Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15592 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tanji, Fumiya
"The maximal accumulated oxygen deficit (MAOD), which is the gold standard for anaerobic energy metabolism capacity, requires multiple tests for evaluation that impose a heavy load on subjects. The maximal accumulated blood lactate (AbLa) concentration is also a measure of anaerobic energy metabolism capacity, and is related to the accumulated oxygen deficit (AOD). Thus, AOD has been estimated by using AbLa (3.0 mL02 * kg-1 * mM"1), but it is unclear if this coefficient is suitable for measurement of supramaximal running of athletes. The purpose of this study was to clarify the estimated expression of AOD by using AbLa from the relationship between MAOD and AbLa during supramaximal running in middle-distance run¬ners. Eleven male middle-distance runners (800m running velocity: 425.3 ± 7.3 m-min'1) took part in this study. They performed three running tests (maximal, submaximal and supramaximal running test) to evaluate MAOD and AbLa. MAOD and AbLa were 56.6 ± 6.0 mL02 * kg'1 and 9.9 ± 1.1 mmolL'1, respectively. We observed a significant positive relationship between MAOD and AbLa (r = 0.73); the regression line equation was y = 3.58x + 18.6. Results showed that the AOD per mM of the AbLa of athletes was 3.58 mL02*kg 1, which was 19% higher than the conventional coefficient value."
Tokyo: The Japanese Society of Physical Fitness and Sports Medicine, 2017
610 JPFSM 6:5 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Tanji, Fumiya
"Running economy (RE) at an intensity above the lactate threshold (LT) is reported to be the most important aerobic capacity for estimating 1,500-m running performance. The reason that the RE at intensity better reflects the energy metabolism during a 1,500-m run, is that it is performed above the LT intensity running. This study clarified the relationship be¬tween an 800-m run, which is performed above the LT intensity, and aerobic capacities, includ¬ing the RE measured at intensities below and above the LT. This study included 12 well-trained j male middle-distance runners (800-m velocity: 25.5 ± 0.5 km-h"1, LT intensity: 79.7 ± 5.1%
maximal oxygen uptake [VC>2max]). Both the RE of below and above the LT intensity were cal¬culated at 65%V02max (RE6s) and 90%VO2max (RE9o). The 800-m velocity was not related to the VC^max or the LT intensity (r = -0.16 and -0.10, respectively). This velocity correlated with both RE90 and RE65, with the correlation coefficient being higher for RE90 (r = -0.80 vs -0.75). Furthermore, the coefficient of determination for the 800-m velocity determined from V02max, LT intensity and RE90 was higher than that determined from V02max, LT intensity and RE65 (R2 = 0.522 vs 0.428, P = 0.03 vs 0.06). Based on these results, we concluded that the RE at an intensity above the LT might be better than other aerobic capacities for estimating the 800-m running performance, and more than 50% of this performance can be explained by VC max, LT intensity and RE at an intensity above the LT."
Tokyo: The Japanese Society of Physical Fitness and Sports Medicine, 2017
610 JPFSM 6:5 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Joko Siswoyo
"Tujuan : Mengetahui manfaat pemberian suplemen kreatin 4x5 g/hari selama 5 hari berturut-turut pada olahraga angkat beban terhadap kadar asam urat darah. Tempat : Pusat Kebugaran ?Fitness One? JI. Jenderal Gatot Subroto Jakarta.
Penelitian eksperimen berpasangan dan tersamar ganda terhadap 34 siswa pria Sekolah Kesehatan TNI Angkaran Laut. Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik subyek penelitian berdasarkan data demografi (umur), data antropometri (berat badan, tinggi badan, dan indeks massa tubuh), analisis asupan zat gizi dengan food recall 1x24 jam, data tekanan darah dan frekuensi denyut nadi, gambaran elektrokardiogram, dan data laboratorium ( Hemoglobin, SGOT, SGPT, Ureum, kreatinin darah, kreatinin urin, asam urat darah). Data
dianalisis dan diuji dengan uji t berpasangan dan uji Wilcoxon.
Hasil menunjukkan usia rata-rata 25,65 kurang lebih 3,77 tahun (kelompok kreatin) dan 26,24 kurang lebih 3,73 tahun (kelompok kontrol, IMT 23,76 kurang lebih 2,31 kg/m2 pada kelompok
kreatin, 22,88 kurang lebih 2,14 kg/m2 pada kelompok kontrol. Asupan kalori rata-rata 3017(1796-4385) Kal/hari pada kelompok kreatin dan 3080(2056-4129) Kal/hari pada kelompok kontrol, dengan proporsi energi sesuai dengan menu gizi seimbang. Asupan purin pada kelompok kreatin 285,50(86,50-598,00) mg/hari dan kelompok kontrol 297(118,75-457,00) mg/hari. Tidak ada perbedaan bermakna antara kelompok kreatin dengan kelompok kontrol dalam hal asupan energi, makronutrien, protein hewani, dan asupan purin. Fungsi sistem kardiovaskular, fungsi hati dan fungsi ginjal seluruh subyek dalam keadaan normal. Terdapat perbedaan yang bermakna kadar kreatinin darah pada 2 jam pasca perlakuan antara kelompok kreatin (1,19 kurang lebih 0,09 mg/dL) dengan kelompok kontrol(1,08d kurang lebih 0,12 mg/dI,) dengan p=0,005, 24 jam pasca perlakuan pada kelompok kreatin (1,19 kurang lebih 0,11 mg/dL) dan kelompok kontrol (1,11 kurang lebih 0,15 mg/dl.) dengan p=0,04, peningkatan kadar kreatinin urin pasca perlakuan pada kelompok kreatin {457(-580-1179) mg/24jam} am kelompok kontrol 22 (-515-747) mg/24jam} dengan p=0,044, dan peningkatan kadar asam urat darah 2 jam pasca perlakuan pada kelompok kreatin {0,40(-0,40-3,40) mg/dL} dan kelompok kontrol {1,80(0,00-4,30) mg/dL) dengan p=0,024.
Kesimpulan : Suplementasi kreatin 4x5 g/hari selama 5 hari berturut-turut dapat menghambat peningkatan kadar asam urat darah pada 2jam pasca latihan angkat beban."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T16225
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aidi
"ABSTRAK
Ada dua persoalan pokok mengenai gizi nakerwan Indonesia yakni
ketidakseimbangan energi kerja dan anemia terutama anemia defisiensi besi.
Kedua jenis masalah gizi ini memberikan dampak menurunnya derajat kesehatan
pekerja yang berakhir pada menurunnya produktifitas/kapasitas kerja. Tujuan
penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan konsumsi energi dan zat besi
dengan status gizi nakerwan divisi pabrik di PT. Great Giant Pineapple tahun
2013. Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan rancangan cross
sectional. Penelitian dilakukan pada nakerwan divisi pabrik di PT. Great Giant
Pineapple, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah, Propinsi
Lampung.
Hasil: Secara statistik ada hubungan antara asupan energi dan karbohidrat dengan
IMT. Tetapi tidak ditemukan hubungan umur, asupan lemak, asupan protein dan
asupan serat dengan IMT. Secara statistik ada hubungan antara pola haid, asupan
energi, asupan lemak, asupan protein, asupan zat besi dan enhancer absorpsi zat
besi (asupan vitamin C) dengan anemia. Tetapi tidak ada hubungan umur, asupan
karbohidrat, asupan zink, asupan kalsium, asupan magnesium, dan inhibitor
absorpsi zat besi (asupan makanan mengandung fitat, asupan minuman
mengandung tanin dan asupan serat) dengan anemia.

ABSTRACT
There are two main issues regarding nutrition Indonesia female worker the energy
imbalance of work and anemia, especially iron deficiency anemia. Both types of
nutritional problems this gives the effect of the health status of workers ended in
decreased productivity/labor capacity. The purpose of this study was to analyze
the relationship between energy and iron consumption with nutritional status of
female worker factory division at PT. Great Giant Pineapple in 2013. This
research is a descriptive analytic with cross sectional design. The study was
conducted at the female worker factory division at PT. Great Giant Pineapple,
Terbanggi Besar, Lampung Tengah District, Lampung Province.
Results:
Statistically, there is a relationship between energy intake and carbohydrate with
bodi mass index. However, no relationship age, fat intake, intake of protein and
fiber intake with body mass index. Statistically, there is a relationship between
menstrual pattern, energy intake, fat intake, protein intake, iron intake and iron
absorption enhancers (vitamin C) with anemia. But there is no relationship of age,
carbohydrate intake, intake of zinc, calcium intake, magnesium intake, and
inhibitors of iron absorption (intake of foods containing phytate, intake of foods
containing tannin and fiber intake) with anemia."
Universitas Indonesia, 2013
T36039
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadra Anniswah
"Latar Belakang: Kurang Energi Kronis (KEK) pada ibu hamil dapat menyebabkan mortalitas dan morbiditas baik bagi ibu maupun anak yang dilahirkan. Faktor-faktor yang berhubungan dengan status KEK perlu diketahui agar dapat ditentukan intervensi dalam penurunan prevalensi KEK. Tujuan: Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan KEK pada ibu hamil di Kabupaten Buol Tahun 2021. Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional yang dilakukan di Kabupaten Buol. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 239 ibu hamil. Variabel terikat berupa status KEK sedangkan variabel bebas berupa karakteristik ibu, pendapatan keluarga, umur pertama menikah, jarak kehamilan, pengetahuan gizi ibu hamil, frekuensi dan asupan makanan (karbohidrat, energi, protein), akses layanan kesehatan (ANC, K1, dan PMT). Analisis yang dilakukan berupa uji univariat, bivariat dengan menggunakan uji Chi square, dan multivariat menggunakan regresi logistik. Hasil: Prevalensi KEK dalam penelitian ini adalah sebesar 23.4%. Variabel yang berhubungan dengan status KEK (p<0.05) dalam penelitian ini adalah jarak kehamilan, umur pertama menikah, dan PMT. Simpulan dan saran: faktor yang paling mempengaruhi KEK adalah usia pertama menikah. Diperlukan pendidikan gizi untuk meningkatkan pengetahuan ibu hamil megenai pentingnya nutrisi saat kehamilan serta terkait sumber dan cara yang tepat mengolah pangan lokal alami untuk mencukupi asupan nutrisi. Selain itu dibutuhkan edukasi untuk menunda usia pernikahan dan kehamilan agar mencapai usia ideal, serta mengatur jarak kelahiran ideal untuk meminimalisasi risiko KEK serta komplikasi kehamilan dan persalinan. Peningkatan pengetauan juga perlu didampingi dengan perubahan sikap, intensi dan ketersediaan akses untuk dapat mencapai perubahan perilaku masyarakat.

Background: Chronic energy deficiency in pregnancy can cause mortality and morbidity in both maternal and her children. Factors associated with chronic energy deficiency to be known to determine an intervention for decreasing prevalence chronic energy deficiency. Objectives: To analyze the factors associated with chronic energy deficiency in Buol Regency. Methods: Design study was cross-sectional conducted in Buol Regency. Total sample was 239 pregnant women. The dependent variables was chronic energy deficiency status while the independent variable were subject characteristic, family income, age of first marriage, pregnancy distance, antenatal care, supplementary feeding, maternal nutrition knowledge, eating behavior, carbohydrate, energy, and protein intake . Statistical analysis were univariate, bivariate analysis using Chi Square, and multivariate analysis using logistic regression. Results: The prevalence of chronic energy deficiency in this study was 23.4%. Variables associated with chronic energy deficiency (p<0.05) was pregnancy distance, age of first marriage, and supplementary feeding. Conclusions and suggestions: age of first marriage is the strongest associated factor to CED. Nutritional education is needed to increase the knowledge of pregnant women to meet the importance of nutrition during pregnancy, related sources and ways to properly process natural local food to meet nutritional intake. In addition, education is needed to delay the age of marriage and pregnancy in order to reach the ideal age, and set the ideal birth distance to minimize the risk of CED and complications of pregnancy and childbirth. Increasing knowledge also needs to be accompanied by changes in attitudes, intentions and availability of access to be able to achieve changes in people's behavior."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Elisabet Anggita
"Risiko kekurangan energi kronik (KEK) merupakan keadaan dimana remaja putri mempunyai kecenderungan untuk menderita KEK. Kategori risiko KEK di Indonesia didasarkan pada hasil ukur lingkar lengan atas (LILA) kurang dari atau sama dengan 23,5 cm. Apabila KEK terjadi pada remaja dapat menyebabkan menurunnya kemauan belajar dan kesehatan fisik pada remaja putri, mengingat dampak KEK pada remaja putri juga dapat berlanjut hingga dewasa dan dapat berdampak buruk pada masa kehamilan dan melahirkan bayi stunting. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor asupan energi, asupan gizi makro, frekuensi makan, kebiasaan sarapan pagi, citra tubuh, uang saku, dan pekerjaan ibu dengan kejadian KEK pada siswi Sekolah Menengah Kejuruan Informatika Bina Generasi 3 Kabupaten Bogor tahun 2023. Penelitian ini menggunakan desain studi analitik deskriptif dengan menggunakan metode cross sectional dan metode pengambilan sampelnya dengan simple random sampling pada siswi Sekolah Menengah Kejuruan Informatika Bina Generasi 3 Bogor yaitu kelas 11 - 12 periode 2022/2023 pada Agustus 2023. Analisis data menggunakan statistik chi-square. Hasil penelitian ini menunjukkan sebanyak 53,3% siswi Sekolah Menengah Kejuruan Informatika Bina Generasi 3 berisiko KEK dan 47,8% tidak berisiko KEK. Terdapat hubungan yang bermakna antara asupan energi, asupan karbohidrat, asupan lemak, asupan protein, frekuensi makan, dan pengetahuan gizi dengan risiko kurang energi kronik (KEK) pada siswi. . Asupan energi (p-value= 0,002) dan karbohidrat (p-value= 0,003) merupakan faktor terbesar terjadinya risiko KEK pada siswi, yaitu dimana siswi yang mempunyai asupan energi yang kurang berpeluang 5,400 dan 5,789 kali lebih besar berisiko KEK dibandingkan dengan responden dengan asupan energi dan karbohidrat yang cukup.Diharapkan siswi dapat lebih meningkatkan asupan energi dan asupan zat gizi makro melalui melakukan pola makan yang baik yaitu dengan memperbaiki frekuensi makan dengan rutin yaitu 3 kali sehari dengan makan utama dan meningkatkan kualitas makan dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi seimbang.

The risk of chronic energy deficiency (CED) is a condition in which young women tend to suffer from CED. The CED risk category in Indonesia is based on the results of measuring the upper arm circumference (MUAC) which is less than or equal to 23.5 cm. If CED occurs in adolescents it can cause a decrease in the willingness to learn and physical health in young women, considering that the impact of CED on young women can also continue into adulthood and can have a negative impact during pregnancy and childbirth. retarded baby. This study aims to determine the relationship between energy intake, macronutrient intake, meal frequency, breakfast habits, body image, pocket money, and mother's occupation with the incidence of CED in female students at SMK Informatics Bina Generasi 3, Bogor Regency, in 2023. This study used a research design descriptive analysis using the cross-sectional method and the sampling method using simple random sampling in female students of SMK Informatics Bina Generasi 3 Bogor, namely class 11 – 12 for the 2022/2023 period in August 2023. Data analysis used chi-square statistics. The results showed that 53.3% of female students at SMK Informatika Bina Bata 3 were at risk of KEK and 47.8% were not at risk of CED. There is a significant relationship between energy intake, carbohydrate intake, fat intake, protein intake, meal frequency, and nutritional knowledge with the risk of chronic energy deficiency (CED) in female students. Energy intake (p-value = 0.002) and carbohydrates (p-value = 0.003) are the biggest risk factors for CED in female students, namely students who have less energy intake are 5,400 and 5,789 times more likely to be at risk of CED compared to respondents with low energy intake. sufficient energy and carbohydrates. It is hoped that female students can further increase their energy intake and macronutrient intake by adopting a good diet, namely by improving the frequency of eating regularly, namely 3 times a day with main meals, and improving the quality of eating by consuming nutritionally balanced foods."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Wahyuni
"ABSTRAK
Kalium merupakan kation intraseluler utama dalam tubuh yang penting untuk kelangsungan fungsi sel terutama menjaga rangsang elektrik jantung dan otot. Perubahan kadar kalium dalam darah sangat mempengaruhi kerja otot jantung dan fungsi sel sehingga diperlukan pemeriksaan kadar kalium yang tepat dan akurat agar terapi dan monitoring pasien tepat. Hasil pemeriksaan kalium sangat dipengaruhi oleh faktor pra-analitik. Spesimen yang direkomendasikan untuk pemeriksaan kalium adalah plasma heparin. Penelitian ini ingin melihat perbedaan kadar kalium yang diperiksa menggunakan spesimen berupa serum dari tabung vakum berisi clot activator tabung II , plasma dari tabung vakum berisi litium heparin tabung III , dan plasma dari tabung vakum berisi litium heparin dengan gel separator tabung IV . Penelitian ini juga ingin mengetahui perbedaan kadar kalium yang diperiksa menggunakan spesimen dari tabung berisi clot activator pada pengambilan darah pertama tabung I dan kedua tabung II . Desain penelitian adalah potong lintang dengan subjek penelitian 80 orang. Perbedaan kadar kalium yang bermakna statistik terdapat antara tabung II dan III p=0.001 , serta antara tabung II dan IV p=0.01 . Persentase perbedaan rerata dengan standar kadar kalium serum, antara tabung II dan III adalah 6.8, dan tabung II dan IV adalah 7.7, sedangkan terhadap standar kadar kalium plasma litium heparin yaitu 7.3 dan 8.3. Angka tersebut melebihi batas desirable bias 1.81 , yang berarti ada kemaknaan klinis pada perbedaan kadar kalium antara tabung II dan III serta tabung II dan IV. Hasil uji t-berpasangan pada tabung I dan II didapatkan perbedaan kadar kalium yang bermakna secara statistik ABSTRACT Potassium is a the most intracellular cation in the body that essential for the continuity of cell function, especially keeping the electrically stimulated heart and muscle. Changes in blood potassium levels greatly affect the work of the heart muscle and cell function so it is necessary to check the exact potassium levels and accurate for proper patient therapy and monitoring. Results of potassium assay is strongly influenced by pre analytic factors. Recommended specimen for potassium assay is plasma heparin. Aim this study wanted to see differences in potassium levels examined using serum specimens from vacuum tubes containing clot activators tube II , plasma specimens from vacuum tubes containing lithium heparin tube III , and plasma specimens from a vacuum tube containing lithium heparin with a separator gel tube IV . The study also wanted to know the difference in potassium levels examined using specimens from tubes containing clot activators on first blood collection tube I and second tube II . The study design was cross sectional with 80 subjects. The difference in potassium levels was statistically significant between tubes II and III p 0.001 , and between tubes II and IV p 0.01 . Mean percentage difference with standard serum potassium level, between tubes II and III was 6.8, and tubes II and IV were 7.7, whereas to the heparin lithium plasma potassium level of 7.3 and 8.3. This figure exceeds the desirable limit of bias 1.81 , which means there is clinical significance on the difference in potassium levels between tubes II and III and tubes II and IV. The result of paired t test on tube I and II showed that the difference of potassium content was statistically significant p"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ummi Kalsum
"Disertasi ini membahas pengembangan indikator antropometri baru yaitu rasio LiLA terhadap panjang lengan atas (PLA) serta model prediksi risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada wanita usia subur (WUS) suku Melayu. Disain studi cross sectional menggunakan sebagian data Riskesdas 2013 dan data primer. Sampel 1009 WUS berusia 18-49 tahun (tidak hamil) di Kota Makassar dan Kabupaten Tana Toraja, Selawesi Selatan. Hasil studi menemukan formula yang optimal adalah Rasio LiLA/ PLA < 4,25 untuk mendeteksi risiko KEK, lebih baik validitasnya (Sn= 80%; Sp=84%) dibandingkan validitas LiLA menggunakan baku Indeks Massa Tubuh. Prevalensi KEK pada WUS 9,9% (IMT< 18,5); Risiko KEK 22,4 % (Rasio LiLA/ PLA < 4,25). Validitas LiLA < 23,5 cm sudah baik (Sn= 76%; Sp=87,2%), tetapi titik potong optimal untuk skrining adalah <=24,0 cm (Sn= 90%; Sp= 77%) untuk mendeteksi risiko KEK WUS. Faktor risiko KEK: umur, paritas, penggunaan alat kontrasepsi, penyakit infeksi, aktifitas fisik, pekerjaan, status kawin dan sosial ekonomi. Penyakit infeksi berat (POR= 2,79) sebagai faktor risiko dominan; sedangkan faktor protektif dominan adalah penggunaan alat kontrasepsi hormonal (POR= 0,43). Diperlukan komunikasi, informasi, edukasi pada WUS untuk menerapkan pedoman gizi seimbang, pola hidup sehat serta pencegahan penularan penyakit infeksi seperti TB, Malaria dan Hepatitis serta penanganan yang tepat untuk mencegah KEK.

This study examined the development of new anthropometric indicator was the ratio of MUAC to upper arm length (UAL) and the prediction model of the risk of Chronic Energy Deficiency (CED) in Malay women of reproductive age. Crosssectional study design using part of the data Riskesdas 2013 and primary data. Samples were 1009 women aged 18-49 years (not pregnant) in Makassar and Tana Toraja South of Sulawesi. The study found that the optimal formula was MUAC/ UAL <4.25 to detect a risk of CED, better validity (Sn= 80%; Sp= 84%) compared to MUAC with the gold standard was Body Mass Index (BMI). Prevalence of CED on women of reproductive age 9.9% (BMI <18.5); Risk of CED 22.4% (MUAC/ UAL <4.25). The validity of MUAC <23.5 cm was good but the optimal cut point for screening the risk of CED was <=24 cm (Sn= 76%; Sp= 87.2 %). CED risk factors were age, parity, contraceptive use, infectious diseases, physical activity, job, marital status and socioeconomic. The dominant risk factor was severe infectious disease (POR= 2.79) while the dominant protective factor was the use of hormonal contraceptives (POR= 0.43). It needs communication, information and education to applying balanced nutrition guidelines, healthy lifestyles and the prevention of transmission of infectious diseases such as TB, Malaria and Hepatitis as well as adequate treatment to prevent CED."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
D1917
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fox, Ronald F.
New York : John Wiley & Sons, 1982
572.4 FOX b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Riswandi
"Latar Belakang: Pelumpuh otot merupakan obat anestesia yang sering digunakan dalam praktik anestesia umum sehari-hari. Atrakurium, yang merupakan golongan pelumpuh otot benzilisoquinolium, dapat meningkatkan kadar histamin dalam darah dibandingkan obat pelumpuh otot lainnya. Peningkatan kadar histamin dapat menghambat Glucose Induce Insulin Secretion (GIIS) yang dapat meningkatkan kadar glukosa darah. Hiperglikemia perioperatif dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas baik pada pasien diabetik maupun nondiabetik. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan perubahan kadar gula darah setelah pemberian atrakurium dengan rokuronium.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode uji klinis prospektif acak tersamar ganda pada 80 pasien yang menjalani operasi dengan pembiusan umum. Pasien dibagi menjadi dua kelompok yaitu rokuronium dan atrakarium. Protokol anestesia sama pada kedua kelompok, kecuali pada penggunaan pelumpuh otot. Kadar gula darah dan hemodinamik inisial, 5 menit, 15 menit dan 30 menit setelah pemberian pelumpuh otot dicatat dan diukur. Hasil yang didapat dianalisis secara statistik menggunakan uji t tidak berpasangan.
Hasil: Kedua kelompok menunjukkan adanya penurunan yang signifikan pada rerata kadar gula darah dari waktu ke waktu. Tetapi, perubahan rerata kadar gula darah pada kelompok rokuronium dibandingkan dengan atrakurium di tiap waktu pengukuran menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan (nilai P secara berurutan adalah 0,649, 0,473 dan 0,931). Untuk perbandingan perubahan denyut jantung dan MAP pada kedua kelompok juga menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan.
Simpulan: Baik rokuronium maupun atrakurium dapat mempengaruhi perubahan kadar gula darah pada pasien nondiabetik, tetapi tidak ada perbedaan yang signifikan diantara keduanya

Background: Muscle relaxant drugs are often used in daily general anesthesia practices. Atracurium, a class of benzilisoquinolium muscle relaxant, can increase the level of histamine in the blood than other muscle relaxant drugs. This increment inhibits Glucose Induce Insulin Secretion (GIIS) which can increase blood glucose levels. Perioperative hyperglycemia can increase morbidity and mortality in both diabetic and nondiabetic patients. This study aims to compare blood sugar levels change after the administration of atracurium and rocuronium.
Method: This is a double blind randomized prospective clinical trial on 80 patients who underwent general anesthesia. Patients were divided into two groups: rocuronium and atracurium. The anesthesia protocol was the same in both groups, except for the use of muscle relaxants. Initial blood sugar and hemodynamic levels were recorded and measured on the 5th minutes, 15th minutes and 30th minutes after the administration of muscle relaxants. The results obtained were then analyzed statistically using unpaired t test.
Results: Both groups showed a significant decrease in blood sugar levels over time. However, the mean change in blood sugar levels in the rocuronium group compared to atracurium at each measurement time showed no significant differences (P values ​​in sequence were 0.649, 0.473 and 0.931). For comparation, changes in heart rate and MAP in both groups also showed no significant differences.
Conclusion: Both rocuronium and atracurium can decrease blood sugar levels in nondiabetic patients, with no significant differences among the two."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>