Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 56889 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anak Agung Banyu Perwita
"Nowadays Sulu Sea is becoming the core of geopolitics issues between Indonesia, Malaisya and the Philippines. The three countries are looking at Sulu Sea as the strategic environment which has the substance of their national security interest, but the maritime security condition at Sulu Sea has no longer stable after the existence of Abu Sayyaf Group.
In this thesis will explain about the agreement of maritime security cooperation which is called as the Trilateral Cooperation Arrangement in preserving Indonesia, Malaisya and the Philippines national security interests at Sulu Sea. The agreement has been initiated by the minister of foreign affairs of those three countries in order to their common concern about the threat that has been conducted by the Abu Sayyaf Group.
Indonesia, Malaysia, and the Philipinnes as the three countries who agreed in the Trilateral Cooperation Arrangement at Sulu Sea recognize the threat in the maritime areas is maritime piracy such as ship hijacking and kidnapping for ransom that could threatened their national security interest as well as their sovereignty at sea. Therefore in order to overcome the maritime piracy at Sulu Sea, the three countries implement the initiatives that have been agreed."
Jakarta: The Ary Suta Center, 2018
330 ASCSM 42 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Agnes Deandra Bangkur
"Tulisan ini menganalisis mengapa Australia yang merupakan negara non senjata nuklir melakukan pengadaan kapal selam bertenaga nuklir dalam kerja sama keamanan trilateral AUKUS. Artikel ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan causal-process tracing. Analisis dalam tesis ini menggunakan konsep Foreign Policy Analysis (FPA), untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penyusunan kebijakan luar negeri Australia yang merupakan negara non-nuklir namun melakukan pengadaan kapal selam bertenaga nuklir dengan Amerika Serikat dan Inggris melalui AUKUS. Faktor-faktor penyusun kebijakan luar negeri yang dimaksud dalam konsep ini adalah faktor domestik dan internasional. Hasil dari analisis artikel ini menunjukkan bahwa kebijakan luar negeri Australia dipengaruhi oleh faktor domestik dengan indikator keadaan geografi, tradisi dan sejarah, serta kapabilitas militer dari Australia, serta faktor internasional dengan indikator sistem internasional, perjanjian internasional, dan kerja sama Australia. Walaupun kebijakan yang diambil oleh Australia ini menghadirkan beragam tanggapan yang cenderung negatif atas penggunaan kapal selam bertenaga nuklr, kebijakan tersebut tetap dijalankan oleh Australia mengingat terus meningkatnya ancaman di Indo-Pasifik.

This article analyzes why Australia, which is a non-nuclear weapons country, procures nuclear-powered submarines in the AUKUS trilateral security cooperation. This article uses qualitative research methods with a causal-process tracing approach. The analysis in this thesis uses the concept of Foreign Policy Analysis (FPA), to analyze the factors that influence the foreign policy formulation of Australia, which is a non-nuclear country but is procuring nuclear-powered submarines with the United States and England through AUKUS. The factors that make up foreign policy referred to in this concept are domestic and international factors. The results of this thesis analysis show that Australia's foreign policy is influenced by domestic factors with indicators of geography, tradition and history, as well as Australia's military capabilities, as well as international factors with indicators of the international system, international agreements and Australian alliances. Even though the policy adopted by Australia presents a variety of responses that tend to be negative regarding the use of nuclear-powered submarines, this policy is still implemented by Australia considering the continuing increase in threats in the Indo-Pacific.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Primayanti, Luh Putu Ika
"Perkembangan lingkungan strategis berdampak pada pesatnya perkembangan ancaman asimetris. Kawasan Asia Tenggara merupakan salah satu yang menghadapi ancaman ini. Indonesia sebagai salah satu negara di Kawasan Asia Tenggara melakukan kerjasama Trilateral Cooperation Arrangement untuk menangkal ancaman asimetris khususnya di Laut Sulu. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis strategi Trilateral Cooperation Arrangement sebagai strategi pertahanan Indonesia dalam penanggulangan ancaman asimetris di Kawasan Asia Tenggara. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Penelitian ini menggunakan teori ilmu pertahanan, konsep strategi, counter terrorism, asymmetric warfare, kerjasama pertahanan, cooperative security, dan deterrence theory. Hasil dari penelitian ini dapat dibagi menjadi tiga yaitu pertama, ancaman asimetris yang terjadi di Asia Tenggara khususnya Laut Sulu terus berkembang dan secara khusus dibagi menjadi terorisme; kejahatan transnasional yaitu perompakan bersenjata dan penculikan untuk tebusan; serta migrasi ilegal. Kedua, dalam pelaksanaannya, Trilateral Cooperation Arrangement (TCA) di Laut Sulu terdiri dari Patroli Laut Terkoordinasi (Coordinated Sea Patrol), Patroli Udara (Air Patrol), Pertukaran Informasi dan Intelijen (Information and Intelligent Sharing) dan Latihan Darat Bersama (Land Exercise). Keempat patroli tersebut merupakan kerjasama strategis yang merupakan suatu kesatuan sehingga tidak dapat dipisahkan perbagian atau fungsinya. Namun dalam pelaksanaannya, terdapat peluang dan tantangan yang perlu menjadi perhatian baik pengempu kebijakan atau pihak operasional. Ketiga, Trilateral Cooperation Arrangement merupakan strategi yang dapat menanggulangi ancaman asimetris yang terjadi di Kawasan Asia Tenggara khususnya di Laut Sulu sejak tahun 2016-2018, namun ditahun 2019 ancaman asimetris di Laut Sulu mengalami peningkatan. Adapun strategi yang digunakan adalah menggunakan kerjasama pertahanan serta menggunakan softpower maupun hardpower yang memberikan efek deterrence kepada pelaku ancaman asimetris. Selain itu, memperkuat kerjasama Kementerian dan Lembaga sebagai pembuat kebijakan, serta TNI dan pemerintah daerah sebagai pelaksana operasional serta aturan pendukung seperti aturan prosedure operasional."
Bogor: University of Indonesia, Faculty of Humanities, 2020
355 JDSD 10:1 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nisrina Nur Aathif
"Tesis ini membahas mengenai preferensi kerja sama maritim terhadap isu kekerasan maritim di perairan Sulu-Sulawesi antara Indonesia dan Filipina pada tahun 2016-2020. Sebagai dua negara yang sama-sama berada di kawasan Asia Tenggara, berbentuk kepulauan-maritim, memiliki kepentingan di Laut Sulu-Sulawesi, dan memiliki identitas independen dalam politik luar negerinya, Indonesia dan Filipina faktanya memiliki preferensi kerja sama yang berbeda dalam menangani isu kekerasan maritim tersebut. Di satu sisi, Indonesia lebih memilih kerangka kerja sama maritim yang berdasarkan pada diplomasi maritim guna menghindari adanya dominasi, sedangkan Filipina di sisi lain lebih cenderung pragmatis dalam menginisiasi kerja sama dengan siapapun yang memang berpotensi memberikan kontribusi bagi pencapaian kepentingan nasional Filipina. Perbedaan preferensi kerja sama maritim kedua negara ini dianalisis dengan menggunakan Teori Peran milik Breuning, yang memiliki asumsi bahwa perilaku kebijakan luar negeri dilatarbelakangi oleh konsepsi peran nasional oleh para pembuat kebijakan yang mana dipengaruhi oleh faktor ideasional dan material. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan studi kasus komparatif. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumentasi, dokumen arsip, dan wawancara. Tesis ini menemukan bahwa konsepsi peran nasional mempengaruhi perbedaan preferensi kerjasama maritim di antara kedua negara yang faktanya memiliki karakteristik yang hampir sama. Dengan mengkaji seluruh faktor pembentuk konsepsi peran nasional, ditemukan bahwa Indonesia memiliki peran nasional sebagai negara independen-aktif, negara maritim, dan pemimpin kawasan, sedangkan Filipina memiliki peran nasional independen-pragmatis, negara maritim, dan kolaborator.

This thesis discusses the preferences for maritime cooperation on the issue of maritime violence in Sulu-Sulawesi waters between Indonesia and the Philippines in 2016-2020. As two countries that are both located in the Southeast Asia region, having archipelagic-maritime nature, having interests in the Sulu-Sulawesi Sea, and having independent identities in their foreign policy, Indonesia and the Philippines, in fact, possess different preferences for maritime cooperation in dealing with the issues of maritime violence. On the one hand, Indonesia prefers a maritime cooperation framework based on maritime diplomacy to avoid domination, while the Philippines, on the other hand, tends to be pragmatic in initiating cooperation with anyone who has potential to contribute to the achievement of the Philippine‟s national interest. Differences in maritime cooperation preferences between the two countries are analyzed using Breuning's Role Theory, which assumes that foreign policy behavior of a country is driven by particular national role conceptualized by its policy makers which is influenced by both the ideational and material factors. This thesis used a qualitative method with a comparative case study. Sources of data used in this thesis are documentation, archival documents, and interview. This thesis finds that the conception of the national role affects the differences in preferences for maritime cooperation between the two countries, although both have almost the same characteristics. By examining all the factors influencing the national role conception, it is found that national role conception of Indonesia are independent-active, maritime country, and regional leader, while the national role conception of Philippines are independent-pragmatic, maritime country, and collaborator."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Praditha Poetri
"Perubahan tren perompakan di Asia Tenggara, dari tradisional ke kontemporer, telah berlangsung selama beberapa dekade. Untuk memastikan kamanan kawasan, ASEAN sebagai institusi regional mengadaptasi norma maritim internasional sebagai norma regional untuk menanggulangi perompakan. Norma tersebut adalah ini adalah Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut 1982 (UNCLOS 1982), Convention for the Suppression of Unlawful Acts against the Safety of Maritime Navigation 1988 (SUA Convention 1988), dan International Convention for the Safety of Life at Sea 1974 (Konvensi SOLAS 1974). Penelitian ini akan mengupas tentang difusi norma eksternal dengan norma lokal yang masih berlaku, menggunakan teori difusi norma sebagai kerangka analisis dan metode penelitian kualitatif. Dari penelitian ini, ditemukan fakta bahwa ASEAN mengadopsi norma internasional dengan beberapa penyesuaian. Dengan pertimbangan isu perompakan yang cukup sensitif, ASEAN dibantu dengan mitra dialog melalui ASEAN Regional Forum (ARF) mengadopsi norma internasional keamanan maritim kedalam kerangka kerja sama di kawasan.

The shift of sea piracy trend in Southeast Asia, from primordial piracy to contemporary piracy, has happened for a few decades. To ensure the region remains invulnerable, ASEAN as regional institution adopts two international maritime norms into the region to develop the regional norms against sea piracy. Those norms are the UNCLOS 1982 and the Convention for the Suppression of Unlawful Acts against the Safety of Maritime Navigation 1988 (SUA Convention 1988), and International Convention for the Safety of Life at Sea 1974 (SOLAS Convention 1974). This research explores the process of external norms diffusions with the local extant norm using the norm diffusion theory and qualitative research method as the analytical framework. The research finds that ASEAN adopts the international norms with several adjustment. Considering the sensitive nature of piracy issue, ASEAN with the help of ASEAN’s dialogue partners adopted the international maritime security norms into regional cooperation framework through ASEAN Regional Forum (ARF)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Sathila Kusumaningtyas
"Tesis ini meneliti tentang hambatan yang dihadapi Indonesia, Malaysia, dan Filipina dalam kerja sama patroli maritim trilateral (trilateral maritime patrol) di Laut Sulu dan Sulawesi dengan menggunakan kelima variabel rezim keamanan yakni norma dan prinsip, aturan main, kepentingan nasional, kekuatan politik, dan pengetahuan yang didasari oleh ancaman yang ada di kawasan Laut Sulu dan Sulawesi. Analisis tersebut memberikan hasil bahwa ketiga negara kesulitan melakukan kerja sama dikarenakan beberapa hambatan berikut: prinsip kedaulatan dalam ASEAN Way yang dianut ketiga negara justru menghambat pelaksanaan patroli, aturan main dalam TCA tidak mengikat secara hukum dan tidak mengatur perluasan hak pengejaran seketika, adanya kepentingan nasional yang tumpang-tindih membuat negara-negara lalai akan tujuan utama kerja sama, dan terdapat ketimpangan yang cukup besar dalam kekuatan politik ketiga negara. Oleh karena itu, Indonesia sebagai negara dengan insentif kerja sama terbesar perlu untuk terus mendorong kedua negara lainnya untuk segera merealisasikan kerja sama. Selain itu ketiga negara perlu menunjuk keketuaan atau koordinator secara bergiliran untuk menjamin pertanggungjawaban pelaksanaan kerja sama dan merumuskan aturan main yang lebih mengikat secara hukum.Ketiga negara juga perlu untuk bekerja sama dalam capacity building untuk membantu negara yang lebih lemah menyetarakan (jenis dan teknologi) kapal-kapal yang akan digunakan untuk patroli agar memudahkan dalam komando dan pengendaliannya.

This thesis examines the obstacles faced by Indonesia, Malaysia and the Philippines in the cooperation of trilateral maritime patrols in the Sulu Sea and Sulawesi. In analyzing these obstacles, this thesis uses the five variables of the security regime: norms and principles, rules of conduct, national interests, political power, and knowledge based on the threats that exist in the Sulu and Sulawesi. The purpose of this exercise to identify the constraints that exist in the joint trilateral joint patrol cooperation between Indonesia, Malaysia and the Philippines. This thesis finds that the three countries embrace the norms and principles of the ASEAN Way which embraces the principle of sovereignty, and as such erodes the effectiveness of cooperation. In addition, the TCA principles result in the absence of legally-binding, and the regulation of the extention of the right of hot pursuit. The over-emphasis on non-intervention in the pursuit of national interests leads tothe neglect of the main purpose of cooperation, and there is considerable imbalance in the political power of the three countries. Therefore, referring to the concept of the security regime, this cooperation will not work effectively if the variables in the regime are not met. Indonesia as a country with the largest cooperation incentives needs to continue to encourage the other two countries to immediately realize the critical significan of the cooperation. In addition, the three countries also need to appoint a coordinator to ensure the accountability of the implementation of cooperation.There is also a need to formulate more legally binding rules. Finally, the states in the region need cooperate in the capacity building that helps weaker states to equalize the type and technology of vessels to be used for patrols to facilitate command and control.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dindo Tazrudin
"ABSTRAK
Tesis ini membahas perlakuan akuntansi atas Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik pada pembukuan penjual, PT. Pertamina Geothermal Energy (PGE) dan pada pembukuan pembeli, PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN). PGE memperlakukan perjanjian ini sebagai perjanjian yang tidak mengandung sewa, sebaliknya PLN memperlakukan perjanjian ini sebagai perjanjian yang mengandung sewa. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode studi kasus. Perbedaan perlakuan ini terjadi karena perbedaan interpretasi atas kriteria perjanjianyang mengandung sewa sesuai ISAK Nomor 8 (2008). PLN menganggap bahwa PLN mempunyai kemampuan untuk mengarahkan PGE untuk mengoperasikan aset. Sedangkan PGE menganggap keterlibatan PLN hanya pada saat koneksi aliran listrik dari pembangkit PGE ke jaringan listrik PLN. Perbedaan lainnya adalah PLN menganggap bahwa harga dibayar PGE bukan harga yang secara kontraktual tetap untuk tiap unit keluaran. PGE menganggap sebaliknya. Penelitian ini menyimpulkan bahwa Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik antara PGE dan PLN merupakan perjanjian yang mengandung sewa.

ABSTRACT
This thesis discusses the accounting treatment of Energy Sales Contract on seller?s bookkeeping, PT. Pertamina Geothermal Energy (PGE) and buyer?s bookkeeping, the State Electricity Company (PLN). PGE treats this contract as the arrangement does not contains a lease, on the contrary PLN treats thiscontract as arrangement contains a lease. This study was conducted using the case study method. These different treatments occurs because of different interpretation of the criterias arrangement contains a lease in accordance to ISAK Number 8 (2008). PLN assumes that PLN is able to direct PGE to operate the asset. While PGE assumes that PLN involvement only at the time of connection electricity from PGE plant to the PLN?s electricity network. Another difference is PLN assumes that the price paid by PGE is not contractually fixed price per unit of output, while PGE assumes otherwise. The study concluds that the Energy Sales Contract between PGE and PLN is an arrangement contains a lease.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Maylasari
"Tujuan penelitian mempelajari pengaruh pengaturan tempat tinggal, yaitu tinggal sendiri, berdua dengan pasangan dan bersama terhadap perilaku pencarian pengobatan lansia dengan memperhitungkan variabel jenis kelamin, kelompok umur, tingkat pendidikan, daerah tempat tinggal, status ekonomi dan akses pelayanan kesehatan dengan menggunakan data Susenas 2012 dan Podes 2011. Hasil regresi logistik multinomial menunjukkan bahwa pengaturan tempat tinggal secara signifikan memengaruhi perilaku pencarian pengobatan lansia, baik mengobati sendiri maupun berobat jalan. Setelah memperhitungkan faktor klasifikasi, ketika tidak tinggal sendiri, lansia laki-laki memiliki kecenderungan yang tinggi untuk mengobati sendiri maupun berobat jalan, dan sebaliknya pada lansia perempuan. Setelah memperhitungkan pengaturan tempat tinggal dan jenis kelamin, faktor terkuat dalam menentukan perilaku pencarian pengobatan lansia adalah umur dan status ekonomi, terutama untuk berobat jalan.

This study examines the effect of living arrangement, which are living alone, couple and with others on health seeking behavior of elderly, both self-treatment and outpatient treatment by controlling variables such as sex, age group, education level, rural urban, economic status and access to health services. Results of multinomial logistic regression analysis using Susenas 2012 and Podes 2011 data show that living arrangement affect health seeking behavior of elderly, both self-treatment and outpatient treatment. According control variables, if the elderly not living alone, men more likely than women to has self-treatment and outpatient treatment, and vice versa if they living alone. According to living arrangement and sex, the strongest determinants of health seeking behavior of elderly, are age group and economic status, especially for outpatient treatment."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pangaribuan, Meilinda Triana
"Laut menjadi salah satu wilayah terjadinya kejahatan lintas negara. Kejahatan di laut yang paling sering terjadi adalah pembajakan kapal maupun penyanderaan awak kapal. Warga Negara Indonesia berulang kali menjadi korban penyanderaan ASG, salah satu kelompok ekstrem dari Filipina. Penyanderaan WNI tersebut disertai dengan permintaan sejumlah uang tebusan. Penyanderaan tersebut terjadi di Laut Sulu berbatasan langsung dengan Laut Sulawesi dan Sabah. Penyanderaan WNI dengan tebusan perlu diwaspadai oleh Pemerintah Indonesia sebagai bentuk ancaman keamanan di wilayah perbatasan juga mengancam keselamatan warga negara Indonesia. Sebagai upaya pencegahan maka Indonesia menginisiasi sebuah kerja sama bersama Filipina dan Malaysia. Kerja sama tersebut dikenal dengan nama Trilateral Maritime Patrol Indomalphi (TMP Indomalphi) untuk meningkatkan keamanan maritim. Penelitian ini menggunakan konsep dan teori maritim piracy, kidnapping for ransom, keamanan maritim, dan kerja sama internasional. Metode yang digunakan adalah penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Hasil penelitian bahwa TMP Indomalphi adalah upaya Indonesia mencegah penyanderaan WNI di Laut Sulu. Kesimpulan penelitian ini adalah kerja sama TMP Indomalphi dianggap berhasil meningkatkan keamanan maritim dan mencegah penyanderaan WNI oleh ASG, walaupun masih perlu didukung dengan pembangunan ekonomi dan pendekatan sosial budaya.

The sea is one of the areas where transnational crimes occur. The most common crimes at sea are ship hijacking and taking hostage. Indonesian citizens have been repeatedly taken hostage by ASG, an extremist group from the Philippines. The hostage-taking of the Indonesian citizen was accompanied by a demand for a ransom. The hostage-taking took place in the Sulu Sea, directly adjacent to the Sulawesi and Sabah Seas. The Indonesian government needs to be aware of the hostage-taking of Indonesian citizens with a ransom as a form of security threat in border areas that also threatens the safety of Indonesian citizens. As a prevention effort, Indonesia initiated a cooperation with the Philippines and Malaysia. The cooperation is known as the Trilateral Maritime Patrol Indomalphi (TMP Indomalphi) to improve maritime security. This study uses the concepts and theories of maritime piracy, kidnapping for ransom, maritime security, and international cooperation. The method used is descriptive qualitative research. The result of the research is that the Indomalphi TMP is Indonesia's effort to prevent Indonesian citizens from being held hostage in the Sulu Sea. The conclusion of this study is that the Indomalphi TMP cooperation is considered successful in improving maritime security and preventing Indonesian citizens from being held hostage by the ASG, although it still needs to be supported by economic development and a socio-cultural approach."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Dewi Yuliany
"Perjanjian modal penyertaan merupakan salah satu sumber keuangan bagi koperasi dalam menjalankan dan mengembangkan kegiatan usahanya. Sifat dari modal penyertaan sama halnya seperti equity, dimana pemodal juga ikut menanggung resiko dalam setiap keuntungan dan kerugian dari modal yang ditanamkan. Pada praktiknya penulis menemukan adanya perjanjian modal penyertaan dimana resiko bisnis dialihkan sepenuhnya kepada koperasi. Hal ini terdapat pada Perjanjian Modal Penyertaan Koperasi Cipaganti. Dalam perjanjian modal penyertaan tersebut Koperasi Cipaganti menanggung seluruh resiko kerugian yang timbul dari pengelolaan modal dan pemodal memperoleh pembagian keuntungan dalam jumlah tetap setiap bulannya.
Pada tahun 2014 Koperasi Cipaganti dinyatakan PKPU oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Permohonan PKPU tersebut diajukan oleh pemodalnya karena Koperasi Cipaganti gagal untuk membayar pembagian keuntungan yang disepakati dalam perjanjian modal penyertaan antara Koperasi Cipaganti dengan Pemohon PKPU.
Dalam tulisan ini penulis akan meneliti keabsahan dari perjanjian modal penyertaan antara Koperasi Cipaganti dengan para Pemohon PKPU dan akibat hukum terhadap PKPU Koperasi Cipaganti dalam hal perjanjian Modal Penyertaan tersebut tidak sah dan tidak mengikat secara hukum. Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif empiris yaitu bermula dari penelitian atas ketentuan hukum positif tertulis yang diberlakukan pada peristiwa hukum in concreto dalam masyarakat. Penelitian akan dilakukan dalam 2 (dua) tahapan yaitu pertama kajian mengenai hukum normatif yang berlaku dan kedua penerapan pada peristiwa in concreto.
Berdasarkan hasil penelitian penulis Perjanjian Modal Penyertaan pada Koperasi Cipaganti bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat perjanjian modal penyertaan sebagaimana diatur dalam PP No. 33 Tahun 1998 Tentang Modal Penyertaan Koperasi. Oleh karenanya Perjanjian Modal Penyertaan pada Koperasi Cipaganti batal demi hukum karena tidak memenuhi syarat adanya kausa yang halal sebagamana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Demikian pula halnya dengan PKPU dan penetapan homologasi pada Koperasi Cipaganti menjadi tidak berkekuatan hukum karena didasarkan pada utang yang timbul dari Perjanjian Modal Penyertaan yang batal demi hukum.

Capital subscription agreement is one of the financial resources for cooperations in running and developing their business activities. The characteristic of capital subscription is similar to equity, where the investor bears the risk on every profit and loss from the capital invested. In practice, author finds there is a capital subscription agreement where the business risk is fully handed over to the cooperation. This matter is found in Perjanjian Modal Penyertaan Koperasi Cipaganti. In this capital subscription agreement, Cipaganti Cooperation bears all the risk of loss from the capital management and the investor gains profit on fixed amount every month.
In 2014, Cipaganti Cooperation declared under the status of Suspension of Payment (PKPU) by the Commercial Court at District Court of Jakarta Pusat. The petition of PKPU was submitted by its investors due to Cipaganti Cooperation's failure to pay the profit sharing that has been agreed on the capital subscription agreement between Cipaganti Cooperation and PKPU's applicant.
In this thesis, author will review the validity of capital subscription agreement between Cipaganti Cooperation and the PKPU's applicants and the legal consequences toward the PKPU of Cipaganti cooperation in terms of capital subscription agreement mentioned is invalid and is not lawfully binding. The research method that will be used in this thesis is empirical normative legal research begins from research on provision of written applicable law which imposed on the legal event in concreto in the community. The research will be conducted in two stages: the study of applicable normative law and the application on events in concerto.
Based on the result of author's research, the capital subscription agreement of Cipaganti Cooperation contradicts the provisions and requirements of capital subscription agreement as written in Law No. 17 of 2012 on Cooperation and Governing Regulation No. 33 of 1998 concerning the Capital Subscription in Cooperation. Therefore, the capital subscription agreement of Cipaganti cooperation is null and void for not meeting the requirement of the legal cause as written in Clause 1320 of Indonesian Civil Code. Similarly with the PKPU and the ratification of settlement agreement of Cipaganti Cooperation become unbinding under Indonesian law since it is based on the debt arrised from the capital subscription agreement that is null and void.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T44022
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>