Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20346 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"PURPOSE: To evaluate and compare the clinical outcomes and hospital costs of using sutureless aortic valves vs conventional stented aortic valves.
METHODS: Between 2007 and 2011, 52 elderly patients undergoing aortic valve replacement for aortic stenosis in our center had a sutureless valve inserted. From among 180 patients who had a stented valve inserted during the same period, 52 patients were matched to the sutureless group, based on age, gender, and operation type. We compared clinical outcomes and hospital costs between the two groups.
RESULTS: The sutureless group had a higher Euroscore (logistic Euroscore I) risk (12,8 vs 9,7; pā€‰=ā€‰0,02), with significantly shorter aortic cross-clamp (ACC) time (p<0,01), cardiopulmonary bypass (CPB) time (p<0,01), intensive care unit stay (p<0,01), intubation time (p<0,01), and overall hospital stay (p=0.05). The sutureless group also revealed a significant hospital cost saving of approximately 8200 (p=0,01).
CONCLUSIONS: The clinical and hemodynamic outcomes of using the sutureless bioprosthesis were excellent. The reduced ACC and CPB times had a favorable effect on the duration of intubation and intensive care stay, resulting not only in faster recovery and discharge home, but also in a significant hospital cost reduction."
Tokyo: Springer, 2017
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"PURPOSE: Familial adenomatous polyposis (FAP)-associated desmoid tumor (DT) is sometimes life threatening. However, the optimal treatment for DTs has not been established. The aim of this study was to analyze the outcomes of surgical and pharmacological treatments for DT in Japanese FAP patients.
METHODS: We retrospectively reviewed the data of 303 patients who underwent colectomy for FAP between 2000 and 2012. We analyzed 41 patients with DTs in which the location was apparent. The selection of treatment for intra-abdominal DTs was also evaluated according to Churchs classification.
RESULTS: Surgery was frequently used to treat extraabdominal DTs. Multimodal treatments, including surgery, and the administration of non-steroidal antiinflammatory drugs, hormonal therapy, and chemotherapy were widely used for intra-abdominal DTs. The most effective pharmacological treatment was cytotoxic chemotherapy, which was associated with a response rate of 45.5% and a disease control rate of 72.7%. After a median follow-up period of 53.0 months, the 5-year DT-specific survival rate in patients with stage IV disease was 71.4%; in contrast, the rate in patients with other stages was 100%. Four-stage IV patients died of DT due to uncontrollable rapid progression. No cytotoxic chemotherapy was administered; however, incomplete resection was performed in three cases.
CONCLUSION: Our findings will provide clues that may help physicians in selecting the optimal strategy for this rare disease."
Tokyo: Springer, 2017
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Bridgman, Robert F.
Oxford: Oxford University Press, 1979
362.11 BRI h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sumiarsih Pujilaksani
"Peningkatan biaya pelayanan kesehatan merupakan permasalaban yang dihadapi oleh banyak negrua di belaban dunia. Di Indonesia, pada kurun waktu antara tahun 1995 1arnpai dengan tahun 2002, teloh teljadi kenaikan biaya pelayanan kesehatan yang !rastis. Biaya pelayanan kesehatan indonesia tahun 1995 tercatat 5.8 trilyun dan neningkat menjadi 41 ,8 tri1yun pada tahun 2002. Pengeluaran biaya pelayanan kesehatan li Amerika Serikat pada tahun 2011 nanti diperkirakan meneapai 2.8 trilyun usd, yang berarti naik dari 1.3 trilyun di tahun 2000.
Sehagai respons terhadap biaya pelayanan kesebatan yang terus meningkat, baik pemerintah ataupun perusahaan asuransi besar di berhagai negara mengembangkan berbagai upaya pengendalian biaya. Salah satu cara yang digunakan adalah dengan nengembangkan sistem pembayaran prospektif sebagni altematif sistem pembayaran jasa per pelayanan (JPP).
Di Indonesia sistem pembayaran prospektif telah direrapkan oleh beberapa pihak penyelenggara jaminan pemeliharaan kesehatan seperti PT. Jamsostek (persero) yang nenerapkan sistem pembayaran paket per hari (PPH) untuk kasus rawat inap, dan Dinas Cesehatan DKI Jakarta yang menerapkan sistem pemhayaran paket per diagnosis yang lisebut sebagai paket pelayanan kesebatan esensial (PPE).
Hasil yang diharapkan dari penerapan sistem pembayaran di atas adaloh biaya kasebatan menjadi lehih efisien ibandingkan dengan sistem JPP. Apakah sistem pembayaran tersebut efektif dalam 1engendalikan biaya rawat inap dibandingkan dengan sistem JPP l belum diketahui.
Penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan di atas. Rancangan penelitian ini ada.iah penelitian survey yang analisisnya dilakukan ecara kuantitatif. Data yang digunakan adalah data primer berupa basil penelusuran okurnen rumah sakil. Ruang lingkup penelitian dibatasi hanya illltuk kasus demam tphoid (tilus) dan demam berdarah denue (DBD) di kelas Ill RS X tahun 2005. Sampel enelitian adalah semua kasus tifus dan DBD yang dirawat di ke!as Ill yang tidak 1empunyai penyulit atau penyakit penyerta.
Penelitian ini melibatkan 437 kasus, yang terdiri dari 379 kasus DBD dan 54 asus tifus. Dari 437 kasus, ada sejumlah 298 merupakan jaminan Dinkes DKI, 92 kasus uninan PT. Jamsostek dan sisanya merupakan jaminan asuransi kesehatan atau erusahaan lain yang menerapkan sistem pembayaran JPP. Berdasarkan basil analisis cara univariat dan bivariat, didapatkan bahwa secara statistik ditemukan perbedaan ang signifikan antara lain hari rawat kasus DBD, pada kelompuk kasus yang dijumlah dengan sistem paket per hari dengan JPP. Berdasarkan hasil uji t independen antara kelompok sistem paket per diagnosis (PPE) dengan JPP, diperoleh basil adanya erbedaan yang signi:fikan antara rata-rata biaya rawat inap kelompok sistem PPE dengan PP. Hal ini berarti bahwa secara statistik terbukti sistem PPE yang diterapkan oleh tinkes DKI efektif untuk mengendalikan biaya rawat inap pada kasus tifus
Disarankan bagi universitas untuk beketjasama dengan organisasi profesi asuransi kesehatan, untuk melakukan penelitian serupa dengan ruang lingkup penelitian yang iperluas~ sebagai dasar pengembangan sistem pembayaran prospektif di Indonesia. Kepada Dinkes DKI Jakarta, disarankan agar seluruh tagihan rumah sakit dapat didokumentasikan secara lengkap dalam sistem data base sehingga dapat dimanfaatkan ntuk evaluas dan merubuat standar obat seperti yang dilaknkan oleh PT. Jamsostek sebagai tambahan usaha pengendalian biaya selain penerapan sistem pembayaran paket or diagnosis. Kepeda PT Iamsostek disarankan dapat meruperluas cakupan pelayanan kehatan dalam paket per hari, sehingga dapat lebih efektif. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T32463
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erdayani
"Skripsi ini membahas analisis umur, jenis kelamin, wilyah tempat tinggal dan diagnosis terhadap utilisasi klaim Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Bapel JPKM PT X di RS P. Penelitian ini adalah penelitian deskriptik analitik dengan desain cross sectional atau potong lintang. Hasil penelitian menyarankan perlu memperhatikan factor lain selain factor usia, jenis kelamin, wilayah tempat tinggal dan diagnosis. Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah lama hari rawat dan penyedia layanan kesehatan.

This study analyzes age, gender, country of resident and diagnosis of disease of participants on the level of utilization and claim cost in Health Maintenance Program in Bapel JPKM PT X di RS P. This is describe about descriptic analytical study use cross sectional design. The results of this study suggest that is a need to consider other factors beside at gender, age, contry of residence and diagnosis. Some factors need to be concerned are length of stay and type of health care providers."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S44689
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sallimar Salim M.
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh tersisanya anggaran JPSBK bantuan Pemda DKI tahun 2001 di RSUD Tarakan sebanyak Rp.383.647.977 yang belum sempat dimanfaatkan oleh Keluarga Miskin (Gakin) dan dikembalikan kepada Pemda DKI Jakarta, sementara adanya Rumah Sakit yang mengeluh tentang kurangnya data dalam pelayanan Gakin. Seperti diketahui anggaran JPSBK diturunkan pemerintah ke Rumah Sakit untuk pelayanan keluarga miskin secara cuma-cuma melalui program Kartu Sehat. Ada dua macam anggaran yang diturunkan ke RSUD yakni anggaran JPSBK dari Pemda DKI Jakarta dan anggaran dari APBN berupa anggaran Subsidi BBM dengan prosedur dan waktu pertanggung jawaban yang berbeda. Dibandingkan dengan dua (2) RSUD lainnya yakni RSUD Koja dan RSUD Budhi Asih anggaran tersebut dapat diserap secara penuh. Melihat kenyataan tersebut diatas perlu dilakukan suatu analisis sejauh mana pemanfaatan RSUD Tarakan oleh Gakin bila dikaitkan dengan anggaran JPSBK yang tersedia dengan tujuan mengidentifikasi faktor-faktor dari Rumah Sakit baik dari organisasinya maupun dari providernya serta dari Gakin sendiri.
Penelitian merupakan penelitian kualitatif dari faktor-faktor Rumah Sakit dan penelitian kuantitatif dari 107 orang Gakin yang mempunyai Kartu Sehat dari 3 kelurahan yang berjarak dekat dengan RSUD Tarakan. Hasil penelitian kualitatif menunjukkan bahwa RSUD Tarakan telah menjalankan fungsi manajerialnya cukup baik dengan pembentukan Tim, Adanya Prosedur Tetap Pelayanan, Kebijakan Direktur tentang pelayanan Gakin. Tersisanya anggaran bantuan JPSBK kemungkinan disebabkan adanya kecenderungan menggunakan anggaran APBN terlebih dahulu yang mempunyai prosedur yang lebih jelas dan fleksibel. Hal-hal yang perlu mendapat perhatian RSUD Tarakan yang bisa mempengaruhi juga penyerapan anggaran yakni belum meratanya sosialisasi tentang anggaran JPSBK, masih kurangnya koordinasi dengan Dinas Kesehatan Tingkat II dalam rangka sosialisasi anggaran dan sikap dalam pelayanan serta kurangnya fleksibiiitas dalam penerimaan pasien Gakin baru Rawat jalan di Loket penerimaan karena dalam petunjuk pelaksanaan diharuskan ada rujukan dari puskesmas.
Hasil penelitian kuantitatif di tiga Kelurahan Kecamatan Tambora kemungkinan juga akan mempengaruhi peayerapan anggaran di RSUD Tarakan karena hanya 49.5 % Gakin yang memanfaatkan kartu sehatnya di RSUD Tarakan sementara yang tidak memanfaatkan sebagian besar disebabkan oleh tidak mengerti dalam penggunaan Kartu Sehat dan memilih menggunakan fasilitas kesebatan lain. Secara statistik ada hubungan yang sangat bermakna antara pengetahuan kartu sehat dengan pemanfaatan pelayanan RSUD Tarakan. Sebanyak 44,4 % (4 orang) yang dirawat inap mengeluh pelayanan kurang baik dengan harapan pelayanan dengan senyum dan ramah.
Saran diberikan kepada RSUD Tarakan untuk menindak lanjuti hal-hal yang ditemukan dalam penelitian ini. Perlu intervensi dari Pemda DKI dalam perbaikan kebijakan pertanggungjawaban anggaran JPSBK petunjuk pelaksanaan serta prosedur pengganaannya serta penajaman sasaran Gakin dan perubahan nama Kartu Sehat. Untuk Depkes diperlukan kebijakan sosialisasi anggaran yang berasal dari Subsidi BBM."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2000
T7734
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sekar Inas Pratiwi
"Bed Occupancy Ratio (BOR) Rumah Sakit Hermina Bekasi setiap tahunnya mengalami peningkatan, begitupula dengan jumlah pasien yang masuk rawat inap melalui instalasi gawat darurat. Peningkatan ini menyebabkan adanya penumpukan pasien boarding di instalasi gawat darurat yang belum dapat ditransfer ke ruang rawat inap. Penelitian ini menganalisis proses boarding dan transfer pasien dari IGD ke rawat inap melalui pendekatan lean six-sigma dengan teknik time motion study kepada 30 pasien. Pendekatan lean memperlihatkan persentase aktivitas value added dan non value added sedangkan six sigma memberikan gambaran variasi kegiatan pada proses.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien membutuhkan waktu selama 2 jam 31 menit 48 detik dalam proses boarding dan transfer dengan persentase aktivitas value added 20,77 dan non value added 79,23. Berdasarkan analisis 5whys didapatkan akar penyebab masalah yaitu pemulangan pasien yang belum terencana.

Every year, Bed Occupancy Ratio (BOR) of Hermina Hospital Bekasi has increased, as well as the number of patients who admitted to the hospital through emergency room. This increase leads to the buildup of boarding patients at emergency departments that can not be transferred to the inpatient room. This study analyzes the boarding and transfer of patients from ED to inpatient room through lean six sigma approach with time motion study from 30 patients. The lean approach shows the percentage of value added and non value added activities while six sigma provides an overview of the activity variations in the process.
The results showed that the patient took 2 hours 31 minutes 48 seconds in the process of boarding and transfer with the percentage of value added activities 20.77 and non value added activities 79.23. Based on 5whys analysis, the root cause of the problem is the unplanned discharge patient.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutauruk, Susi Mariana
"Survey BPS menunjukkan ballwa secara nasional, rata~rata biaya perbulan yang dikeluarkan rumah tangga untuk rawat jalan adalah Rp l5.667,00.- dan propinsi yang memiliki rata-rata biaya rawat jalan perbulan tertinggi adalah DKl Jakarta (Rp36.506,00.-). Sebenarnya biaya-hiaya tersebut dapat dikurangi hila masyarakat memiliki perilaku yang menguntungkan kesehatan dirinya dan keluarganya misalnya dengan menyusui bayinya secara ASI eksidusif srunpai 6 bulan tanpa makanan dan minuman lain kecuali obat dan vitamin, Pemerintah menargetkan penggunaan ASI eksklusif menjadi 80% pada tahun 2000 namun keoyataannya data SDKJ menUI1iukkan bahwa pada tahun 2002 terdapat hanya 39~5% ibu yang menyusui bayinya secara eksklusif dan bayi Indonesia rata-rata hanya mendapat ASI eksklusif sampai usia I ,6 bulan saja. Bayi yang mendapat ASI eksklusif selama 4-5 bulan hanya 14%. Penelitian yang dilakukan Yayasan HeUen KeUer Intemasional tahun 2002 menunjukkan bahwa persentase Jama pemberian ASI ekslusif di Jakarta selama 4-5 bulan hanya 3%.
Penelitian ini merupakan evaluasi ekonomi yang bertujuan metlhat gambaran dan perbandingan biaya pemberian AS! eksklusif dan pemberian susu fonnuia pada bayi umur 4 bulan, perbandingan dan perbedaan biaya rawat jalan kedua kelompok tersebut temmsuk. pcrbt:daan frekuensi sakit, lama hari sakit, frekuensi rawat jalan antara kedua kclompok itu dan menghitung penghematan biaya rawar jalanflya. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan stud! cross~secOonal, dengan jumlah sampEL minimum masing-masing kelompok adalah 21 orang bayi berumur 4 bulan yang datang ke praktek dokter spesialis anak RB Alvernia RaWlU!Iangun Jakarta Timur bulan Maret April2007.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata biaya pemberian ASI eksldusif adalah Rp 2.164.219.- dan rata-rata biaya pemberian susu fonnula Rp 3.558.470.-. Sedangkan rata-rata biaya rawat jalan bayi dengan ASI eksklusif adalah Rp 98.720, dan rata-ratanya pada bayi dengan susu formula adalah Rp 165.857.- (rntio I : 1,7) Perhitungan cost saving adalah selisih antara cost without programe dan cost with programe yang besamya adalah Rp 1.461.388.-. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada perbadaan bermakna antam kedua biaya rawat jalan ini.
Rata-rata frekuensi sakit dan frekuensi rawat jalan pada bayi ASI eksldusif adalah 0,7 dan susu formula adalah 1,0. Sedangkan rata-rata lama bali sakit pada bayi dengan ASI eksklusif adalah 2 bali, dan susu formula adalab 4 bali. Hasil uji statistik menunjukkun tidak ada perbedaan bermakna frekuensi sakit, frekuensi rawat jalan dan lama hari sakit antara bayi dengan ASI eksklusif dan bayi dengun susu formula 0-4 bulan. Artinya semua perbedaan yang teljadi hanyalah by clumce atau faktor kebetulan belaka dan diduga disebabkan jurniah sampel yang kecil.
Akkirnya disarankan agar penelitian ini dapat diianjutkun oleh peneliti lain untuk menghitung cost benefit ASI eksklusif secara komperhensif baik rawat inap dan mwat jalan, dengan menggunakan opportunity cost yang sebenamya. Juga diharapkun penelitian ianjutan dengan sampel yang lebih besar dan variatif yang mungkin dapat rnenghasilkan uji statistik yang signifikan.

BPS survey shows that nationally, average month expenditure that domestic expend for outpatient is Rp. 15.667 .00.- and province that bas the highest average outpatient expenditure is DKI Jakarta (Rp. 36.506,00.-). Actually those costs could decreased if public has health benefit behavior and their family such as breast: feeding with exclusive ASI to 6 months without foods and other drinks except medication and vitamins, Government 1s targeting exclusive ASI to 80% in 2000 but apparently SDKI data shows that in 2002 there's only 39,5% mother who breastfeeding their children exclusively and averagely Indonesian baby only got exclusive ASI only until 1,6 months. Baby that got exclusive ASI for 4-5 months is only 14%. Research conducted International Hellen Keller Foundation year 2002 shows that exclusive ASI duration percentage in Jakarta for 4-5 months only 3%.
This research is an economical evaluation that aim to see description and equivalent cost of ASI exclusive t,-,}ver and giving formula milk to 4 months baby, equivalence and difference of outpatient cost those two groups include sick frequency difference. sick day duration. outpatient frequency between those two groups and calculating economize outpatient cost. Tills research conducted by using cross sectional study design, with minimal total sample from each groups are 21 babies with 4month ages that come to specialty doctor practice of children at RB Alvernia Rawamangun East Jakarta month March-April 2007.
Research result shows average exclusive ASI cost giver is Rp. 2.164.219 and average formula of milk giver is Rp. 3.558.470. While average outpatient cost of haby with exclusive ASI is Rp. 98.720, and average on baby with formula milk ir.Rp. 165.857 {ratio 1 : J, 7). Cost saving calculation is difference between costs without program and cost with program as much as Rp. l.46L388. Statistical test result shows that there is no significance difference between those two outpatient cost.
Average sick frequency and outpatient frequency on baby with exclusive ASI is 0,7 and formula milk is 1,0. While average sick duration on baby with exclusive ASI is 2 days, and formula milk is 4 days. Statistic test result shows that there is no significance difference of sick frequency~ outpatient frequency and sick duration between baby with exclusive ASI and baby with formula milk 0-4 months. It means all the difference that occurred is only by chance or completely coincidence and estimated cause by minor total samples.
Finally, suggested for other researcher continue this research to determine cost benefit of exclusive ASI comprehensively include inpatient and outpatient with using the real opportunity cost. Suggested too the continues research using a larger samples and more variative. so that maybe statistical test result become significant.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T32488
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cambridge, UK: Ballinger, 1985
338.43 HEA
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>