Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 134781 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lumowa, Valentino
"Dalam dunia modern, manusia cenderung untuk menegaskan tuntutannya untuk bisa menentukan hidup dan keputusan sendiri, memilih keyakinan spiritual atau religius yang hendak dituruti, memutuskan bentuk kehidupan yang hendak dijalani serta mengekspresikan ide dan gagasan pribadi. Cukup jelas bahwa sumber dan fokus dari tuntutan-tuntutan ini adalah individu, karena itu diklasifikasikan sebagai "tuntutan individualisme". Sedemikian bakunya nilai-nilai dari tuntutan-tuntutan di atas, mereka kemudian dianggap sebagai hak yang melekat dalam diri setiap individu dan secara legal dijamin oleh sistem hukum."
Jakarta: Pusat Pengembangan Etika Unika Atma Jaya, 2016
300 RJES 21:1 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Sunggono
Bandung: Mandar Maju, 2009
340 BAM b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Romli Atmasasmita
Bandung: Mandar Maju, 2001
340 ROM r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Internatianal humanitarian Imhr and human rights Imv haw a similar relationship and goal. In term of its coverage and target, however they are different each other. In one hand, international humanitarian law is an emergency law and implementation in external and internal arm conflict situation. On the other  hand, human rights law is applied both in peace and war situation."
340 KANUN 11:29 (2001)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Bandung: Citra Umbara, 2001
341.48 UND
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Gatot Goei
"Nota Kesepahaman 5 (lima) badan nasional independen (Komnas HAM, Ombudsman RI, KPAI, LPSK dan Komnas Perempuan pada tahun 2016 bermaksud mendorong sistem pengawasan terhadap pelaksanaan Pasal 28 (G) ayat 2 UUD NRI 1945, yakni tentang Kebebasan setiap orang dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan martabat manusia. Namun sebagai badan nasional, beberapa lembaga negara tidak masuk dalam ranah kekuasaan pengawasan melainkan pelaksana (eksekutif) seperti LPSK dan Komnas Perempuan. OPCAT mensyaratkan sebuah lembaga independent wajib diatur dalam tingkat UU dan ketentuan Paris Principle mengharuskan keuangan yang mandiri dari sebuah lembaga indenpendent. Berdasarkan ini maka Komnas Perempuan belum memenuhi kriteria tersebut karena diatur pada tingkat Keppres dan mekanisme penganggaran yang tunduk pada Komnas HAM. Secara umum, mekanisme untuk memastikan setiap orang untuk bebas dari penyiksan dan pelakuan yang merendahkan martabat manusia telah dilakukan oleh kelima lembaga negara tersebut. Sejak periode 2016-2018 lima lembaga negara telah melakukan kunjungan berkala dan tanpa pemberitahuan di lapas, rutan, pusat kesehatan mental, tahanan imigrasi, dll sebagai wujud dari kekuasaan yang diberikan.

Memorandum of Understanding among 5 (five) independent national body (Komnas HAM, Ombudsman RI, KPAI, LPSK and Komnas Perempuan) have a purpose to encourage monitoring system of implementation of the article 28 G paragraph (2) UUD NRI 1945 namely about the freedom of everyone from torture or degrading treatment. However as a national bodies, some of them are not part of supervisory power whereas enter in realm part of executive power, such as LPSK and Komnas Perempuan. OPCAT requires that an independent body must be regulated in legislation level and fulfilled the criteria which is regulated in the Paris Principle. Generally, mechanism to ensure everybody free from torture or degrading treatment have been implemented by 5 (five) SAB in Indonesia. In period of 2016-2018. 5 (five) SAB have conducted regular and unannoucement visit in prison, detention center, mental health center, immigration detention, etc., as manifestation of their power. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T55332
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bimantara Wisnu Aji Mahendra
"Masyarakat hukum adat sebagai suatu masyarakat yang tetap dan teratur telah berkembang secara internasional hal ini di dukung dengan adanya pembentukan United Nations Declaration on the rights of Indigenous People (UNDRIP) yang telah disahkan oleh PBB pada tahun 2007. Di Indonesia ketentuan mengenai masyarakat hukum adat telah tertuang pada Pasal 18 B ayat (2) UUD 1945. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Dengan menganalisis bagaiman a pembentukan Rancangan Undang – Undang (RUU) tentang Masyarakat Hukum Adat berpengaruh terhadap upaya pemenuhan dan perlindungan hak asasi manusia bagi masyarakat hukum adat. Rencana pembentukan RUU tentang masyarakat hukum adat tersebut telah ada sejak tahun 2004, dan pada tahun 2016 hingga 2018 RUU tersebut sudah masuk kedalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) di dalam DPR. Namun hingga saat ini RUU tersebut belum juga dilakukan pengesahan oleh pemerintah. Senyatanya pembentukan RUU tersebut sudah ada masuk dalam tahap urgensi seperti banyak kasus perampasan wilayah yang menimpa masyarakat hukum adat, pelanggaran hak atas free, prior, dan informed consent (FPIC) yang dimiliki oleh masyarakat hukum adat terhadap pernyataan persetujuan atas suatu agenda, pelanggaran terhadap hak konstitusional termasuk hak politik, serta perempuan adat yang sering dihadapkan terhadap permasalahan diskriminasi. Dalam RUU tentang Masyarakat Hukum Adat yang saat ini masuk dalam tahap pembahasan DPR juga tak luput dari permasalahan, beberapa pasal menimbulkan kerancuan dalam implementasinya misalkan Pasal 11 hingga Pasal 17 yang memuat mengenai proses identifikasi dan verifikasi, Pasal 6 terhadap ketentuan persyaratan, Pasal 22 terhadap ketentuan perlindungan, dan Pasal 20 terhadap ketentuan evaluasi. Beberapa pasal dan ketentuan tersebut belum mencerminkan tujuan utama pembentukan RUU tentang Masyarakat Hukum Adat, namun secara nyata hal tersebut justru banyak mengurangi hak yang seharusnya diperoleh oleh masyarakat. Hal inilah yang menjadikan pengesahan RUU tentang Masyarakat Hukum Adat menjadi hal yang penting disahkan untuk melakukan pemenuhan dan perlindungan hak asasi manusia bagi masyarakat hukum adat.

Indigenous Peoples, as stable and organized societies, have developed internationally, supported by the establishment of the United Nations Declaration on the Rights of Indigenous Peoples (UNDRIP), which was ratified by the UN in 2007. In Indonesia, provisions concerning indigenous peoples are outlined in Article 18B, Paragraph (2) of the 1945 Constitution. This paper is composed using doctrinal research methods. It analyses how the drafting of the Draft Law on Indigenous Peoples impacts efforts to fulfill and protect human rights for indigenous legal communities. The plan to establish the Draft Law on Indigenous Peoples has been in place since 2004, and from 2016 to 2018, the draft law was included in the National Legislation Program (Prolegnas) within the House of Representatives (DPR). However, to date, the draft law has not yet been enacted by the government. In fact, the drafting of this draft law has reached an urgent stage due to numerous cases of territorial seizures affecting indigenous legal communities, violations of the right to free, prior, and informed consent (FPIC) regarding their approval of certain agendas, violations of constitutional rights including political rights, and indigenous women often facing issues of discrimination. The Draft Law on Indigenous Peoples currently under discussion in the DPR is not without problems. Several articles cause confusion in their implementation, such as Articles 11 to 17, which cover the processes of identification and verification. Article 6, which pertains to the requirements. Article 22, which concerns protection provisions. And Article 20, which deals with evaluation provisions. These articles and provisions do not yet reflect the main objectives of forming the Draft Law on Indigenous Peoples. In fact, they often diminish the rights that should be granted to the communities. This underscores the importance of enacting the Draft Law on Indigenous Peoples to ensure the fulfillment and protection of human rights for Indigenous Peoples."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suhadi
"Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif yang diuraikan secara deskriptif, oleh karena itu penelitian ini menekankan pada data primer yang diperoleh melalui wawancara mendalam dan observasi. Selain itu dengan menggunakan data sekunder melalui kajian daftar pustaka berdasarkan kajian buku akan tergambar perkembangan konsep supervisi. Berdasarkan kerja lapangan yang diterima ditemukan fakta bahwa, di Lembaga Remaja Kelas IIA Tangerang terjadi kelebihan kapasitas penghuni. Hal ini telah ditangani oleh Lembaga namun belum optimal, karena penghuni yang tersedia bukan hanya narapidana, melainkan lebih banyak narapidana titipan. Sehingga mengakibatkan over kapasitas. Berdasarkan over kapasitas Lembaga Pemuda Kelas IIA Tangerang Lembaga Pemuda Kelas IIA Tangerang. Hal ini disebabkan karena semakin meningkatnya faktor tingkat kriminalitas, akibat faktor ekonomi dan kebutuhan hidup. Oleh karena itu dapat disarankan kepada Lembaga agar narapidana tersebut dipindahkan ke lembaga yang belum melebihi kapasitasnya, dan hukuman pengawasan 3 bulan tidak boleh dimasukkan ke dalam Lembaga Pemasyarakatan tetapi diberikan oleh pengurus di dinas sosial

This research used the qualitative approach method that was untangled in a descriptive manner, therefore this research stressed the primary data that was received through the deep interview and observation. Besides using the secondary data through the study of the bibliography be based on study the book will be depicted by the development of the concept of the supervision. Was based on field work was received by the discovery concerning, in the Institution people young class IIA Tangerang happened over occupants capacity. This matter has been done by the handling by the Institution but not yet optimal, because of available occupants are not only the prisoner, but more entrusted prisoner. So as result in over capacity. Based on the over capacity of the Institution people young class IIA Tangerang Institution people young class IIA Tangerang. This because of having the criminal level factor increased, as a result of the economic factor and the requirement for the life. Because of that could be suggested to the Institution that the prisoner must be moved to a institution that have not yet over capacity, and the punishment were supervised 3 months might not be put into the Correctional Institution but were given by the management in the social service."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
S10628
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>