Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4956 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Warman Adhi Sanjaya
"Penelitian ini mengenai karya komposisi "Curik-Curik" yang diaransemen menggunakan pendekatan jazz hibrida bergenre swing. Komposisi curik -curik hasil aransemen Ida Bagus Gustu Brahmanta menggunakan 3 instrumen antara lain rindik, drumset & contra bass. Ketiga instrumen ini cara penggarapannya dilakukan menggunakan pendekatan instrument rindik yang berasal dari bali dicampurkan dengan instrumen contra bass dan drum yang berasal dari Barat. Hal ini cukup menarik karena proses hibridasi pada akhirnya mampu menyatukan dua budaya musik yang berbeda karena kemampuan para pemainnya yang memiliki pengalaman dan skill yang tinggi. "Curik-Curik" adalah lagu yang digunakan dalam permainan anak tradisional Bali. Secara kontekstual komposisi "Curik-Curik" adalah mempresentasikan revitalisasi budaya memalalui kerja kreatif seniman sehingga dengan diciptakannya karya ini maka lahirlah berbagai karya baru dan kekinian sesuai dengan nafas jaman. Melalui estetika struktur ritme setidaknya diketahui bahwa karya ini lebih menonjolkan permainan pola ritme sehingga semua instrumen difungsikan sebagai rhythm section. Akan tetapi pada sisi yang lain seluruh instrumen juga bisa difungslkan sebagai solois dimana setiap pemain contra bass menonjolkan ketrampilannya sendiri-sendiri. Penelitian ini menggunakan metode penelitian diskriptif analitik."
Denpasar: Institut Seni Indonesia Denpasar, 2017
700 KJSP 3:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Kadek Allan Dwi Amica
""Hibriditas Musikal Pada Komposisi Ardawalika Karya Gustu Brahmanta", adalah sebuah usaha pcnelitian yang dilakukan penults untuk melihat dengan teliti dan komprehensif dari perspektif ilmu musik dan ilmu penunjang lainnya. Fenomena penciptaan komposisi berbasis dan budaya musik yang telah dipaparkan, komposisi musik Ardawalika memenuhi kritetia sebagai musik hasil campuran dua budaya musik. Upaya yang dllakukan Gustu Brahmanta dalam proses penciptaan karya musik Ardawalika memerlukan proses ekperimen baik secara konsep maupun secara musikalitas.
Permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini dibatasi, yaitu 1) Bagaimana estetika hibriditas musikal pads komposisi Ardawalika karya Gusto Brahmanta, 2) Bagaimana bentuk keseimbangan antara idiom musikal tradisi Bali dengan idiom musik jazz dalam hibriditas musikal pada komposisi ardawalika karya Gustu Brahmanta, dan 3) Makna apakah yang ada dalam hibriditas musikal pada komposisi ardawalika karya Gustu Brahmanta. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dimana metode kualitatif merupakan metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci. Data diperoleh melalui observasi langsung, dokumentasi,dan wawancara.
Selanjutnya dengan melakukan kajlan yang mendalam penulis akhirnya menemukan kesimpulan bahwa hibriditas musikal pada komposisi ardawalika karya Gustu Brahmanta dibangun melalui beberapa unsur-unsur di dalamnya. Unsur-unsur musikal dalam komposisi Ardawalika, mengandung unsur estetika postmodern yaitu pastiche. Selaln 1tu juga menerapkan prinsip bricolage dimana adanya sebuah pencampuran yang bisa terlihat dari pengelompokan dan penggunaan instrumen dengan modal tangga nada yang berbeda satu sama lain. keseimbangan yang terdapat dalam idiom musikal komposisi ardawalika, dapat dicapai melalui keseimbangan yang simetris dan tidak simetris atau asimmetric balance. Dalam hal permaknaan signifikasi ditemukan suatu permaknaan denotative dan konotatif pada skor komposisi musik Ardawalika karya Gustu Brahmanta."
Denpasar: Institut Seni Indonesia Denpasar, 2017
700 KJSP 3:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Adelle Aulia Darma
"Skripsi ini mengeksplorasi potensi alam untuk melakukan storytelling lewat lanskap. Penelitian ini menggunakan pendekatan arsitektur naratif sebagai tools untuk membaca lanskap sebagai sebuah cerita, di mana dua lanskap pasca-industri—yaitu Landschaftspark Duisburg-Nord dan Parc des Iles—dipelajari melalui studi literatur, observasi interaksi pengguna, dan analisis grafis berbasis data. Melalui studi ini, dapat ditunjukkan bahwa narasi lanskap dapat ditentukan jika menggunakan naturalisasi, yang melibatkan penguatan elemen-elemen alami, atau denaturalisasi, yang melibatkan rekayasa elemen-elemen buatan, atau bahkan mampu menghasilkan narasi lanskap yang kompleks dengan menggabungkan keduanya secara harmonis. Landschaftspark Duisburg-Nord menggarisbawahi transisi dari bekas lokasi industri menjadi ruang hijau publik yang ramah lingkungan, sementara Parc des Iles menumbuhkan ikatan yang dalam antara manusia dengan alam sekitarnya lewat rekayasa elemen alam. Melalui integrasi elemen-elemen yang berwujud (tangible), seperti vegetasi dan air, dan elemen-elemen yang tidak berwujud (intangible), termasuk emosi dan ingatan, yang diaransemen secara revealing and concealing, lanskap mampu menenun narasi yang mendalam dan kompleks, menjadikannya sebagai medium bercerita yang kuat secara tiga dimensi. Sehingga, alam dapat dibuktikan sebagai sebuah entitas yang mampu bercerita secara aktif dalam lanskap yang secara substansial tentunya dapat dibaca oleh pengguna selayaknya sebuah cerita yang utuh.

This thesis explores the potential of nature for storytelling through landscape. This research uses a narrative architecture approach as a tool to read the landscape as a story, where two post-industrial landscapes—Landschaftspark Duisburg-Nord and Parc des Iles—are studied through literature review, user interaction observation, and data-driven graphical analysis. Through this study, it can be shown that landscape narratives can be defined by either naturalization, which involves the reinforcement of natural elements, or denaturalization, which involves the engineering of artificial elements, or even be able to generate complex landscape narratives by harmoniously combining both. Landschaftspark Duisburg-Nord underscores the transition from a former industrial site to an environmentally friendly public green space, while Parc des Iles fosters a deep bond between people and their natural surroundings through the engineering of natural elements. Through the integration of tangible elements, such as vegetation and water, and intangible elements, including emotions and memories, arranged in revealing and concealing ways, the landscape is able to weave a deep and complex narrative, making it a powerful three-dimensional storytelling medium. Thus, nature can be proven as an entity capable of actively telling a story in the landscape that can be substantially read by the user like a story. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Sumartinah
"Analisis terhadap tokoh dan alur Trio Tifa ini bertujuan melihat apakah bacaan anak-anak seri petualangan Trio Tifa sesuai untuk anak dan mengapa bacaan tersebut digemari oleh anak-anak. Dalam penelitian di atas penulis berpatokan pada teori mengenai ciri-ciri bacaan anak-anak serta teori di bidang ilmu sastra lain mengenai tokoh dan alur.
Hasil analisis menunjukkan bahwa bacaan anak-anak seri petualangan Trio Tifa sesuai untuk anak-anak. Mengapa bacaan anak-anak serf petualangan Trio Tifa digemari oleh anak-anak antara lain: (1) Tokoh-tokoh yang ditampilkan jelas penggambaran fisik dan wataknya. Dengan demikian mudah bagi anak-anak untuk mengidentifikasikan diri dengan tokoh-tokoh, (2) Jalan ceritanya mudah diikuti, dan (3) Adanya faktor kejutan di dalam cerita."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1992
S11220
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kania Dea Paramita
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat perbedaan antara pemain musik klasik yang tampil secara solo, duo dan trio atau lebih dalam hal kecemasan performa musikal. Responden dalam penelitian ini adalah 90 murid sekolah musik di wilayah Jabodetabek yang pernah melakukan penampilan musik klasik. Kecemasan performa musikal diukur menggunakan alat ukur Kenny-Musical Performance Anxiety Inventory yang dikonstruksi dan dikembangkan oleh Kenny (2006). Hasil dari Penelitian ini adalah tidak adanya perbedaan tingkat kecemasan performa musikal yang signifikan antara pemain musik klasik yang tampil secara solo, duo, dan trio atau lebih.

The aim of this research is to find if there are any differences between classical music players who perform solo, duo, and trio or more in the matter of their musical performance anxiety. Respondents for this study are 90 music school students in Jabodetabek who has performed in a classical music performance. Musical Performance Anxiety is measured by Kenny-Musical Performance Anxiety Inventory constructed and developed by Kenny (2006). This research found that there is no level difference of musical performance anxiety between classical music players who perform solo, duo, and trio or more."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S45965
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Felicia Gabriella
"Perkembangan teknologi telah mendorong media digital untuk memaksimalkan berbagai bentuk media hiburan melalui konten audio on demand di media baru dalam bentuk podcast. Dalam kajian ini, Noice menjadi platform media yang menyediakan wadah penyebaran storytelling melalui konten podcast secara orisinal dan sebagai wadah bagi seseorang untuk mencari hiburan. Keterlibatan seseorang dengan podcast menjadi pengalaman individualnya masing-masing dan komedi menjadi genre yang paling diminati dalam konteks pemenuhan kebutuhan akan media hiburan. Melalui metode pengamatan digital non partisipan dan wawancara guna memperkuat hasil analisis, ditemukan bahwa program podcast “Musuh Masyarakat” dan “Trio Kurnia” pada platform Noice yang sama-sama bergenre komedi merupakan podcast yang menjadi konten podcast pertama yang dicari ketika individu ingin memenuhi hasrat untuk merasa terhibur, meningkatkan mood ke arah positif, serta rela mengeluarkan uang untuk mendengar episode berbayar sebagai salah satu bentuk apresiasi dan dukungan kepada para kreator podcast.

Technological developments have encouraged digital media to maximize various forms of entertainment media through audio on demand content in new media in the form of podcasts. In this study, Noice becomes a media platform that provides a forum for spreading storytelling through original podcast content and as a place for someone to seek entertainment. A person's involvement with a podcast is an individual experience and comedy is the most popular genre in the context of fulfilling the need for entertainment media. Through non-participant digital observation methods and interviews to strengthen the results of the analysis, it was found that the podcast programs named "Musuh Masyarakat'' and "Trio Kurnia" on the Noice platform, both of which have a comedy genre, are the podcasts that become the top of mind podcast content sought after when individuals want to fulfill their desire to feel entertained, improve mood in a positive direction, and are willing to spend money to listen to paid episodes as a form of appreciation and support for podcast creators."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Gibran, Kahlil, 1883-1931
Jakarta: Pustaka Jaya, 1989
892.71 GIB l
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Trio Srimareza
"ABSTRAK
Artikel ini membahas partisipasi Indonesia dalam UNIFIL MTF sebagai cara negara mengaktu-alisasikan diplomasi angkatan lautnya. Artikel ini berusaha menjelaskan motif Indonesia bergabung dalam UNIFIL MTF dengan menggunakan Metodologi soft-system berdasarkan teori Diplomasi Angkatan Laut. Dengan menggunakan kerangka analisis tersebut, artikel ini diharap-kan dapat mengisi kesenjangan teoretis dan metodologis yang kerap luput dalam kajian terdahulu mengenai topik ini. Salah satu motif yang berhasil diidentifikasi dalam artikel ini adalah menja-lankan amanat konstitusi untuk ikut serta dalam memelihara perdamaian dunia dan untuk meningkatkan peran Indonesia di tingkat global. Artikel menyimpulkan dan menawarkan reko-mendasi agar Indonesia dapat terus meningkatkan kapabilitas gugus tugas maritimnya guna berfungsi secara optimal dalam menepati komitmen sesuai dengan motif di atas."
Depok: Departemen Ilmu Hubungan Internasional FISIP UI, 2017
320 UI-GLOBAL (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ashar Ardianto
"Tulisan ini membahas tentang keindahan serta kritik sosial yang terkadung di dalam lirik lagu Ora Cucul Ora Ngebul ciptaan Jogja Hip Hop Foundation, menggunakan pendekatan sastra. Pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian ini dikumpulkan melalui proses pembacaan secara berulang-ulang untuk memahami sumber data, membaca dan mempelajari literatur yang menunjang dan mencatat hal-hal penting dengan harapan dapat menemukan kajian-kajian yang relevan serta berkesinambungan dengan lirik lagu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Keindahan lirik lagu terletak pada pilihan kata yang membangun rima yang indah. Keindahan juga terletak pada pola sajaknya yang menyerupai pantun serta macapat puisi tradisional Jawa , yang memenuhi kaidah guru gatra, guru lagu, dan guru wialangan. Kritik sosial yang diangkat dalam teks lagu ini berkaitan dengan ketimpangan sosial yang terjadi dalam masyarakat, di mana terdapat perlakuan yang tidak sama antara wong gedhe dan wong cilik atas sebuah hal yang sama. Wong cilik menjadi korban atas ketidakadilan sosial ini.

This thesis discusses the aesthetics and social criticism contained in the lyrics of Jogja Hip Hop Foundation rsquo s song Ora Cucul Ora Ngebul, using a literary approach. The collection of required data in this study was collected through a recurrent reading process to understand the data source, reading, and study the literature that supports and record important things in the hope of finding relevant and ongoing studies with the lyrics of the song. The method used in this research is descriptive qualitative. Aesthetics also lies in the choice of words that build a beautiful rhyme. Aesthetics also lies in the pattern of poems that resemble pantun and macapat Javanese traditional poem , which meet the rules of guru gatra, guru lagu, and guru wilangan. The social criticism raised in the lyrics of this song relates to the social inequality that occurs in society, where there is unequal treatment between wong gedhe and wong cilik on the same thing. Wong cilik became the victim of this social injustice.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S70055
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karina Anindhita Nugroho
"Seiring dengan majunya teknologi serta globalisasi menyebabkan lahirnya peluang bagi para pelaku di Industri musik untuk menyesuaikan karya ciptanya pada era digital. Salah satunya adalah kegiatan pengaransemenan atau daur ulang suatu karya cipta lagu menjadi karya yang baru. Dalam melakukan kegiatan aransemen diperlukan adanya teknik serta keahlian yang dilakukan oleh Arranger maupun Komposer. Sebagai bentuk dari pelestarian suatu karya musik, Undang-Undang Hak Cipta menyertakan adanya Hak Eksklusif yang dimiliki oleh Pencipta maupun Pemegang Hak Cipta dimana salah satunya adalah kegiatan untuk mengaransemen sebuah karya cipta lagu. Kegiatan aransemen kemudian menjadi hak bagi para pihak yang memiliki wewenang untuk melakukan daur ulang tersebut. Namun, pada Industri Musik saat ini banyak sekali pihak-pihak yang melakukan aransemen hingga mendapatkan hasil ekonomi dari karya tersebut tanpa adanya prosedur yang dilakukan sesuai dengan keberlakuan Undang-Undang Hak Cipta. Terhadap adanya karya aransemen yang lahir atas karya turunan dari sebuah ciptaan dimana karya tersebut merupakan hasil fiksasi oleh Arranger. Problematika yang mendasari penelitian ini berkaitan dengan bentuk ciptaan dari Aransemen Musik serta kedudukan Arranger sebagai Pihak utama tetapi bukan sebagai Pencipta atas adanya ketidaksesuain dalam Undang-Undang Hak Cipta. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian yuridis-normatif dengan data yang diperoleh dengan studi kepustakaan dan waawancara serta perbandingan dengan Undang-Undang di Amerika Serikat. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa hasil dari karya cipta aransemen merupakan ciptaan tersendiri karena lahir dari Hak Eksklusif Pencipta maupun Pemegang Hak Cipta. Namun, yang menjadi problematika adalah kedudukan Arrangersebagai pihak utama yang tidak termasuk dalam Pencipta dalam Undang-Undang Hak Cipta. Kemudian adanya keterkaitan pada Hak Ekonomi serta Hak Moral dari Pencipta untuk kemudian dapat mengklasifikasikan apakah benar adanya pelanggaran Hak Cipta atau tidak.

Along with the advancement of technology and globalization, it causes the birth of opportunities for actors in the music industry to adapt their creative works to the digital era. One of them is the activity of arranging or recycling a song into a new work. Arranging activities require techniques and expertise carried out by arrangers and composers. As a form of preservation of a musical work, the Copyright Act includes the existence of Exclusive Rights owned by the Creator and Copyright Holder where one of them is the activity to arrange a song copyrighted work. The arrangement activity then becomes the right for the parties who have the authority to recycle it. However, in the Music Industry today there are many parties who make arrangements to get economic results from the work without any procedures carried out in accordance with the enforceability of the Copyright Act. Against the existence of arrangement works that are born on derivative works of a work where the work is the result of fixation by the Arranger. The problems underlying this research relate to the form of creation of the Music Arrangement as well as the position of the Arranger as the main party but not as the Creator for the existence of inconsistencies in the Copyright Law. This research was conducted using juridical-normative research method with data obtained by literature study and interviews as well as comparison with the Law in the United States. The results of the research show that the results of the copyrighted work of arrangement is a separate creation because it was born from the exclusive rights of the creator and copyright holder. However, what is problematic is the position of Arranger as the main party that is not included in the Creator in the Copyright Act. Then there is a connection to the Economic Rights and Moral Rights of the Creator to then be able to classify whether there is a true copyright infringement or not."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>