Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 174750 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Falih Aryanto
"ABSTRACT
Penelitian ini merupakan studi empiris untuk menganalisis peristiwa internasional dan dampaknya terhadappasar modal indonesia. peristiwa internasional yang diteliti adalah pengumuman kebijakan moneter ekspansif yang dikeluarkan oleh Bank Sentral amerika Serikat, yaitu quantitative easing yang dilakukan dalam tiga tahapan pengumuman pada tanggal 26 november 2008, 4 november 2010 dan 14 september 2012 (hari perdagangan bursa di Indonesia). Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis abnormal return dan trading volume activity yang terjadi di setiap periode peristiwa. Penelitian menggunakan periode pengamatan yang terdiri dari120 hari periode sesimasi dan 11 hari periode peristiwa disetiap tahapan pengumuman quantitative easing. Analisis studi peristiwa dilakukan pada pasar modal Indonesia yang diwakili oleh 127 saham yang pernah masuk dalam indeks kategori LQ45 dan secara akti diperdagangkan disetiap periode peristiwa. Asumsi bahwa pasar modal Indonesia terkointegrasi dengan pasar modal internasional internasional menyebabkan pengumuman kebijakan quantitative easing dapat menjadi informsai yang positif bagi pemodal di Indonesia. Hasil analisis menunjukkan bahwa terjadi abnormal return positif yang signifikan di sekitar tanggal peristiwa dan peningkatan setelah peristiwa pengumuman kebijakan quantitative easing. HAsil pengujian efesiensi pasar menunjukkan bahwa pasar modal Indonesia efesien secara informasi dalam bentuk setengah kuat sehinnga pemodal tidak dapat menggunakan informasi yang dipublikasikan untuk mendapatkan keuntungan (abnormal return positif) dalam jangka waktu yang lama (hanya di sekitar tanggal peristiwa)."
Direktorat Jenderal Pembendaharaan Kementerian Keuangan Republik Indonesia, 2016
336 ITR 1:1 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Silalahi, Pinondang Meilan
"ABSTRAK
Kebijakan Quantitative Easing (QE) dijalankan The Fed untuk menggerakan perekonomian Amerika Serikat (AS) yang terpuruk akibat krisis subprime mortgage. Kebijakan QE yang telah tiga kali dilaksanakan sejak 2008, juga dianggap mendorong masuknya investor asing ke emerging markets. Penelitian ini fokus pada korelasi dinamis antara bursa saham AS dengan emerging markets dalam ASEAN 6 dan Fragile Five. Menggunakan metode Dynamic Conditional Correlation, hasil penelitian menunjukan bahwa bursa saham Brazil dan Afrika Selatan merupakan emerging market yang memiliki korelasi terkuat dengan AS. Selain itu, aset saham juga terlihat merupakan jenis investasi yang paling dominan dipilih investor asing di hampir semua emerging markets, kecuali di Thailand dan Filipina saat periode QE1 berjalan.

ABSTRACT
Quantitative Easing (QE) is a policy implemented by The Fed to stimulate U.S. economy after subprime mortgage crisis. Implemented three times since 2008, QE is also considered as the cause of foreign short term capital flows to emerging markets. This research focuses on the dynamic correlation between the U.S. stock market and emerging stock markets in ASEAN 6 and Fragile Five. Using Dynamic Conditional Correlation method, the results shows that Brazil and South Africa are strongly correlated with the U.S. Additionally, foreign investors seem to pick stocks as their main asset class during QE in almost all emerging markets, except in Thailand and The Philippines during the first QE period.
"
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Friady Amaluddin
"Dalam rangka implementasi kebijakan moneter, Otoritas Moneter harus memiliki pemahaman yang mendalam mengenai mekanisme kerja perekonomian termasuk mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui berbagai saluran ke sektor ril perekonomian. Setidak-tidaknya terdapat lima saluran transmisi kebijakan moneter yang dikenal scat ini. Dalam penelitian ini efektivitas kebijakan moneter melalui perbankan konvensional dan perbankan syariah dipelajari dalam kerangka saluran transmisi pinjaman bank (bank lending channel). Data yang digunakan adalah data time series bulanan dari bulan Oktober 2000 s.d. Maret 2005. Variabel-variabel yang digunakan mewakili variabel kebijakan moneter, variabel neraca bank syariah, variabel neraca bank konvensional dan variabel nilai tukar serta variabel sektor ril perekonomian.
Setelah dilakukan pengujian data dan model, dapat disirnpulkan bahwa model ekonometrika yang paling sesuai digunakan dalam penelitian ini adalah Model Vector Error Correction (VECM). Pengujian lanjutan seperti uji kausalitas atau uji eksogenitas menghasilkan kesimpulan bahwa di dalam model VECM yang dibangun terdapat delapan variabel endogen, yaitu: LSBI, LDEPO, LSEK, LKRED, LDIM, LNBHP, LIHK dan LNT, dan dua variabel eksogen, yaitu: LPDB dan LSKS.
Selanjutnya kesimpulan yang dapat ditarik setelah dilakukan proses pengukuran dan pembandingan efektivitas kebijakan moneter antara bank syariah dan bank konvensional adalah sebagai berikut:
1. Kebijakan moneter (suku bunga SBI) mempengaruhi variabel-variabel neraca bank konvensional (suku bunga kredit, suku bunga deposito dan jumlah sekuritas yang dimiliki).
2. Pengaruh kebijakan moneter (suku bunga SBI) terhadap variabel neraca bank syariah terbatas pada tingkat bagi basil deposito investasi mudharabah.
3. Variabel neraca bank konvensional (suku bunga kredit) mentransmisikan kebijakan moneter (suku bunga SBI) ke variabel nilai tukar dan variabel sektor ril perekonornian yaitu: indeks harga konsumen.
4. Variabel neraca bank syariah tidak mentransmisikan kebijakan moneter (suku bunga SBI) ke variabel nilai tukar dan variabel sektor ril perekonornian yaitu: indeks harga konsumen.
5. Kebijakan moneter (suku bunga SBI) mempengaruhi variabel nilai tukar dan variabel sektor ril perekonornian yaitu: indeks harga konsumen.
6. Bank konvensional dan bank syariah tidak bersifat independen.
7. Variabel-variabel neraca bank syariah mempengaruhi variabel neraca bank konvensional. Sementara variabel-variabel neraca bank konvensional tidak mempengaruhi variabel-variabel neraca bank syariah.
8. Kebijakan moneter melalui bank konvensional lebih efektif daripada melalui bank syariah.
9. Pengaruh kebijakan moneter (suku bunga SBI) terhadap bank konvensional (suku bunga kredit) amat sangat kecil sehingga kebijakan moneter cenderung kurang efektif.
Sebagai penutup, hal-hal yang dapat disarankan berkenaan dengan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Dalam penetapan target indikatif suku bunga SBI, Otoritas Moneter disarankan untuk lebih menitikberatkanperhatian pada suku bunga kredit daripada suku bunga deposito. Pertimbangannya adalah setidak-tidaknya terdapat 12 saluran pengaruh suku bunga SBI terhadap variabel-variabel neraca bank konvensional dan syariah, variabel nilai tukar dan variabel sektor ril perekonomian (indeks harga konsumen) melalui suku bunga kredit, sementara suku bunga deposito sama sekali tidak mentransmisikan kebijakan moneter ke variabel-variabel lainnya.
2. Dengan mempertimbangkan fakta bahwa walaupun suku bunga kredit mentransmisikan suku bunga SBI ke nilai tukar dan indeks harga konsumen, namun pengaruh suku bunga SBI terhadap suku bunga kredit amat sangat kecil sehingga Otoritas Moneter perlu meningkatkan upaya untuk menyempurnakan prosedur operasi moneter yang saat ini diterapkan danlatau mencari piranti-piranti moneter alternatif yang dapat menggantikan posisi SBI sebagai piranti moneter utama.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih ]anjut mengenai hubungan kausalitas antara suku bunga deposito dan suku bunga kredit bank konvensional dengan tingkat bagi hasil deposito investasi mudharabah dan nisbah bagi basil pembiayaan bank syariah, mengingat penelitian ini menghasilkan puzzle yang sulit dijelaskan dimana variabel neraca bank syariah mempengaruhi variabel neraca bank konvensional dan sebaliknya variabel neraca bank konvensional tidak mempengaruhi variabel neraca bank syariah."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T20389
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Donaya Azhar
"

Penelitian ini melihat pengaruh dari pelonggaran kuantitatif atau quantitative easing yang diumumkan oleh bank sentral Amerika dan penurunan suku bunga pada returns indeks saham LQ45. Studi ini menggunakan data bulanan dengan periode observasi dari Bulan November 2008 sampai Oktober 2014, sesuai dengan 13 pengumuman yang dikeluarkan oleh FOMC dan dari Bulan Agustus 2019 sampai April 2020 (durasi penurunan suku bunga). Dengan metode EGARCH, hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pengumuman quantitative easing memiliki dampak yang signifikan terhadap volatilitas returns saham LQ45. Selain itu, hubungan antara penurunan suku bunga dan returns saham LQ45 memiliki hubungan yang berlawanan. Ketika suku bunga di Amerika turun, returns indeks LQ45 meningkat sehingga ketika interest rate turun sebesar 1 unit, returns indeks LQ45 naik sebesar 0.42 persen selama periode penurunan suku bunga di Amerika.

 

 

 


This research examines the impact of quantitative easing announced by the FED and interest rates or Fed Funds Rate cut on LQ45 stock index returns. The study uses monthly data with the observation period of November 2008 until October 2014, according to 13 announcements stated by FOMC and August 2019 until April 2020 (the duration of interest rate cut). With EGARCH method, the result of the research exhibits that the announcement of quantitative easing has a significant impact on the volatility of LQ45 stock returns. Moreover, the relation of Fed Funds Rate cut and LQ45 stock returns has a negative correlation. During the slash of interest rate, LQ45 index return climbs up. Therefore, if interest rates increase by 1 unit, LQ45 index returns increases by 0.42 percent.

 

"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Gede Sthitaprajna Virananda
"State-owned banks could help stabilize the business cycle if their lending is less procyclical. Such behavior might be driven by stronger reaction to monetary policy, which is likely influenced by government pressure or jawboning. This study investigates the effect of state ownership on lending cyclicality and monetary policy transmission using quarterly bank-level data covering virtually all conventional banks in Indonesia, where centrally state-owned banks are dominant and frequently subject to jawboning. State ownership is found to be associated with lower procyclicality in lending, even countercylicality by some measures, with the effect more pronounced during downcycles compared to upcycles. This might be explained by countercyclicality on their deposit side, which implies that state-owned banks are perceived to be more secure. Finally, there is some evidence that state-owned banks respond more to policy rate, which offers a novel explanation behind their lower procyclicality. These results affirm that some degree of state ownership in the banking system is beneficial for macroeconomic stability.

Bank BUMN dapat membantu menstabilkan siklus bisnis jika penyaluran kredit mereka tidak begitu prosiklikal. Perilaku tersebut dapat disebabkan oleh reaksi yang lebih kuat terhadap kebijakan moneter, di mana kemungkinan terdapat tekanan politik. Studi ini meneliti dampak dari kepemilikan negara terhadap siklisitas kredit dan transmisi kebijakan moneter menggunakan data triwulanan tingkat bank yang mencakup hampir semua bank umum di Indonesia, di mana bank BUMN sangat dominan dan dipengaruhi oleh agenda pemerintah. Hasilnya mengindikasi bahwa kepemilikan negara berhubungan dengan prosiklisitas yang lebih rendah, bahkan sampai kontrasiklikal, dengan efeknya lebih kuat saat siklus ekonomi sedang turun. Hal ini mungkin disebabkan oleh sisi deposito yang juga kontrasiklikal, misalnya karena bank BUMN dipercaya lebih aman. Terakhir, terdapat indikasi bahwa bank BUMN merespons lebih terhadap suku bunga kebijakan, yang memberikan penjelasan baru di balik prosiklisitas kredit bank BUMN yang lebih rendah. Temuan studi ini menunjukkan bahwa kepemilikan negara di sektor perbankan dapat bermanfaat bagi stabilitas makroekonomi.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Daffa Ihsan
"Economic openness between countries is now increasingly visible as it can certainly have a good impact on the countries themselves. However, behind this benefit, there is a risk, namely the existence of a spillover effect on a country's policies that has a negative impact on other countries. This study attempts to see and project the impact of the Fed's two monetary policies, namely Quantitative Easing and Tapering, on foreign capital flows in the Indonesian stock and bond markets during the 2008 Global Financial Crisis and the 2020 Covid-19 pandemic. Using the Vector Autoregression (VAR), this study finds the impact of Quantitative Easing (QE) and tapering on foreign capital flows, stock market performance and government bond yields. The impact of QE led to foreign capital inflows, an increase in the composite index, and a decrease in government bond yields. Meanwhile, tapering led to a decrease in capital inflows, a decrease in the composite index, and an increase in government bond yields. However, the effects caused by Quantitative Easing (QE) and tapering are only temporary and do not affect the financial market significantly.

Keterbukaan ekonomi antar negara kini semakin terlihat karena tentunya dapat berdampak baik bagi negara itu sendiri. Namun dibalik keuntungan tersebut terdapat resiko yaitu adanya spillover effect terhadap kebijakan suatu negara yang berdampak negatif bagi negara lain. Studi ini mencoba melihat dan memproyeksikan dampak dua kebijakan moneter The Fed, yaitu Quantitative Easing dan Tapering, terhadap aliran modal asing di pasar saham dan obligasi Indonesia selama Krisis Keuangan Global 2008 dan pandemi Covid-19 2020. Dengan menggunakan Vector Autoregression (VAR), penelitian ini menemukan dampak Quantitative Easing (QE) dan tapering terhadap aliran modal asing, kinerja pasar saham dan imbal hasil obligasi pemerintah. Dampak QE menyebabkan aliran masuk modal asing, peningkatan indeks komposit, dan penurunan imbal hasil obligasi pemerintah. Sementara itu, tapering berdampak pada penurunan aliran modal masuk, penurunan IHSG, dan peningkatan imbal hasil obligasi pemerintah. Namun, efek yang ditimbulkan oleh Quantitative Easing (QE) dan tapering hanya bersifat sementara dan tidak mempengaruhi pasar keuangan secara signifikan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moch. Doddy Ariefianto
"Tesis ini melakukan penelitian pada keberadaan dan karakteristik ekonomi co-movement mata uang ASEAN 4. Secara lebih spesifik, penelitian ditujukan untuk menjawab tiga pertanyaan, yakni (1) apakah pergerakan bersama tersebut berarti secara statistik?, (2) jika signifikan, mekanisme fundamental apakah yang melandasinya? Studi literatur lebih lanjut menunjukkan kemungkinan teori Optiumm Currency Area (OCA) berperan sebagai penjelas dan (3) apakah fenomena co-movement ini adalah dampak faktor global (pergerakan JPY).
Untuk menjawab pertanyaan penelitian, tesis ini menggunakan model Vecfor Error Correction Model (VECM) untuk merangkum dinamika jangka pendek dan jangka panjang co-movement mata uang ASEAN 4 dan variabel karakteristik OCA. Stalistik koefisien yang melebihi nilai kritis merupakan syarat untuk menyatakan bahwa fenomena co-movement mata uang ASEAN 4 adalah berarti dan dapat dijelaskan oleh OCA. Statistik yang dianalisis ini meliputi: koelisien kointegrasi, stabilitas, dan pemenuhan persyaratan asumsi klasik. Variabel karakteristik OCA yang dipilih meliputi jumlah uang bcredar (MI), tingkat bunga deposito, inflasi dan pendapatan riil domestik. Semua variabel diukur terhadap suatu benchmark tertentu, yakni Amerika Serikat, mengingat co-movement mata uang ASEAN 4 diamati terhadap USD. Disamping itu pergerakan nilai tukar USD/JPY juga dimasudkan sebagai variabel kontrol, untuk membuka kemungkinan keberadaan faktor global lain yang berpengaruh pada co-movement ASEAN 4.
lnferensi terhadap hasil estimasi memberikan tiga kesimpulan panting, yakni:
1. Co-movement diantara mata uang ASEAN4 merupakan suatu fenomena yang kurang didukung oleh data. Hal ini bisa dilihat dari tingkat signifikansi yang rendah dari hasil estimasi persamaan jangka pendek dan jangka panjang baik pada OCA bivariat maupun model lengkap. Disamping itu tanda dari koeflsien yang diperoleh juga tidak homogen.
2. Teori OCA tidak terlihat cukup robust didalam menjelaskan fenomena co-movement yang ada. Hal ini berlaku baik pada model Iengkap maupun model bivariat. Indikasi atas hal ini dapat dilihat dari rendahnya signifikansi dari variabel eksogen didalam ECM.
3. Keberadaan OCA juga merupakan fenomena global. Hal ini terindikasi dari homogenitas tanda koefisien dan juga signifikansi parameter yangcukup baik dari variabel pengaruh JPY."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T17175
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Rasyid Ridho
"Industri Perbankan merupakan industri yang sangat ketat aturannya (heavily regulated). Hal ini terkait dengan dengan fungsi perbankan yang sangat penting dalam perekonomian, yakni sebagai lembaga intermediasi dan sebagai media dalam transmisi kebijakan moneter. Sebagai lembaga intermediasi, bank menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut dalam bentuk kredit. Sementara itu, fungsi sebagai media transmisi kebijakan moneter terkait dengan kemampuan bank untuk secara langsung merespon kebijakan moneter bank sentral dalam bentuk perubahan tingkat penawaran pinjaman yang disalurkan bank. Mekanisme transmisi melalui perbankan ini dikenal dengan nama jalur pinjaman bank (bank lending channel). Studi ini mencoba untuk membuktikan keberadaan jalur pinjaman bank sebagai salah satu channel dalam transmisi kebijakan moneter di Indonesia, serta untuk melihat pengaruh dari struktur pasar dan karakterisitik bank terhadap efektifitas jalur transmisi tersebut. Untuk tujuan tersebut maka digunakan dua pendekatan yang berbeda, yakni: (1) pendekatan agregat, untuk mengukur pengaruh struktur industri secara keseluruhan, dan (2) pendekatan disagregat, untuk mengukur pengaruh karakteristik bank secara individu. Dengan menggunakan observasi selama periode 1995 hingga 2005 ternyata kedua pendekatan tersebut berhasil membuktikan keberadaan jalur pinjaman bank di Indonesia, lewat pengaruh negatif antara variabel kebijakan moneter dengan variabel nilai kredit perbankan. Konsentrasi terbukti signifikan mempengaruhi jumlah kredit bank dan dapat mengurangi efektifitas transmisi moneter melalui bank lending channel. Sementara itu, karakteristik bank, seperti ukuran, modal, dan kepemilikan bank (asing atau domestik), memiliki pengaruh yang berbeda-beda terhadap efektifitas bank lending channel di Indonesia."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amrullah
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
T27340
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Brena Dwita Budiarti
"Berakhirnya krisis keuangan global tahun 2008 yang menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi khususnya pada negara-negara maju membuat bank sentral negara-negara maju tersebut mengambil tindakan kebijakan moneter non konvensional atau quantitative easing. Seiring dengan penerapan quantitative easing tersebut, beberapa indikator perekonomian Indonesia cenderung mengalami peningkatan hingga akhirnya pada bulan Juni 2013 indikator perekonomian tersebut mulai menurun paska pengumuman rencana pemberhentian (ttapering) kebijakan quantitative easing Amerika Serikat.
Analisis ini menemukan bahwa terdapat korelasi langsung yang positif antara quantitative easing dengan indikator perekonomian Indonesia, yakni Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), Real Effective Exchange Rate, dan cadangan devisa. Korelasi positif yang signifikan ditemukan antara quantitative easing dengan IHSG dan cadangan devisa. Sedangkan korelasi tidak langsung yang dilihat melalui korelasi antara quantitative easing dengan aliran modal menunjukan hubungan yang positif namun sangat lemah.
Kementerian Keuangan RI dan Bank Indonesia kurang antisipatif dalam menghadapi quantitative easing selama ini, hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya kebijakan-kebijakan khusus terkait quantitative easing. Kebijakan yang diterapkan oleh keduanya hanya bersifat responsif ketika tejadi gejolak perekonomian dalam pasar.

The end of the 2008 global financial crisis which caused the lagging of economic growth especially to the developed countries, motivated the central banks of developed nations to take non conventional monetary measures in the form of quantitative easing. Along with the implementation of quantitative easing, a few Indonesian economic indicators tend to show a hike tll the end of June 2013, where the indicators showed a decline following the announcement of the tapering-off of the quantitative easing policy in the United States by the Governor of the Federal Reserve.
The analysis has shown that there is a positive direct correlation between quantitative easing and the indicator of Indonesian economy, namely the Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), Real Effective Exchange Rate, and the reserves. Meanwhile, there is a positive yet very weak interaction between the indirect correlation of quantitative easing with capital flows.
To date, The Indonesian Ministry of Finance and Bank of Indonesia are less anticipative towards the quantitative easing policy, which is shown by the lack of any specific policies concerning the quantitative easing itself. The policies implemented by both parties are more of a responsive nature, where such policies are only executed when there is an economic market shock.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>