Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 23012 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"PURPOSE: To evaluate and compare the clinical outcomes and hospital costs of using sutureless aortic valves vs conventional stented aortic valves.
METHODS: Between 2007 and 2011, 52 elderly patients undergoing aortic valve replacement for aortic stenosis in our center had a sutureless valve inserted. From among 180 patients who had a stented valve inserted during the same period, 52 patients were matched to the sutureless group, based on age, gender, and operation type. We compared clinical outcomes and hospital costs between the two groups.
RESULTS: The sutureless group had a higher Euroscore (logistic Euroscore I) risk (12,8 vs 9,7; p = 0,02), with significantly shorter aortic cross-clamp (ACC) time (p<0,01), cardiopulmonary bypass (CPB) time (p<0,01), intensive care unit stay (p<0,01), intubation time (p<0,01), and overall hospital stay (p=0.05). The sutureless group also revealed a significant hospital cost saving of approximately 8200 (p=0,01).
CONCLUSIONS: The clinical and hemodynamic outcomes of using the sutureless bioprosthesis were excellent. The reduced ACC and CPB times had a favorable effect on the duration of intubation and intensive care stay, resulting not only in faster recovery and discharge home, but also in a significant hospital cost reduction."
Tokyo: Springer, 2017
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"PURPOSE: Familial adenomatous polyposis (FAP)-associated desmoid tumor (DT) is sometimes life threatening. However, the optimal treatment for DTs has not been established. The aim of this study was to analyze the outcomes of surgical and pharmacological treatments for DT in Japanese FAP patients.
METHODS: We retrospectively reviewed the data of 303 patients who underwent colectomy for FAP between 2000 and 2012. We analyzed 41 patients with DTs in which the location was apparent. The selection of treatment for intra-abdominal DTs was also evaluated according to Churchs classification.
RESULTS: Surgery was frequently used to treat extraabdominal DTs. Multimodal treatments, including surgery, and the administration of non-steroidal antiinflammatory drugs, hormonal therapy, and chemotherapy were widely used for intra-abdominal DTs. The most effective pharmacological treatment was cytotoxic chemotherapy, which was associated with a response rate of 45.5% and a disease control rate of 72.7%. After a median follow-up period of 53.0 months, the 5-year DT-specific survival rate in patients with stage IV disease was 71.4%; in contrast, the rate in patients with other stages was 100%. Four-stage IV patients died of DT due to uncontrollable rapid progression. No cytotoxic chemotherapy was administered; however, incomplete resection was performed in three cases.
CONCLUSION: Our findings will provide clues that may help physicians in selecting the optimal strategy for this rare disease."
Tokyo: Springer, 2017
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Bridgman, Robert F.
Oxford: Oxford University Press, 1979
362.11 BRI h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sumiarsih Pujilaksani
"Peningkatan biaya pelayanan kesehatan merupakan permasalaban yang dihadapi oleh banyak negrua di belaban dunia. Di Indonesia, pada kurun waktu antara tahun 1995 1arnpai dengan tahun 2002, teloh teljadi kenaikan biaya pelayanan kesehatan yang !rastis. Biaya pelayanan kesehatan indonesia tahun 1995 tercatat 5.8 trilyun dan neningkat menjadi 41 ,8 tri1yun pada tahun 2002. Pengeluaran biaya pelayanan kesehatan li Amerika Serikat pada tahun 2011 nanti diperkirakan meneapai 2.8 trilyun usd, yang berarti naik dari 1.3 trilyun di tahun 2000.
Sehagai respons terhadap biaya pelayanan kesebatan yang terus meningkat, baik pemerintah ataupun perusahaan asuransi besar di berhagai negara mengembangkan berbagai upaya pengendalian biaya. Salah satu cara yang digunakan adalah dengan nengembangkan sistem pembayaran prospektif sebagni altematif sistem pembayaran jasa per pelayanan (JPP).
Di Indonesia sistem pembayaran prospektif telah direrapkan oleh beberapa pihak penyelenggara jaminan pemeliharaan kesehatan seperti PT. Jamsostek (persero) yang nenerapkan sistem pembayaran paket per hari (PPH) untuk kasus rawat inap, dan Dinas Cesehatan DKI Jakarta yang menerapkan sistem pemhayaran paket per diagnosis yang lisebut sebagai paket pelayanan kesebatan esensial (PPE).
Hasil yang diharapkan dari penerapan sistem pembayaran di atas adaloh biaya kasebatan menjadi lehih efisien ibandingkan dengan sistem JPP. Apakah sistem pembayaran tersebut efektif dalam 1engendalikan biaya rawat inap dibandingkan dengan sistem JPP l belum diketahui.
Penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan di atas. Rancangan penelitian ini ada.iah penelitian survey yang analisisnya dilakukan ecara kuantitatif. Data yang digunakan adalah data primer berupa basil penelusuran okurnen rumah sakil. Ruang lingkup penelitian dibatasi hanya illltuk kasus demam tphoid (tilus) dan demam berdarah denue (DBD) di kelas Ill RS X tahun 2005. Sampel enelitian adalah semua kasus tifus dan DBD yang dirawat di ke!as Ill yang tidak 1empunyai penyulit atau penyakit penyerta.
Penelitian ini melibatkan 437 kasus, yang terdiri dari 379 kasus DBD dan 54 asus tifus. Dari 437 kasus, ada sejumlah 298 merupakan jaminan Dinkes DKI, 92 kasus uninan PT. Jamsostek dan sisanya merupakan jaminan asuransi kesehatan atau erusahaan lain yang menerapkan sistem pembayaran JPP. Berdasarkan basil analisis cara univariat dan bivariat, didapatkan bahwa secara statistik ditemukan perbedaan ang signifikan antara lain hari rawat kasus DBD, pada kelompuk kasus yang dijumlah dengan sistem paket per hari dengan JPP. Berdasarkan hasil uji t independen antara kelompok sistem paket per diagnosis (PPE) dengan JPP, diperoleh basil adanya erbedaan yang signi:fikan antara rata-rata biaya rawat inap kelompok sistem PPE dengan PP. Hal ini berarti bahwa secara statistik terbukti sistem PPE yang diterapkan oleh tinkes DKI efektif untuk mengendalikan biaya rawat inap pada kasus tifus
Disarankan bagi universitas untuk beketjasama dengan organisasi profesi asuransi kesehatan, untuk melakukan penelitian serupa dengan ruang lingkup penelitian yang iperluas~ sebagai dasar pengembangan sistem pembayaran prospektif di Indonesia. Kepada Dinkes DKI Jakarta, disarankan agar seluruh tagihan rumah sakit dapat didokumentasikan secara lengkap dalam sistem data base sehingga dapat dimanfaatkan ntuk evaluas dan merubuat standar obat seperti yang dilaknkan oleh PT. Jamsostek sebagai tambahan usaha pengendalian biaya selain penerapan sistem pembayaran paket or diagnosis. Kepeda PT Iamsostek disarankan dapat meruperluas cakupan pelayanan kehatan dalam paket per hari, sehingga dapat lebih efektif. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T32463
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erdayani
"Skripsi ini membahas analisis umur, jenis kelamin, wilyah tempat tinggal dan diagnosis terhadap utilisasi klaim Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Bapel JPKM PT X di RS P. Penelitian ini adalah penelitian deskriptik analitik dengan desain cross sectional atau potong lintang. Hasil penelitian menyarankan perlu memperhatikan factor lain selain factor usia, jenis kelamin, wilayah tempat tinggal dan diagnosis. Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah lama hari rawat dan penyedia layanan kesehatan.

This study analyzes age, gender, country of resident and diagnosis of disease of participants on the level of utilization and claim cost in Health Maintenance Program in Bapel JPKM PT X di RS P. This is describe about descriptic analytical study use cross sectional design. The results of this study suggest that is a need to consider other factors beside at gender, age, contry of residence and diagnosis. Some factors need to be concerned are length of stay and type of health care providers."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S44689
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sallimar Salim M.
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh tersisanya anggaran JPSBK bantuan Pemda DKI tahun 2001 di RSUD Tarakan sebanyak Rp.383.647.977 yang belum sempat dimanfaatkan oleh Keluarga Miskin (Gakin) dan dikembalikan kepada Pemda DKI Jakarta, sementara adanya Rumah Sakit yang mengeluh tentang kurangnya data dalam pelayanan Gakin. Seperti diketahui anggaran JPSBK diturunkan pemerintah ke Rumah Sakit untuk pelayanan keluarga miskin secara cuma-cuma melalui program Kartu Sehat. Ada dua macam anggaran yang diturunkan ke RSUD yakni anggaran JPSBK dari Pemda DKI Jakarta dan anggaran dari APBN berupa anggaran Subsidi BBM dengan prosedur dan waktu pertanggung jawaban yang berbeda. Dibandingkan dengan dua (2) RSUD lainnya yakni RSUD Koja dan RSUD Budhi Asih anggaran tersebut dapat diserap secara penuh. Melihat kenyataan tersebut diatas perlu dilakukan suatu analisis sejauh mana pemanfaatan RSUD Tarakan oleh Gakin bila dikaitkan dengan anggaran JPSBK yang tersedia dengan tujuan mengidentifikasi faktor-faktor dari Rumah Sakit baik dari organisasinya maupun dari providernya serta dari Gakin sendiri.
Penelitian merupakan penelitian kualitatif dari faktor-faktor Rumah Sakit dan penelitian kuantitatif dari 107 orang Gakin yang mempunyai Kartu Sehat dari 3 kelurahan yang berjarak dekat dengan RSUD Tarakan. Hasil penelitian kualitatif menunjukkan bahwa RSUD Tarakan telah menjalankan fungsi manajerialnya cukup baik dengan pembentukan Tim, Adanya Prosedur Tetap Pelayanan, Kebijakan Direktur tentang pelayanan Gakin. Tersisanya anggaran bantuan JPSBK kemungkinan disebabkan adanya kecenderungan menggunakan anggaran APBN terlebih dahulu yang mempunyai prosedur yang lebih jelas dan fleksibel. Hal-hal yang perlu mendapat perhatian RSUD Tarakan yang bisa mempengaruhi juga penyerapan anggaran yakni belum meratanya sosialisasi tentang anggaran JPSBK, masih kurangnya koordinasi dengan Dinas Kesehatan Tingkat II dalam rangka sosialisasi anggaran dan sikap dalam pelayanan serta kurangnya fleksibiiitas dalam penerimaan pasien Gakin baru Rawat jalan di Loket penerimaan karena dalam petunjuk pelaksanaan diharuskan ada rujukan dari puskesmas.
Hasil penelitian kuantitatif di tiga Kelurahan Kecamatan Tambora kemungkinan juga akan mempengaruhi peayerapan anggaran di RSUD Tarakan karena hanya 49.5 % Gakin yang memanfaatkan kartu sehatnya di RSUD Tarakan sementara yang tidak memanfaatkan sebagian besar disebabkan oleh tidak mengerti dalam penggunaan Kartu Sehat dan memilih menggunakan fasilitas kesebatan lain. Secara statistik ada hubungan yang sangat bermakna antara pengetahuan kartu sehat dengan pemanfaatan pelayanan RSUD Tarakan. Sebanyak 44,4 % (4 orang) yang dirawat inap mengeluh pelayanan kurang baik dengan harapan pelayanan dengan senyum dan ramah.
Saran diberikan kepada RSUD Tarakan untuk menindak lanjuti hal-hal yang ditemukan dalam penelitian ini. Perlu intervensi dari Pemda DKI dalam perbaikan kebijakan pertanggungjawaban anggaran JPSBK petunjuk pelaksanaan serta prosedur pengganaannya serta penajaman sasaran Gakin dan perubahan nama Kartu Sehat. Untuk Depkes diperlukan kebijakan sosialisasi anggaran yang berasal dari Subsidi BBM."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2000
T7734
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sekar Inas Pratiwi
"Bed Occupancy Ratio (BOR) Rumah Sakit Hermina Bekasi setiap tahunnya mengalami peningkatan, begitupula dengan jumlah pasien yang masuk rawat inap melalui instalasi gawat darurat. Peningkatan ini menyebabkan adanya penumpukan pasien boarding di instalasi gawat darurat yang belum dapat ditransfer ke ruang rawat inap. Penelitian ini menganalisis proses boarding dan transfer pasien dari IGD ke rawat inap melalui pendekatan lean six-sigma dengan teknik time motion study kepada 30 pasien. Pendekatan lean memperlihatkan persentase aktivitas value added dan non value added sedangkan six sigma memberikan gambaran variasi kegiatan pada proses.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien membutuhkan waktu selama 2 jam 31 menit 48 detik dalam proses boarding dan transfer dengan persentase aktivitas value added 20,77 dan non value added 79,23. Berdasarkan analisis 5whys didapatkan akar penyebab masalah yaitu pemulangan pasien yang belum terencana.

Every year, Bed Occupancy Ratio (BOR) of Hermina Hospital Bekasi has increased, as well as the number of patients who admitted to the hospital through emergency room. This increase leads to the buildup of boarding patients at emergency departments that can not be transferred to the inpatient room. This study analyzes the boarding and transfer of patients from ED to inpatient room through lean six sigma approach with time motion study from 30 patients. The lean approach shows the percentage of value added and non value added activities while six sigma provides an overview of the activity variations in the process.
The results showed that the patient took 2 hours 31 minutes 48 seconds in the process of boarding and transfer with the percentage of value added activities 20.77 and non value added activities 79.23. Based on 5whys analysis, the root cause of the problem is the unplanned discharge patient.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutauruk, Susi Mariana
"Survey BPS menunjukkan ballwa secara nasional, rata~rata biaya perbulan yang dikeluarkan rumah tangga untuk rawat jalan adalah Rp l5.667,00.- dan propinsi yang memiliki rata-rata biaya rawat jalan perbulan tertinggi adalah DKl Jakarta (Rp36.506,00.-). Sebenarnya biaya-hiaya tersebut dapat dikurangi hila masyarakat memiliki perilaku yang menguntungkan kesehatan dirinya dan keluarganya misalnya dengan menyusui bayinya secara ASI eksidusif srunpai 6 bulan tanpa makanan dan minuman lain kecuali obat dan vitamin, Pemerintah menargetkan penggunaan ASI eksklusif menjadi 80% pada tahun 2000 namun keoyataannya data SDKJ menUI1iukkan bahwa pada tahun 2002 terdapat hanya 39~5% ibu yang menyusui bayinya secara eksklusif dan bayi Indonesia rata-rata hanya mendapat ASI eksklusif sampai usia I ,6 bulan saja. Bayi yang mendapat ASI eksklusif selama 4-5 bulan hanya 14%. Penelitian yang dilakukan Yayasan HeUen KeUer Intemasional tahun 2002 menunjukkan bahwa persentase Jama pemberian ASI ekslusif di Jakarta selama 4-5 bulan hanya 3%.
Penelitian ini merupakan evaluasi ekonomi yang bertujuan metlhat gambaran dan perbandingan biaya pemberian AS! eksklusif dan pemberian susu fonnuia pada bayi umur 4 bulan, perbandingan dan perbedaan biaya rawat jalan kedua kelompok tersebut temmsuk. pcrbt:daan frekuensi sakit, lama hari sakit, frekuensi rawat jalan antara kedua kclompok itu dan menghitung penghematan biaya rawar jalanflya. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan stud! cross~secOonal, dengan jumlah sampEL minimum masing-masing kelompok adalah 21 orang bayi berumur 4 bulan yang datang ke praktek dokter spesialis anak RB Alvernia RaWlU!Iangun Jakarta Timur bulan Maret April2007.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata biaya pemberian ASI eksldusif adalah Rp 2.164.219.- dan rata-rata biaya pemberian susu fonnula Rp 3.558.470.-. Sedangkan rata-rata biaya rawat jalan bayi dengan ASI eksklusif adalah Rp 98.720, dan rata-ratanya pada bayi dengan susu formula adalah Rp 165.857.- (rntio I : 1,7) Perhitungan cost saving adalah selisih antara cost without programe dan cost with programe yang besamya adalah Rp 1.461.388.-. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada perbadaan bermakna antam kedua biaya rawat jalan ini.
Rata-rata frekuensi sakit dan frekuensi rawat jalan pada bayi ASI eksldusif adalah 0,7 dan susu formula adalah 1,0. Sedangkan rata-rata lama bali sakit pada bayi dengan ASI eksklusif adalah 2 bali, dan susu formula adalab 4 bali. Hasil uji statistik menunjukkun tidak ada perbedaan bermakna frekuensi sakit, frekuensi rawat jalan dan lama hari sakit antara bayi dengan ASI eksklusif dan bayi dengun susu formula 0-4 bulan. Artinya semua perbedaan yang teljadi hanyalah by clumce atau faktor kebetulan belaka dan diduga disebabkan jurniah sampel yang kecil.
Akkirnya disarankan agar penelitian ini dapat diianjutkun oleh peneliti lain untuk menghitung cost benefit ASI eksklusif secara komperhensif baik rawat inap dan mwat jalan, dengan menggunakan opportunity cost yang sebenamya. Juga diharapkun penelitian ianjutan dengan sampel yang lebih besar dan variatif yang mungkin dapat rnenghasilkan uji statistik yang signifikan.

BPS survey shows that nationally, average month expenditure that domestic expend for outpatient is Rp. 15.667 .00.- and province that bas the highest average outpatient expenditure is DKI Jakarta (Rp. 36.506,00.-). Actually those costs could decreased if public has health benefit behavior and their family such as breast: feeding with exclusive ASI to 6 months without foods and other drinks except medication and vitamins, Government 1s targeting exclusive ASI to 80% in 2000 but apparently SDKI data shows that in 2002 there's only 39,5% mother who breastfeeding their children exclusively and averagely Indonesian baby only got exclusive ASI only until 1,6 months. Baby that got exclusive ASI for 4-5 months is only 14%. Research conducted International Hellen Keller Foundation year 2002 shows that exclusive ASI duration percentage in Jakarta for 4-5 months only 3%.
This research is an economical evaluation that aim to see description and equivalent cost of ASI exclusive t,-,}ver and giving formula milk to 4 months baby, equivalence and difference of outpatient cost those two groups include sick frequency difference. sick day duration. outpatient frequency between those two groups and calculating economize outpatient cost. Tills research conducted by using cross sectional study design, with minimal total sample from each groups are 21 babies with 4month ages that come to specialty doctor practice of children at RB Alvernia Rawamangun East Jakarta month March-April 2007.
Research result shows average exclusive ASI cost giver is Rp. 2.164.219 and average formula of milk giver is Rp. 3.558.470. While average outpatient cost of haby with exclusive ASI is Rp. 98.720, and average on baby with formula milk ir.Rp. 165.857 {ratio 1 : J, 7). Cost saving calculation is difference between costs without program and cost with program as much as Rp. l.46L388. Statistical test result shows that there is no significance difference between those two outpatient cost.
Average sick frequency and outpatient frequency on baby with exclusive ASI is 0,7 and formula milk is 1,0. While average sick duration on baby with exclusive ASI is 2 days, and formula milk is 4 days. Statistic test result shows that there is no significance difference of sick frequency~ outpatient frequency and sick duration between baby with exclusive ASI and baby with formula milk 0-4 months. It means all the difference that occurred is only by chance or completely coincidence and estimated cause by minor total samples.
Finally, suggested for other researcher continue this research to determine cost benefit of exclusive ASI comprehensively include inpatient and outpatient with using the real opportunity cost. Suggested too the continues research using a larger samples and more variative. so that maybe statistical test result become significant.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T32488
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Trias Tuti
"Casemix, casemix index dan hospital baserate merupakan indikator penting untuk melihat kinerja rumah sakit di bawah sistem pembayaran INA-CBGs. Indikator tersebut merupakan penyusun besaran tarif INA-CBGs, instrumen penilaian kinerja rumah sakit mitra BPJS Kesehatan dan instrumen penyusun pembayaran klaim mixed method INACBGs dan global budget yang mulai diujicobakan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis capaian indikator casemix, casemix index dan hospital baserate RSPON Mahar Mardjono tahun 2018 - 2022. Penelitian dilakukan di RSPON Mahar Mardjono selama bulan Maret - Juni 2024, menggunakan data sekunder yang didapatkan dari rekapitulasi elektronik klaim (e-klaim) Kemenkes dan laporan rumah sakit.
Penelitian ini menggunakan studi cross sectional menggunakan pendekatan analitik untuk menghitung capaian indikator Casemix, CMI dan HBR rawat inap dan rawat jalan. Analisis multivariat dengan regresi linier digunakan untuk melihat variabel independen yang berkaitan dengan variabel dependen indikator casemix dan CMI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah kasus, jumlah kasus dengan prosedur canggih, dan proporsi produktif berpengaruh signifikan terhadap casemix rawat jalan. Jumlah Kasus, Jumlah Kasus dengan Prosedur Canggih, dan Proporsi SL3 berpengaruh signifikan terhadap Casemix Rawat Inap. Jumlah Kasus, Jumlah Kasus dengan Prosedur Canggih, dan Proporsi Produktif berpengaruh signifikan terhadap CMI Rawat Jalan. Jumlah Kasus, Jumlah Kasus dengan Prosedur Canggih, Proporsi SL2, Proporsi SL3, dan Proporsi Meninggal berpengaruh signifikan terhadap CMI Rawat Inap.
Casemix rawat jalan tertinggi pada bulan November 2022 yakni 7956, sedangkan casemix terendah terjadi pada bulan Mei 2020 sebesar 1929. Capaian rata-rata casemix rawat jalan tertinggi pada tahun 2022 yaitu 6.738,01. Casemix rawat inap tertinggi pada bulan Desember 2022 sebesar 2392 dan terendah pada Mei 2020 sebesar 1006. Capaian rata-rata casemix rawat inap tertinggi pada tahun 2022 yaitu 1980,98
CMI rawat jalan tertinggi pada bulan Maret 2021 sebesar 1,0821 dan terendah pada April 2018 sebesar 0,9461. Capaian rata-rata CMI rawat jalan tertinggi pada tahun 2021 yaitu 1,044. CMI rawat inap tertinggi terdapat pada bulan Februari 2018 sebesar 3,65 dan terendah pada Desember 2020 sebesar 2,18. Capaian rata-rata CMI rawat inap tertinggi pada tahun 2018 yaitu 3,009.
HBR Rawat Jalan tertinggi pada tahun 2020 sebesar Rp413.578, dan terendah dicapai pada tahun 2018 sebesar Rp356.297. HBR Rawat Inap tertinggi pada tahun 2022 sebesar Rp10.528.093, dan terendah dicapai pada tahun 2019 sebesar Rp9.309.404. HBR Rawat Jalan RSPON tahun 2018-2022 lebih rendah dari HBR Nasional Kelas A Regional I yang berarti RSPON mengalami profit dengan tarif INA-CBGs rawat jalan, sedangkan HBR rawat inap, dan rawat inap per kelas perawatan RSPON tahun 2018-2022 lebih tinggi dari HBR Nasional Kelas A Regional I yang berarti RSPON mengalami defisit dengan tarif INA-CBGs rawat inap.

Casemix, casemix index and hospital baserate are important indicators for assessing hospital performance under the INA-CBGs payment system. These indicators determine the INA-CBGs tariff rates, serve as performance assessment tools for hospitals partnered with BPJS Kesehatan, and contribute to the payment claim structure of the mixed-method INACBGs and global budget being piloted. This research aims to analyze the achievements of casemix, casemix index, and hospital baserate indicators at RSPON Mahar Mardjono from 2018 to 2022. The research was conducted from March to June 2024 by researchers at RSPON Mahar Mardjono.
Analysis of the achievement of casemix, casemix index and hospital baserate using secondary data obtained from data recapitulation on electronic claims (e-claims) of the Ministry of Health and hospital reports. This cross-sectional study employed an analytical approach to calculate the achievement of casemix, casemix index, and hospital baserate for both inpatient and outpatient care. Multivariate analysis with linear regression was used to examine independent variables associated with the dependent variables of casemix and casemix index. The results indicate that variables such as number of cases, number of cases with advanced procedures, and productive proportion significantly influence outpatient casemix. Similarly, the number of cases, cases with advanced procedures, and SL3 proportion significantly affect inpatient casemix. For outpatient casemix index, the variables influencing significantly are number of cases, cases with advanced procedures, and productive proportion. For inpatient casemix index, significant variables include number of cases, cases with advanced procedures, SL2 proportion, SL3 proportion, and mortality proportion.
The highest outpatient casemix was in November 2022, at 7956, while the lowest occurred in May 2020 at 1929. The highest average outpatient casemix achievement in 2022 was 6,738.01. The highest inpatient casemix was in December 2022, at 2392, and the lowest was in May 2020 at 1006. The highest average inpatient casemix achievement in 2022 was 1980.98.
The highest outpatient casemix index was in March 2021 at 1.0821, and the lowest was in April 2018 at 0.9461. The highest average outpatient casemix index achievement in 2021 was 1.044. The highest inpatient casemix index was in February 2018 at 3.65, and the lowest was in December 2020 at 2.18. The highest average inpatient casemix index achievement in 2018 was 3.009.
The highest Hospital Baserate for outpatient care was IDR548.434 in 2020, and the lowest was IDR481.862 in 2018. The highest Hospital Baserate for inpatient care was IDR12.852.109 in 2018, and the lowest Rp11.031.593 in 2021. The Hospital Baserate for outpatient care at RSPON from 2018 to 2022 was lower than the National HBR Class A Regional I, indicating that RSPON made a profit with INA CBG's outpatient tariffs. Conversely, the Hospital Baserate for inpatient care at RSPON from 2018 to 2021 was higher than the National HBR Class A Regional I, indicating that RSPON incurred a deficit with INA CBG's inpatient tariffs.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>