, such as direct demonstrations, instructional videos, and visual materials."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Antono
"Latar Belakang: PPOK adalah penyakit yang penting di seluruh dunia baik di negara maju maupun berkembang. Penyapu jalan raya terpajan oleh partikel debu, bioaerosol dan berbagai gas berbahaya. Penelitian ini mengevaluasi prevalens PPOK pada penyapu jalan raya di Jakarta.
Metode : Penelitian potong lintang pada 153 subjek penyapu jalan raya di Jakarta, berusia lebih dari 40 tahun dengan masa kerja lebih dari 2 tahun. Pengumpulan subjek menggunakan metode cluster sampling berdasarkan lokasi kerja daerah kotamadya di Jakarta. Diagnosis PPOK berdasarkan kuesioner COPD Assessment Test CAT, The Modified British Medical Research Council mMRC, pemeriksaan spirometri berdasarkan Pneumobile Project Indonesia dan dilakukan uji bronkodilator bila didapatkan hasil obstruktif.
Hasil : Prevalens PPOK pada penyapu jalan raya di Jakarta adalah 10 dari 153 subjek 6,5 . Enam subjek laki-laki 60 , tidak menggunakan masker 80 , bekerja lebih dari 10 tahun 70 , perokok 60 dan indeks massa tubuh le;25 kg/m2 80. Terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara usia dan PPOK.

Background: Chronic obstructive pulmonary disease COPD is an important disease worldwide in both high income and low income countries. Dust has been known to increase COPD risk. During sweeping activity, sweepers are exposed to dust. The street sweepers are exposed to dust particles, bioaerosols, and various harmful gases. In this study we evaluates the prevalence of COPD among street sweepers in Jakarta.
Method: This is a cross sectional study among 153 street sweepers in Jakarta, Indonesia with age more than 40 years old with working period more than 2 years. Subjects were collected by cluster sampling method based on working location correlated with Jakarta regional district area. COPD was diagnosed by using questionnaires of COPD Assessment Test CAT, The Modified British Medical Research Council mMRC, spirometry examination based on Pneumobile Project Indonesia, and bronchodilator test if there was obstructive results.
Results A total of 153 subjects was selected for spirometry examination. The prevalence of COPD among street sweepers in Jakarta, Indonesia was 10 of 153 subject 6.5. Six of them were males 60, do not use face mask 80 , working years 10 years 70, smokers 60, and BMI le 25 kg m2 80 .There was a statistically significant relationship between age and COPD p 0,05.
Conclusion Prevalence of COPD among street sweepers in Jakarta is 6.5 . Factor related to the occurrence of COPD is age.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T55593
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Kartika Sari
"Keluhan utama yang paling sering dirasakan pasien PPOK adalah sesak. Salah satu intervensi keperawatan untuk meningkatkan kepercayaan diri dalam upaya mengatasi sesak pasien PPOK adalah efikasi diri pursed lip breathing. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh efikasi diri pursed lip breathing terhadap penurunan sesak dan peningkatan saturasi oksigen pasien PPOK. Desain penelitian adalah randomized controlled trial dengan rancangan penelitian pretest-postest design. Penelitian ini melibatkan 36 responden dengan menggunakan teknik randomisasi blok terbagi menjadi 18 responden kelompok intervensi dan 18 responden kelompok kontrol. Hasil analisis statistik didapatkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna penurunan sesak dan peningkatan saturasi oksigen antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol setelah intervensi dengan nilai p < 0.001. Efikasi diri pursed lip breathing dapat dijadikan salah satu alternatif intervensi keperawatan manajemen jalan napas pada pasien PPOK.

The main complaints are most often perceived COPD patient is dyspnea. One of nursing interventions to increase self confidence in the effort to overcome the dyspnea of COPD patients are self-efficacy of pursed-lips breathing. This study objective was to see the influence of self-efficacy of pursed-lips breathing on dyspnea reduction and oxygen saturation increase in COPD patients. A randomized controlled trial with pretest-postest method were used as the study design. This study involved 36 respondents divided into intervention and control group by block randomization. The statistic analysis result shows a difference between the two groups after the interventions were made which means there were dyspnea reduction and oxygen saturation increase at value p < 0.001. selfefficacy of pursed-lips breathing can be applied as one of alternative nursing intervention for COPD airway management.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2015
T44180
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Elisa Br.
"Laporan ini membahas pemantauan terapi obat (PTO) pada pasien pre-CAG dengan riwayat Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI). Tujuan dari laporan ini adalah untuk menganalisis Drug Related Problem (DRP) dan memberikan rekomendasi terkait penyelesaian masalah yang ditemukan. Pasien yang diamati adalah Tn. SP, seorang pria berusia 64 tahun dengan diagnosa utama Hypertensive Heart Disease (HHD) tanpa Congestive Heart Failure (CHF), PPOK, dan Coronary Artery Disease (CAD) non-signifikan. Selama rawat inap, pasien menerima terapi farmakologi yang meliputi obat antiangina, antihipertensi, antiplatelet, statin, dan terapi PPOK. Hasil pemantauan menunjukkan adanya indikasi anemia yang tidak diterapi, interaksi obat antara Klopidogrel dan Omeprazole yang berpotensi membahayakan, serta efek samping obat yang perlu dimonitor. Rekomendasi yang diberikan antara lain substitusi Omeprazole dengan Lansoprazole, pemantauan tanda-tanda perdarahan, dan edukasi pasien terkait penggunaan inhaler SpiRiva. Kesimpulannya, pemantauan terapi obat perlu dilakukan sejak awal rawat inap untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah terkait obat secara cepat.

This report discusses drug therapy monitoring (PTO) in a pre-CAG patient with a history of Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) at Universitas Indonesia Hospital (RSUI). The aim of this report is to analyze Drug Related Problems (DRPs) and provide recommendations for resolving the identified issues. The observed patient, Mr. SP, is a 64-year-old man with primary diagnoses of Hypertensive Heart Disease (HHD) without Congestive Heart Failure (CHF), COPD, and non-significant Coronary Artery Disease (CAD). During hospitalization, the patient received pharmacological therapy including antianginal, antihypertensive, antiplatelet, statin, and COPD medications. Monitoring results indicated untreated anemia, a potentially harmful drug interaction between Clopidogrel and Omeprazole, and drug side effects that required monitoring. Recommendations included substituting Omeprazole with Lansoprazole, monitoring for signs of bleeding, and educating the patient on the use of the SpiRiva inhaler. In conclusion, drug therapy monitoring should be conducted early in hospitalization to promptly identify and resolve drug-related issues. "
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2024
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dede Fatimah
"PPOK merupakan penyakit yang bersifat kronis, irreversible, dan progresif lambat semakin lama semakin memburuk. Hal tersebut membuat pasien PPOK mengalami ketergantungan terhadap obat dan orang lain, sehingga rentan mengalami gangguan status emosional. Maka, peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial dengan status emosional pada pasien PPOK. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik consecutive sampling. Data diolah menggunakan perangkat lunak dengan menggunakan uji statistik Chi Square.
Hasil analisis hubungan antara dukungan sosial dengan status emosional pada pasien PPOK menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara dukungan sosial dengan status emosional depresi p=0.921, status emosional kecemasan p=0.184, dan status emosional stress p=0.795. Namun, peneliti menyarankan pada rumah sakit agar melakukan skrinning status emosional pada setiap pasien, khususnya pasien PPOK agar dapat mencegah terjadinya perburukan.

COPD is a chronic disease, irreversible, slow progressive disease progressively worsens. This makes the COPD patient dependent on drugs and others, so vulnerable to emotional status disorders. So, researchers interested to know the relationship between social support with emotional status in patients with COPD. The sampling technique used in this research is consecutive sampling technique. Data is processed using software using Chi Square statistical test.
The analysis of the relationship between social support and emotional status in COPD patients showed no association between social support with emotional status depression p 0.921, emotional status anxiety p 0.184, and emotional status stress p 0.795 . Horever, investigators suggest that the hospital should screen for the emotional status of each patient, especially in the case of COPD to prevent worsening.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>