Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 158777 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tiara Putri
"ABSTRACT
Satu upaya untuk mengurangi prevalensi anemia defisiensi besi yang dinilai efektif dalam segi biaya adalah melalui fortifikasi zat besi ke dalam makanan. Namun, fortifikasi zat besi secara langsung dapat menurunkan kualitas organoleptis makanan serta mengurangi efektivitas, stabilitas, dan bioavailabilitas zat besi hasil fortifikasi. Kendala ini dapat diatasi dengan teknologi enkapsulasi zat besi menggunakan bahan penyalut. Kitosan sebagai polisakarida yang biodegradable dan biocompatible bisa digunakan sebagai bahan penyalut untuk mengenkapsulasi besi dengan menambahkan tripolyphosphate TPP sebagai crosslinking agent. Tujuan dari studi ini adalah untuk menformulasikan sistem pelepasan terkendali mikropartikel besi II glukonat tersalut kitosan menggunakan metode spray drying serta mengevaluasi pengaruh konsentrasi TPP terhadap karakteristik fisikokimia mikropartikel serta profil rilis in vitro mikropartikel. Pembentukan mikropartikel menggunakan metode spray drying menghasilkan partikel sferis yang halus dengan ukuran rata-rata 2,4 m-5,6 m. Peningkatan konsentrasi TPP yang ditambahkan ke larutan menghasilkan ukuran partikel yang semakin besar. Adanya TPP mempengaruhi kapasitas loading besi, efisiensi enkapsulasi, ukuran mikropartikel, serta morfologi partikel. Efisiensi enkapsulasi mikropartikel menggunakan spray drying mencapai nilai maksimum pada konsentrasi TPP 2. Namun, yield mikropartikel maksimum terjadi pada variasi konsentrasi TPP 1 . Uji rilis mikropartikel kitosan dilakukan pada synthetic gastric fluids SGF selama 3 jam dan 4 jam pada synthetic intestine fluids SIF. Profil pelepasan besi dari mikropartikel dengan berbagai konsentrasi TPP mengindikasikan burst release profile. Peningkatan jumlah TPP pada larutan terbukti memperlambat proses rilis besi. Pada variasi TPP 3 besi yang rilis pada jam pertama sebesar 50 dan 60 pada jam ke-7 sementara pada mikropartikel yang tidak ditambahkan TPP banyaknya besi yang rilis mencapai 80 pada jam pertama dan 100 pada jam ke-7. Hasil ini menunjukkan bahwa karakteristik mikropartikel dan profil rilis besi dipengaruhi oleh interaksi kitosan dengan TPP sebagai crosslinking agent. Keberadaan TPP merupakan faktor penting yang harus diperhatikan dalam preparasi sistem pelepasan terkendali mikropartikel besi tersalut kitosan dengan metode spray drying.

ABSTRACT
One of the cost effective approaches to reduce the prevalence of iron deficiency anaemia is by developing iron fortified food. However, adding iron directly into food will not only affect the organoleptic quality of the food, but will also reduce the effectiveness, stability and bioavailability of the iron added. Chitosan as linear polysaccharide, that are biodegradable and biocompatible, can be used as a protective wall material to encapsulate iron by adding tripolyphosphate TPP as crosslinking agent. The aims of this study were to formulate an extended release system of chitosan microparticles loaded with iron gluconate using spray drying method, and to evaluate the physicochemical characteristics of microparticle and release of iron in simulated gastrointestinal fluids. Formation of microparticle using spray drying method resulted in a smooth spherical particles with average size of 2.4 m 5.6 m. Increase amount of TPP added into the mixture solution formed larger size of particles. The presence of TPP affected the iron loading capacity, iron entrapment efficiency, particle size and particle morphology. The encapsulation efficiency showed maximum at addition of TPP 2 using spray drying method. However the yield of microparticle formed showed maximum when the concentration of TPP is 1. The release test of iron from the chitosan microparticles was conducted in synthetic gastric fluids SGF in 3 hours and 4 hours in synthetic intestine fluids SIF, simultaneously. The release of iron from microparticles with various amount of TPP added indicated a burst release profile. Increasing amount of TPP in the solution reduce the release in the first 1 2 hours, as well as at the end of 7 hours period of release. Using TPP 3 the release in one hour reached 50 and about 60 in 7 hours. Comparing to chitosan solution without TPP, the release in one hour reached 80 and in 7 hours it was 100 release. The results indicated that the characteristics of microparticles and release profile of iron were influenced by the interaction of chitosan and TPP as cross linking agent. The presence of TPP is thus an important factor to be addressed when preparing iron loaded chitosan microparticles with extended release characteristics via spray drying method."
2018
Spdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica Vania Angela
"Anemia adalah kondisi dengan kadar hemoglobin rendah akibat defisiensi besi dan nutrisi. Suplemen darah komersial umumnya hanya mengandung zat besi dan kurang disukai karena rasa. Telah dikembangkan suplemen permen lunak dengan mikropartikel kitosan terdispersi yang mengandung besi(II) glukonat, vitamin (C, B2, B5, B6, B9, B12), dan seng (Zn). Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi efektivitas, waktu simpan, dan bioavailabilitas suplemen ini. Uji in vivo melibatkan 15 mencit yang dibagi dalam lima kelompok perlakuan berbeda. Hasil menunjukkan kenaikan kadar hemoglobin pada kontrol, mikropartikel dosis 300mg/kgBB, 600mg/kgBB, dan obat komersial berturut-turut sebesar 1,96 g/dl (SD: 4,8 g/dl), 3,5 g/dl (SD: 3,68 g/dl), 4,73 g/dl (SD: 2,02 g/dl), dan 4,7 g/dl (SD: 1,34 g/dl). Penurunan terjadi pada mikropartikel dosis 150mg/kgBB sebesar 0,43 g/dl (SD: 4,5 g/dl). Uji paired-t test menunjukkan peningkatan signifikan pada mikropartikel dosis 600mg/kgBB dan obat komersial (P < 0,05). Kenaikan hemoglobin tidak hanya dipengaruhi oleh besi(II) glukonat, tetapi juga oleh multivitamin dan zinc citrate. Formulasi disempurnakan dengan asam sitrat, kalium benzoat, dan kalium sitrat untuk meningkatkan rasa dan waktu simpan. Uji ICP-MS menunjukkan suplemen mengandung 3284,4 mg/kg elemen besi, dengan satu permen mengandung sekitar 11,5 mg besi, lebih tinggi dari rata-rata produk komersial.

Anemia is a condition with hemoglobin levels below standard due to iron and nutrient deficiency. Commercial blood supplements generally contain only iron and are often disliked due to taste. This study developed a soft candy supplement with dispersed chitosan microparticles containing iron(II) gluconate, vitamins (C, B2, B5, B6, B9, B12), and zinc (Zn). The objective of this research was to evaluate the effectiveness, shelf life, and bioavailability of this supplement. In vivo tests involved 15 mice divided into five groups with different treatments. Results showed hemoglobin increases in the control, 300mg/kgBW microparticles, 600mg/kgBW microparticles, and commercial drug groups of 1.96 g/dl (SD: 4.8 g/dl), 3.5 g/dl (SD: 3.68 g/dl), 4.73 g/dl (SD: 2.02 g/dl), and 4.7 g/dl (SD: 1.34 g/dl), respectively. A decrease occurred in the 150mg/kgBW microparticle group by 0.43 g/dl (SD: 4.5 g/dl). Paired-t tests showed significant increases in the 600mg/kgBW microparticle and commercial drug groups (P < 0.05). Hemoglobin increases were influenced not only by iron(II) gluconate but also by the contained multivitamins and zinc citrate. The supplement formulation was improved by adding citric acid, potassium benzoate, and potassium citrate to enhance taste and shelf life. ICP-MS tests showed the fortified soft candy supplement contained 3284.4 mg/kg iron, with each candy containing approximately 11.5 mg iron, higher than the average commercial soft candy supplement."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Luthfansyah Prabowo
"ABSTRAK
Di Indonesia, Anemia Defisiensi Besi masih merupakan permasalahan umum terutama masyarakat pada kelompok remaja putri, wanita hamil, serta anak-anak dibawah usia 5 tahun. Pemerintah dan Dinas terkait telah berupaya dengan sangat keras melalui program suplementasi dan fortifikasi pangan sehingga berhasil menurunkan prevalensi ADB, namun hasil tersebut masih diatas angka prevalensi 15 yang mengindikasikan bahwa ADB merupakan permasalahan gizi yang umum dan serius di Indonesia Kurniawan dkk., 2006 . Fortifikasi besi secara langsung juga menurunkan kualitas organoleptis dan memperpendek masa simpan dikarenankan sifat besi yang mudah mengalami oksidasi dan reduksi pada kondisi pH tertentu, oksidasi Fe2 menjadi Fe3 . Mendasarkan pada pendekatan permasalah tersebut, maka metode mikroenkapsulasi dipandang sebagai metode atau strategi sangat tepat untuk melindungi besi. Namun sebelum fortifikasi dilakukan, hal pertama yang dilakukan adalah mencari jenis besi yang paling efektif untuk dienkapsulasi menggunakan polimernya. Oleh Karena itu, pada penelitian ini akan dilakukan pengujian efektifitas control rilis beberapa jenis besi Besi Sulfat, Besi Fumarat, Besi Glukonat menggunakan polimer kitosan. Polimer kitosan digunakan dalam penelitian ini dikarenakan kitosan memiliki sifat seperti tidak beracun, biodegradable, biokompatibel sehingga cocok untuk digunakan dalam pelepasan obat terkendali didalam tubuh. Besi yang digunakan adalah Besi Sulfat, Besi Fumarat, dan Besi Glukonat. Alasan penggunakan jenis besi ini Karena ketiga jenis besi ini merupakan jenis besi yang memiliki bioavabilitas kemampuan tubuh menyerap suatu senyawa yang tinggi dan besi ini merupakan besi food grade yang berarti aman dikonsumsi oleh tubuh. Dari penelitian ini didapatkan jenis besi yang paling baik dienkapsulasi dengan kitosan adalah besi glukonat 1:1.5 dengan nilai EE 80 , oksidasi awal 15.2 , loading capacity 1.4 , dan juga rilis kumulatif mencapai >70 besi glukonat 1:2 dengan nilai EE 82.8 , oksidasi awal 27.1 , loading capacity 2.0 , dan juga rilis kumulatif mencapai >70 Di Indonesia, Anemia Defisiensi Besi masih merupakan permasalahan umum terutama masyarakat pada kelompok remaja putri, wanita hamil, serta anak-anak dibawah usia 5 tahun. Pemerintah dan Dinas terkait telah berupaya dengan sangat keras melalui program suplementasi dan fortifikasi pangan sehingga berhasil menurunkan prevalensi ADB, namun hasil tersebut masih diatas angka prevalensi 15 yang mengindikasikan bahwa ADB merupakan permasalahan gizi yang umum dan serius di Indonesia Kurniawan dkk., 2006 . Fortifikasi besi secara langsung juga menurunkan kualitas organoleptis dan memperpendek masa simpan dikarenankan sifat besi yang mudah mengalami oksidasi dan reduksi pada kondisi pH tertentu, oksidasi Fe2 menjadi Fe3 . Mendasarkan pada pendekatan permasalah tersebut, maka metode mikroenkapsulasi dipandang sebagai metode atau strategi sangat tepat untuk melindungi besi. Namun sebelum fortifikasi dilakukan, hal pertama yang dilakukan adalah mencari jenis besi yang paling efektif untuk dienkapsulasi menggunakan polimernya. Oleh Karena itu, pada penelitian ini akan dilakukan pengujian efektifitas control rilis beberapa jenis besi Besi Sulfat, Besi Fumarat, Besi Glukonat menggunakan polimer kitosan. Polimer kitosan digunakan dalam penelitian ini dikarenakan kitosan memiliki sifat seperti tidak beracun, biodegradable, biokompatibel sehingga cocok untuk digunakan dalam pelepasan obat terkendali didalam tubuh. Besi yang digunakan adalah Besi Sulfat, Besi Fumarat, dan Besi Glukonat. Alasan penggunakan jenis besi ini Karena ketiga jenis besi ini merupakan jenis besi yang memiliki bioavabilitas kemampuan tubuh menyerap suatu senyawa yang tinggi dan besi ini merupakan besi food grade yang berarti aman dikonsumsi oleh tubuh. Dari penelitian ini didapatkan jenis besi yang paling baik dienkapsulasi dengan kitosan adalah besi glukonat 1:1.5 dengan nilai EE 80 , oksidasi awal 15.2 , loading capacity 1.4 , dan juga rilis kumulatif mencapai >70 besi glukonat 1:2 dengan nilai EE 82.8 , oksidasi awal 27.1 , loading capacity 2.0 , dan juga rilis kumulatif mencapai >70.

ABSTRACT
In Indonesia, Iron Deficiency Anemia is still a common problem, especially for people in groups of young women, pregnant women, and children under 5 years of age. The Government and the relevant Dinas have worked very hard through food supplementation and fortification programs that have succeeded in reducing the prevalence of ADB, but the results are still above the prevalence rate of 15 indicating that ADB is a common and serious nutritional problem in Indonesia Kurniawan et al., 2006 . Direct iron fortification also decreases organoleptic qualities and shortens the shelf life due to the oxidation and reduction of pH at certain pH conditions, the oxidation of Fe2 to Fe3 . Based on the approach of the problem, the microencapsulation method is seen as a very appropriate method or strategy to protect iron. But before fortification is done, the first thing to do is to find the most effective type of iron for encapsulation using the polymer. Therefore, in this study will be tested the effectiveness of the release control of several types of iron Iron Sulfate, Iron Fumarate, Iron Gluconate using chitosan polymer. Chitosan polymer used in this research because chitosan has properties such as non toxic, biodegradable, biocompatible so suitable for use in the release of controlled drugs in the body. The iron used is ferrous sulfate, ferrous fumarate, and ferrous gluconate. The reason for using this type of iron Because these three types of iron is a type of iron that has a high bioavailability body ability to absorb a compound and iron is a food grade iron which means safe to eat by the body. From this research, the best iron species encapsulated with chitosan are 1 1.5 iron gluconate with EE 80 , initial oxidation 15.2 , loading capacity 1.4 , and also cumulative release reaches 70 and iron gluconate 1 2 with EE value of 82.8 , initial oxidation of 27.1 , loading capacity 2.0 , and also cumulative release reaching 70.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S68542
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan serat rayon termoditikasi
dengan gugus fungsi amida melalui teknik ozonasi dalam udara, yang
memiliki karakter sebagai adsorben ion Iogam berat yang selektif, Serta tahan
terhadap kondisi asam, dan basa_ Gugus peroksida dan hidroperoksida
dibentuk terlebih dahulu pada permukaan serat rayon melalui ozonasi pada
berbagai keoepatan alir dan waktu pengaliran ozon. Selanjutnya, serat rayon
terozonasi dicangkok dengan monomer Nletakrilamida (N|Am) dalam media
gas N2 pada berbagai konsentrasi monomer, vvaktu, dan suhu reaksi.
Optimasi penoangkokkan diperoleh pada konsentrasi monomer
|\/Ietakrilamida 10% (W/W), waktu reaksi 1 jam, dan suhu reaksi 80 OC. Pada
kondisi optimum tersebut, dilakukan pencangkokkan campuran Nletakrilamida
dan N,N’-Ivletilendiakrilamida (NNBA) pada berbagai konsentrasi.
Berdasarkan data spektrum FT-IR, Po|iI\/|Am dan Po|iNNBA telah tercangkok
di permukaan serat rayon. Semakin tinggi kadar pencangkokkan maka
swelling serat rayon-grafbPo|iI\/Ietakrilamida meningkat. Adanya N,N'-
l\/Ietilendiakrilamida (NNBA) pada proses kopolimerisasi menurunkan swelling
serat dalam pH asam maupun basa. Ketahanan serat tercangkok terhadap
kondisi pH asam dan basa memperkuat dugaan bahvva NNBA berperan
sebagai agen pengikat silang. Adanya ikatan silang menurunkan kapasitas
pertukaran ion, untuk serat rayon-graft-PoIiMetakriIamida dan serat rayon-
graft-PoIilvletakrilamida-co-PoliNNBA masing-masing dengan kadarpencangkokkan 229.60 % dan 301.20 % adalah 4.936 mek/gram serat dan
2.131 mek/gram serat. Kedua serat termodiiikasi memiliki selektivitas yang
baik untuk memisahkan Cu” dengan adanya Co” dan Ni” pada pH 5.0.
Selektivitas meningkat dengan adanya ikatan silang, kation Ni” dapat
dipisahkan dari Cuz" dan Co” pada pH 7.0."
Universitas Indonesia, 2007
S30376
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Tiah
"Besi(ll) Glukonat sering ditemukan dalam sediaan-sediaan farmasi sebagai obat anti anemia. Senyawa mi merupakan garam besi(ll) yang dalam bentuk larutannya mudah teroksidasi menjadi besi(lll). Penelitian ml bertujuan untuk menguji pengaruh Asam Askorbat dan Natrium Metabisulfit terhadap stabilitas Besi(ll) Glukonat dalam sediaan sirup multivitamin. Diduga kedua zat tersebut yang mewpakan reduktor kuat dapat meningkatkan stabilitas Besi(l I) Glukonat melalui penghambatan oksidasi besi(ll) menjadi besi(lll). Co Uji stabilitas dilakukan pada penyimpanan suhu kamar (26°C sampai 27°C) terhadap tiga formula sirup, yaltu Formula I : sirup multivitamin yang mengandung Besi(II) Glukoriat tanpa antioksidan (sebagal pembanding); Formula II: sirup multivitamin yang mengandung Besi(H) Glukonat dengan antioksidan Asam Askorbat 1%; Formula Ill: sirup yang mengandung Besi(ll) Glukonat dengan antioksidan Natrium Metabisulfit 0,1% Besi(ll) yang tidak terurai dianalisis dengan metode spektrofotometn. Berdasarkan hasil yang diperoleh, besamya penguraian berupa oksidasi besi(ll) menjadi besi(lll) dari sirup Formula II dan sirup Formula Ill dibandingkan terhadap sirup Formula I. Ternyata besamya oksidasi besi(Il) menjadi besi(lll) paling kecil pada sirup Formula II dibandingkan dengan sirup Formula I dan Ill.

Ferrous Gluconate is often found in pharmaceutical products as anti anaemia drug. This compound is an iron(II) salt which is easily oxydized in its solutions to become iron(lll). The objective of this research is to analyse the effect of Ascorbic Acid and Sodium Metabisulphite addition to the stability of Ferrous Gluconate in multivitamins syrup dosage form. It is considered that these two agents, which are strong reductors, can enhance the stability of Ferrous Gluconate through the retardation and prevention of iron(II) oxidation to become iron(lll). Stability test was conducted in room temperature (26°C to 27°C) toward 3 syrup formulas, Formula I : Multivitamins syrup containing Ferrous Gluconate without addition of antioxidant (as control). Formula Il Multivitamins syrup containing Ferrous Gluconate with addition of 1% Ascorbic Acid. Formula Ill Multivitamins syrup containing Ferrous Gluconate with addition of 0,1% Sodium Metabisuiphite. The remaining of iron(II) was analyzed using spectrophotometric methode. From the results obtained, the extent of degradation, expressed by the oxidation of iron(II) to become iron(III) from Formula II and Formula Ill syrups were compared to Formula I (Control Formula). It was concluded that the oxidation of iron(II) occured the least in Formula II.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1998
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadina Sabila Amany
"ABSTRAK
Fortifikasi pangan dianggap merupakan upaya yang paling sesuai untuk mengurangi penderita anemia akibat kekurangan zat besi atau Anemia Defisiensi Besi ADB. Namun, fortifikasi besi secara langsung dapat menurunkan kualitas organoleptis dan memperpendek masa simpan karena besi mudah mengalami oksidasi pada kondisi pH tertentu. Metode mikroenkapsulasi dipandang sebagai metode yang tepat untuk melindungi besi pada kondisi fluida tubuh, seperti lambung dan usus halus. Untuk mendapatkan mikropartikel yang efektif dalam mengkapsulasi besi II, modifikasi pada jumlah polimer diperlukan. Metode enkapsulasi yang digunakan adalah gelasi ionik yaitu menyalut 0,1g besi fumarat dengan polimer kitosan-alginat yang divariasikan berdasarkan rasio kitosan:alginat 0,5:0,5; 0,75:0,5; 1:0,5; serta 1,25:0,5g. Hasil penelitian menunjukkan efisiensi enkapsulasi terbesar terdapat pada mikropartikel dengan kitosan 1,25g yaitu 62,66 dan loading capacity terbesar pada mikropartikel dengan kitosan 1g yaitu 1.92. Berdasarkan hasil uji karakteristik mikropartikel dengan analisis SEM dan FTIR, dapat diketahui bahwa besi fumarat berhasil terjerap dalam mikropartikel kitosan-alginat. Seluruh mikropartikel menghasilkan pola pelepasan cepat dengan pelepasan kumulatif terendah pada jumlah kitosan 0,5g yaitu 58 dan tertinggi pada kitosan 2,5g yaitu 94. Hasil uji pelepasan dari mikropartikel kitosan-besi fumarat tersalut alginat menunjukan potensi formulasi untuk digunakan dalam fortifikasi pangan yang memilki target pelepasan sistem pencernaan.

ABSTRACT
Food fortification is considered to be the most suitable way to reduce iron deficiency anemia IDA. However, iron fortification can directly decrease organoleptic quality and shorten the shelf life because iron is susceptible to oxidation under certain pH conditions. The microencapsulation method is seen as an appropriate method for protecting iron in the fluid conditions in human body. To obtain microparticles that effective in encapsulating iron II, modification of polymer used is needed. Encapsulation was using 0.1 g of ferrous fumarate and coated with chitosan alginate polymer using ionic gelation method, which is varied on chitosan quantity in the microparticle as 0.5g, 0.75g, 1g, and 1.25g. Microencapsulation with 1.25 g of chitosan resulted the largest encapsulation efficiency as 62.66 and the largest loading capacity from microparticle with 1g chitosan that is 1.92. Based on the result of characteristic test with SEM and FTIR analysis, it can be seen that ferrous fumarate succeed to be encapsulated in chitosan alginate microparticles. Microparticle chitosan ferrous fumarate coated with alginate were found showing variated release profil in pH 7.4 58,8 94,8. Observations on in vitro release test of iron compounds indicate the potential of this formula used as food fortification that target is for digestive system."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karina Febyana
"Telah dilakukan penelitian untuk melihat pengaruh dari penambahan agen ikatan silang terhadap ketahanan air perekat Polivinil Asetat (PVAc). Proses pencampuran agen ikatan silang dengan perekat Polivinil Asetat dilakukan dalam jangka waktu 30 menit hingga 1 jam pada suhu ruang (25-30°C). Agen ikatan silang yang ditambahkan dalam proses ini antara lain aluminium klorida, glioksal, dan boraks dengan konsentrasi sebanyak 1, 3, dan 5 wt%. Melalui uji ketahanan terhadap air, diperoleh jenis agen ikatan silang glioksal dengan komposisi 5 wt% yang paling tahan terhadap air dengan kuat tarik perekat sebesar 98.000 N/m2 setelah direndam selama 8 jam. Selain itu, didukung dengan penambahan densitas dan viskositas yaitu 1,45 gr/cc dan 17,78 mPa.s. Nilai pH yang diperoleh dari pencampuran glioksal dengan perekat polivinil asetat tidak mengalami perubahan signifikan karena kedua bahan sama-sama memiliki pH asam. Selain itu, tidak terjadi perubahan yang signifikan pada hasil FTIR karena ikatan silang terbentuk secara fisik, namun keberadaan glioksal dapat dilihat dengan adanya penurunan gugus fungsi C-O pada PVAc yang sudah ditambahkan glioksal. Selain itu, PVAc murni yang digunakan pada pencampuran dengan agen ikatan silang sudah melewati reaksi polimerisasi yang sempurna dengan nilai kandungan padatan 50,66%.

A study has been achieved to see the effect of the addition of a cross-linking agent on the water resistance of polyvinyl acetate (PVAc) adhesives. The mixing process of crosslinking agent with Polyvinyl Acetate adhesive is carried out within a period of 30 minutes to 1 hour at room temperature (25-30°C). Crosslinking agents added in this process include aluminium chloride, glyoxal, and borax with concentrations of 1, 3, and 5 wt%. Through the water resistance test, it was found that the type of glyoxal crosslinking agent with a composition of 5 wt% was the most resistant to water with a strong adhesive pull of 98,000 N/𝑚2 after being soaked for 8 hours. It is supported by the addition of density and viscosity, namely 1,45 gr/cc and 17.78 mPa.s. The pH value does not change significantly because both materials have an acidic pH. There was no significant change in FTIR results because crosslinking was formed physically, but the presence of glyoxal can be seen by a decrease in the C-O functional group in PVAc that has been added glyoxal. The pure PVAc used with cross-linked agents has gone through a complete polymerization reaction with a solids content value of 50.66%."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ashilla Safiya
"Metode pengering beku dilakukan untuk preparasi matriks kitosan-alginat yang dimuati ekstrak oleoresin dari jahe merah untuk administrasi oral. Metode ini memiliki keuntungan dimana hilang nya zat aktif dalam proses preparasi dapat diminimalisir serta dapat menghasilkan persentase yield dan loading yang tinggi. Jahe telah diteliti mempunyai peran dalam pengobatan kanker, termasuk kanker kolom. Komponen [6]-gingerol dalam jahe telah diidentifikasi mempunyai peran dalam penekanan terhadap proses transformasi, hiperproliferasi, dan inflamasi di tahapan karsinogenesis, angiogenesis, serta metastasis. Scanning Electron Microscopy, X-Ray Diffraction, dan Infrared Spectroscopy digunakan untuk mengkarakterisasi matriks.
Simulasi pelepasan obat in vitro juga dilakukan dalam simulated gastrointestinal fluids yang menghasilkan profil rilis untuk mempelajari efek komposisi kitosan-alginat terhadap rilis dari oleoresin. Alginate terbukti dapat menahan pelepasan oleoresin pada 2 jam pertama. Komposisi rasio kitosan:alginat terbaik yang didapatkan adalah 1:0.5. Profil rilis dari matriks mengindikasi adanya potensi matriks dapat menjadi sistem penghantar obat terkendali dengan kolon sebagai target hantaran dan metode pengeringan beku telah terbukti untuk menghasilkan persentase yield dan loading yang tinggi.

Freeze drying method was used for preparing chitosan alginate matrices loaded with oleoresin extract of red ginger for oral administration. This method has the benefit of minimalizing the loss of active substance during preparation and was also expected to give a high yield and loading result. Ginger has been researched to act as an active substance in the treatment of cancer, including colon cancer. The 6 gingerol content of ginger has been identified to have a role in suppression of transformation, hyperproliferation and inflammation process in carcinogenesis, angiogenesis, and metastasis steps. Scanning Electron Microscopy, X Ray Diffraction, and Infrared Spectroscopy was used to characterize the matrices.
An in vitro drug release simulation was done in simulated gastrointestinal fluids to obtain profile release in order to study the effect of chitosan alginate composition towards oleoresin release. Alginate was able to suppress the release of oleoresin in the first 2 hours. The best composition of chitosan to alginate ratio in matrix obtained was 1 0.5. The release profile obtained indicates the potential of these matrices being used as a controlled drug carrier for colon targeted delivery and freeze drying method was also proven to produce high yield and loading percentage of matrix. Controlled Release of Drugs, Ginger Oleoresin, Chitosan, Alginate, Colon Cancer, Matrix, Freeze Drying
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
LIza
"Separator baterai ion litium berbasis poliolefin memiliki wettability yang buruk dan porositas rendah, sehingga menurunkan kemampuan untuk mempertahankan larutan elektrolit dan mempengaruhi kinerja baterai terkait transportasi ionik dalam separator. Oleh karena itu, pengembangan separator dengan wettability dan porositas yang lebih baik telah menarik minat signifikan untuk meningkatkan kinerja baterai. Penelitian ini menyintesis dan mengkarakterisasi membran separator berbasis selulosa asetat yang di-crosslinking dengan asam sitrat menggunakan metode Non-Solvent Induced Phase Separation (N-TIPS). Selulosa asetat dan DMSO dicampur dan dituang ke pelat kaca, kemudian membran yang dicetak dievaporasi dan direndam dalam bak koagulasi air sebagai non-pelarut. Waktu evaporasi bervariasi pada 90, 120, 150, dan 180 menit untuk mempelajari pengaruhnya terhadap struktur pori membran. Hasil menunjukkan bahwa membran dengan waktu evaporasi 120 menit memberikan keseimbangan optimal antara struktur kimia, kemampuan pembasahan, dan sifat mekanik. Membran ini memiliki porositas 1,28%, sudut kontak terendah (45,1°), konduktivitas ionik yang baik sebesar 0,0276 mS/cm, dan kekuatan tarik 38,987 MPa. Terlebih lagi, membran ini memiliki nilai electrolyte uptake tertinggi sebesar 43,31% dan stabilitas termal yang baik dengan penyusutan yang rendah yaitu sebesar 14,61%. Selain itu, Uji EIS membuktikan bahwa membran berbasis selulosa asetat memiliki kinerja elektrokimia yang unggul dibandingkan separator berbasis poliolefin karena memiliki konduktivitas ionik yang lebih tinggi.

Polyolefin-based lithium-ion battery separators have poor wettability and low porosity, which can reduce their ability to retain electrolyte solution, thereby affecting battery performance due to ion transport within the separator. Therefore, developing separators with better wettability and porosity has attracted significant interest to enhance battery performance through improved ionic transport. This study synthesizes and characterizes cellulose acetate-based battery separators crosslinked with citric acid using the Non-Solvent Induced Phase Separation (N-TIPS) method. Cellulose acetate and DMSO were mixed and cast onto a glass plate, then the cast membrane was evaporated and immersed in a coagulation bath of water as the non-solvent. The evaporation time varied at 90, 120, 150, and 180 minutes to study its effect on membrane pore structure. The results show that the membrane with an evaporation time of 120 minutes provides an optimal balance between chemical structure, wettability, and mechanical properties. This membrane has a porosity of 1.28%, the lowest contact angle (45.1°), a good ionic conductivity of 0.0276 mS/cm, and a tensile strength of 38.987 MPa. Furthermore, this membrane has the highest electrolyte uptake value of 43.31% and good thermal stability with low shrinkage of 14.61%. In addition, EIS testing proves that the cellulose acetate-based membrane has superior electrochemical performance compared to polyolefin-based separators due to its higher ionic conductivity.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tryas Yanuari Tryas Yanuari
"Kitosan merupakan biopoliaminosakarida linear alami bersifat polikationik, biokompatibel, biodegradabel serta bioadhesif sehingga berpotensi besar untuk digunakan dalam sediaan penghantaran obat tertarget. Kitosan dapat berinteraksi dengan gugus anionik membentuk ikatan taut silang ionik. Tujuan penelitian ini adalah formulasi beads kitosan-tripolifosfat menggunakan metode gelasi ionik dengan menggunakan tiga variasi konsentrasi tripolifosfat yang berbeda yaitu 3% (F1), 4% (F2), dan 5% (F3). Beads dikarakterisasi menggunakan Scanning electron microscope, Diffraction scanning calorimeter, X-Ray Diffractometer, dan mikroskop optik dengan hasil menunjukkan F3 sebagai formulasi terbaik berbentuk bulat sferis kuning keemasan serta miliki ukuran diameter rata-rata 1,031 mm. Efisiensi penjerapan obat dari ketiga formulasi secara berurutan yaitu 11,725%; 15,865%; 22,934%. Selanjutnya beads dengan formulasi terbaik disalut dengan HPMCP HP-55 10% (F3C) dan 12% (F3B) dan CAP 10% (F3C) dan 15% (F3D). Pada uji pelepasan obat yang dilakukan berkelanjutan pada tiga medium berurutan yaitu HCl 0,1 N pH 1,2, dapar fosfat pH 7,4, dan dapar fosfat pH 6,8 didapatkan kadar kumulatif obat dari empat formulasi penyalutan berturut-turut sebesar 83,25%; 82,04%; 85,24%; 80,71%. Formulasi terbaik berdasarkan uji pelepasan in vitro yaitu F3C selanjutnya digunakan pada uji pentargetan in vivo. Setelah 2,5 jam beads ditemukan pada usus halus tikus, menunjukkan bahwa formulasi penyalutan beads berhasil mencapai terminal usus halus.

Chitosan is a natural biopolyaminosaccharide linear with polycationic, biocompatible, biodegradable, and bioadhesive characteristics, so it has a big potential as a drug delivery targeted. Chitosan can interract with anionic site in order to form ionic crosslink reaction. The target of this research was to formulate of beads chitosan-tripolyphosphate using ionic gelation method with three variation of cross linker concentration which are 3% (F1), 4% (F2), and 5% (F3). Beads were characterized by SEM, DSC, XRD, and microscope optic. The characteristics results is F3 showed the best beads spherical form with yellow- gold color and have average diameter size 1.0305 mm. The entrapment efficiency drug result were 11.725%; 15.865%; and 22.934% for F1, F2, F3 respectively. Then the best formulations coated with four different confentration which are HPMCP HP-55 10% (F3A); 12% (F3B) and CAP 10% (F3C); 15%(F3D). On the dissolution test were performed sustainable on three consecutive medium is 0.1N HCl pH 1.2, phosphate buffer pH 7.4 and phosphate buffer pH 6.8 earned a cumulative grade coating formulations of drugs in four successive equal to 83.25%; 82.04%; 85.24%; 80.71%. Based on in vitro release study CAP 10% has "choosen as the best coated formulation with cumulative content is 85.24%. Then the best beads coated formulation used for in vivo study. After 2,5 hours beads were found in small intestine, show that the coating formulation successfully to reach the terminal of small intestine.
"
Jakarta: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
S64812
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>