Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2206 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Husein Muhamad
Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, 2008
170 JPMP 58 (2008)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Wiliam-de Vries, Dede
Bogor: Center for International Forestry Rsearch (CIFOR), 2006
305.3 WIL g
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Tirza Satya Abigail
"Zaman yang terus berkembang tidak mengubah perspektif masyarakat Indonesia terhadap gender. Norma gender masih dipegang teguh oleh masyarakat dan memiliki pengaruh yang kuat atas pemahaman serta peran gender; termasuk pengertian dari pembagian sifat maskulin dan feminin. Pada penelitian ini, saya hendak melihat pengaruh dari salah satu olahraga bertarung yang dinyatakan sebagai olahraga maskulin, yaitu taekwondo, dengan keikutsertaan perempuan di dalamnya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan pendekatan etnografi yang mencakup observasi partisipan serta wawancara mendalam dengan adanya keterlibatan dari pelatih dan murid yang sesuai dengan kategori pemilihan dojang atau tempat latihan. Pencarian data juga didasari dengan sudut pandang antropologi olahraga yang melihat cabang olahraga terkait secara lebih rinci dan mendalam. Berdasarkan hasil penelitian, telah diketahui bahwa tiap dojang memang melakukan pembedaan porsi latihan bagi murid, namun lebih dilandaskan oleh tingkat kemampuan yang dimiliki. Label yang diberikan oleh masyarakat juga dirasakan oleh taekwondoin perempuan; hanya saja, tidak mengubah cara pandang [body-image] atas diri mereka sebagai seorang taekwondoin. Pada akhirnya, para informan tidak menyetujui label: perempuan yang ikut taekwondo adalah perempuan maskulin, karena nyatanya taekwondo tidak semata-mata menjadi penentu sifat gender seseorang."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Farah Dibaj
"Laki-laki dan perempuan adalah sistem biner pada gender yang normatif yang hadir di tengah-tengah masyarakat. Namun, terdapat pula variasi identitas gender lainnya, meliputi transgender, agender, genderqueer, androginitas, atau kombinasi dari identitas- id ent it as t ersebut . Selain it u t erd apat pula variasi orient asi seksual, sepert i heteroseksual, homoseksual, dan aseksual. Variasi identitas gender dan orientasi seksual dapat dipengaruhi oleh peran sosial dan pengalaman traumatis, yang terlihat dalam film Indonesia Kucumbu Tubuh Indahku (2018). Fokus penelitian ada pada konstruksi identitas gender tokoh utama, Juno. Film dibedah menggunakan teori film Boggs dan Petrie untuk membedah aspek naratif dan sinematografis, kajian gender Judith Butler, dan kajian queer Brett Beemyn dan Eliason untuk membedah ideologi teks. Ketertarikan terhadap laki-laki menjadi hasil dari peran pengalaman traumatis Juno d alam mengonst ruksi id ent it as gend ernya, sed angkan peran sosial menghasilkan konstruksi identitas gender Juno yang mengarah pada adanya sifat-sifat feminin di dalam tubuh Juno yang secara alami maskulin. Dilihat dari posisi film, identitas gender Juno adalah non-biner yang perlu dihargai dan boleh hadir di tengah-tengah masyarakat. Terdapat adanya kritik film terhadap kepura-puraan masyarakat identitas non-biner yang menjalani kehidupan sesuai norma heteroseksualitas.

Men and women are binary systems on normative gender that are present in society. However, other variations of gender identity are also present in society, including transgender, agender, genderqueer, androgynous, or a combination of those identities. There are also variations of sexual identity, such as heterosexual, homosexual, and asexual. Variations in gender identity and sexual identity can be influenced by social roles and traumatic experiences of the individual which depicted in the Indonesian film Kucumbu Tubuh Indahku (2018). The research focuses on the construction of the main character's gender identity. The film is analyzed using Boggs and Petrie’s film theory to dissect the narrative and cinematographic aspects of the film, Judith Butler’s gender studies, and queer studies from Brett Beemyn and Eliason to dissect the ideology of the text. The attraction to men is the result of Juno's traumatic experience in constructing his gender identity, while social roles result in Juno's gender identity construction which leads to the presence of feminine traits in Juno's naturally masculine body. Judging from the film's position, Juno's gender identity is placed as a non-binary that needs to be respected and allowed to be present in society. There is also film criticism against the pretense of society with its non-binary identity who lives a life according to the norms of heterosexuality."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Eksistensi transgender Male to Female (MTF) atau yang secara umum sering kita dengar dengan istilah Waria lebih populer dibandingkan dengan transgender Female to Male (FTM). Eksistensi FTM atau seseorang yang terlahir secara biologis perempuan tetapi mendefinisikan dirinya sebagai laki-laki belum diangkat dan terdokumentasikan secara baik, sehingga eksistensi FTM sulit dikenali dalam diskursus publik. Pemilihan Jakarta sebagai area penelitian karena merupakan kota urban yang mempresentasikan Indonesia. Responden yang diinterview berjumlah 22 orang, dan di dalam perjalanan penelitian, 5 FTM dari luar Jakarta. Studi FTM ini menemukan bahwa seseorang tidak secara otomatis akan mendefinisikan gendernya sesuai dengan seks/jenis kelamin biologinya. Mereka membentuk identitas dirinya sendiri secara subjektif melalui proses pendefinisian diri. Dalam perjalanan menuju "diri", FTM mengalami banyak kekerasan baik dari negara, masyarakat, tempat kerja dan keluarga. "
362 JP 20:4 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Nur Fa`izah Mashadi
"Kategori feminin dan maskulin sangat melekat dalam masyarakat. Hal ini berpengaruh terhadap penunjukan identitas waria remaja di Jakarta. Untuk mencari nafkah, waria remaja tersebut berusaha menampilkan diri sebagai sosok yang feminin melalui riasan wajah dan modifikasi tubuh. Berkaitan dengan hal itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penunjukan identitas waria remaja melalui pemakaian riasan wajah dan modifikasi tubuh. Untuk mencapai tujuan tersebut, metode yang digunakan adalah metode kualitatif. Data primer dikumpulkan melalui wawancara mendalam dan FGD (Focus Group Discussion) terhadap 10 orang waria Sanggar SWARA dan 5 orang informan tetap. Data sekunder diperoleh melalui studi literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penunjukan identitas melalui pemakaian riasan wajah didasari oleh profesi yang digeluti. Waria pekerja seks menonjolkan riasan wajah yang natural dan tidak berlebihan guna menunjukkan diri yang feminin, layaknya perempuan sedangkan, waria pengamen menonjolkan riasan wajah yang norak dan berlebihan sebagai daya jual. Dalam hal modifikasi tubuh, waria mengonsumsi produk hormonal dan non hormonal. Beberapa produk hormonal yang digunakan adalah pil dan suntik untuk keluarga berencana serta hormon suntik. Produk non hormonal yang digunakan, yaitu silikon, suntik vitamin C, dan suntikan pemutih kulit. Berbagai upaya tersebut dilakukan untuk memperoleh tubuh yang feminin, seperti memiliki payudara layaknya perempuan, urat tidak menonjol, pinggul lebar, kulit halus dan putih, pengurangan rambut pada tubuh (ketiak dan kaki), serta penghilangan kumis dan jenggot.

Categories of feminine and masculine are inherent in society. This affects the young transgenders to show their identity in Jakarta. To earn a living, the young transgenders try to present themselves as feminine through face cosmetics and body modification. In this regard, this study aims at knowing how young transgenders show their identity through the use of face cosmetics and body modification. To achieve these objectives, the method employed a qualitative method. The primary data was collected through in-depth interviews and FGD (Focus Group Discussion) with 10 young transgenders at Sanggar SWARA and five informants. The secondary data was obtained through the study of literature. The results indicate that the young transgenders show their identity by using face cosmetics based on their profession. Transgender sex workers show natural makeup, but not exaggerated in order to show their feminity, like a real woman. Meanwhile, transgenders singers show garish and exaggerated makeup as a selling power. In terms of body modification, young transgenders take hormonal and non-hormonal product. The hormonal products they use are family planning pills and injections as well as hormonal injection. The non-hormonal product they use include silicone, injections of vitamin C, and skin whitening injection. Various attempts are made to obtain feminine body, such as having breasts like woman‟s, veins that do not stand out, wide hips, smooth and fair skin, hair reduction on the body (underarms and legs), as well as removing of mustache and beard."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S47407
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
London: Routledge, 1995
305 DYN
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ellen M. Yasak
"Negara memiliki kewajiban untuk menghapus diskriminasi terhadap perempuan dan laki-laki di semua bidang kehidupan. Gender steretiping berbahaya ketika membatasi kapasitas perempuan dan laki-laki untuk mengembangkan kemampuan pribadi mereka, dalam mengejar karier profesional dan menyangkut pilihan hidup. "
Jakarta: Ary Suta Center, 2019
330 ASCSM 45 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ridwan Bustamam
"Pada prinsipnya wacana jender dalam Islam di Indonesia telah "disuarakan" sekitar akhir tahun 1980 atau awal tahun 1990. Semenjak itu banyak muncul penelitian tentang persoalan jender dalam konteks Islam. Kesimpulan yang diperoleh para peneliti adalah wacana jender yang ada sekerang, baik tafsir, hadis, dan terutama fiqih dirumuskan dan ditulis oleh laki-laki dengan tidak menyertakan atau mengabaikan sudut pandang perempuan.
Tesis ini menempatkan institusi pendidikan Islam sebagai faktor yang paling menentukan dalam pelanggengan ideologi patriarki dalam masyarakat. Alasannya, dalam pendidikan Islam, fiqih bagi umat Islam merupakan standar nilai dan norma dalam kehidupan individu, bermasyarakat, dan bernegara.
Menelaah lebih serius buku ajar fiqih dan buku ajar agama Islam yang memaparkan persoalan relasi jender menjadi signifikan. Hal paling mendasar yang harus dipertanyakan adalah mengapa rumusan buku ajar yang telah banyak mendapat kritik para ahli, tetap saja dipertahankan dan diajarkan sebagaimana adanya. Tesis ini menjawab pertanyaan itu dengan mengungkap aspek-aspek terpenting yang berperan dan berpengaruh dalam penyusunan buku ajar sehingga gambaran relasi jender tradisoanal yang dirumuskannya seolah-oleh tidak tergugat atau tergantikan.
Dengan menggunakan metode hermeneutik, persoalan relasi jender yang begitu luas dan kompleks dalam konteks pendidikan keagamaan dapat diidentifikasi secara sederhana, yaitu dengan mengemukakan jawaban terhadap tiga pertanyaan pokok metode hermeneutik:
1) Bagaimana komposisi bahasa yang digunakan teks atau cara pengungkapan dan hal apa yang dibicarakan teks;
2) Bagaimana pandangan dunia (weltanschauung) yang terkandung dalam teks;
3) Dalam konteks apa sebuah teks ditulis.
Pertama, bagaimana komposisi bahasa yang digunakan teks atau cara pengungkapan dan hal apa yang dibicarakan. Penelitian ini menemukan bahwa komposisi bahasa yang digunakan atau cara pengungkapan relasi jender dalam buku ajar, dapat dikatakan hanya berupa pengutipan dan bahkan penyaduran total dari rumusan relasi jender yang ada dalam wacana Islam klasik. Sedangkan tema di seputar relasi jender yang pemaparannya dikategorikan banyak mengandung asumsi bias laki-laki adalah konsep rumah tangga, seperti konsep nikah, peranan wali nikah, hak dan kewajiban suami istri, poligini, perceraian, dan harta waris. Selain itu, konsep kepemimpinan perempuan, baik kepemimpinan di dunia publik maupun kepemimpinan dalam ritual keagamaan merupakan konsep yang perlu ditinjau kembali, seperti prnyataan tidak bolehnya wanita menjadi hakim apalagi presiden. Sementara itu, konsep kepribadian perempuan yang harus diluruskan kembali dalam buku ajar adalah asumsi tentang perempuan yang memiliki cacat psikologis dan lemah dari segi fisik dibanding laki-laki.
Kedua, bagaimana pandangan dunia (weltanschauung) yang terkandung dalam teks. Penelaahan di sini menemukan bahwa para perumus buku ajar hanya menggunakan asumsi dan cara berpikir laki-laki saja dalam pemaparannya. Kenyataan membuktikan bahwa setiap peaulis kitab-kitab klasik yang dirujuk, dan semua perumus buku ajar itu berjenis kelamin laki-laki, walaupun persoalan yang mereka bahas berkaitan dengan "keperempuanan" itu sendiri. Kenyataan itu membuktikan bahwa sosialisasi jender belum "menyentuh" mereka sama sekali.
Ketiga, dalam konteks apa sebuah teks ditulis. Tesis ini menemukan bahwa walaupun rumusan buku ajar itu telah banyak mengalami penyempumaan, akan tetapi pembahasan tentang relasi jender tidak perenah terbebaskan dari bias jender. Kenyataan itu juga menunjukkan bahwa institusi yang menyelenggarakan pendidikan keagamaan sangat berperan dalam pengambilan keputusan tentang dapat atau tidak dapat suatu rumusan buku ajar direvisi atau dirubah. Jadi, dalam proses produksi buku ajar, institusi pendidikan keagamaan telah didominasi dan dikendalikan oleh pemegang kekuasan yang berideologi patriarkis.
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa persoalan .relasi jender yang dipaparkan dalam buku ajar figih dan agama Islam banyak mengandung bias jender, pada proses perumusan para penyusun telah menggunakan asumsi bias yang bersumber dari kitab klasik. Hal yang lama juga terjadi pada pihak yang memproduksi dan merekomendasi penggunaan sebuah buku ajar. Kesan yang diperolah adalah bahwa institusi atau pihak penguasa sangat lamban dalam merespons dan mensosialisasi isu-isu kesetaraan jender dalam lembaga pendidikan Islam. Padahal, isu kesetaraan jender itu sendiri telah disuarakan lebih dari satu dekade.
Oleh sebab itu, peneliti menyarankan agar pihak yang terkait dalam penyelenggaraan pendidikan Islam untuk lebih sensitif dan tanggap terhadap setiap upaya penyetaraan jender. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah merumus ulang konsep relasi jender dalam buku ajar yang dianggap mengandung bias jender, dan menggantinya dengan rumusan yang lebih adil jender.

Principally, the discourse of gender in Islam in Indonesia had been voiced around late 1980s or at the beginning of 1990s. From that moment, the research of gender issues in Islam point of view had been widely appeared. As the result of the research, the researchers conclude that the discourse of gender known as tafsir, hadis and particularly fiqih had been formulated and written by men without any supportive reference from women's point of view at all.
This thesis puts institution of Islam education as the determining factor in preserving patriarchy ideology society. Why? Because in religious education, Islam follower had set up fiqih as value and norm standard both in individual or in national society as a whole.
It is deemed significant to analyze more seriously problems related to gender in the form of fiqih and Islam discourse book. To this respect, this thesis analyzes significant aspect which affect and play certain role in composing the discourse book. At the end, it is expected that formula of traditional gender's relation will not be claimed or replaceable.
By applying hermeneutic method, it is hoped that the complexity of gender problem in religious educational context can be identified more simply; by finding the answers to three main questions in hermeneutic method; 1) How language composition is used in the text, the way of expression and what problems we discuss are; 2) How the world view (weltanschauung) pour out in the text; 3) In what context a text is written.
First, how language composition is used in the text, the way of expression and what problems we discuss are. This research finds that composition of grammar used in expressing issues of gender relation in the .discourse as a whole is in the form of total translation and adaptation of the available formula of gender relation in the classic bible. Some themes regarding gender relation which categorized to bear much reflection of men's assumption is a concept of family life such as marriage, spouse's rights and obligations, poliginy divorce, inheritance/legacy. Besides, concept of women leader; to forbid women to become a president, judge, and the leader in religious ritual need to be reviewed. Meanwhile, the concept of women's personality which also need to be reviewed in discourse book is the assumption that women possess psychological defects as well as physically weaker than men.
Second, how the world view (weltanschauung) pour out in the text. This research finds that the formulator of discourse book had applied mere men's assumption and men's way of thinking. The fact had showed that almost all references of classic bible formulators, and all formulators of discourse book are men though the main problem discussed is related to women itself.
Third, in what context a text is written. This thesis finds that even discourse book had been through lots of act of perfecting, but gender analysis had never been freed from gender's reflection. This fact shows that the religious institution plays such an important role in making decision about formulation of discourse book that can or can not be revised and changed. To this respect, institution of religious education `s role in producing the discourse book is still dominated and influenced by patriarchic authorities.
Finally, the conclusion can be drawn that fiqih and Islam discourse books which discuss gender relation still apply the reflection of men's assumption based on classic bible, both formulated by experts or authorized institution. The impression of this fact is that the authority is seemed to act sluggish in responding and socializing issues of gender equality in Islam education whereas this issue has been voiced for more that a decade.
Therefore, the author suggests that related parties to be more sensitive and responsive toward the issues of gender equality in performing Islam education. One of the steps that can be taken is by re-formulate the concept of gender relation which tends to be gender bias in the discourse book and replace it with the more fair formulation.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T14632
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>