Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 62209 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hutagalung, Laura Magdalena E.
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai tradisi mengenakan baju putih dalam upacara pemakaman tradisional Cina dan betujuan untuk memaparkan awal terbentuknya tradisi penggunaan baju putih sebagai baju berkabung serta makna warna putih pada baju berkabung dalam masyarakat Cina. Adapun tradisi mengenakan baju putih sebagai tanda berkabung dalam upacara pemakaman tradisional Cina menurut catatan sejarah sudah dimulai sejak awal dinasti Zhou, dan masih dilakukan hingga sekarang. Warna putih dianggap sebagai warna berkabung yang menunjukan kemurnian, kesederhanaan, kesucian, kehidupan, dan kejujuran. Seiring berjalannya waktu, penggunaan baju berkabung ini pun semakin sederhana, tetapi tidak menghilangkan unsur utama yaitu pakaian dasar bewarna putih. Dari hasil penelitian yang melihat dari sisi budaya dan sejarah yang dilakukan berdasarkan studi kepustakaan, ditemukan warna putih berhubungan dengan makna berkabung dan kematian dalam masyarakat Cina.

ABSTRACT
This study discusses the tradition of wearing white clothes in traditional Chinese funerals and aims to describe the beginning of a tradition of using white clothes as mourning attire and also to analyze significance of white clothing as mourning attire in Chinese society. According to historical records, the tradition of wearing white mourning dress as a sign of mourning in traditional Chinese funerals has been started since the Zhou dynasty and still apply today. The white color is considered as the color of mourning, it is to symbolize innocence, simplicity, purity, existence, and sincerity. However, as time goes by, the use of mourning clothes is now even simpler, but does not eliminate the main element of this tradition that is white clothing. From testing the results of historical research based on the literature study earlier, it was found that white color was linked to death and mourning in Chinese culture. "
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nurlaila Rahil Catur Umairoh
"ABSTRAK
Jurnal ini membahas salah satu pakaian tradisional Betawi yaitu baju tikim dan celana pangsi yang merupakan warisan budaya Betawi. Baju tikim dan celana pangsi pada awalnya merupakan pakaian yang dikenakan oleh para pendekar, jawara, dan jago maen pukulan atau yang sekarang disebut pencak silat, kemudian berkembang menjadi pakaian sehari-hari yang dikenakan laki-laki Betawi, hingga menjadi pakaian tradisional Betawi saat ini. Pokok permasalahannya adalah apakah baju tikim dan celana pangsi merupakan hasil akulturasi budaya Betawi dan budaya Tionghoa, berkaitan dengan itu maka makalah ini membahas asal-mula baju tikim dan celana pangsi Betawi yang memiliki kemiripan dengan baju tradisional yang dipakai oleh masyarakat Tionghoa pada masa Dinasti Qing. Selain itu, juga membahas mengenai bentuk, perkembangan, perubahan, serta perbedaan antara baju tikim dan celana pangsi yang dipakai masyarakat Betawi dengan yang dipakai oleh masyarakat Tionghoa. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitan kualitatif dengan pendekatan budaya, dan konsep budaya yang digunakan sebagai landasan teoritis adalah konsep akulturasi.

ABSTRACT
This journal describes one of the Betawi 39;s traditional clothes, that is Tikim clothes and Pangsi trousers which is Betawi 39;s cultural heritage. In the beginning Tikim clothes and Pangsi trousers are clothes worn by warriors, champions and jago maen pukulan what now is called Pencak Silat, then it evolved into everyday clothes worn by Betawi men, and has now become Betawi traditional clothes. The main problem of this research is whether tikim clothes and pangsi trouser is a result from Betawi and Chinese acculturation, therefore this research the origin of Betawi 39;s Tikim clothes and Pangsi trousers that have similarities to traditional clothes worn by Chinese people in the Qing Dynasty era will be described. Furthermore, this research will describe the shape, development, change, and differences between Tikim clothes and Pangsi trousers worn by Betawi people and Chinese people. Research methods used in this research are qualitative with a cultural approach. A cultural concept is used as a theoretical base known as an acculturation concept."
2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Jodi
"Hu merupakan budaya yang berasal dari nenek moyang bangsa Cina. Budaya pengunaan hu sebagai sarana perlindungan maupun untuk tujuan lain telah berusia ribuan tahun. Hu yang digunakan dalam dunia spiritual kepercayaan Cina mengadopsi konsep serta fungsi hu yang digunakan dalam dunia militer jaman Dinasti Han. Selembar hu dapat diibaratkan sebagai tubuh manusia, hu memiliki komponen seperti kepala, kaki, dan nyali. Awalnya hu dibuat dengan berbagai macam aturan serta ritual yang ketat. Pada saat ini pembuatan hu telah disederhanakan dan juga diproduksi dengan cara modern untuk menghasilkan hu dalam jumlah banyak demi memenuhi permintaan akan hu tersebut. di Indonesia, hu dapat didapatkan melalui cenayang atau medium, kelenteng yang menyediakan hu dan di toko peralatan sembahyang umat Buddha, Taoisme dan Konfusianisme

Hu is a culture that comes from the ancestors of China. The usage of Hu for protection and for other purposes has been around for thousands of years. Hu that are used in the spiritual world of Chinese beliefs adopted the concepts and functions of hu that are used in the military world of the Han Dynasty. A piece of hu can be likened to a human body, hu has components such as head, feet, and guts. Initially hu are made with various strict rules and rituals. By this time the manufacture of hu has been simplified and also produced in a modern way to produce hu in large quantities to meet the demand for the hu. In Indonesia, hu can be obtained through psychic or medium, temples that provide hu and at Buddhist, Taoism and Confucianism prayer shops"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Christine Rianti
"Pernikahan merupakan salah satu dari 3 peristiwa utama dalam kehidupan orang Cina, 2 hal lainnya adalah kelahiran dan kematian. Oleh karena hal tersebut, pernikahan masyarakat Cina tidak dapat dilepaskan dari tradisi upacara yang melekat didalamnya, yakni tradisi Upacara Persembahan Teh--- Chabai 茶拜. Upacara persembahan teh adalah salah satu bagian dari budaya leluhur Cina yang sudah diimplementasikkan turun temurun sampai sekarang, upacara ini terus dilaksanakan dan dilestarikan walau dengan konsep yang berbeda seiring dengan berkembangnya jaman. Meskipun demikian, makna dari Upacara Persembahan Teh tetap sama, yakni untuk menghormati orang tua dari kedua mempelai dan saudara-saudara yang dituakan dalam keluarga.

Marriage is one of the three main occasions in the life of the Chinese, besides birth and death. Therefore, Marriage in Chinese culture cannot be separated from its wedding rituals, specifically Tea Offering Ceremony ritual. Tea offering ceremony is a part of old Chinese culture that has been implemented until present days, this ceremony continues to be implemented and preserved with several conceptual changes to adjust to the modern era. Nevertheless, the significance of this ceremony remains the same, which is to honor the parents and the elders in the families of the bride and groom.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Marlina Ulfah Rukoyah
"Jurnal ini meneliti tentang upacara Pattidana yang dilakukan oleh masyarakat Cina yang beragama Buddha di Indonesia. Upacara Pattidana dalam agama Buddha dapat dilakukan kapan saja, namun di Indonesia upacara Pattidana dilakukan dua kali dalam setahun, yakni berdekatan dengan Cheng Beng dan Ullambana. Di Indonesia upacara Pattidana dilakukan mendekati Cheng Beng dan Ullambana karena berdasarkan hasil penelitian penulis hal tersebut dipengaruhi tradisi Cina, hal inilah yang menjadi fokus penulisan jurnal ini. Melalui studi pustaka, jurnal ini akan menjabarkan pengaruh tradisi Cina dan memaparkan makna sesajian pada upacara Pattidana yang telah mendapat pengaruh dari tradisi Cina.

This journal examines the Pattidana ceremony conducted by Chinese Buddhist communities in Indonesia. The Pattidana ceremony in Buddhism can be carried out any time. But in Indonesia, the Pattidana ceremony is held twice a year, around the time of Cheng Beng and Ullambana. In Indonesia, the Pattidana ceremony is done approaching Cheng Beng and Ullambana because based on the author rsquo;s research, the ceremony is influenced by Chinese tradition. This is the focus in writing this journal. Through literature study, this paper will describe the influence of Chinese culture on Pattidana and explain the meaning of its offerings that have gained Chinese cultural influences.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Michael Gabrielle Febriansyah
"Masyarakat Cina dipercaya telah melakukan migrasi sejak abad ke-1 Masehi ke seluruh penjuru dunia, tak terkecuali Pulau Jawa. Kedatangan para imigran Cina ke Nusantara menyebabkan terbentuknya suatu kebudayaan baru dalam masyarakat, antara kelompok etnis Cina dengan penduduk lokal. Di Batavia, para imigran Cina yang kebanyakan menghuni perkampungan kawasan Tangerang, kemudian membentuk komunitas yang dikenal dengan nama “Cina Benteng”. Komunitas ini merupakan hasil akulturasi melalui perkawinan antara para imigran etnis Cina dengan penduduk lokal dari etnis Betawi. Salah satu yang menjadi penanda khas masyarakat Cina Benteng adalah Rumah Kawin, sebuah tempat pernikahan yang terus dilestarikan hingga saat ini. Dengan objek penelitian yaitu Rumah Kawin Melati, penelitian ini akan menggunakan metode studi lapangan dan wawancara terhadap beberapa responden keturunan etnis Cina di kawasan Tangerang untuk mengetahui tanggapan mereka terkait eksistensi dari Rumah Kawin.

The Chinese community is believed to have migrated since the 1st century AD to all corners of the world, including Java. The arrival of Chinese immigrants to the Nusantara led to the formation of a new culture in society, between the Chinese ethnic group and the local population. In Batavia, Chinese immigrants who mostly lived in the Tangerang area then formed a community known as "Benteng Chinese". This community is the result of acculturation through marriage between ethnic Chinese immigrants and local residents of the Betawi ethnicity. One of the distinctive markers of the Benteng Chinese community is the Rumah Kawin, a wedding venue that has been preserved to this day. With the object of research, namely Rumah Kawin Melati, this research will use the method of field study and interviews with several respondents of Chinese ethnic descent in the Tangerang area to find out their responses regarding the existence of Rumah Kawin."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Tamala
""White Snake Legend (白蛇传)" television series is a story based on novel that firstly published in Song Dynasty. This television series told us about love story between a husband and wife named Xu Xian and Bai Shu Zhen that was prohibited by a monk named Fa Hai,because Bai Shu Zhen is a ghost. The purpose of this research is to express various myths in this television series and to discuss its development in Chinese society?s life. The method of this research is qualitative method. This research told that myth and Chinese society?s life are inseparable, so less or more Chinese society?s life is influenced by them.

Serial televisi "Legenda Ular Putih (白蛇传)" adalah cerita yang diangkat berdasarkan novel yang muncul pertama kali pada masa dinasti Song. Serial televisi ini bercerita tentang kisah cinta sepasang suami istri yang bernama Xu Xian dan Bai Shu Zhen yang ditentang oleh seorang biksu yang bernama Fa Hai dikerenakan sang istri adalah seorang siluman. Tujuan penelitian ini adalah mengungkapkan mitos-mitos yang ada dalam serial televisi "Legenda Ular Putih (白蛇传)" dan membahas perkembangan mitos-mitos tersebut dalam kehidupan masyarakat Cina. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa mitos sangat dekat dengan kehidupan masyarakat Cina, sehingga mempengaruhi kehidupan mereka."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Rifa`ati Hanifah
"Jurnal ini membahas mengenai akulturasi upacara kematian masyarakat Cina Benteng di Tangerang, Banten. Masyarakat Cina Benteng adalah orang-orang keturunan Tionghoa yang tinggal di wilayah Tangerang, Banten. Nama Cina Benteng berasal dari kata ldquo;Benteng rdquo;, nama lama kota Tangerang. Kata ldquo;Benteng rdquo; dalam istilah Cina Benteng mengacu pada Benteng Makassar, yang terletak disisi timur sungai Cisadane.
Tujuan dari penilitian ini adalah untuk mendeskripsikan secara lengkap bagaimana ritual upacara kematian masyarakat tradisional Tionghoa dan menjelaskan bagaimana ritual upacara kematian masyarakat Cina Benteng yang telah mengalami akulturasi dengan budaya masyarakat setempat di Tangerang, Banten. Selain itu, juga untuk menunjukan bagaimana upacara kematian menjadi salah satu titik temu antara dua budaya yang berbeda dan melihat sejauh mana budaya tradisional masih mempengaruhi budaya yang sudah terakulturasi melalui upacara kematian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa upacara kematian masyarakat Cina Benteng telah terakulturasi dengan budaya upacara kematian masyarakat Non- Cina Benteng di sekitarnya. Oleh karena itu, dalam upacara kematian Cina Benteng terdapat beberapa bagian yang berbeda dari upacara kematian masyarakat tradisional Tionghoa. Upacara kematian masyarakat Cina Benteng lebih sederhana dalam pelaksanaannya. Selain itu, akulturasi kematian masyarakat Cina Benteng terjadi karena adanya pergeseran zaman dan pergeseran budaya.

This journal talks about the acculturation of the death ceremony of Chinese Benteng community in Tangerang, Banten. Chinese Benteng are people of Chinese descentdant who live in Tangerang, Banten. The name of Chinese Benteng comes from the word ldquo;Benteng rdquo; means ldquo;Fort rdquo; , which is the old name of city of Tangerang. The word Benteng in the term of Chinese Benteng refers to Benteng of Makassar Makassar Fort , which lies on the east side of the Cisadane river.
The purpose of this research is to fully describe the death ceremony ritual of the Chinese Traditional community and the death ceremony ritual of Chinese Benteng people that has been acculturated with the culture of the local community in Tangerang, Banten. In addition, it shows how the death ceremony became the point of intersections between two different cultures and to what extent the traditional cultures still affect the culture that has been acculturated through the death ceremony. The method used in this research is qualitative method.
The result of this research shows that the death ceremony of Chinese Benteng community has been acculturated with the death ceremony of Non-Chinese Benteng community in Tangerang. Therefore, the death ceremony of Chinese Benteng is different in some parts from the death ceremony of traditional Chinese community. The death ceremony of the Chinese Benteng community is more simple in its implementation. In addition, the acculturation of death ceremony of Chinese Benteng community also occurred due to the changing of time and culture.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nola Triyanda
"Makalah ini membahas mengenai ritual berkabung dalam upacara kematian masyarakat peranakan Tionghoa di Tangerang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan secara lengkap apa yang dimaksud dengan ritual berkabung dalam upacara kematian, apa saja yang harus dilakukan saat berkabung dan menjelaskan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk berkabung. Melalui penelitian ini diharapkan masyarakat dapat memahami tata cara ritual berkabung dalam upacara kematian masyarakat peranakan Tionghoa di Tangerang.

This paper discusses the mourning ritual of the funeral ceremony practiced by half-breed Chinese community in Tangerang. This research aims to describe the definition of the mourning ritual of the funeral ceremony; things that are supposed to do when practising it; and tries to explain how long the time takes normally in the mourning period. Upon this research, it is expected that people could better comprehend the etiquette of mourning ritual of the funeral ceremony practiced by the half-breed Chinese community in Tangerang.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Regina Priscylia Siswadie
"Makalah ini akan mengupas upacara makan 'dua-belas mangkok' dalam upacara pernikahan peranakan Tionghoa di Tangerang (Cina Benteng). Dalam penelitian ini akan dipaparkan makna dari makan 'dua-belas mangkok' dalam tata urutan upacara pernikahan masyarakat Cina Benteng dan bagaimana pelaksanaan upacara makan 'dua-belas mangkok' itu sendiri. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menjelaskan apa sebenarnya makna di balik upacara makan 'dua-belas mangkok', apa saja hidangan dalam 'dua-belas mangkok' tersebut, serta bagaimana tata cara upacaranya. Melalui laporan penelitian ini diharapkan masyarakat akan memahami secara mendalam apa makna dari upacara makan 'dua-belas mangkok' di dalam tata upacara pernikahan peranakan Tionghoa di Tangerang (Cina Benteng).

This paper will discuss the eating ritual 'dua-belas mangkok' in the wedding ceremony of Chinese-Indonesian society in Tangerang (Cina Benteng). This research will explain the meaning of eating 'dua-belas mangkok' in the process of Cina Benteng wedding ceremony and how the ritual 'dua-belas mangkok' is implemented. The purpose of this research is to explain the meaning behind eating ritual 'dua-belas mangkok', what are the dishes in the 'dua-belas mangkok' ritual, and how to do the ritual. People are expected to understand deeply the meaning of eating ritual 'dua-belas mangkok' in the process of wedding ceremony of Chinese-Indonesian society in Tangerang (Cina Benteng) through this paper.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>