Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6240 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zen Ahmad
"ABSTRAK
Multi Drug Resistant Tuberculosis (MDR TB) adalah tuberkulosis resisten obat yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis yang resisten terhadap ripamfisin dan isoniazid. Diagnosis MDR TB berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik, radiologis, pemeriksaan BTA dengan gene expert, dan kultur resistensi Mycobacterium Tuberculosis. Berikut ini dilaporkan seorang penderita, perempuan, 36 tahun dengan MDR TB yang telah mendapatka pengobatan fase intensif dan mengalami konversi tetapi pada fase lanjutan mengalami reversi. Kasus ini perlu mendapatkan diskusi untuk menetapkan apakah pengobatan MDR TB akan dilanjutkan atau distop, karena dianggap pengobatan yang gagal. "
Jakarta: Departement of Internal Medicine. Faculty of Medicine Universitas Indonesia, 2016
616 UI-JCHEST 3:3 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dzikrie Za`iemullah
"TB resistan obat (MDR-TB) sampai saat ini masih menjadi permasalahan kompleks dengan pengobatan lebih sulit, efek samping obat, dan tingkat kematian yang tinggi dibandingkan TB sensitif obat. Infeksi TB-MDR dapat terjadi pada pasien TB setelah selesai pengobatan OAT yang dikenal sebagai kasus TB-MDR relaps/kambuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor risiko terjadinya TB-MDR relaps di Rumah Sakit Persahabatan Jakarta tahun 2016-2018. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang (cross sectional) dengan jumlah subjek 80 pasien di Poli Paru dan TB-MDR RSUP Persahabatan. Data diambil dengan menggunakan rekam medis dan wawancara langsung dengan pasien. Berdasarkan karakteristik, pasien didominasi oleh laki-laki, usia 36-55 tahun, pendidikan terakhir SMA, tingkat pendapatan per bulan rendah (Rp1.825.000,00-Rp3.299.999,00/bulan), menjalani pengobatan dengan patuh, bukan perokok, tidak ada komorbid diabetes melitus (DM) maupun koinfeksi HIV.
Melalui analisis bivariat didapatkan kepatuhan berobat p= 0,002 bermakna terhadap kejadian TB-MDR relaps. Sementara itu, hasil analisis multivariat dengan metode regresi logistik hasil signifikan didapatkan variabel pendapatan per bulan sangat rendah (

Nowadays, multidrug-resistant TB (MDR-TB) still faces many problems including harder treatment with more toxic drugs and higher mortalities among patients compared than drug-sensitive TB infection. MDR-TB can occur in patients who have already been cured or completed their previous TB treatment, known as MDR-TB relapse cases. The aims of this research to identified risk factors among MDR-TB relapse patients in Persahabatan Central General Hospital in 2016-2018. This study used cross-sectional design and involved 80 patients at Poli Paru and MDR-TB in Persahabatan Hospital. Data were collected using medical records and direct interview with patients. Among them, most of were dominated by male, age 36-55 years old, senior high-school education, lower income (Rp1,825,000.00-3,299,999.99/month), good adherence during previous treatment, non-smoker, and without the presence of diabetes mellitus (DM) and HIV-infection.
Bivariate analysis showed only adherence to previous treatment (p = 0,002) to be statistically significant. Meanwhile, after adjusted other factors through multivariate analysis, it was found very low monthly income ("
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinar Faricy Yaddin
"ABSTRAK
Tuberkulosis Multidrug Resistant (TB MDR) merupakan suatu masalah dan menjadi tantangan yang paling besar terhadap program pencegahan dan pemberantasan TB dunia. Angka kesembuhan pada TB MDR relatif lebih rendah dengan terapi yang lebih sulit, mahal, dan lebih banyak efek samping. Konversi kultur sputum M. tuberculosis dalam 2 bulan pengobatan dapat digunakan sebagai indikator luaran terapi dan target pertama dalam terapi TB MDR. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara gabungan derajat positivita sputum basil tahan asam (BTA), adanya kavitas paru, malnutrisi, diabetes mellitus (DM), dan kebiasaan merokok dengan konversi kultur sputum M. tuberculosis dalam 2 bulan pengobatan. Metode penelitian ini adalah penelitian khusus-kontrol dengan mengambil data sekunder dari penderita yang didiagnosis TB MDR di Klinik TB MDR Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Hasan Sadikin pada periode April 2012 sampai dengan desember 2014. Kelompok kontrol adalah data pasien TB MDR yang mengalami konversi dalam 2 bulan pengobatan dan kelompok kasus adalah data pasien yang tidak mengalami konversi dalam 2 bulan pengobatan. Data analis dengan analisis univariat diikuti analisis multivariat regresi logistik. Hasilnya subjek penelitian berjumlah 190 orang, terbagi dalam kelompok kasus dan kontrol masing-masing 95 orang. Variabel bermakna pada analisis univariat adalah derajat positivitas sputum BTA, adanya kavitas paru, DM, dan malnutrisi. Analisis dilanjutkan dengan analisis multivariat regresi logistik dasn diperoleh hasil bahwa variabel yang berhubungan paling kuat dengan konversi kultut sputum BTA dalam 2 bulan pengobatan adalah derajat positivitas sputum BTA (Sputum BTA +1 p = 0,000, OR = 5,46; IK 95%:2,510-11, sputum BTA +2 p = 0,045, OR = 2.253; IK 95%: 1,017 - 4,989) dan adanya kavitas (p = 0,000, OR = 3,22; IK 95%: 1,61 - 6,45). Kesimpulannya derajat positivitas sputum BTA dan adanya kavitas memiliki hubungan yang paling kuat dengan konversi kultur sputum M. tuberculosis dalam 2 bulan pengobatan pada pasien TB MDR.
"
Jakarta: Departement of Internal Medicine. Faculty of Medicine Universitas Indonesia, 2016
616 UI-JCHEST 3:3 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Adrina Vanyadhita
"ABSTRAK
Infeksi tuberkulosis merupakan permasalahan global terutama pada negara berkembang. Pada tahun 2013, setidaknya 9 juta populasi dunia menderita tuberkulosis dan 1,5 juta populasi meninggal karena tuberkulosis. Asosiasi antara tuberkulosis dan malnutrisi diantaranya adalah tuberkulosis dapat menyebabkan malnutrisi dan individu yang malnutisi rentan pada tuberkulosis. Oleh karena itu indeks massa tubuh (IMT) rutin diukur saat awal diagnosis dibuat.
"
Bandung : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran, 2016
616 UI-IJCHEST 3:4 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Melitta Setyarani
"ABSTRAK
Pendahuluan: Meningkatnya prevalensi TB muskuloskeletal tidak sejalan dengan tingginya efek samping dan resistensi MDR TB obat oral. Studi ekperimental pembuatan OAT lokal berteknologi lepas lambat dengan enkapsulasi PLGA dan alginate belum pernah dilakukan. Bersifat gelatisasi, dan non toxic; membuat PLGA dan Alginate diharapkan menjadi solusi.
Metode: Studi eksprerimental in vitro pembuatan Rifampisin RIF , Isoniazid INH , Pirazinamid PYR , dan Etambutol ETH enkapsulasi PLGA RIF dan PLGA-Alginate PYR, ETH, INH . Serbuk OAT enkapsulasi dan plasma dimasukkan dalam media release dialyzer dan baker glass; di ekstraksi pada hari ke 1,3,5, dan 7. Pembacaan kadar menggunakan HPLC kolom RP C18e UV-Vis.
Hasil: Telah diperoleh model carrier Alginate dan PLGA untuk release lepas lambat OAT. Kadar OAT enkapsulasi pada dialyzer dan beaker glass terdeteksi pada hari 3. Kadar OAT enkapsulasi pada dialyzer meningkat sampai hari 7, begitu pun pada baker glass, meski konsentrasi pada dialyzer lebih tinggi. Kadar OAT tanpa enkapsulasi menunjukkan pelepasan secara langsung, dengan kadar 8300 g/mL ditinjau pada hari 1, 3, 5, dan 7. Perbedaan kadar kelompok enkapsulasi dan tanpa enkapsulasi bermakna pada RIF p=0,029 , INH p=0,02 , PYR p=0,02 , ETH p=0,029 , dan pada hari 1 p=0,029 , hari 3 p=0,02 , hari 5 p=0,026 , hari 7 p=0,02 .
Pembahasan: PLGA dan Alginate dapat pakai untuk enkapsulasi OAT. Terdapat peningkatan kadar OAT enkapsulasi pada dialyzer pada hari 1 sampai 7. Hal tersebut menunjukkan bahwa OAT dengan enkapsulasi Alginate-PLGA memiliki sifat slow release sehingga dengan validasi metode yang tepat, teknologi ini dapat digunakan sebagai terapi lokal spondilitis TB.

ABSTRACT
Introduction: Increasing prevalence of musculoskeletal TB is not parallel with its extreme side effects and resistance MDR TB of oral drugs. Experimental study regarding slow release local anti tuberculosis drugs ATD using PLGA and alginate encapsulation never been performed. It rsquo;s gelatization ability and non-toxic properties; making it expected to be a solution.
Methods: In vitro study Rifampicin RIF , Isoniazid INH , Pyrazinamide PYR , Etambutol ETH encapsulated using PLGA and Alginate. Encapsulated ATD powder plus human plasma was put on dialyzer and baker glass; extracted on day 1,3,5, and 7. ATD amount analyzed using HPLC RP C18e with UV-Vis dectector.
Results: Alginate and PLGA carrier model for ATD are available. Encapsulated ATD level on dialyzer and baker glass detected on day 3. Encapsulated ATD- dialyzer levels increased until day 7, so did on baker glass, although concentrations in dialyzer were higher. Uncapsulated ATD levels observed on day 1, 3, 5, and 7 at similar concentrations of 8300 g/mL. Significant difference levels of encapsulated and uncapsulated group in RIF p = 0.029 , INH p = 0.02 , PYR p = 0.02 , ETH p = 0.029 , and on day 1 p = 0.029 , day 3 p = 0,02 , day 5 p = 0,026 , day 7 p = 0,02 .
Discussion: PLGA and Alginate is available for ATD encapsulation. An increase in encapsulated ATD levels in the dialyzer on days 1 to 7 suggests that ATD with Alginate-PLGA encapsulation has a slow release property can be used as preliminary study of local TB therapy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Airin Aldiani
"Latar belakang dan tujuan : Semua jenis paduan pengobatan TB RO bukan tanpa efek samping sehingga direkomendasikan implementasi farmakovigilans dan pengawasan serta tata laksana keamanan obat secara aktif terhadap efek samping. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui angka kejadian efek samping yang paling sering yakni efek gastrointestinal (GI) dan efek samping yang dapat berakibat fatal yakni efek kardiovaskular yang terjadi pada pasien TB RO yang mendapatkan paduan jangka pendek (STR) di poliklinik Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan.
Metode : Penelitian ini merupakan studi observasional dengan desain kohort prospektif yang dilakukan bulan Agustus 2019-Januari 2021 dengan metode consecutive sampling pada pasien TB RO yang mendapatkan STR di poliklinik paru RSUP Persahabatan. Pasien dalam pengobatan STR akan diikuti selama masa pengobatan 9-11 bulan untuk evaluasi subjektif dan objektifnya sampai terjadinya luaran pengobatan.
Hasil : Subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 68 orang dengan karakteristik dasar yaitu median usia 37 tahun, laki-laki (67,6%), status gizi kurang (52,9%) dan komorbid diabetes (17,6%). Luaran putus berobat cukup tinggi (26,5%) Hampir seluruh subjek mengalami efek gastrointestinal (95,6%) seluruhnya muncul pada fase intensif dan dominan derajat ringan. Efek samping GI akan semakin menurun setelah fase intensif. Hanya sebagian subjek yang mengalami efek kardiovaskular (41,2%) dan trennya semakin lama kejadiannya semakin meningkat. Terdapat satu subjek dengan luaran meninggal dunia pada efek samping kardio derajat berat. Pada efek samping GI tidak ada kecenderungan faktor yang menyebabkan, sementara durasi pengobatan yang mencapai 9 bulan yang mempengaruhi efek samping kardiovaskular (p=0,001).
Kesimpulan : Pada penelitian ini efek samping GI terjadi pada hampir seluruh pasien namun trennya akan menurun setelah fase intensif. Sementara efek samping kardiovaskular dapat berakibat fatal dan trennya akan meningkat seiring berjalannya pengobatan. Durasi pengobatan yang lebih panjang dapat secara bermakna menyebabkan timbulnya efek samping kardiovaskular.

Background : All types of drug-resistant (DR) tuberculosis (TB) treatment are not without effects, thus implementation of pharmacovigilance and active drug safety monitoring and management against adverse events are highly recommended. This study was conducted to determine the incidence gastrointestinal (GI) adverse events and cardiovascular adverse events that occur in DR TB outpatients who received short-term regimen (STR) at the Persahabatan General Hospital.
Methods : This study was an observational study with a prospective cohort design that was conducted between August 2019 and January 2021 with consecutive sampling of DR TB outpatients who received STR at Persahabatan General Hospital. Patients on STR treatment will be followed for a 9 to 11 months treatment period for subjective and objective evaluation of treatment outcomes
Result : There were 68 subjects eligible for this study with general characteristics median age of 37 years, male (67.6%), malnutrition status (52.9%), and having diabetes comorbid (17.6%). The default case was quite high in this study (25.6%). Almost all subjects experienced GI adverse events (95.6%) which appeared in the intensive phase with predominant mild degree of GI symptoms. The GI adverse events was decrease after the intensive phase. Only some of the subjects experienced cardiovascular effects (41.2%) and the trend increasing over time. There was one death as treatment outcome in a sever cardiovascular adverse events. In GI adverse events, there was no trend of causal factors, while the treatment duration of up to 9 months correlated with cardiovascular side effects (p = 0.001).
Results : In this study, it was found that GI adverse events were common but its occurrence decreased over time after intensive phase. The cardiovascular adverse events could be fatal and tis occurrence showed to be increase as treatment progresses.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nina Dwi Putri
"ABSTRAK
Latar Belakang. Sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS) jarang ditemukan pada anak. Kesintasan kehidupan anak SNRS pada umumnya baik. Akan tetapi, anak SNRS sering mengalami penurunan fungsi ginjal dan pada perjalanan penyakitnya dapat mengalami end stage renal disease (ESRD). Tujuan. Mengetahui kesintasan kehidupan dan fungsi ginjal anak SNRS pada tahun ke-1, 2, 3, 4, dan 5. Mengetahui pengaruh usia, fungsi ginjal, dan hipertensi saat awitan serta tipe resistensi terhadap kesintasan kehidupan dan fungsi ginjal anak SNRS.
Metode. Penelitian kohort retrospektif dengan menggunakan data sekunder berupa rekam medis anak SNRS yang datang berobat ke Poliklinik Nefrologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak dan praktik swasta konsultan Divisi Nefrologi dalam periode Januari 2000-Januari 2011. Kesintasan fungsi ginjal yang dinilai pada penelitian ini adalah kenaikan kreatinin ≥2 kali dan ESRD.
Hasil. Sebanyak 45 anak SNRS diikutsertakan dalam penelitian. Lama sakit adalah 24 (rentang 3-95) bulan. Sebanyak 20% anak meninggal dunia, 31,1% anak mengalami kenaikan kreatinin ≥2 kali, dan 13,4% anak menjadi ESRD pada akhir penelitian. Kesintasan kehidupan anak SNRS pada tahun ke-1, 2, 3, 4, dan 5 berturut-turut adalah 93, 84, 80, 72, dan 61%. Kesintasan anak SNRS terhadap terjadinya kenaikan kreatinin ≥2 kali pada tahun ke-1, 2, 3, 4, dan 5 berturut-turut adalah 92, 72, 56, 42, dan 34%. Kesintasan anak SNRS terhadap terjadinya ESRD pada tahun ke-1, 2, 3, 4, dan 5 berturut-turut adalah 97, 88, 81, 70, dan 58%. Usia, fungsi ginjal, hipertensi saat awitan dan tipe resistensi tidak berpengaruh terhadap kesintasan kehidupan, kenaikan kreatinin ≥2 kali, maupun terjadinya ESRD (semua nilai p>0,05).
Simpulan. Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa anak SNRS rentan untuk mengalami kenaikan kreatinin ≥2 kali dan ESRD. Faktor-faktor prognostik yang dipikirkan mempengaruhi kesintasan kehidupan dan fungsi ginjal seperti usia, fungsi ginjal dan hipertensi saat awitan serta tipe resistensi tidak terbukti berperan dalam kesintasan.

ABSTRACT
Background: Steroid resistant nephrotic syndrome (SRNS) is seldom found in children. Children with SRNS generally have good survival although during the course of the disease may develop decreased kidney function, leading to end stage renal disease (ESRD). Data on survival of children with SRNS is still scarce. Objective: To determine survival in children with SRNS on the first, second, third, fourth and fifth year; to study the effect of age at onset, initial kidney function, hypertension and type of resistance towards the survival of children with SRNS.
Method: A retrospective cohort is performed using secondary data obtained from medical record of outpatient and inpatient clinic from Division of Nephrology, Department of Child Health, Cipto Mangunkusumo Hospital as well as private clinic of the Pediatric Nephrology consultant from January 2000-January 2011. Kidney survival was determined as doubling of base creatinine levels and ESRD.
Results: This study includes 45 children with SRNS. Median time of illness was 24 (range 3-95) months. Twenty percent died due to various reasons; 31.1% had a doubling of base creatinine levels and 13.4% develop ESRD. Survival on the first, second, third, fourth and fifth year are 93, 84, 80, 72 and 61% respectively. Kidney survival on the first, second, third, fourth and fifth year towards doubling of base creatinine levels are 92, 72, 56, 42 and 34%, whereas towards ESRD are 97, 88, 81, 70 and 58% respectively. Age at onset, initial kidney function, hypertension and type of resistance does not affect the survival of children with SRNS (all P>0.05).
Conclusion: Children with SRNS is prone to develop a doubling of base creatinine levels and ESRD. Factors such as age at onset, initial kidney function, hypertension and type of resistance does not affect the survival of children with SRNS."
2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umar Soh
"ABSTRAK
Banyak studiBanyak studi epidemiologi, klinis dan in vitro terakhir menunjukkan hubungan antara vitamin
D dengan tuberkulosis (TB) paru. Kadar 25-hidroksivitamin D (25(OH)D) yang rendah
berhubungan dengan penyakit TB paru aktif dan laten. Namun, sampai saat ini belum ada data
mengenai hubungan kadar 25(OH)D dan status vitamin D dengan derajat lesi TB paru. Tujuan
penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan hubungan antara proporsi status vitamin D dan
kadar 25(OH)D dengan derajat lesi TB paru ringan, sedang dan berat. Desain penelitian
potong lintang, terdiri dari 137 pasien TB paru terbagi menjadi kelompok derajat lesi TB paru
ringan, sedang dan berat masing-masing 46, 47 dan 44 pasien. Diagnosis TB paru
berdasarkan Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. Derajat lesi TB paru dinilai secara radiologis berdasarkan klasifikasi dari National
Tuberculosis and Respiratory Disease Association, New York. Status vitamin D ditetapkan
menurut rekomendasi Holick. Pada ketiga kelompok dicatat data karakteristik subjek dan
dilakukan pemeriksaan 25(OH)D. Status vitamin D pada subjek penelitian ini didapatkan
sebanyak 122(89,1%) defisiensi dan 15(10,9%) insufiensi vitamin D. Proporsi defisiensi dan
insufisiensi vitamin D kelompok TB paru ringan, sedang dan berat tidak didapatkan
perbedaan bermakna, masing-masing dengan 84,8% dan 15,2%; 91,5% dan 8,5%; 90,9% dan
9,1%. Kadar 25(OH)D kelompok TB paru ringan, sedang dan berat tidak berbeda bermakna,
masing-masing dengan rerata 12,96 (SB±5,83)ng/mL, 12,42 (SB±5,13)ng/mL, dan 11,29
(SB±5,61)ng/mL. Kami menyimpulkan status vitamin D dan kadar 25(OH)D tidak
berhubungan dengan derajat lesi TB paru. Proporsi defisiensi dan insufisiensi vitamin D
kelompok TB paru ringan, sedang dan berat tidak didapatkan perbedaan bermakna, masingmasing
dengan 84,8% dan 15,2%; 91,5% dan 8,5%; 90,9% dan 9,1%.

ABSTRACT
Most recent epidemiological, clinical and in vitro studies indicate that there is a the
relationship between vitamin D and pulmonary tuberculosis (TB). Low concentration of 25-
hydroxyvitamin D (25(OH)D) is associated with active and latent pulmonary TB disease.
Nevertheless, there is no data about the relationship between vitamin D status and
concentrations of 25(OH)D with severity of pulmonary TB. The aim of this study was to
obtain the relationship between proportions of vitamin D and concentrations 25(OH)D with
mild, moderate and severe degrees of pulmonary TB lesions. This was a cross-sectional study,
137 patients with pulmonary TB and 46, 47 and 44 patients each of mild, moderate and severe
degree of pulmonary TB lesions, respectively. Diagnosis of pulmonary TB was based on
National Tuberculosis Control Guideline, Ministry of Health of the Republic of Indonesia.
The degree of pulmonary TB lesion was radiologically assessed based on classifications of the
National Tuberculosis and Respiratory Disease Association, New York. Vitamin D status was
defined according to Holick recommendations. Baseline characteristics of subjects were
recorded and 25(OH)D concentrations were measured in subjects of each groups. Vitamin D
status of the subjects were 122 (89.1%) deficiency and 15 (10.9%) insufficiency of vitamin D.
The proportions of vitamin D deficiency and insufficiency at mild, moderate and severe
degree of pulmonary TB lesions were also not significantly different, i.e. 84.8% and 15.2%,
91.5% and 8.5%, 90.9% and 9.1%, respectively. Concentrations of 25 (OH) D in each group
of mild, moderate and severe pulmonary TB lesions were not significantly different, with a
mean (SD) 12.96 (5.83)ng/mL, 12.42 (5.13)ng/mL, and 11.29 (5.61)ng/mL respectively. It is
concluded that vitamin D status and serum 25 (OH) D were not related to the degree of
pulmonary TB lesion. The proportion of vitamin D deficiency and insufficiency at mild,
moderate and severe degree of pulmonary TB lesions were also not significantly different, i.e.
84.8% and 15.2%, 91.5% and 8.5%, 90.9% and 9.1%, respectively."
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Rahayu Yulianti
"Tujuan: Mendeteksi perubahan kerusakan saraf optik pada penderita TB paru yang diterapi dengan Etambutol setelah diberikan suplementasi ion Zinc peroral.
Desain: Uji klinik eksperimental secara acak dan tersamar ganda.
Metode: duapuluh dua penderita tuberkulosis paru dengan anti tuberkulosis mendapatkan suplementasi 20 mg ion Zinc (kelompok perlakuan) begitupula duapuluh dua penderita tuberkulosis pare mendapatkan anti tuberkulosis dan plasebo (kelompok kontrol) satu kali sehari selama 4 minggu. Pemeriksaan P 100 [atensi VEP dilakukan pra dan paska suplementasi.
Hasil: Pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol tidak terdapat perbedaan bermakna pada variabel usia, jenis kelamin dan VEP awal. Sehingga kedua kelompok setara untuk dibandingkan. Sebesar 18 penderita (81,8%) pads kelompok kontrol dan hanya sebesar 5 penderita (22,7%) pada kelompok perlakuan mengalami perubahan nilai P 100 latensi abnormal (p< 0.05). Rerata perubahan nilai P 100 latensi abnormal pada kelompok perlakuan sebesar 4A5 + 1.18 msec dan pada kelompok kontrol sebesar 5.21 + 1.49 msec (p< 0.05).
Kesimpulan: VEP dapat mendeteksi neuropati optik subklinis sehingga dapat dipakai sebagai alat ukur memonitor efek toksik dari anti tuberkulosis. Suplementasi Ion Zinc mampu berperan sebagai neuroproteksi terhadap efek toksik Etambutol.

Treated with Etambutol and ion Zinc supplementation orally.
Design: Randomized, double blind experimental clinical trial.
Methods: Twenty two tuberculosis pulmonary patients treated with anti tuberculosis and 20 mg ion Zinc (subject group) while other twenty two patients were treated with anti tuberculosis and placebo (control group) once daily for 4 weeks. P 100 latency examination was done before and after the treatment.
Result: There were no significant difference on both groups in age,gender, and early VEP examination. Both groups can be compare statistically. Eighteen patients (81.8%) of the control group and only 5 patients (22.7%) of the subject group resulted abnormal changes on P 100 latency ( p< 0.05). In the subject group, the abnormal mean of P 100 latency was 4.15 + 118 msec and in the control group was 5.21 + 1.49 msec ( p<0.05).
Conclusion: VEP could be use to detect subclinic optic neuropathy in monitoring anti tuberculosis toxic effect. Ion Zinc supplementation could be use as neuroprotector to the Ethambutol toxic effect.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18174
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oetari Cinthya Bramanty
"ABSTRAK
Tesis ini membahas evaluasi pelaksanaan program penanggulangan tuberculosis
berbasis komunitas yang dilakukan oleh Principal Recipient Aisyiyah. Penelitian ini
bertujuan untuk: melakukan evaluasi pelaksanaan program penanggulangan
tuberculosis berbasis masyarakat dilihat dari aspek manajemen program dan
pengelolaan keuangan program. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian
kualitatif, dengan jenis penelitian deskriptif. Teknik Pengumpulan data menggunakan
metode wawancara. Hasil penelitian melalui analisa pendekatan Bromley (Kebijakan,
Organisasi, Operasional) menunjukkan pelaksanaan program yang dilakukanoleh PR
TB Aisyiyah sudah melaksanakan prinsip manajemen program dan manajemen
pengelolaan keuangan yang baik.

Abstract
This Research committed on evaluation of implementation of community-based
tuberculosis prevention program held by Principal Recipient Aisyiyah. This research
also conducted to evaluate the community-based tuberculosis prevention program
considered with the program management and financial management aspects.
Methode of this research is qualitative with descriptive explanation. Information for
this research was gathered from in-depth interview and observation. This research
showed that based on Bromley Perspectives (Policy, Organizational and Operational)
program implementation that held by Principal Recipient Aisyiyah had been using
good and efficient program management and financial management aspects wisely."
2012
T30434
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>