Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 23358 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hammetje Hartoko Kawanto
"Dalam rangka memenuhi target pembangunan PELITA IV yaitu tingkat pertumbuhan 5 persen per tahun, Indonesia akan membutuhkan dana sebesar 240 triliun rupiah untuk membangun. Jumlah ini relatif besar bila hanya menadi beban Pemerintah sendiri. Dalam hal ini pemerintah hanya mampu menyediakan 45 persen dari jumlah dana tersebut dan sisanya diharapkan akan disediakan oleh sektor swasta.
Dalam perekonomian Indonesia, kelapa sawit memegang peranan yang cukup penting. Produk ini merupakan salah satu bahan dasar dan salah satu kebutuhan pokok masyarakat yaitu minyak goreng. Peranannya dalam ekspor di sektor non?migas sangat penting dan memberikan perolehan devisa yang tidak sedikit. Karena pentingnya industri ini maka pengembangan industri kelapa sawit sangatlah strategis bagi perekonomian Indonesia.
Industri perkebunan dan pengolahan kelapa sawit adalah jenis industri yang padat modal dan padat karya. Kebutuhan modal yang sangat besar untuk investasi di industri ini hanya mungkin bisa terpenuhi bila ditunjang oleh peranan sektor keuangan seperti perbankan, lembaga keuangan bukan bank, lembaga multi finance yang menyediakan fasilitas leasing, modal ventura, asuransi, lembaga dana pensiun, dan pasar modal.
Terdapat banyak hal yang masih dapat ditingkatkan di industri minyak sawit, diantaranya adalah sistem pembiayaan, yang akan dibahas dalam penulisan karya akhir ini. Sistem pembiayaan yang kuat diharapkan mampu menghadapi masalah fluktuasi harga minyak sawit di pasaran internasional yang merugikan baik pihak negara dalam hal penerimaan devisa maupun pihak perusahaan produsen minyak sawit sendiri. Apabila kebutuhan dana sudah demikian meningkatnya karena pertumbuhan perusahaan dan dana dari sumber internal sudah digunakan semua, maka tidak ada pilihan lain, selain menggunakan dana yang berasal dari luar perusahaan, baik dari hutang (debt financing) maupun dengan mengeluarkan saham baru (external equity financing) dalam memenuhi kebutuhan akan dananya.
Jika dalam pemenuhan kebutuhan dana dan sumber eksternal tersebut kita lebih mengutamakan pada hutang saja, maka ketergantungan kita pada pihak luar akan makin besar dan resiko finansialnya pun makin besar. Sebaliknya jika kita hanya mendasarkan pada saham saja, biayanya akan sangat mahal. Biaya penggunaan dana yang berasal dari saham baru (cost or new common stock) adalah yang paling mahal dibandingkan dengan sumber dana lainnya.
Oleh karena itu perlu diusahakan adanya keseimbangan yang optimal antara kedua sumber dana tersebut. Jika kita menggunakan prinsip hati-hati, maka kita mendasarkan pada aturan struktur finansial konservatif dalam mencari struktur modal yang optimal.
Di pasar modal tersedia dana jangka panjang jenis hutang maupun modal sendiri. Perusahaan dapat menarik pinjaman jangka panjang dengan mengeluarkan obligasi, dan menarik dana untuk modal sendiri dengan menjual saham. Hal ini dilakukan dalam rangka mengatasi peraturan pembatasan leverage, diinana suatu perusahaan tidak dapat melakukan pinjaman lebih banyak lagi. Dengan adanya pasar modal, perusahaan tidak terlalu sulit mengatasi keterbatasan ini karena pengumpulan dana dapat dilakukan melalui pasar modal dengan penjualan saham.
Bertitik tolak dan masalah tersebut diatas, maka penulisan karya akhir ini bertujuan untuk mencoba membahas peranan pasar modal sebagai alternatif pembiayaan bagi perusahaan yang bergerak dalam industri minyak sawit.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1995
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nurrimah
"Globalisasi membawa dampak besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sejak tahun 1961, secara umum pertumbuhan ekonomi Indonesia selalu mengalami kenaikan. Banyak faktor yang menyebabkan meningkatnya pertumbuhan ekonomi nasional. Salah satunya adalah investasi. Terdapat berbagai macam instrumen investasi. Sekarang ini yang paling banyak diminati oleh masyarakat umum adalah investasi saham. Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat bahwa per Juni 2018 banyaknya investor pasar modal mencapai 1,12 juta Single Investor Identification (SID) dengan 710.000 Single Investor Identification (SID) merupakan total investor saham ritel. Saham menjadi salah satu usaha dalam pemenuhan kebutuhan hidup di masa depan. Daya tarik utamanya adalah karena saham memberikan potensi keuntungan yang tinggi dalam jangka panjang. Namun, dengan potensi keuntungan yang tinggi tersebut, saham juga memiliki potensi kerugian yang tinggi. Salah satu usaha untuk meminimalkan potensi kerugian saham adalah dengan melakukan prediksi harga saham menggunakan machine learning. Harga saham akan diprediksi menggunakan metode penyelesaian masalah regresi, yaitu Fuzzy Support Vector Regression (FSVR). Fungsi pemetaan dalam fungsi keanggotaan fuzzy digunakan untuk menghasilkan fluktuasi harga saham yang tepat. Untuk memastikan keefektifan dan keefisienan penggunaan fitur, Fisher Score digunakan untuk memilih fitur yang paling berpengaruh dan informatif dalam model prediksi sehingga kesalahan hasil prediksi dapat diminimalkan. Fitur-fitur terpilih tersebut akan dijadikan sebagai variabel input dalam model prediksi. Evaluasi hasil prediksi dari data dengan dan tanpa dilakukan pemilihan fitur selanjutnya akan dianalisis menggunakan Normalized Mean Square Error (NMSE) dan dibandingkan sebagai bagian dari evaluasi performa model prediksi. Dari hasil prediksi pada salah satu data yang digunakan, tanpa pemilihan fitur, diperoleh model terbaik dengan nilai NMSE terendah sebesar 0,179 dan persentase data training 80%, sedangkan dengan pemilihan fitur Fisher Score, diperoleh model terbaik menggunakan sembilan fitur dengan nilai NMSE terendah sebesar 0,011 dan persentase data training 90%.

Globalization has a big impact on Indonesias economic growth. Since 1961, in general Indonesias economic growth has always increased. Many factors have led to an increase in national economic growth. One of which is investment. There are many investment instruments. The most popular among the public is stock investment. Indonesia Stock Exchange (IDX) recorded as of June 2018 total of capital market investors reached 1,12 million Single Investor Identification (SID) with 710,000 Single Investor Identification (SID) representing total retail stock investors. Stock has become one of the activities to fulfill the needs of life in the future. Its main attraction is that stock provides high potential return of profit in long run. However, as high return of profit, stock also has high potential return of risks. One of the ways to minimize the potential return of risks is by predicting stock prices using machine learning. The stock prices will be predicted using a regression problem solving method, namely Fuzzy Support Vector Regression (FSVR). The mapping function in fuzzy membership function is used to produce the right stock price fluctuations. To ensure the effectiveness and the efficiency of using features, Fisher Score is used to select the most influential and informative features in the prediction model so that the prediction errors can be minimized. These selected features will be used as input variables in the stock price prediction model. The evaluation of the prediction results from the data with and without feature selection will be analyzed using Normalized Mean Square Error (NMSE) and compared as part of the performance evaluation of the prediction model. From the prediction results on one of data used, without doing feature selection, the best model is obtained with the lowest error is 0.179 and 80% training data, while with doing Fisher Score feature selection, the best model is obtained by using nine features with the lowest error is 0.011 and 90% training data."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ilwa Nuzul Rahma
"ABSTRAK
Penelitian ini mengembangkan permodelan gelembung harga saham rasional dan irasional menggunakan model state-space dengan markov switching. Gelembung harga saham merupakan unobserved variable yang dapat ditentukan dengan pendekatan teori ekspektasi rasional dimana dalam penelitian ini gelembung harga saham ditentukan oleh informasi ekstraneus yang terdiri dari faktor eksternal dow jones Index dan Hangseng Index dan faktor internal faktor politik dan keamanan . Untuk menganalisis unobserved variable tersebut digunakan model state-space yaitu Kalman Filter. Selain itu gelembung harga saham dapat megalami perubahan struktural yang juga bersifat unobserved yaitu adanya gelembung harga saham irasional. Dikarenakan gelembung irasional juga bersifat unobserved maka digunakan model markov switching.Untuk melihat bagaimana model state space dengan markow switching bekerja, penelitian ini menerapkan model tersebut pada data harga saham Indonesia periode Januari 1989 hingga Desember 2013. Hasil estimasi model menunjukan bahwa DJIA berpengaruh positif signifikan terhadap gelembung harga saham di Indonesia, sedangkan HSI tidak berpengaruh signifikan. Dari faktor internal, faktor politik berpengaruh negatif signifikan terhadap gelembung harga saham di Indonesia, sedangkan faktor keamanan tidak berpengaruh signifikan. Dengan permodelan ini, gelembung harga saham rasional dan irasional dapat di identifikasi di pasar modal Indonesia namun gelembung harga saham tidak terjadi setiap tahun selama periode penelitian.

ABSTRACT
This paper develops a model of rational and irrational stock price bubbles using State Space Model with Markov Switching. Stock price bubbles are the unobserved variables that can be determined with rational expectations theory approach, which in this study is determined by stock price bubbles extraneous information consisting of external factors Dow Jones Index and the Hang Seng Index and internal factors political and security factors . A state space model, Kalman filter, is used to analyze this unobserved variables. Stock price bubbles may undergo structural changes that are also unobserved, namely the irrational stock price bubble. Thus, due to this unobserved nature, the Markov switching model is used to analyze this unobserved structural changes. To see how the model state space with Markov switching works, this study applies the model to the Indonesian stock price data from the period of January 1989 to December 2013. The result of the model estimation shows that the external factor, DJIA has significant positive effects, whereas HSI has no significant effect on the stock price bubble in Indonesia. The result from internal factors shows that a political factor has significant negative effect, whereas the safety factor has no significant effect on the stock price bubble in Indonesia. Furthermore, this model could help identify the rational and irrational stock price bubble in the Indonesian stock market, nonetheless, this stock price bubbles do not occur every year during the study period."
2015
D1719
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Della Aprillia
"Penelitian ini menguji perbandingan prediksi Economic Value Added (EVA), Residual Income (RI) dan ukuran kinerja konvensional Net Income (NI) dan Free Cash Flow (FCF) terhadap imbal hasil saham di Indonesia. Penelitian ini menggunakan 110 data observasi, uji konten informasi relatif (relative information content) dan uji konten informasi inkremental (incremental information content) pada perusahaan yang memiliki bad debt.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Economic Value Added (EVA) memiliki konten informasi relatif yang lebih baik dibandingkan Residual Income (RI), Net Income (NI) dan Free Cash Flow (FCF). Economic Value Added (EVA) juga memiliki konten informasi inkremental yang lebih baik dibandingkan Net Income (NI), Residual Income (RI) dan Free Cash Flow (FCF).

This study examines the predicting comparison of Economic Value Added (EVA), Residual Income (RI) and conventional performance measure Net Income (NI) and Free Cash Flow (FCF) to the Annual Stock Return In Indonesia. This study uses 110 observation data, relative information content test and incremental information content test to the companies that have bad debt.
The results suggest that Economic Value Added (EVA) has higher relative information content better than Residual Income (RI), Net Income (NI) and Free Cash Flow (FCF). Economic Value Added (EVA) has incremental information content better than Net Income (NI), Residual Income (RI) and Free Cash Flow (FCF).
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S55580
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yolanda
"Penelitian ini secara garis besar memiliki tujuan untuk menganalisis dan mengetahui bagaimana implikasi dan khususnya perbedaan dari stock returns yang diperoleh perusahaan pada saat sebelum dan sesudah pengumuman merger dan akuisisi. Penelitian mengambil sampel yang terdiri dari 30 perusahaan acquisitor dan 30 perusahaan target di Indonesia selama periode 2006-2014. Stock Returns dilihat dan diukur dengan average abnormal return dan cumulative abnormal returns di mana pengembalian yang diharapkan diperoleh berdasarkan perhitungan dari market adjusted model.
Metode yang digunakan adalah event study dengan mengambil periode pengamatan selama 11 hari di mana secara umum berlangsung 5 hari sebelum tanggal pengumuman merger dan akusisi (t-5), pada saat pengumuman (t), dan 5 hari setelah tanggal pengumuman merger dan akuisisi (t+5).
Dengan menggunakan uji beda 2 sampel ditemukan bahwa pengumuman merger dan akuisisi di Indonesia tidak memberikan adanya perbedaan yang nyata atau signifikan terhadap stock returns baik bagi pemegang saham perusahaan acquisitor maupun pemegang saham persahaan target yang dilihat dari average abnormal returns sebelum dengan average abnormal returns setelah tanggal pengumuman merger dan akuisisi. Hal ini mengindikasikan bahwa pasar kurang memberikan respon atas pengumuman merger dan akuisisi yang terjadi selama periode event yang diteliti. Hasil perhitungan CAR juga menunjukkan suatu pola bahwa perusahaan acquisitor cenderung bernilai negatif sedangkan perusahaan target cenderung bernilai positif.

This study aims to analyze and to explain the implication especially the difference of stock returns centered on the annoucement date of mergers and acquisitions. Samples of this study consist of 30 acquisitors companies and 30 target companies that listed on Indonesia Stock Echange period 2006-2014. Stock returns seen and measured by average abnormal returns and cumulative abnormal returns where expected returns were calculated by using market adjusted model.
The method of this study is using event study method with 11-days period immediately surrounding the mergers and acquisitions announcement date, that is from 5 trading day before (t-5) to 5 trading day after the announcement (t+5). Data analyzed by statistical technique with paired sample ttest.
The Result from the test shows that there was no significant difference between abnormal returns before and after the annoucement date of mergers and acquisitions either for acquisitor and target. Since there was no difference between average abnormal returns 5 trading day before mergers and acquisitions announcement date and 5 trading day after mergers and acquisitions announcement date, the result indicates that market didn't give any responses to that mergers and acquisitions announcement date among 11-days event period. The calculation of CAR also display similar patterns that the returns of acquiring firms are tend to be negative while the returns of target firms are tend to be positive.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S63941
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Rinaldi Jan Darmawan
"Penelitian ini membahas kinerja portofolio yang dibentuk berdasarkan Model Investasi Warren Buffet dan penerapannya pada Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini mengambil sampel 45 saham yang terdaftar pada Indeks KOMPAS100 periode tahun 2008 ndash; 2015. Betting Againt Beta dan Quality Minus Junk memberikan kriteria pemilihan saham yang murah, risiko rendah, dan berkualitas sesuai dengan Model Investasi Warren Buffet. Portofolio yag dibentuk berdasarkan kriteria investasi Warren Buffet mampu menciptakan alpha yang lebih baik apabila dibandingan dengan return pasar atau Indeks Harga Saham Gabungan. Portofolio yang dibentuk berdasarkan Quality Minus Junk mampu memperoleh Sharpe ratio sebesar 0,65. Portofolio yang dibentuk berdasarkan kriteria Investasi Warren Buffet mampu memperoleh Sharpe ratio sebesar 0,59. Dari hasil penelitian ini, faktor Betting Against Beta dan Quality Minus Junk mampu memberikan pengaruh yang signifikan terhadap beberapa saham individual maupun terhadap portofolio yang dibentuk sehingga Model Investasi Warren Buffet ini dapat diterapkan di Bursa Efek Indonesia.

The focus of this strudy is to understand the stock portfolio based on Warren Buffet Investment Model and its application in Bursa Efek Indonesia. The data sampled from 45 stocks which are selected in KOMPAS100 index for the period 2008 ndash 2015. Betting Againts Beta and Quality Minus Junk Factor give the criteria of cheap, low risk, and high quality stocks. Portfolio which are selected based on Warren Buffet Investment Model criteria could create positive alpha compared to market return. Quality Minus Junk portfolio could reach Sharpe ratio of 0.65 and Warren Buffet portfolio could reach 0.59. From this study Betting Againts Beta and Quality Minus Junk Factor could effect the individual stocks return and the portfolio return which could be applied in Bursa Efek Indonesia.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farida Edhi Kusumaningtias
"ABSTRAK
Karya Akhir ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana penerapan dan P/E
ratio dalam menilai harga dari suatu saham di bursa dan untuk melihat seberapa besar
pengaruh dan signifikansi dari variabel-variabel pembentuk nilai P/E ratio yaitu :
dividend payout ratio, earnings growth, serta standar deviasi dan tingkat pertumbuhan
rata-rata. Jumlah sampel diambil dari populasi perusahaan manufaktur yang terdaftar
di Bursa Efek Jakarta terdiri dari 42 perusahaan dan dapat dikelompokkan berdasarkan
3 sub industri, yaitu : consumer goods industry, basic & chemical industry dan
miscellaneous industry. Periode pengambilan data dan tahun 1991 sampai tahun 1996
digunakan untuk membentuk persamaan regresi linier berganda P/E ratio tahun 1995.
Hasil penelitian dari ketiga kelompok industri secara umum menunjukkan
bahwa variabel bebas (dividend payout ratio, tingkat pertumbuhan EPS, dan standar
deviasi) dalam persamaan regresi berganda memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap nilai P/E ratio. Ditemukan pula bahwa dari hasil persamaan regresi tanda
minus maupun plus dari masing-masing variabel bebas yang menunjukkan hubungan
linier antara variabel tersebut dengan nilai P/E ratio tidak sesuai dengan dugaan awal,
kecuali untuk miscellaneous industry.
Dengan menggunakan persamaan P/E ratio basil regresi dapat diketahui apakah
suatu saham dalam kondisi undervalued ataupun overvalued. Kemudian dilakukan
pembuktian melalui analisis return yaitu dengan membandingkan return tahun 1995
dengan return tahun 1996. Hasil yang diperoleh dan analisis di atas secara
keseluruhan menunjukkan bahwa return saham undervalue lebih besar dibandingkan
dengan return saham yang overvalue.
"
Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2000
T3794
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dadan Rahadian
"ABSTRAK
Pencatatan ganda (dual listing) suatu saham pada dasarnya bertujuan untuk memperluas cakupan emisi saham dengan menarik investor yang berada diluar jangkauan operasi bursa utama. Hal tersebut merupakan salah satu pendorong PT Telekomunikasi indonesia Tbk. untuk melakukan emisi saham di beberapa bursa sekaligus. Selain tercatat pada perdagangan saharn di Bursa Efek Jakarta (BEJ) sebagai bursa utama, saham Telkom juga di catatkan pada perdagangan saham di New York Stock Exchange (NYSE).
Adanya perbedaan waktu antara Jakarta dan New York. tempat dimana BEJ dan NYSE beroperasi, secara otornatis mengakibatkan adanya perbedaan waktu perdagangan antara kedua bursa. Hal itu membawa implikasi tersendiri terhadap perdagangan saham Telkom yang dicatatkan di kedua bursa tersebut, sebagai akibat dan adanya mekanisme pasar yang menyetarakan harga saham di kedua bursa sesuai dengan kaidah hukum harga tunggal. Proses penyetaraan harga tersebut menjadi Iebih terlihat manakala kurs mata uang antar kedua bursa bergejolak cukup signifikan Sehingga dalam transaksi perdagangan saham Telkom para pelaku pasar (seperti penanam modal, perantara perdagangan efek dan manajer investasi) cenderung menjadikan pergerakan harga saham Telkom di NYSE dan kurs mata uang n.ipiah terhadap dolar sebagai acuan dalam menyikapi pergerakan harga saham Telkom di BEJ.
Dalam situasi perekonomian Indonesia yang dilanda krisis, kurs mata uang rupiah bergejolak sedemikian hebatnya sampai melampaui batas perkiraan akal sehat. Sehingga para pelaku pasar sering kehilangan arah dalam menyikapi pergerakan saham Telkom, yang secara tidak angsung ikut terpengaruh, sebagai akibat dan proses penyetaraan harga antara BEJ dengan NYSE.
Dalam memperkirakan barga saharn Telkorn pada saat pasar perdagangan saham di BEJ dibuka, para pelaku pasar senng rnembandingkaimya dengan harga penutupan di NYSE. Artinya, komparaSi harganya dilakukari dengan tanggal perdagangan beda, karena penanggalan di Jakarta lebih dahulu dan New York. Padahal secara Logis seharusnya komparasinya dilakukan terhadap tanggal yang sama. Berdasarkan kenyataan tersebut, dalam melakukan analisis perbandingan saharn Telkom dibedakan antara dua pendekatan. yaitu pendekatan tanggal perdagangan sarna dan beda. Di samping itu juga clibedakan atas dua kondisi. yaltu kondisi normal (penode t Januari 1997 sld 30 Juni 1997 sebagai sampel) dan kondisi krisis (periode I Agustus 1997 s/d 31 Juh 1998 sebagal sampel).
Pada kondisi normal, baik untuk pendekatan tanggal sama maupun beda, hasil perigujian. statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara harga penutupan saham Telkom di BEJ dengan di NYSE. Begitu juga pada kondisi kns?s untuk pendekatan tanggal sama. Sebaliknya, pada kondisi krisis untuk pendekatan tanggal beda, perbedaan harga penutupan saham Telkom antar kedua bursa cukup signifikan. Perbedaan yang cukup signifikan tersebut merupakan su.atu peluang arbitrase.
Hasil penelitian Lebih lanjut untuk pendekatan tanggal sama menunjukkan perbedaan harga penutupan per lembar saha.rn pada kondis normal berkisar antara +8 p01111 sampai dengan -9 point, Pada kondisi krisis, perbedaan harga penutupan per lembar saham berkisar antara -39 point sampai dengan +37 point.
Imbal hasil harian rata-rata (aritrnatik) perdagangan saham Telkom di BEJ pada kondisi kiisis relatif jaub Iebih besar dan kondisi normal, yaltu 0.034% untuk kondis kilsis dan 0.006% untuk kondisi normal. Sedangkan imbal hasil hanan ratata-rata di NYSE menunjukkan hasil yang negatif Sementara itu basil penghitungan volatilitas harga penutupan saham Telkom di kedua bursa pada kondisi krisis jauh lebih besar dan kondjsj normal (lebib besar 2 sampai 3 kali lipat). Hal tersebut rnenunjukkan bahwa pada kondisi krisis laju peningkatan imbal basil hariannya relatif lebih besar dan laju periingkatan risiko pada kondisi normal.
Hasil analisis model regresi berganda dengan menggunakan pendekatan arbItrage pricing theory, menunjukkan bahwa variabel-variabel bebas yang dipilih tidak cukup mengakomodasi persamaan regresi. Dari 6 (enam) variabel yang dipilih hanya 2 variabel yang dapat diikuti sertakan pada persamaan regresi imbal hasil harian saham Telkom, yaitu imbal hasil harían LQ45 dan laju pertumbuhan harlan [ndeks [larga Konsumen (11-1K). Sementara pada kondïsi krisis ada 3 yang dapat diikut sertakan, yaitu imbal basil harlan LQ45, kurs rupiah/US$ dan PDB Nominal. Yang patut dicatat disini adalah pergerakan kurs rupiah lebih memberikan kontribusi terhadap jmbal hash harlan saham Telkom pada kondisi krìsis.
Dengan didasari hasul analisis yang telah dilakukan cukup banyak yang bisa digali dan mekanisme perdagangan saham pencatatan ganda. Pembayaran dividen saham, volume transaksi harian, porsi transaksi asing dan faktor-faktor sentimen pasar merupakan beberapa aspek yang tidak díikutsertakafl dalam proses analisis karya akhir ini. DengarL memasukan beberapa aspek tersebut maka hasil yang diperoleh akan lebih kaya dan bermanfaat."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1999
T6152
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rica Hendra
"Industri properti mengalami pertumbuhan yang sangat pesat sejak Bank Indonesia mengumumkan ekspansi kredit dan penurunan suku bunga pada awal 1993, di mana para konglomerat segera ikut menanamkan investasinya pada sektor ini. Namun dengan adanya krisis moneter di kawasan Asia yang dimulai dari Thailand dan akhirnya mempengaruhi indonesia pada pertengahan 1997 sehingga terjadi penurunan nilai mata uang rupiah sebesar ± 80% terhadap dolar Amerika akìbatnya terjadi koreksi terhadap industri properti yang cukup besar. PT. X memutuskan untuk melakukan penjualan saham langsung kepada investor dengan menerbitkan saham baru agar perusahaan benar-benar memperoleh dana segar. Menurut penulis. strategi ini harus didukung metode penilaian yang tepat dibarengi dengan analisa kebutuhan dana untuk mempermudah dan memperlancar pelaksanaannya. Pada awalnya telah terjadi kesepakatan antara perusahaan dengan pihak investor atas harga saham per lembar yaitu Rp 850, sayangnya keadaan perekonomian yang kurang baik masih ditambah dengan ketidakpastian politik sehingga pihak investor memutuskan menunda investasinya di Indonesia.
Berdasarkan perhitungan dengan metode dividend discount model dan metode nilai sekarang dari arus kas bersìh ekuitas tenyata nilai saham PT X hanya berkisar antara Rp 78 hingga Rp 103 per lembar. Hal ini menunjukkan bahwa indusrti properti yang merupakan ìndustri jangka panjarg nilainya saat ini benar-benar jatuh dan tidak seimbang dengan aset yang dimiliki maupun infrastruktur yang telah dibangun selama ini. Walaupun pada saat ini pihak investor masih belum memberikan tanda-tanda akan kembali, perusahaan hendaknya tetap berusaha untuk menegosiasikan kembali penjualan sahamnya. Apabila pada akhinya investor tersebut membatalkan rencana investasinya pada PT X, maka manajemen harus menerapkan strategi lain, yaìtu dengan melakukan negosiasi dengan pihak kredìtur untuk merestrukturisasi dalam bentuk debt to equity swap. Selain itu apabila perusahaan berhasil inelakukan penjualan saham-saham baru imaupun restrukturisasi hutang maka apabila kondisi perekonomian telah pulih maka perusahaan akan menjadi perusahaan yang lebib etisien, kuat dan tangguh yang manipu bertahan dalain situasi yang seberat apapun juga."
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T2390
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang G. Indaryono
"Peramalan merupakan hal yang sangat penting dalam segala bidang, baik dalam menjalankan usaha maupun dalam penelitian. Semakin lama, semakin banyak metode-metode peramalan yang dikembangkan dalam memenuhi kebutuhan dalam meramal. Walau pengembangan metode peramalan semakin lama semakin maju, satu hal yang pasti adalah, tidak akan pernah ada metode peramalan yang dapat meramal secara tepat, peristiwa yang akan terjadi. Dari beberapa peramalan yang ada, ada beberapa metode yang banyak digunakan secara luas, baik dalam bisnis maupun dalam kehidupan sehari-hari. Peramalan tersebut antara lain adalah metode Regressi, metode Arima dan metode Winter.
Tesis ini mencoba untuk menemukan dari ketiga metode yang disebut diatas, mana diantara ketiga metode ini lebih baik bila diterapkan pada peramalan harga saham di bursa efek. Peramalan dilakukan dengan mengunakan harga saham beberapa perusahaan tertentu yang terdaftar di BEJ sejak tahun 1989, dan memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan agar harga saham dan perusahaan yang diramal terbebas dari faktor-faktor yang bersifat subjektif.
Setelah dilakukan peramalan, dan dengan mengunakan MSD (mean square deviation) sebagai alat untuk membandingkan antara ketiga metode tersebut, serta mempertimbangkan kelemahan dan kelebihan dari setiap metode dan juga daam proses pengumputan data, ditemukan bahwa metode ARIMA, lebih baik dibanding dengan 2 metode lainnya. Metode ARIMA bukan tanpa kelemahan. Kelemahan utama adalah kesulitan untuk menentukan tingkat kepercayaan (r2). r2 tidak dapat ditentukan di awal analisa, tapi merupakan hasil yang didapat dari model yang ditemukan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T3080
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>