Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 127132 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Diah Yuniarti
"Studi ini dilakukan untuk memperoleh gambaran terkait status dan perkembangan Proyek Loon di berbagai negara saat ini dari berbagai aspek hingga awal tahun 2017. Studi ini menggunakan pendekatan kualitatif dan studi literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah Google melakukan trial Loon di Selandia Baru, Brazil, dan Australia, saat ini Proyek Loon masih mengusahakan uji coba dan komersialisasi di negara-negara Asia yaitu di India, Sri Langka dan Indonesia terutama negara dengan banyak penduduk di wilayah terpencil yang masih belum mendapatkan layanan telekomunikasi. Dalam perjalanannya, uji coba dan komersialisasi Proyek Loon di beberapa negara tersebut terkendala beberapa hal, terutama perizinan, baik lisensi frekuensi maupun perizinan ruang udara."
Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika,Badan Penelitian dan Pengembangan SDM, Kementerian Komunikasi dan Informatika , 2017
302 BPT 15:1 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Heru Suharyono
"Pesatnya perkembangan Telekomunikasi di Indonesia telah menyebabkan persaingan yang ketat antar operator. Perang tarif antar operator kini semakin memprihatinkan, Pemerintah berinisiatif mengatur tarif ini dengan kebijakannya yaitu perubahan skema tarif interkoneksi yang efektif berlaku mulai 1 April 2008. Dengan perubahan skema tarif ini diharapkan menghilangkan dugaan terjadinya monopoli tarif, sehingga operator kecil pun dapat bertahan dengan persaingan yang ada. Berbagai promosi pun di gelar oleh operator dalam meraih pasar, dengan skema tarif yang baru ini tarif percakapan terkadang lebih murah dari tarif SMS.
Dengan perubahan skema tarif interkoneksi oleh pemerintah ini juga akan di lihat apakah terjadi pergeseran kepadatan trafik voice dengan SMS. Hal ini dikarenakan selisih tarif voice dan SMS yang terkadang pada suatu kondisi lebih murah tarif voice jika dibandingkan dengan tarif SMS. Ditambah lagi dengan maraknya promo yang digelar oleh operator dalam menarik pelanggan sebanyakbanyaknya. Perhitungan dilakukan di 5 kota di Jawa Tengah pada Bulan September dan Oktober 2007 dibandingkan dengan periode sama pada tahun 2008 serta bulan Januari 2008 dibandingkan dengan Juli 2008 untuk mewakili kondisi trafik 3 bulan sebelum dan sesudah perubahan skema tarif.
Dari hasil perhitungan dan diperkuat dengan analisis statistik non parametrik chi square didapatkan bahwa Jumlah trafik di 5 kota yaitu Purwokerto, Pekalongan, Solo, Semarang dan Yogyakarta pasca perubahan skema tarif interkoneksi oleh Pemerintah menunjukan peningkatan trafik voice yang sangat signifikan bila dibandingkan dengan trafik SMS, meskipun Trafik SMS masih lebih besar dari trafik voice. Sementara dari sisi revenue operator mengalami peningkatan meskipun ada penurunan tarif, hal ini dikarenakan peningkatan trafik voice dan SMS yang sangat tinggi setelah perubahan skema Tarif Interkoneksi oleh Pemerintah.

Rapid telecommunication development in Indonesia has created through competition among operators. Tariff?s competition among operators becomes campaign competition, Government initiates to regulate this rate's tariff by turning schema of interconnection tariff's policy which effectively valid on April 1st 2008. This tariff schema changing to be intended in which it can omit tariff monopoly, that Minor Operator can keep operating in the hard competition. Almost all of Operators held any kind of promotions through the new tariff schema in which voice conversation is cheaper than SMS tariff.
Since the changing on interconnection tariff schema, that can be shown whether there is a significant friction on voice traffic compared to SMS traffic, due to condition where voice tariff is cheaper than SMS. Moreover, the situation is festive by any kind of promotion that being held by Operators to get more customers. Computation held at 5 cities in Central Java from September 2007 to October 2007 compared to same period on 2008 along with the result on January 2008 compared to July 2008 in representing traffic condition past three months and after the changing.
From the result of reckoning and analytic statistic of non parameter chi square can be known that amount of traffic in 5 cities such Purwekerto, Pekalongan, Solo, Semarang and Yogyakarta, after the changing of schema interconnection tariff by government showing that voice traffic increases significantly compared to SMS traffic, although SMS traffic is still higher than voice traffic. Meanwhile, due to increments of voice and SMS traffic significantly after the changing, revenue of Operator increases drastically though there are tariff decreasing."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
T26028
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Heru Suharyono
"Pesatnya perkembangan Telekomunikasi di Indonesia telah menyebabkan persaingan yang ketat antar operator. Perang tarif antar operator kini semakin memprihatinkan, Pemerintah berinisiatif mengatur tarif ini dengan kebijakannya yaitu perubahan skema tarif interkoneksi yang efektif berlaku mulai 1 April 2008. Dengan perubahan skema tarif ini diharapkan menghilangkan dugaan terjadinya monopoli tarif, sehingga operator kecil pun dapat bertahan dengan persaingan yang ada. Berbagai promosi pun di gelar oleh operator dalam meraih pasar, dengan skema tarif yang baru ini tarif percakapan terkadang lebih murah dari tariff SMS. Dengan perubahan skema tarif interkoneksi oleh pemerintah ini juga akan di lihat apakah terjadi pergeseran kepadatan trafik voice dengan SMS. Hal ini dikarenakan selisih tarif voice dan SMS yang terkadang pada suatu kondisi lebih murah tarif voice jika dibandingkan dengan tarif SMS. Ditambah lagi dengan maraknya promo yang digelar oleh operator dalam menarik pelanggan sebanyakbanyaknya. Perhitungan dilakukan di 5 kota di Jawa Tengah pada Bulan September dan Oktober 2007 dibandingkan dengan periode sama pada tahun 2008 serta bulan Januari 2008 dibandingkan dengan Juli 2008 untuk mewakili kondisi trafik 3 bulan sebelum dan sesudah perubahan skema tarif. Dari hasil perhitungan dan diperkuat dengan analisis statistik non parametrik chi square didapatkan bahwa Jumlah trafik di 5 kota yaitu Purwokerto, Pekalongan, Solo, Semarang dan Yogyakarta pasca perubahan skema tarif interkoneksi oleh Pemerintah menunjukan peningkatan trafik voice yang sangat signifikan bila dibandingkan dengan trafik SMS, meskipun Trafik SMS masih lebih besar dari trafik voice. Sementara dari sisi revenue operator mengalami peningkatan meskipun ada penurunan tarif, hal ini dikarenakan peningkatan trafik voice dan SMS yang sangat tinggi setelah perubahan skema Tarif Interkoneksi oleh Pemerintah.

Rapid telecommunication development in Indonesia has created through competition among operators. Tariff?s competition among operators becomes campaign competition, Government initiates to regulate this rate's tariff by turning schema of interconnection tariff's policy which effectively valid on April 1st 2008. This tariff schema changing to be intended in which it can omit tariff monopoly, that Minor Operator can keep operating in the hard competition. Almost all of Operators held any kind of promotions through the new tariff schema in which voice conversation is cheaper than SMS tariff. Since the changing on interconnection tariff schema, that can be shown whether there is a significant friction on voice traffic compared to SMS traffic, due to condition where voice tariff is cheaper than SMS. Moreover, the situation is festive by any kind of promotion that being held by Operators to get more customers. Computation held at 5 cities in Central Java from September 2007 to October 2007 compared to same period on 2008 along with the result on January 2008 compared to July 2008 in representing traffic condition past three months and after the changing. From the result of reckoning and analytic statistic of non parameter chi square can be known that amount of traffic in 5 cities such Purwekerto, Pekalongan, Solo, Semarang and Yogyakarta, after the changing of schema interconnection tariff by government showing that voice traffic increases significantly compared to SMS traffic, although SMS traffic is still higher than voice traffic. Meanwhile, due to increments of voice and SMS traffic significantly after the changing, revenue of Operator increases drastically though there are tariff decreasing."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
T40866
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
M. A. Satyasuryawan
"Industri telekomunikasi Indonesia tengah memasuki masa reformasi. Proses itu ditandai oleh berubahnya iklim persaingan dalam struktur industri telekomunikasi menjadi Iebih kompetitif.
Setidaknya menurut Undang-undang (UU) Telekomunikasi No. 36/1999, hambatan atau entry barrier bagi swasta menjadi pelaku bisnis telekomunikasi relatif tidak ada. Sejak berlakunya undang-undang yang baru itu, penyelenggaraan jasa telekomunikasi maupun jaringan telekomunikasi boleh dilakukan oleh siapa saja baik yang berbadan hukum milik negara, swasta, maupun koperasi.
Sebelum itu industri telekomunikasi hanya boleh diselenggarakan oleh badan penyelenggara yang merupakan badan usaha milik negara (BUMN). Namun kemudian pemerintah melakukan privatisasi secara terbatas (UU Telekomunikasi No. 3/1989).
Berdasarkan aturan ini pihak swasta boleh saja menjadi penyelenggara jasa maupun jaringan telekomunikasi dasar asalkan bermitra (dalam bentuk joint venture, joint operating, atau management contract) dengan badan penyelenggara, yakni: PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) dan PT Indonesian Satellite Corporation (Indosat).
Berubahnya struktur industri ini membutuhkan beberapa persyaratan. Hak eksklusif di jasa sambungan telepon tetap (fixed line) dan sambungan telepon interlokal yang dimiliki Telkom harus berakhir lebih awal. Kemudian Indosat harus mengakhiri hak yang sama untuk sambungan telepon internasional. Kedua perusahaan juga harus melepas kepemilikan silang (cross-ownerships) di beberapa anak perusahaan milik rnereka bersama sehingga tak melanggar aturan UU No. 311989 membagi dua industri telekomunikasi menjadi dasar dan non-dasar. Jasa dasar mencakup seluruh penyampaian informasi antara pengirim dan penerima tanpa melalui perantara atau proses modifikasi. Termasuk jasa dasar misalnya suara dan data telepon, telex, telegram, leased lines, dan sebagainya. Jasa non-dasar merupakan layanan penyampaian data yang telah diproses atau dimodifikasi terlebih dahulu, misalnya lewat komputer. Termasuk jasa non-dasar misalnya e-mail, faksimili. Struktur industri jasa non-dasar sudah kompetisi penuh."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T12599
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Prasanti
"Kemajuan industri ICT di Indonesia lebih berperan menjadi pendorong ekonomi konsumsi daripada ekonomi produksi, Perangkat ICT buatan Indonesia hanya mengisi pasar sebesar 0.8%. Melalui kebijakan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN), pemerintah berharap akan menggiatkan usaha lokal dan membentuk ekosistem industri manufaktur baru, yang diharapkan menjadi cikal bakal bangkitnya kembali industri nasional.
Namun Sistem perhitungan TKDN yang ada belum memperhitungkan komponen brainware dan inovasi dengan prosentase yang proporsional sehingga kurang maksimal dalam mengembangkan industri dan menumbuhkan ekosistem seperti yang dicitakan pada tujuan kebijakan.
Melalui wawancara mendalam (indepth interview) dan Gap Analysis untuk mengevaluasi regulasi Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) diketahui bahwa kebijakan yang ada perlu diperbaiki kinerjanya dengan menambahkan unsur brainware dan melakukan monitoring pelaksanaan kebijakan.
Rekomendasi rumusan TKDN perangkat telekomunikasi dengan formula baru ditambahkan komponen Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dan pembobotan software sehingga mampu memberikan prosentase brainware yang proporsional.

The ICT industry's progress in Indonesia tend to drive economic consumption than production, Indonesia-made ICT device simply fill market share only 0.8%. The Indonesian government hopes that the regulation of Domestic Content Level will encourage local businesses and will establish new manufacturing ecosystem, which is expected to be the forerunner of the revival of the national industry.
However, the existing regulation of Domestic Content Level has not considered brainware aspect and innovation in a proportional percentage, then induce lower growth of industrial and the ecosystem support.
Indepth interview and Gap Analysis method is used to evaluate government regulation of Domestic Content Level, and known that the existing policy needs to be improved by adding an element of brain-ware and monitoring policy implementation.
Recommendations formulation of TKDN for telecommunications equipment added component of Intellectual Property Rights (IPR) and the weighting software, so as to provide a proportionate percentage of brainware factor.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
T34931
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nova Herlangga Masrie
"Kemajuan teknologi yang cepat dan liberalisasi pasar telekomunikasi telah memicu lahirnya jenis-jenis jasa telekomunikasi baru secara signifikan. Konsekuensinya, ketersediaan jaminan interkoneksi yang reliable antar operator, baik pada skala lokal, nasional, regional maupun internasional, merupakan prasyarat mutlak (conditio sine qua non) bagi keberlangsungan beragam jenis layanan telekomunikasi. Ketiadaan interkoneksi yang memadai antaroperator dapat menyebabkan penyelenggaraan berbagai jasa telekomunikasi menjadi terhambat dan tidak efisien karena setiap penyelenggara telekomunikasi hanya dapat tersambung dengan jaringannya masing-masing. Berakhirnya hak eksklusivitas dari TELKOM dalam penyelenggaraan jasa dan jaringan SLJJ di Indonesia menjadikan Indosat mendapat lisensi sebagai operator sambungan lokal dan SLJJ. Karena keterbatasan jaringan domestiknya, Indosat sangat bergantung pada interkoneksi dan TELKOM sebagai incumbent operator agar dapat memberikan layanan kepada pelanggan jasa telekomunikasi dasar untuk melewatkan maupun menterminasi jasa. Hal ini dapat digunakan incumbent untuk menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya dengan melakukan penolakan atau memperlambat pemberian interkoneksi, menghalangi konsumen atau pelanggan Indosat untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan operator pesaing, dan menetapkan syarat-syarat interkoneksi yang tidak adil dengan tujuan untuk mencegah dan/atau menghalangi operator lain untuk mendapatkan jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas. Peraturan yang ada sudah cukup mengatur penyalahgunaan posisi dominan dalam penyelenggaraan interkoneksi jasa SLJJ dalam era duopoli ini. Untuk pengaturan kedepannya diperlukan aturan teknis tambahan seperti pemenuhan interkoneksi secara tepat waktu, tersedianya prosedur negosiasi interkoneksi yang baku dan terbuka untuk umum, perjanjian interkoneksi yang terbuka untuk umum dan penawaran interkoneksi yang transparan; dan prosedur dan jangka waktu penyelesaian sengketa interkoneksi yang wajar."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14586
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nies Purwati
"Tesis ini membahas tentang dampak dari penerapan kebijakan/peraturan yang diterbitkan oleh Pemerintah Pusat pada tahun 2008 dan 2009, yaitu tentang Pedoman Pembangunan Menara Bersama Telekomunikasi, yang bertujuan untuk menghemat investasi di pembangunan jaringan telekomunikasi, menghindari investasi berulang oleh para operator telekomunikasi, memberikan kesempatan kepada perusahaan dalam negeri, serta meningkatkan persaingan di sektor telekomunikasi. Pada pelaksanaannya di tingkat daerah, ternyata menimbulkan dampak negatif dalam bentuk meningkatnya biaya transaksi yang disebabkan karena beberapa faktor, seperti retribusi, lamanya waktu pengurusan perizinan, dan ketidakselarasan peraturan daerah dengan peraturan pusat. Meskipun terdapat juga dampak positif dari pembangunan menara telekomunikasi, dan dari diperolehnya pendapatan dari bisnis sewa menara, namun bagi operator telekomunikasi, meningkatnya biaya transaksi setiap tahun menjadi kekuatiran yang cukup besar. Secara spesifik dibahas juga faktor-faktor yang menyebabkan meningkatkan biaya transaksi dan saran perbaikannya.

This thesis is discussing the impact of implementation of a policy/regulation issued by Central Government in 2008-2009, on the Guidelines of Construction and Shared Used of Telecommunication Tower To The Telecommunication Operator's Efficiency in Expanding The Telecommunication Network. The policy/regulation objective is to have a saving in the investment, avoid double investment by operators and to increase the role of domestic company, as well as to increase the competition in the telecommunication sector. In the implementation in regional areas, it creates negative impact in the form of increasing transaction cost due to several factors, such as retribution, the longer time to process permits, and the unharmonized regional regulation with regulation issued by central government. Even thought there is positive impact due to the efficiency of providing tower dan due to additional source of income from tower rental business, the fact that the trend of increasing transaction cost become a big concern to the telecommunication operatoras. Also being discussed are factors which contribute to the increament in the transaction cost, and the recommendation to improve the situation."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
T30175
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Deiny Mardian Wijayapraja
"Kehadiran teknologi 5G memberikan harapan kualitas pengalaman atau Quality of Experience (QoE) yang jauh lebih baik dalam memanfaatkan layanan video streaming. Namun, selain kualitas, ada banyak faktor lain yang diyakini memberikan nilai dan memengaruhi pengalaman pengguna layanan video streaming di era 5G. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model pengukuran sekaligus mendapatkan faktor-faktor apa saja yang akan mempengaruhi QoE pada 5G dengan menggunakan kerangka kerja konseptual yang melibatkan ukuran penilaian korelasi pengaruh teknologi 4G terhadap 5G. Pengembangan model ini dilakukan melalui pengukuran User Experience (UX) dan Quality of Service (QoS) sebagai unsur pembentuk QoE. Hal ini pun dilakukan mengingat perlu standar khusus untuk mengukur QoE secara detil terutama pada sisi UX. Kerangka konseptual dikembangkan menggunakan pendekatan Structural Equation Modeling (SEM), berdasarkan data UX dan QoS di Jakarta secara realita di tahun 2022. Dari hasil pengukuran UX diperoleh bahwa pada kondisi realita di Jakarta memiliki nilai korelasi sebesar 0.59. Hal ini berarti pengaruh teknologi 4G terhadap 5G pada pengalaman pengguna layanan video streaming di Jakarta masih signifikan. Sementara dari pengukuran QoS diketahui bahwa terdapat nilai korelasi sebesar 0.27. Hal ini berarti pengaruh teknologi 4G terhadap 5G secara teknis di Jakarta tidak signifikan Hasil akhir nilai QoE dengan format UX dan QoS ini pun dapat dipetakan untuk melihat posisi dan potensi dari pengukuran QoE ini. Lebih lanjut lagi pada faktor-faktor pembentuk UX, dilakukan analisis dengan Exploratory Factor Analysis (EFA). Dari hasil analisis dengan EFA untuk area Jakarta diperoleh bahwa hal terkait kemudahan atau perspicuity dan aspek ekonomi menjadi faktor-faktor dominan. EFA juga mengelompokkan kesepuluh faktor ke dalam tiga dimensi di mana dimensi teknologi merupakan dimensi yang dominan dan memiliki prioritas dalam pengembangan teknologi 5G di Jakarta.

The presence of 5G technology provides hope for a much better Quality of Experience (QoE) in utilizing streaming video services. However, apart from quality, many other factors are believed to provide value and influence the user experience of streaming video services in the 5G era. This study aims to develop a measurement model as well as obtain what factors will affect QoE on 5G by using a conceptual framework that involves measuring the correlation of the influence of 4G technology on 5G. The development of this model is carried out by measuring User Experience (UX) and Quality of Service (QoS) as elements that form QoE. This was also done considering the need for particular standards to measure QoE in detail, especially on the UX side. The conceptual framework was developed using the Structural Equation Model (SEM) approach based on actual UX and QoS data in Jakarta in 2022. The UX measurement results found that in real conditions in Jakarta, it has a correlation value of 0.59. This means that the influence of 4G technology on 5G on the user experience of streaming video services in Jakarta is still significant. Meanwhile, from QoS measurements, it is known that there is a correlation value of 0.27. This means that the influence of 4G technology on 5G technically in Jakarta is not significant. The final results of QoE values with UX and QoS formats can also be mapped to see the position and potential of this QoE measurement. Furthermore, on the factors that make up UX, analysis is carried out with Exploratory Factor Analysis (EFA). The analysis with EFA for the Jakarta area found that matters related to ease or perspicuity and economic aspects were the dominant factors. EFA also groups the ten factors of UX into three dimensions, where the technology dimension is the dominant dimension and prioritises developing 5G technology in Jakarta."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asyarudin
"Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) mengarah kepada jaringan pita-lebar yang berbasis Internet Protocol (IP). Dengan jaringan berbasis IP pita-lebar ini, berbagai layanan dapat diantar ke pelanggan tidak terbatas pada layanan berbasis suara saja, namun juga mampu mencakup layanan data dan video dengan kualitas tinggi. Salah satu dari layanan yang menjadi pembicaraan hangat saat ini dan disebut-sebut sebagai sebuah hasil revolusi dari teknologi penyiaran dan konvergensinya dengan teknologi telekomunikasi adalah Internet Protocol Television atau disingkat dengan IPTV. Dengan layanan IPTV, pelanggan dapat menikmati lebih dari sekedar menonton siaran televisi, karena IPTV memungkinkan pelanggan berinteraksi dengan siaran tersebut dengan berbagai fitur-fitur nya.
Di Indonesia, layanan IPTV masih merupakan tahap awal dan masih memerlukan kajian mendalam dan peran serta dari berbagai pihak agar dapat diselenggarakan dalam kondisi yang cocok. Salah satu yang harus dipersiapkan segera oleh pemerintah adalah Regulasi yang dapat menjamin perkembangan bisnis IPTV secara sehat.
Dalam penyusunan tesis ini penulis telah melakukan pengkajian terhadap regulasi yang ada terutama yang berkaitan dengan penyelenggaraan siaran dan telekomunikasi, melakukan studi terhadap regulasi IPTV di negara-negara lain, melakukan survey terhadap pemangku-kepentingan (stake holder), dan terakhir merumuskan usulan tentang regulasi yang dinilai penulis paling cocok untuk diterapkan di Indonesia.

The development of information and communication technology (ICT) is heading to Internet Protocol (IP) based broadband networks. With IP-based broadband networks, various services could be channeled to the customer not only limited to voice based services, but also capable to cover data and video services with high quality. One of new services hotly discussed at present is mentioned as created as a revolutionary result of broadcast technology and its convergence with mergering telecommunication technology is the Internet Protocol Television or abbreviated as IPTV. Through IPTV services, a customer could enjoy more than watching broadcast television, as IPTV would enable customers to interact with the broadcast with various features.
In Indonesia IPTV service is still in its early stage and require indepth discussion and needs and the participation various parties in order that it could be operated in a suitable condition. One which has to be prepared immediately by the government is the Regulation that guarantee the healthy business IPTV growth.
In this thesis the Author has analyzed the existing regulations especially those related to broadcasting and telecommunication, performed a study on IPTV regulation in other countries, performed a survey to the stakeholders and finally compose a proposal for a regulation that the author finds it is most suitable to be implemented in Indonesia."
2009
T26025
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Linfield, Robert F.
Park Ridge: Noyes Data, 1995
004.6 LIN t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>