Ditemukan 146699 dokumen yang sesuai dengan query
Ifti Khori Royhan
"
ABSTRACTArms Length Principle ALP sebagai prevailing approach dalam analisis transfer pricing memiliki beberapa kelemahan sehingga muncul gagasan mengenai Global Formulary Apportionment sebagai pendekatan alternatif. Namun, OECD secara tegas menolak pendekatan non-ALP dan menyebutkan bahwa Profit Split Method PSM dapat memberikan solusi atas beberapa kelemahan ALP. PSM sendiri merupakan metode transfer pricing yang dianggap kompleks dengan beberapa kesulitan terutama dalam mengakses informasi afiliasi luar negeri. Kebijakan Country by Country Reporting CbCR mepersyaratkan perusahaan multinasional untuk melaporkan informasi keuangan seluruh anggota grup usaha secara global. Keberadaan informasi dalam kerangka kebijakan tersebut perlu dikaji apakah dapat berguna bagi penerapan PSM. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa qualitative interview dan qualitative document. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PSM di masa datang akan menjadi semakin penting seiring dengan perkembangan perusahaan multinasional dan proyek Anti-BEPS Base Erosion and Profit Shifting. Meskipun, penerapan PSM di Indonesia pada saat ini masih tergolong jarang karena terdapat kesulitan-kesulitan tertentu yang ditemui oleh Wajib Pajak maupun otoritas pajak. Data CbC Report semata-mata tidak dapat dijadikan dasar penerapan PSM karena akan muncul beberapa permasalahan terkait aspek yuridis dan praktis. Namun demikian, CbC Report masih dapat dimanfaatkan oleh Wajib Pajak sebagai dasar penerapan PSM dengan dikolaborasikan dengan data dan informasi lain seperti yang berasal dari dokumen lokal, dokumen induk, dan laporan keuangan.
ABSTRACTArm 39s Length Principle ALP as a prevailing approach in the transfer pricing analysis has several shortcomings so that the idea of Global Formulary Apportionment emerged as an alternative approach. However, OECD has strongly rejected the non ALP approach and said that Profit Split Method PSM can provide solution to some of ALPs weaknesses. PSM itself is a transfer pricing method that is perceived to be complex with some difficulties especially in accessing foreign affiliate information. The Country by Country Reporting CbCR policy requires multinational enterprises MNEs to globally report the financial information of all business group members. The existence of information within the policy framework needs to be assessed as to whether it can be useful for the application of PSM. This research uses qualitative approach with the data collection techniques are qualitative interview and qualitative document. The result shows that PSM will become increasingly important in the future along with the development of MNEs and Anti BEPS Base Erosion and Profit Shifting Project. Even though, the application of PSM in Indonesia at this time is still rare because there are certain difficulties encountered by taxpayers and tax authorities. The data of CbC Report solely can not be used for the basis of PSM application because there will be several problems related to juridical and practical aspects. However, CbC Report can still be utilized by the taxpayers as a basis for PSM application by collaborate it with other data and information e.g. which comes from the local files, master files, and financial reports."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Fany Tri Agustin
"Perencanaan pajak secara agresif yang dilakukan oleh perusahaan multinasional merupakan permasalahan global. Sebagian besar dari transaksi lintas batas terjadi antar pihak yang memiliki hubungan istimewa dalam perusahaan multinasional. Adanya gaps dan celah dalam peraturan domestik dan internasional sering dimanfaatkan untuk mengalihkan laba/keuntungan dari satu negara ke negara lain dengan tujuan untuk mengurangi jumlah pajak yang dibayar. Sebagai langkah melawan praktik penghindaran pajak secara agresif, negara-negara yang tergabung dalam G20 bersama dengan Organization for Economic Corporation and Development (OECD) mendeklarasikan 15 Rencana Aksi yang berkaitan dengan Base Erosion and Profit Shifting (BEPS). khususnya action plan ke-13 mengembangkan peraturan terkait dengan dokumentasi transfer pricing dengan tujuan untuk meningkatkan transparansi dalam administrasi pajak yaitu country reporting. Country-by-country reporting mengharuskan perusahaan multinasional untuk melaporkan pendapatan, pajak dibayar, dan ukuran aktifitas ekonomi di masing-masing yuridiksi dimana mereka melakukan usaha. Laporan tersebut menyediakan informasi kepada grup stakeholder yang akan berguna untuk mengawasi praktik korupsi, corporate governance, pembayaran pajak, dan arus perdagangan dunia. Country-by-country reporting juga dapat menguntungkan investor melalui pengungkapan perusahaan yang beroperasi di wilayah yang keadaan politiknya tidak stabil, tax havens, wilayah peperangan, dan area sensitif lainnya. Meskipun tidak dapat menghentikan semua tindakan penghindaran pajak, namun diharapkan hasil dari country-by-country reporting akan menjamin perusahaan membayar pajak sesuai dengan bagiannya di setiap negara mereka beroperasi, yang artinya menjamin lebih banyak pajak dibayar di negara berkembang. Dengan meningkatnya penerimaan pajak, negara berkembang dapat menciptakan kemandirian untuk mendanai penyediaan jasa dan belanja negara. Sehingga pada akhirnya pengungkapan informasi melalui country-by-country reporting dapat membangun kembali kepercayaan masyarakat kepada negara.
Aggressive tax planning by multinational company become a global problem. A major part of global cross-border transactions happen between related parties in multinational company. This type of transaction is susceptible to abuse gaps and loopholes in domestic and international tax law that allow profit shifting from country to country, with intention of reducing the tax paid. As a measure against aggressive tax planning, the countries incorporated in G20 together with Organization for Economic Corporation and Development (OECD) declare 15 Action Plans related to Base Erosion and Profit Shifting (BEPS). BEPS Action Plan, especially action plan 13th develop the regulation related to transfer pricing documentation to improve transparency in tax administration namely country-by-country reporting. Country-by-country reporting requires multinational company to report annualy income, tax paid and accrued, and measurement of economy activity in each jurisdiction where they perform the business. The report provides information to stakeholder that will be useful to oversees corruption practice, corporate governance, tax payment, and global trading. Country-by-country reporting also can be profitable for the investor through disclosure of company operating in the area with unstable political condition, tax havens, war area, and other sensitive area. Even though country-by-country reporting cannot prevent all of tax evasion, but the result of country-by-country reporting be expected will guarantee the company to pay the tax according to their part in every country where they operate, which means to guarantee more taxes being paid in developing country. With the improvement of tax revenue, developing country can create independence to fund the provision of state service and expenditure. So that, in the end the information disclosure through country-by-country reporting can re-build the trust of society to the state."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Aderua Katinus
"
ABSTRACTPenelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan gambaran umum implementasi peraturan country-by-country report di Indonesia, menganalisis manfaat dari informasi yang terkandung dalam CbC Report bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP), dan implikasi kewajiban pelaporan CbC Report bagi Wajib Pajak. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif desktiptif dengan teknik analisis data kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian ini, terdapat perbedaan ketentuan antara PER-29/PJ/2017 dengan PMK-213/PMK.03/2016 dalam hal notifikasi dan batas waktu penyampaian CbC Report Tahun Pajak 2016. Informasi yang terkandung dalam CbC Report bisa dimanfaatkan oleh DJP untuk melakukan penilaian risiko transfer pricing dan aktivitas lainnya yang terkait dengan BEPS. Namun, hingga tulisan ini dibuat, DJP belum memanfaatkan CbC Report. Padahal, kewajiban pelaporan CbC Report telah menambah compliance cost yang harus ditanggung oleh WP.
ABSTRACTThe objectives of this research are to describe the implementation of country-by-country report regulation in Indonesia, to analyze the use of information contained in CbC Report for Directorate General of Taxes (DGT), and the implication of CbC Report filing obligation to qualified taxpayers. The research method used in this research is descriptive qualitative with qualitative data analysis technique. The result of this research indicates that there are different rules between PER-29/PJ/2017 from PMK-213/PMK.03/2016 in terms of notification and the deadline to file the CbC Report for fiscal year 2016. Information contained in CbC Report can be used in conducting the risk assessment to transfer pricing and other BEPS-related risks. DGT has not used the CbC Report in fact that the CbC Report filing obligation increases the compliance cost of qualified taxpayers."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Sianturi, Debora Hotnida Christina BR
"Fenomena globalisasi memicu pertumbuhan perusahaan multinasional. Kemunculan perusahaan-perusahaan multinasional menimbulkan isu transfer pricing yang sering diselesaikan dengan menggunakan Arm’s Length Principle. Namun, prinsip tersebut tidak selalu dapat menyelesaikan kasus transfer pricing. Kemunculan metode Formulary Apportionment, yang secara garis besar mirip dengan metode Profit Split pada Arm’s Length Principle, diharapkan dapat menyelesaikan kasus transfer pricing. Maka dari itu, penelitian ini membahas tentang perbedaan hakiki antara metode Profit Split pada Arm’s Length Principle dan Formulary Apportionment dalam menyelesaikan kasus Transfer Pricing. Penelitian ini juga membahas tentang prakondisi yang harus disiapkan oleh Indonesia jika ingin menerapkan metode formulary apportionment. Adapun tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis perbedaan hakiki antara metode Profit Split dan Formulary Apportionment, serta menganalisis prakondisi yang harus disiapkan oleh Indonesia jika ingin menerapkan metode formulary apportionment. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif dengan teknik analisis data kualitatif. Pengumpulan data diperoleh dengan melakukan studi literatur dan wawancara mendalam. Setelah melakukan studi pustaka dan wawancara mendalam, diperoleh bahwa perbedaan kedua metode terletak pada prinsip, pengakuan entitas, penggunaan sistem akuntansi, cara pembagian laba, dan tingkat realitas bisnisnya. Terdapat setidaknya dua prakondisi yang harus dihadapi oleh Indonesia jika ingin menerapkan Formulary Apportionment. Prakondisi tersebut antara lain perubahan isi dari undang-undang dan perubahan isi dari tax treaty
The phenomenon of globalization supports the growth of multinational companies. The emergence of multinational companies raises the issue of transfer pricing which is often handled using Arm’s Length Principle. However, this principle does not always resolve transfer pricing cases. The formulary apportionment method, which is similar to Profit Split method on Arm’s Length Principle, is expected to resolve the transfer pricing cases. This study discusses the differences between the Profit Split method in the Arm's Length Principle and Formulary Apportionment in resolving Transfer Pricing cases. This study also discusses the preconditions that must be prepared by Indonesia if Indonesia wants to apply the formulary apportionment method. The purpose of this study is to analyse the intrinsic differences between the Profit Split and Formulary Apportionment methods, and also to analyse the preconditions that must be prepared by Indonesia if Indonesia wants to apply the formulary apportionment method. The research method is descriptive qualitative method with qualitative data analysis techniques. Data collection was obtained by conducting literature studies and in-depth interviews. After conducting a literature study and in-depth interview, it was found that the difference between the two methods lies in principle, entity recognition, the use of an accounting system, the method of profit sharing, and the level of business reality. There are at least two preconditions that must be faced by Indonesia if Indonesia wants to apply the Formulary Apportionment. These preconditions include changes in the content of the law and changes in the content of the tax treaty."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Agnes
"Penelitian ini membahas mengenai implikasi Aksi Base Erosion and Profit Shifting Nomor 13 dalam Regulasi Dokumentasi Transfer Pricing di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif dengan teknik analisis data kualitatif. Implikasi Aksi BEPS 13 dalam regulasi dokumentasi transfer pricing sebagaimana diatur dalam PMK-213/2016, di antaranya adalah bertambahnya compliance cost yang harus ditanggung Wajib Pajak. Implikasi Aksi BEPS 13 dalam regulasi dokumentasi transfer pricing sebagaimana diatur dalam PMK-213/2016 juga terlihat dari pengadopsian beberapa ketentuan baru yaitu penggunaan dokumentasi tiga tingkat three-tiered documentation , penggunaan pendekatan arm's length price setting atau ex-ante basis, nilai threshold atau ambang batas yang baru, pengaturan kerangka waktu ketersediaan dokumentasi transfer pricing, dan penggunaan bahasa dalam dokumentasi transfer pricing. Untuk mengurangi cost of compliance yang harus ditanggung oleh Wajib Pajak, dibutuhkan simplification measures berupa safe harbors yang mengatur jenis-jenis transaksi afiliasi tertentu saja yang diwajibkan untuk menyelenggarakan dokumentasi transfer pricing seperti jenis transaksi afiliasi yang berpotensi melakukan penghindaran pajak.
This study focuses on the implications of Base Erosion and Profit Shifting Action Number 13 in transfer pricing documentation regulation in Indonesia. The research method used in this study is descriptive qualitative with qualitative data analysis technique. The implication of BEPS Action 13 in transfer pricing documentation regulation as stipulated in PMK 213 2016 is the increase of compliance cost that must be borne by Taxpayer. The other implication of BEPS Action 13 in transfer pricing documentation regulation as stipulated in PMK 213 2016 is the adoption of several new provisions, such as the use of three tiered documentation, the use of arm 39 s length price setting approach or ex ante basis, the use of new thresholds, the time frame of the availability of transfer pricing documentation, and the use of language in transfer pricing documentation. To reduce the cost of compliance that must be borne by Taxpayer, it is necessary to set out simplification measures in the form of safe harbors arranging certain types of affiliated transactions that are required to prepare transfer pricing documentation such as affiliated transaction that has the potential to do tax avoidance."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Smita Adinda
"Salah satu bentuk transaksi transfer pricing yang sering terjadi di dalam perusahaan multinasional adalah transaksi pemberian jasa manajemen atau intragroup management services. Jasa manajemen selain diberikan untuk meningkatkan kinerja perusahaan terkadang juga dijadikan sebagai upaya untuk meminimalisir beban pajak global sebuah perusahaan multinasional. Di Indonesia sendiri peraturan mengenai mekanisme transfer pricing diatur dalam PER- 32/PJ/2011, namun dalam PER-32 hanya dijelaskan mengenai penetapan harga pasar wajar untuk transaksi yang bersifat khusus secara keseluruhan.
Penelitian ini bertujuan untuk membahas bagaimana kebijakan dan proses penetapan harga pasar wajar atas transaksi transfer pricing atas intra-group management services yang berlaku di Indonesia. Metode yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan analisis data kualitatif. Data kualitatif didapatkan melalui studi literatur dan wawancara mendalam.
Dari hasil penelitian, kesimpulan yang dihasilkan adalah permasalahan intra-group management services secara khusus belum diatur secara baik di Indonesia dan kebijakan yang ada walau sudah komprehensif dan seusai dengan peraturan yang lazimnya berlaku secara internasional, belum memberikan cukup contoh-contoh kasus tentang bagaimana penetepan harga pasar wajar yang tepat untuk transaksi intra-group management services. Serta banyak kebijakan transfer pricing di India yang dapat menjadi masukan bagi kebijakan di Indonesia.
One form of transfer pricing transaction that are occur inside the multinational company is the intra-group management service. The intra-group management services are provided not only to improve the company?s performance but sometimes also used as an effort to minimize the company's global tax burden. In Indonesia legislation on transfer pricing mechanism set out in PER-32/PJ/2010, but in PER-32 there is only description regarding on how to determine an arm's length price for special nature transaction as a whole. This study aims to discuss on how to determine an arm?s length price for intra-group management services transactions in Indonesia. Research method used in the research is qualitative approach with qualitative analysis. Qualitative data is gathered from literature study and in-depth interview. Based on the research, can be concluded that intra-group management services issue has not been properly regulated in Indonesia and the existed regulations even though have been comprehensively regulated and have followed the track of international best practice there seems to exists some lacks of examples on how to determine an arm?s length price for intra-group management services. Nonetheless there are many of India?s transfer pricing rules that can be applied in Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Lilik Adik Kurniawan
"Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh adanya potensi dilakukannya transfer pricing dan adanya insentif pajak di tax haven country terhadap kemungkinan perusahaan melakukan cross broder acquisition. Penelitin ini meneliti aktivitas akuisisi perusahaan di Asia pada tahun 2012-2014 dengan menggunakan sampel perusahaan non keuangan di Asia dengan total observasi 1.562 perusahaan selama periode 2012-2014.
Metode pengumpulan sampel perusahaan dilakukan dengan metode purposive sampling. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi logistik Binary Logistic Regresion.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi adanya transfer pricing memengaruhi keputusan perusahaan untuk melakukan cross border acquisition. Serta, kemungkinan perusahaan melakukan cross border acquisition menunjukkan tingkat lebih kecil jika perusahaan target berada pada tax haven country.
This study aimed to investigate the effect of the potential does transfer pricing and tax incentives in the tax haven country to the possibility of cross broder company acquisition. This experiment examines the company's acquisition activities in Asia in the period of 2012 2014 in using a sample of non financial companies with a total of 1,562 observations during those period. The company's method of sample collection is done by purposive sampling method. Analysis of the data in this study is using logistic regression analysis Binary Logistic Regresion. The results showed that the potential transfer pricing affect the company's decision to carry out cross border acquisition. As well, the possibility of companies doing cross border acquisition shows a smaller level if the target company is located in a tax haven country."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2017
S62756
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Nydia Natarina
"Sengketa pajak yang sering terjadi antara Wajib Pajak dengan Direktorat Jenderal Pajak disebabkan karena perbedaan pendapat, salah satunya perbedaan penerapan metode transfer pricing. Penerapan metode transfer pricingmerupakan salah satu tahapan Wajib Pajak dalam penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis argumentasi antara PT Y dengan DJP terhadap penerapan the most appropriate yang digunakan dalam prinsip kewajaran dan kelaziman usaha pada transaksi pembelian barang dagang oleh PT Y Tahun 2020. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan teknik pengumpulan data dengan studi literatur dan studi lapangan berupa wawancara mendalam. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa the most appropriate method untuk transaksi pembelian PT Y dengan pihak afiliasi adalah metode Transactional Net Margin Method (TNMM). Metode Transactional Net Margin Method (TNMM) lebih tepat untuk diterapkan karena penerapan di tingkat laba operasi tidak terlalu dipengaruhi oleh berbagai perbedaan transaksional terkait dengan harga. Selanjutnya, metode ini lebih toleran terhadap perbedaan fungsi dibandingkan dengan pengujian di tingkat laba kotor karena perbedaan fungsi akan tercermin pada beban operasi dimana dengan melakukan perhitungan atas beban operasi dapat mereduksi perbedaan fungsi yang ada, dimana PT Y melakukan fungsi pemasaran, periklanan, dan promosi serta kegiatan aktivitas subkontrak sehingga memberikan penambahan nilai terhadap fungsi dari produk yang didistribusikan tersebut. Transactional Net Margin Method (TNMM) pun lebih tepat digunakan jika rincian terkait informasi pencatatan akuntansi tidak tersedia sebagaimana PT Y mengalami kesulitan dalam menganalisis dan keterbatasan untuk melihat secara rinci berkaitan dengan komponen yang berada pada laporan keuangan pembandingnya serta hanya berdasarkan pada asumsi saja. Selain itu, adanya biaya yang terletak di dalam beban operasi sehingga pengujian kewajaran di tingkat laba operasi lebih tepat.
Tax disputes that often occur between taxpayers and the Directorate General of Taxes are caused by differences of opinion, one of which is the difference in the application of the transfer pricing method. The application of the transfer pricing method is one of the stages of the taxpayer in applying the principles of fairness and business practice. The purpose of this study was to analyze the arguments between PT Y and DGT regarding the application of the most appropriate which is used in the principles of fairness and business practice in the purchase of merchandise transactions by PT Y in 2020. The research was carried out using a qualitative approach and data collection techniques using literature and research. field in the form of in-depth interviews. The results of this study indicate that the most appropriate method for PT Y's purchase transactions with affiliated parties is the Transactional Net Margin Method (TNMM). The Transactional Net Margin Method (TNMM) method is more appropriate to apply because the application at the operating profit level is not too affected by various transactional differences related to prices. Furthermore, this method is more tolerant of differences in functions compared to testing at the gross profit level because differences in functions will be reflected in operating expenses whereby calculating operating expenses can reduce the differences in existing functions, where PT Y performs marketing, advertising and promotion functions as well subcontracting activities so as to provide added value to the function of the distributed product. The Transactional Net Margin Method (TNMM) is also more appropriate to use if details related to accounting recording information are not available as PT Y has difficulties in analyzing and has limitations in seeing in detail related to the components in its comparative financial statements and is only based on assumptions. In addition, there are costs that are included in operating expenses so that the test for fairness at the level of operating profit is more appropriate."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Deo Damiani
"Penelitian ini berfokus mengenai analisis transfer pricing terkait transaksi intra-group financing di Indonesia dengan melakukan studi kasus pada Grup Usaha Perusahaan Penyedia Kendaraan PT MMM Tbk. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Pengumpulan data dilakukan melalui studi literatur baik dari data dokumentasi transfer pricing yang dimiliki oleh grup usaha MMM Tbk, putusan pengadilan di Indonesia yang terkait dengan transaksi intragroup financing, dan wawancara mendalam. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi yang dilakukan dalam analisis transfer pricing pada grup usaha PT MMM Tbk dapat dijadikan pertimbangan bagi manajemen dalam melakukan kebijakan intragroup financing. Selain itu, dalam sudut pandang peraturan perpajakan Indonesia serta praktik yang berlaku di Indonesia, penggunaan analisis transfer pricing intragroup financing yang dilakukan oleh PT MMM Tbk dan anak usaha perlu memperhatikan beberapa kelengkapan khususnya mengacu kepada Draft Discussion OECD terkait intragroup financing serta putusan-putusan pengadilan yang ada dalam rangka untuk meminimalisir terjadi risiko sengketa perpajakan dalam transaksi intragroup financing. Selain itu, dalam sudut pandang peraturan perpajakan Indonesia serta praktik transfer pricing intragroup financing, penggunaan analisis terkait transaksi intragroup financing yang dilakukan oleh PT MMM Tbk dapat diterima.
The focus of this study is the analysis on intragroup financing transactions in Indonesia based on the case study in MMM Tbk Group. The study used qualitative approach with descriptive design. Data collection is based on literature studies specifically refers to the case study of group MMM Tbk, Tax Court decision in Indonesia and in-dept interview. The result of this study shows that implementation of transfer pricing analysis on intragroup financing transactions and suggestion for management when deciding policy related to intragroup financing. Furthermore, from the perspective of tax regulation and practice in Indonesia, in the analysis used by MMM Group there are several considerations based on the OECD Draft Discussion regarding intragroup financing and Indonesian tax court decisions to minimalize risk for tax dispute. Moreover, in the view of Indonesia tax regulation and practice, the use of arm`s length principle for intragroup financing by MMM Group is acceptable."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T54673
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Jesselyn Audrye Fun
"Skripsi ini bertujuan menganalisis implementasi kebijakan dokumentasi transfer pricing berdasarkan ketentuan terbaru di Indonesia sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 213/PMK.03/2016 dan permasalahan-permasalahan yang dihadapi pihak Wajib Pajak dan pihak pemerintah dalam mengimplementasikan kebijakan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan studi lapangan. Penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi kebijakan ini ditentukan oleh dua hal yaitu isi kebijakan dan lingkungan implementasi yang jika dilihat dari keduanya belum secara keseluruhan terpenuhi sehingga terdapat masalah-masalah yang timbul dalam pengimplementasiannya. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh Wajib Pajak dan pemerintah antara lain adalah keterbatasan sumber daya, kurangnya kepastian hukum hingga tingginya biaya-biaya yang dikeluarkan.
This thesis aims to analyze the implementation of the latest transfer pricing documentation policy in Indonesia as stipulated in Regulation of the Minister of Finance No. 213/PMK.03/2016 and the problems faced by the Taxpayer and the government in implementing the policy. The research method used in this study is qualitative method with data collection technique through literature study and field study. This research indicates that the implementation of this policy is determined by two things which are content of the policy and context of implementation which if seen from both has not been fully fulfilled, resulting problems arise in the implementation. The problems faced by both Taxpayer and government includes limited human resources, the lack of legal certainty also the high cost incurred"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library