Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 128048 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Natasha Kisti Nugraha
"Pelapisan TiO2 dengan metode Physical Vapor Deposition PVD pada braket ortodontik dilakukan untuk meningkatkan sifat anti bakteri dan anti korosi braket. Untuk menghasilkan kualitas lapisan yang baik permukaan substrat harus halus dan bersih dari kontaminan. Oleh karena itu elektropoles dilakukan pada braket guna membersihkan permukaan braket dari senyawa oksida yang terbentuk saat sintering dengan mengurangi kekasaran permukaan. Elektropoles dilakukan dengan perbedaan pada temperatur dan waktu proses yaitu 30, 70oC dan 15, 25 menit. Perbedaan kondisi elektropoles ini akan mempengaruhi kekasaran permukaan yang dihasilkan. Atmosfer pada saat pelapisan PVD TiO2 dikontrol menggunakan gas oksigen dan argon dengan perbandingan aliran gas sebesar 10:90 sccm dan 50:50 sccm. Perbedaan aliran gas ini akan mempengaruhi karakteristik lapisan TiO2 yang terbentuk. Setelah elektropoles diperoleh kekasaran braket terendah sebesar 0.74 m dan paling tinggi sebesar 3.16 m. Kualitas lapisan pada substrat dengan kekasaran yang berbeda diukur dari sifat daya lekatnya dengan pengujian microvickers secara kualitatif dan kuantitatif. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa permukaan substrat dengan kekasaran paling rendah memiliki daya lekat dengan lapisan TiO2 yang lebih baik dibandingkan dengan kekasaran yang tinggi.

TiO2 layer was coated by Physical Vapor Deposition PVD on orthodontic bracket to improve its anti bacterial and anti corrosion characteristics. In order to produce a good quality of the coating layer, the substrate had to be smooth and free from any contaminants. The electropolishing method was used to clean bracket rsquo s surface from oxides substances which formed during sintering by reducing its surface roughness. The electropolishing was done the difference in temperature and processing time, such as 30, 70oC and 15, 25 minutes, respectively. Those differences in electropolishing condition wuld affect final surface 39 s roughness. The atmosphere during PVD was controlled using oxygen and argon gases with the flowing rate ratio of 10 90 sccm and 50 50 sccm, and these gases would affect TiO2 coating mechanical properties. After electropolishing, the lowest roughness of 0.74 m and the highest roughness of 3.16 m were obtained after electropolishing. The coating quality on the substrates with different roughnesses was assessed through coating adhesivity on substrate by microvickers quantitatively and qualitatively. The results showed that TiO2 coating layer on the substrate with a lower roughness had better adhesivity rather than on the substrate with higher roughness.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lumban Tobing, Annisa Ovilia Yasinta
"ABSTRAK Kelemahan dari penggunaan braket ortodontik dalam penanganan maloklusi gigi adalah pelekatan patogen periodontal seperti Streptococcus mutans dan Lactobacillus acidophilus yang dapat menyebabkan pembentukan plak serta demineralisasi disekitar braket ortodontik. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan braket ortodontik SS 17-4 PH yang memiliki sifat anti bakteri hasil dari proses metal injection molding MIM . Kemampuan braket untuk meminimalisir aktifitas penempelan bakteri ini dapat dicapai dengan pembentukan lapisan TiO2 pada permukaan braket. Lapisan TiO2 dapat dibentuk dengan metode PVD. Proses PVD magnetron sputtering dipilih karena stokiometri dari lapisan dapat dikontrol dan target dari logam berbentuk padatan dapat digunakan. Tahapan preparasi sampel dimulai dari proses injeksi menggunakan mesin metal injection molding, debinding dalam dua tahap, sintering dengan kondisi vakum dan atmosfer argon, pemolesan dan PVD magnetron sputtering. Bias negatif, energi kerja, temperatur, tekanan gas dalam ruang vakum dan aliran gas diatur sebagi parameter proses PVD. Hasil dari sintering atmosfer argon dan vakum diteliti untuk mengetahui pengaruhnya terhadap lapisan deposisi TiO2. Pada atmosfer argon, porositas yang terbentuk sebesar 7,56 . Sedangkan pada atmosfer vakum, porositas yang terbentuk sebesar 10,11 . Densitas relatif pada atmosfer argon lebih tinggi daripada vakum karena densitas mempengaruhi luas porositas yang terbentuk. Pengujian XRD dan FE-SEM dilakukan untuk mengetahui peak, unsur, serta morfologi dari senyawa yang terbentuk. Hasil akhir yang didapat dari as-deposited PVD TiO2 memiliki struktur fasa kristalin anatase dan rutile dengan rentang ukuran butir 2,27 nm dan 9,78 nm secara berurutan. Lapisan deposisi memiliki rentang ketebalan sebesar 3 m hingga 8 m.

ABSTRACT
Streptococcus mutans and Lactobacillus acidophilus as the bacterial that lived around orthodontic bracket are one of primary step for enamel demineralization which increase the tendency for plaque accumulation. This study was aimed to improve orthodontic bracket SS 17 4 PH fabricated by metal injection molding MIM with anti bacterial properties. The surface coating on the orthodontic bracket was applied by forming TiO2 layer on the substrate surface prepared by physical vapor deposition PVD that exhibit antimicrobial effect compare to substrate material one. PVD magnetron sputtering was chosen due the possibility to control thin film stoichiometry and bulk metal target can be used. PVD magnetron sputtering generally have columnar structure and smooth coating surface. Sampel preparation started from injection using metal injection molding, binder elimination with solvent and thermal debinding, sintering in vacuum and argon atmosphere, polishing and the final stage is magnetron sputtering PVD coatings. Negative bias, sputtering power and partial pressure on vacuum chamber were set as the parameters constant. The gas flowing rate of O2 in Ar O2 mixture was controlled to reveal the effects on properties of TiO2 thin coating. The results of argon and vacuum sintering atmosphere were assessed in order to know the effect in TiO2 deposition film. In argon and vacuum atmosphere, porosity area was formed in the amount of 7,56 and 10,11 . Relative density in argon atmosphere was higher than vacuum atmosphere because density influenced the content reduction of porosity. X Ray diffraction XRD and scanning electron microscopy SEM were used to obtain the information on the phase and morphology of the films. Crystalline rutile and anatase phase with 2,27 and 9,78 crystal size was measured in as deposited PVD TiO2 respectively. The deposition films was achieved in the range of 3 m 8 m.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hantoro Restucondro Saputro
"Maloklusi merupakan salah satu masalah yang umum ditemui pada gigi dan mulut orang Indonesia. Negara ini juga dihadapkan pada masalah yang mengharuskan mengimpor braket dari luar negeri. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk memproduksi braket ortodontik nasional dengan proses metal injection molding MIM di Indonesia, khususnya sintering dengan menggunakan kondisi vakum dengan menggunakan stainless steel 17-4 PH, karena material ini merupakan salah satu material yang umum digunakan untuk aplikasi braket ortodontik. Sintering dilakukan pada empat temperatur yang berbeda, yaitu 1320°C, 1340°C, 1360°C, dan 1380°C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat inklusi di dalam stainless steel 17-4 PH pada produk sintering yang kemungkinan adalah senyawa silikon oksida, kromium oksida, atau besi oksida. Densitas relatif meningkat seiring dengan naiknya temperatur sintering karena area porositas yang semakin berkurang. Selain itu, hasil sintering pada 1360 C memiliki kekerasan paling optimal, yaitu sebesar 395 HV dan melebihi kekerasan dari braket ortodontik komersial.

Malocclusion is one of the common problems encountered in the teeth and mouth of Indonesian people. This country is also confronted with problems that the bracket have to been imported from abroad. The purpose of this study is to produce national orthodontic bracket with metal injection molding MIM in Indonesia, particularly by using vacuum sintering for 17 4 PH stainless steel because it is a material commonly used for orthodontic bracket applications. Sintering conducted at four different temperatures, at 1320°C, 1340°C, 1360°C, and 1380°C. The results showed that there are inclusions in 17 4 PH stainless steel sintering products, it might be silicon oxide, chrome oxide, or iron oxide. The relative density increases with increasing temperature sintering because the area of porosity are reduced. In addition, the results of sintering at 1360 C has the optimal hardness, which is amounted to 395 HV and higher than commercial orthodontic bracket.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S66577
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tamie Widjaya
"ABSTRAK
Plak gigi merupakan salah satu masalah umum yang dapat ditemui pada saat penggunaan braket ortodontik. Hal ini terjadi karena adanya penumpukan bakteri di antara braket dan juga gigi yang di mana bakteri berasal dari sisa makanan. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk menciptakan permukaan braket yang memiliki energi yang rendah sehingga memudahkan air untuk membersihkan sisa makanan, yakni dengan sifat hidrofobik. Sifat tersebut dapat dicapai dengan menggunakan perlakuan etsa kimia yang diikuti dengan modifikasi permukaan menggunakan stearic acid. Etsa yang digunakan ialah CuCl2 dan HCl dengan variasi waktu berbeda, yaitu 15, 30, 45 dan 60 detik untuk CuCl2 dan 40, 50, 60 dan 70 menit untuk HCl, variasi konsentrasi HCl yang berbeda, yaitu 1, 2 dan 3 M, dan juga variasi suhu yang berbeda untuk etsa HCl, yaitu 25oC, 40oC, 60oC dan 80oC. Hasilnya menunjukkan bahwa dengan menggunakan 2 M HCl selama 70 menit pada suhu 80oC maka akan menghasilkan sudut kontak sebesar 152o. Struktur hidrofobik pada penelitian ini telah berhasil di lakukan dengan menggunakan metode pengetsaan yang kemungkinan dapat di gunakan pada braket ortodontik.

ABSTRACT
Dental rsquo s plaque is a common problem that encountered during orthodontic treatment using bracket. It was caused by the excess food which trapped between teeth and bracket and led to the accumulation of bacteria. The purpose of this study is to created bracket rsquo s surface which has low surface energy so it could easily be cleaned with water so it would reduce food attachment, which is hydrophobic surface. Hydrophobic surface could be achieved by using wet chemical etching and surface modification. CuCl2 and HCl was used as an etchant while stearic acid was used for surface modification. Hydrophobic surfaces were produced under various etching time i.e 15,30,45 and 60 seconds for CuCl2 and 40, 50, 60 and 70 minutes for HCl, various HCl concentration i.e 1,2 and 3 M, and also various temperature i.e 25oC, 40oC, 60oC and 80oC. The result showed the contact angle could be achieved up to 152o using 2 M HCl for about 70 minutes in 80oC. Hydrophobic structure has successfully fabricated using etching technique that might be applied to the orthodontic bracket. "
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ham Hilala
"Telah dibuat lapisan tipis CdS diatas substrat kaca dengan tujuan khusus untuk menambah wawasan terhadap ilmu dan teknologi pembuatan, pengukuran dan analisa lapisan tipis CdS yang dibuat dengan metoda PVD (Physical Vapor Deposition) jenis koevaporasi CdS dan s. dimana diharapkan sustman ini akan bersifat sebagai foto konduktor. Proses deposisi dilakukan pada tekanan ± 5 x 10-6 mbar menggunakan mesin vakum jesin Universal vacuum coater dari Laybold Ag model Universal 450 berkapasitas I 000 liter/s. Lapisan yang berhasil dibuat selanjutnya dilakukan karakterisasi dengan alat spektrofotometer type CARRY 2415 lengkap dengan DS15 data station dan alat difraksi sinar-X merek Philip Analytical Diffractometer PW3710. Pengukuran foto konduktivitasnya dengan bantuan alat ukur Source meter merek Keithley seri 241 O yang mana diukur dalam ruang berlampu terang hingga beberapa detik sesudah lampu tersebut dimatikan. Sampel yang diteliti berukuran 1.5 cm x 1 cm x 5000 A 0 yang dideposisi dengan laju 4 A 0 Is yang selanjutnya dianil dengan variasi temperatur 200°C, 300°C, 400°C, 500°C masing-masing selama 30 menit, yang mana pada sampel tersebut terdapat elektroda Ag pada dua sisi berhadapan sejarak 1 cm yang juga ditempelkan dengan cara evaporasi termal. Hasil spektrofotometer menunjukan bahwa ada kelebihan ketebalan 1 % dari ketebalan yang diprogramkan melalui inti.con. Dari hasil karakterisasi alat difraksi sinar-X menunjukan bahwa lapisan CdS yang terbentuk baik sebelum dianil maupun setelah dianil berstruktur hexagonal deogan preferred orientation pada bidang 002 dengan besar butir semakin tinggi suhu anil semakin besar besar butir yang diperoleh. Dari hasil pengukuran dengan alat ukur source meter menujukan bahwa respon lapisan terhadap cahaya semakin tinggi dengan naiknya suhu anil, yang berarti foto konduktivitasnya semakin baik. dimana pada penelitian ini bahwa lapisan yang dianil pada suhu 500°C menunjukan sifat foto konduktivitas yang terbaik. Hal ini lebih diperjelas dengan hasil hitungan yang diperlihatkan dalam tabel bahwa semakin tinggi suhu anil semakin tinggi pula jumlah pembawa muatan aktif dan mobilitas pembawa muatan. Sumber tegangan yang dipakai dalam penelitian ini bervariasi 5 Volt, 10 Volt, 15 Volt, 20 Volt, dan 25 Volt yang ternyata diplot menjadi grafik terhadap arus adalah berbanding lurus yang berarti menunjukan bahwa tegangan tersebut masih memenuhi hukum ohm."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2001
T39674
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lingga Pradinda Suharno
"Salah satu metode fabrikasi untuk membuat braket ortodontik yaitu metal injection molding. Kelebihan metode fabrikasi ini dapat menghasilkan produk dengan ukuran yang sangat kecil. Sehingga metode ini cocok digunakan sebagai metode fabrikasi braket ortodontik. Namun metode fabrikasi ini memiliki kelemahan. Terdapat proses sintering yang sulit diprediksi hasil akhirnya. Salah satu parameter yang menentukan hasil akhir sintering yaitu atmosfer. Sehingga penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh temperatur pada argon sintering terhadap material SS 17-4 PH.Feedstock SS 17-4 PH dibentuk dengan menggunakan mesin injeksi menjadi bentuk kubus dengan ukuran 5 mm x 5 mm x 5 mm. Tekanan yang diberikan untuk injeksi ini yaitu 2700 psi dengan temperatur injeksi yaitu 200°C.
Setelah proses injeksi, dilakukan proses penghilangan binder dengan proses debinding. Proses solvent debinding dilakukan dengan menggunakan heksana pada temperatur 50°C menggunakan magnetic stirrer selama 1,5 jam. Proses thermal debinding dilakukan menggunakan vacuum furnace pada temperatur 510°C dengan heat rate 1°C/menit dan proses holding selama 1 jam. Proses sintering dilakukan menggunakan atmosfer gas argon dengan flow rate 1 liter/menit pada temperatur 1320°C, 1340°C, 1360°C, dan 1380°C dengan heat rate 5°C/menit dan proses holding selama 1,5 jam.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan atmosfer argon untuk proses sintering masih terdapat adanya inklusi. Hal ini dimungkinkan terjadi karena proses thermal debinding yang kurang baik. Pada proses sintering, terbentuk fasa ?-ferrite. Fasa ini mempengaruhi proses densifikasi dari material SS 17-4 PH. Nilai densitas relatif, nilai penyusutan, dan nilai kekerasan yang dicapai pada setiap temperatur tidak mengalami perubahan yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa proses sintering dengan menggunakan gas argon sudah mencapai parameter optimal pada temperatur 1320°C, 1340°C, 1360°C, dan 1380°C.

Orthodontic brackets can be manufactured using several methods of fabrication, one of them is metal injection molding. Ability to produce very small product is the advantages of this method. However, sintering process result with this method quite unpredictable. One of the important sintering parameter is sintering atmosphere. This study is aimed to understand the influence of argon atmosphere in sintering process with different temperature.To produce orthodontic bracket with metal injection molding method, 17 4 PH stainless steel feedstock injected to the mold using injection molding machine.
After injection, the binder eliminated with solvent and thermal debinding. Solvent debinding process conducted with hexane at 50 oC on magnetic stirrer for 1,5 hours. Thermal debinding were performed in vacuum furnace at 510 oC with heat rate 1 oC min and 60 min holding time. Afterward, the resulting sample were heated at 5 oC min to sintering temperatur of 1320°C, 1340°C, 1360°C, and 1380°C under 90 min holding time in argon atmosphere with flow rate 1 liter min.
The results of this study indicate that, the inclusion still occur in argon atmosphere sintering process. This is possible due to poor thermal debinding process. In the sintering process, ferrite phase is formed. This phase affects the densification process of SS 17 4 PH material. The value of relative density, shrinkage, and hardness at different temperature did not change significantly. This indicates that the sintering process using argon gas has reached the optimum parameters at 1320°C, 1340°C, 1360°C, And 1380°C."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S67086
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lidya Wati Budhy
"Pendahuluan: Breket Stainless Steel 17-4 PH merupakan salah satu breket yang paling banyak digunakan dalam bidang Ortodonti dengan jangka waktu yang lama didalam rongga mulut, Penggunaannya yang lama mengakibatkan kerugian bagi kesehatan pengguna karena lepasnya ion nikel dan kromium akibat proses korosi. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengatahui sitotoksisitas breket pada sel gingiva akibat lepasnya ion nikel dan kromium pada saliva buatan. Metode: Penelitian In Vitro dengan 2 kelompok breket Stainless Steel 17-4 PH lokal dan impor yang masing-masing berjumlah 24 buah breket. Tiap kelompok jumlah sampel dibagi tiga berdasarkan lama waktu perendaman breket di dalam saliva buatan selama 16, 28, dan 35 hari. Lepasan ion Cr dan Ni dalam saliva hasil perendaman breket di paparkan ke sel gingiva untuk di lakukan uji sitotoksisitas menggunakan MTT Assay. Terlihat seberapa besar viabilitas sel yang menandakan toksisitas breket. Hasil: Terdapat pola viabilitas sel yang berbeda antara breket Stainless Steel 17-4 PH lokal dan impor, namun secara statistik perbedaan viabilitas sel tersebut tidak signifikan, sehingga tidak terdapat perbedaan sitotoksisitas breket Stainless Steel 17-4 PH lokal dan impor. Kesimpulan: Uji sitotoksisitas pada braket Stainless Steel 17-4 PH lokal memperlihatkan pola viabilitas sel pada perendaman 16 hari lebih tinggi lalu ketika perendaman 28 hari tampak viabilitas sel menurun dan meningkat kembali pada perendaman 35 hari sedangkan uji sitotoksisitas pada braket Stainless Steel 17-4 PH impor memperlihatkan pola viabilitas sel pada perendaman 16 hari lebih rendah bila dibandingkan dengan perendaman 28 hari dan menurun kembali pada perendaman 35 hari namun, nilainya masih diatas nilai viabilitas sel perendaman 16 hari. Perbedaan viabilitas sel antara kelompok breket Stainless Steel 17-4 PH lokal dan impor mungkin disebabkan oleh perbedaan metode pabrikasi dan komposisi yang digunakan antara kedua breket tersebut.

Introduction: 17-4 PH Stainless Steel bracket is one of the most widely used brackets in the field of Orthodontics with long periods of time in the oral cavity. Its long use has caused a loss to the health of users due to the release of nickel and chromium ions due to the corrosion process. Therefore, the purpose of this study was to determine bracket cytotoxicity in gingival cells due to the release of nickel ions and chromium in artificial saliva. Methods: In Vitro research with 2 groups of local and imported 17-4 PH Stainless Steel brackets, each 24 brackets. Each group number of samples is divided into three based on immersion period in artificial saliva for 16, 28, and 35 days. Release of Cr and Ni ions in saliva from immersion brackets were exposed to gingival cells for cytotoxicity testing using MTT Assay. It can see how much cell viability indicates toxicity of brackets. Results: There are different cell viability patterns between local and imported 17- 4 PH Stainless Steel brackets, but statistically the cell viability difference is not significant, so there is no difference in cytotoxicity of local and imported 17-4 PH Stainless Steel brackets. Conclusion: Cytotoxicity test on local 17-4 PH Stainless Steel bracket shows cell viability pattern at immersion 16 days higher then when immersion 28 days it appears cell viability decreases and increases again at 35 days immersion while the cytotoxicity test on imported 17-4 PH Stainless Steel bracket showed a pattern of cell viability at 16 days soaking lower than 28 days immersion and decreased again at 35 days immersion, however the value is still above the 16-day immersion cell viability value. Differences in cell viability between groups of 17-4 PH Stainless Steel brackets local and imports maybe due to differences in manufacturing methods and the composition used between the two brackets."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raka Reyhan Pendrian
"Sebagian besar braket ortodontik berbahan stainless steel mengandalkan retensi mekanis karena stainless steel tidak membentuk ikatan kimia dengan perekat. Modifikasi base braket ortodontik dengan penambahan mesh dan pengkondisian permukaan dilakukan pada cetakan dengan tujuan peningkatan retensi mekanis dan retensi mikro mekanis. Proses eksperimental dilakukan dengan pembuatan mesh pada cetakan menggunakan teknologi EDM sementara pengkondisian permukaan cetakan dilakukan dengan tiga metode berbeda diantaranya sandblasting dengan aluminium oxide 50 µm, biomachining dengan bakteri acidithiobacillus ferrooxidans, dan etching dengan campuran HNO3 5% (v/v), HF 5% (v/v), 90% aquadest. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembuatan cetakan dengan teknologi EDM memberikan deviasi tidak seragam pada geometri produk akhir dengan diameter bukaan mesh sebesar 408 µm dan diameter wire mesh sebesar 178 µm. Meskipun terjadi deviasi dari desain yang ditentukan, geometri produk akhir masih berada pada rentang desain yang umum digunakan yaitu berkisar antara 75 µm – 700 µm untuk diameter bukaan mesh dan 53 µm – 203 µm untuk diameter wire mesh. Pada penerapan pengkondisian permukaan cetakan, berbagai variasi metode berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kekasaran permukaan cetakan, akan tetapi produk akhir tidak dapat mempertahankan kekasaran yang terbentuk setelah melalui proses sintering.

Most stainless-steel orthodontic brackets depend on mechanical retention because stainless steel doesn’t form a chemical bond with the adhesive. Modification of the orthodontic bracket base by adding mesh and surface conditioning was carried out on the mold with the aim of increasing mechanical retention and micro-mechanical retention. The experimental process was carried out by making a mesh on the mold using EDM technology while the surface conditioning of the mold was carried out by three different methods, including sandblasting with 50 m aluminum oxide, biomachining with acidithiobacillus ferrooxidans bacteria, and etching with a mixture of 5% HNO3 (v/v), 5% HF. (v/v), 90% aquadest. The results showed that the mold making with EDM technology gave a non-uniform deviation in the geometry of the final product with a mesh opening diameter of 408 µm and a wire mesh diameter of 178 µm. Despite the deviation from the specified design, the final product geometry is still within the commonly used design range, which is between 75 µm – 700 µm for the mesh opening diameter and 53 µm – 203 µm for the wire mesh diameter. In the application of mold surface conditioning, various variations of methods have a significant effect on increasing the surface roughness of the mold, but the final product cannot maintain the roughness formed after going through the sintering process."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kania Armifa Utami Said
"Kalsium fosfat merupakan salah satu biomaterial yang banyak digunakan sebagai implan tulang karena memiliki biokompatibilitas yang baik, terutama jenis hidroksiapatit (HA). Namun, hidroksiapatit masih memiliki kekurangan, yakni kekuatan mekanik yang lemah dan biodegradabilitas yang tinggi sehingga menurunkan kestabilan implan dalam tubuh. Penggunaan hidroksiapatit sebagai pelapis logam, salah satunya Stainless Steel 316L, dapat mengatasi masalah lemahnya kekuatan mekanik. Selain itu, penggunaan ion pengganti juga dapat dijadikan solusi, terutama fluor karena dikenal dapat menurunkan biodegradabilitas sehingga implan menjadi lebih stabil, baik secara termal maupun kimiawi. Substitusi fluor akan membentuk fluor hidroksiapatit (FHA) dengan rumus kimia Ca10(PO4)6(OH)2-x(F)x. Sintesis FHA dilakukan dengan metode sol-gel dip-coating berbantukan iradiasi gelombang mikro pada daya 600 Watt selama 25 menit. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh variasi tingkat fluoridasi (x) sebesar 0 (HA), 0.4 (FHA1), dan 1.2 (FHA2). Peningkatan stabilitas ditandai dengan puncak XRD bidang (002) yang semakin tajam dan peningkatan indeks kristalinitas sebesar 0.14 pada sampel FHA1. Keberhasilan substitusi fluor dilihat dari hasil FTIR sampel FHA1 dan FHA2 yang tidak menunjukkan keberadaan gugus hidroksil pada bilangan gelombang 630 cm-1 karena ion OH- telah tersubstitusi oleh ion F-. Substitusi fluor juga dapat meningkatkan biokompatibilitas berdasarkan peningkatan porositas mulai dari 1.40% (HA), 2.24% (FHA1), dan 2.47 (FHA2). Rasio molar Ca/P berdasarkan hasil EDS pada HA, FHA1, dan FHA2 masing-masing sebesar 1.79, 1.81, dan 1.43 menandakan bahwa sintesis tidak berjalan secara stoikiometrik (1.67). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa substitusi fluor pada hidroksiapatit berhasil dilakukan dan mampu meningkatkan biokompatibilitas (porositas) serta stabilitas.

Calcium phosphate is one of the biomaterials used as bone implants due to its good biocompatibility, especially the hydroxyapatite. However, hydroxyapatite has weak mechanical strength and high level of biodegradability (solubility), which can reduces the stability of implants in the body. The combination of hydroxyapatite as a coating on metals, such as SS 316L, can address the issue of weak mechanical strength. Additionally, substitute ions, especially fluorine ions, known for reducing biodegradability, will achieve greater stability in implants, both thermally and chemically. The substitution of fluorine ions will form fluorapatite (FHA) with the chemical formula Ca10(PO4)6(OH)2-x(F)x. The synthesis of fluorapatite is done using the sol-gel dip-coating method with the assistance of microwave irradiation at 600 watts for 25 minutes as a substitute for the aging stage in crystal formation. This research compares the characteristics of HA with FHA to analyze the influence of fluoridation levels (x) at 0 (HA), 0.4 (FHA1), and 1.2 (FHA2).  Increased stability is indicated by a sharper XRD peak at (002) and an increase in crystallinity index by 0.14 in the FHA1 sample. The success of fluorine substitution is observed in the FTIR results of samples FHA1 and FHA2, which do not show the presence of hydroxyl groups at the wavenumber 630 cm-1, as the OH- ions have been substituted by F- ions. Fluorine substitution can also enhance biocompatibility, as evidenced by the increase in porosity, starting from 1.40% (HA), 2.24% (FHA1), to 2.47% (FHA2). The molar ratio of Ca/P based on EDS results for HA, FHA1, and FHA2, respectively, is 1.79, 1.81, and 1.43, indicating that the synthesis is not stoichiometric (1.67). The research results conclude that fluorine substitution in hydroxyapatite has been successfully conducted and is capable of enhancing biocompatibility (porosity) as well as stability."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sefrika Tri Ayuningtyas
"Peranti orthodontik menciptakan pergerakan pada gigi dengan menciptakan pergerakan gigi melalui aplikasi gaya ke kawat untuk kemudian ditransfer ke gigi melalui braket. Kekurangan dari metode ini adalah munculnya friksi diantara braket dan kawat yang menghambat pergerakan dari braket dan gigi ke daerah yang diinginkan. Untuk mengatasi masalah ini, maka perlakuan permukaan seperti proses nitriding dipilih sebagai salah satu proses yang dapat meningkatkan efisiensi dari gaya yang dihantarkan melalui peningkatan kekerasan material. Hal ini dikarenakan material yang lebih keras dan halus memiliki koefisien friksi yang rendah. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh proses gas nitriding dalam membentuk lapisan nitrida yang akan mempengaruhi peningkatan kekerasan pada hasil sinter SS 17-4PH. Lapisan nitrida ini terbentuk setelah dilakukan proses gas nitriding pada berbagai variasi temperatur yakni 470 C, 500 C, 530 C dan variasi waktu tahan 4,6,8 jam didalam atmosfer yang mengandung 50 NH3. Pengamatan metalografi dilakukan untuk membandingkan mikrostruktur pada bagian dalam dan permukaaan material, sedangkan peningkatan kekerasan pada permukaan material didapat melalui pengujian menggunakan alat uji keras mikro. Peningkatan kekerasan didapat setelah proses gas nitriding akibat terbentuknya lapisan nitrida yang terdiri dari Fe4N-?, CrN dan Fe-?N. Nilai kekerasan yang diperoleh mencapai 1051 HV disertai dengan variasi ketebalan lapisan mulai dari 69 sampai 169 m. Kehadiran dari mekanisme presipitasi dan passivasi permukaan pada baja dengan kandungan kromium tinggi yang terjadi selama proses nitriding dapat menyebabkan penurunan kekerasan karena berkurangnya kandungan nitrogen di dalam fasa solid solution. Adanya mekanisme ini akan melemahkan ekspansi nitrogen di dalap lattice martensit akibat laju difusi dari atom N ke dalam matriks terhambat.

Brackets orthodontic create teeth movement by applying force from wire to bracket then transferred to teeth. However, emergence of friction between brackets and wires reduces load for teeth movement towards desired area. In order to overcome these problem, surface treatment like nitriding chosen as a process which could escalate efficiency of transferred force by improving material hardness since hard materials have low friction levels. This work investigated nitriding treatment to form nitrida layer which affecting hardness of sintered SS 17 4PH. The nitrida layers produced after nitriding process at various temperature i.e. 470 C, 500 C, 530 C with 4,6,8 hr holding time under 50 NH3 atmosphere. Optical metallography was conducted to compare microstructure of base and surface metal while the increasing of surface hardness then observed using vickers microhardness tester. Hardened surface layer was obtained after gaseous nitriding process because of nitrida layer that contains Fe4N ., CrN and Fe N formed. Hardness layers can achieved value 1051 HV associated with varies thickness from 69 to 169 m. The presence of a precipitation process and surface passivity of high chromium steels occurring in conjunction with nitriding process can lead to a decrease in hardness due to nitrogen content diminishing in solid solution phase. This problem causes weakening of nitrogen expansion in martensite lattice since diffusivity of the N atom into the matrix inhibited.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>