Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 86411 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bella Amourizky Adjani
"ABSTRAK
Meski telah banyak studi mengkaji mengenai perpetuasi stereotip perempuan Latin dalam budaya populer Amerika, hanya ada sedikit riset yang membahas mengenai perlawanan terhadap stereotip-stereotip tersebut yang direpresentasikan oleh berapa karakter perempuan Latin. In The Heights 2008 adalah salah satu karya teater musikal Broadway populer yang mencoba untuk melawan gambaran stereotipikal orang-orang Latin. Melalui analisis karakter menggunakan konsep tiga kategori representasi perempuan Latin milik Keller 1994 , penelitian ini menganalisa representasi perempuan Latin dalam karakter Nina Rosario. Artikel ini menemukan bahwa representasi yang ada merupakan sebuah bentuk perlawanan terhadap stereotip perempuan Latin.

ABSTRACT
While recent studies have analysed the perpetuation of Latina stereotypes in American popular culture, few research have discussed about the defiance against the stereotypes represented by certain Latina characters. The popular Broadway musical In The Heights 2008 is one of the works that tries to challenge the stereotypical portrayal of Latinos. By doing character analysis using Keller rsquo s three types of Latina representations 1994 , this paper attempts to analyse the Latina representation in the character Nina Rosario. It found that the representation manifests an act of defiance against the perpetuation of Latina stereotypes."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Fitria Afrianty Sudirman
"Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis representasi tokoh Latina dengan meneliti Season 1 drama komedi televisi AS, Devious Maids. Sejak kemunculannya, serial ini telah menjadi kontroversi, baik di dalam maupun di luar komunitas Latin karena menampilkan kehidupan lima tokoh Latinas yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Beverly Hills. Penggambaran yang demikian dikhawatirkan akan memperkuat stereotip negatif Latina. Namun, close reading pada lima tokoh Latina menunjukkan bahwa serial TV ini menawarkan hal yang lebih. Serial ini membuat tokoh Latina "terlihat" melalui upaya "decentering white dan menempatkan tokoh Latina sebagai karakter utama serta pada saat yang sama mendekonstruksi beberapa stereotip Latina. Beberapa konsep, seperti kategorisasi stereotip Latina dan "decentering white" digunakan untuk menginterpretasi serial tersebut. Hasil dari analisis skripsi menunjukkan bahwa meskipun terdapat upaya untuk membuat Latina "terlihat", serial ini belum sepenuhnya membalikkan stereotip Latina.

This undergraduate thesis aims to analyze the representation of Latinas by examining the first season of US television drama comedy, Devious Maids. The show has been a controversy either within or outside Latin community since it represents the lives of five Latinas working as maids in Beverly Hills that appears to reinforce the negative stereotypes of Latinas. However, a close reading on all five Latina characters shows that the TV series offers more. The show gives visibility to the Latinas by decentering the white characters and putting the Latinas as main characters while at the same time deconstructing some Latina stereotypes. Some concepts, such as Latina stereotype categorizations and decentering white were used in interpreting the text. This thesis also discusses the representation of Latinas regarding sexuality issue and finds ambivalence in it. The result of the analysis shows that even though visibility is given to the Latina characters, the show has not fully deconstructed the stereotypes of Latina.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S57005
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hessa Maulfiandini
"Banyak penelitian yang telah dilakukan mengenai perempuan Latin dan representasi mereka di pertelevisian Amerika. Akan tetapi, tidak banyak yang membahas ambivalensi dalam representasi itu sendiri. Esai ini membahas bagaimana salah satu karakter Latin di sitkom Brooklyn Nine-Nine, Rosa Diaz, menegosiasi tiga kategorisasi terkait stereotip perempuan Latin milik Gary D. Keller 1994. Dengan menggunakan kerangka yang sama, dapat dilihat bahwa karakter Rosa Diaz dan apa yang ia representasikan memilik bentuk yang multidimensi dan kompleks.

Many researches have been conducted when it comes to Latinas and their representations in American television. However, not many have brought up the ambivalence in the representation itself. This essay examines how one of the main Latina characters from the sitcom Brooklyn Nine-Nine 2013 , Rosa Diaz, negotiates Gary D. Keller's 1994 three categorizations of Latina stereotypes. By using the same framework, it is evident that Rosa Diaz character along with what she represents is multidimensional and complex.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Salsabila Azzahwa, Author
"Stereotip-stereotip terhadap beberapa komintas masih ada hingga saat ini. Salah satu stereotip yang ada ditujukan kepada Black Women Community dengan istilah populer "Angry Black Woman." Tak hanya komunitas perempuan berkulit hitam, terdapat juga stereotip yang ditujukan kepada perempuan secara umum. Hal tersebut ditunjukan oleh keberadaan teori Women's Language dari Lakoff (1973) dan Zhu (2019). Teori-teori tersebut diciptakan untuk mencakup seluruh fitur bahasa perempuan berdasarkan stereotip-stereotip yang ada. Oleh karena itu, tulisan ini bertujuan untuk mengevaluasi yang ditujukan kepada perempuan berkulit hitam dan perempuan secara umum dengan mengaplikasikan kedua teori bahasa perempuan yang dipilih sebagai instrumen analisis. Tulisan ini akan menggunakan dua corpora, yaitu dialog Rose di Fences (2016) dan dialog Lupita Nyong'o di sebuah interview dengan Jimmy Fallon (2022). Baik Rose maupun Nyong'o memiliki keunikannya tersendiri dalam gaya berbicara mereka yang menampilkan karakter masing-masing yang menunjukan beberapa fitur dalam tiap teori di mana latar belakang sosial-ekonomi juga memengaruhi hal tersebut. Akan tetapi, tulisan ini memiliki batasannya tersendiri, dan studi lainnya butuh untuk dilakukan guna mengikuti variasi dari identitas para wanita dan juga modernisasi.

Stereotypes towards certain communities still exist in this present time. One of the stereotypes comes towards Black Women community with the popular title “Angry Black Women.” Moreover, women in general also get stereotyped. This is shown by the existence of women’s language theories by Lakoff (1973) and Zhu (2019). The theories are made to include all women’s language features in conversations based on stereotyping. Therefore, this paper aims to evaluate the two stereotypes towards the African American women community and women in general by applying the women’s language theories chosen as the analyzing tools. This paper will use two corpora, which are Rose’s dialogues in Fences (2016) and Lupita Nyong’o’s dialogues in an interview with Jimmy Fallon (2022). Both Rose and Nyong’o have unique speaking styles that display their characters as they possess some features in each theory chosen in which their socioeconomic backgrounds also play significant roles to form their language features. Since this paper has its limitations, further study needs to be conducted, following the variations of women’s identity and modernity."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Disyacitta Nastiti
"ABSTRAK
Wa Halla rsquo; La Wayn? merupakan sebuah film yang berkisah tentang kehidupan sebuah desa yang terisolir. Desa tersebut dihuni oleh dua kelompok agama, yaitu Muslim dan Kristen. Kaum perempuan di dalamnya berusaha untuk melindungi desa dari timbulnya peperangan antaragama yang terjadi di luar desa. Film ini menarik untuk diteliti karena adanya karakter perempuan yang lebih dominan dalam menyelesaikan konflik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab dan menjelaskan seperti apa karakter perempuan dinarasikan dalam film, serta mengetahui bagaimana narasi cerita yang dibangun. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Peneliti akan menganalisis struktur narasi, cerita, alur, sudut pandang serta fungsi dan karakter pada film yang disutradarai oleh Nadine Labaki ini. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa representasi perempuan yang ditampilkan pada film ini tidak meninggalkan keseluruhan stereotipe perempuan pada umumnya. Di sisi lain, perempuan mampu melakukan sesuatu yang lebih besar daripada stereotipe pada umumnya.

ABSTRACT
Wa Halla rsquo La Wayn is a movie that tells about the life of an isolated vilage. The village is inhabited by two religious groups, they are Muslim and Christian groups. The women in it are trying to protect the village from the incident of interfaith warfare that happened outside the village. This film is interesting to be researched because the female characters in it are more dominant to solve the conflict. The purpose of this research is to answer and explain what kind of female characters narrated in the film, also to know how narrative story is built. The methodology used in this research is descriptive qualitative. Researcher will analyze the structure of narrative, story, plot, point of view, also the functions and characters in the film which was directed by Nadine Labaki. The results of the research can be concluded that the female representation shown in this film does not leave the whole stereotype of women in general. On the other side, the women able to do something bigger than the stereotype in general."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Nur Syahputri
"Salah satu periode sinema yang mengutamakan isu sosial di Prancis adalah sinema Prancis kontemporer. Dalam periode ini, segala aspek yang mendukung perfilman di negara tersebut sudah berkembang ke arah yang lebih modern dan menarik perhatian banyak masyarakat. Salah satu filmnya adalah Entre Les Murs, sebuah film karya Laurent Cantet yang menceritakan kehidupan sehari-hari sebuah sekolah di banlieue Prancis. Dalam film ini, diperlihatkan bahwa muridnya terdiri dari berbagai macam ras yang memiliki permasalahannya masing-masing. Melalui permasalahan antarras di sekolah banlieue, film ini menunjukkan konflik sosial yang terjadi di Prancis. Penelitian ini membahas tentang kehadiran citra dan prasangka tokoh Souleymane yang memunculkan stereotip rasnya, sehingga tujuan dari penelitian ini adalah menunjukkan bagaimana citra dan prasangka terhadap suatu individu atau kelompok dapat melahirkan sebuah konflik pada praktiknya. Penelitian ini menggunakan dua teori, yakni teori sinema (2008) oleh Dennis W. Petrie dan Joseph M. Boggs dan teori prasangka (2018) oleh Alo Liliweri untuk membantu analisis strategi naratif film Entre Les Murs dan pembentukan stereotip ras kulit hitam melalui citra dan prasangka terhadap tokoh Souleymane. Hasil dari penelitian ini adalah sikap dan citra negatif tokoh Souleymane memunculkan berbagai perspektif dan prasangka yang berujung pada pembentukan stereotip terhadap kelompok rasnya.

One of the periods of cinema that prioritized social issues in France is contemporary French cinema. In this period, all aspects that support film in this country have developed in a more modern way and attracted the attention of many people. One of the films is Entre Les Murs, a film by Laurent Cantet that tells about the daily life of a school in banlieue France. In this film, it is shown that the students consist of various races who have their own problems. Through interracial problems at the banlieue school, this film shows the social conflicts that occur in France. This study discusses the presence of images and prejudices of the Souleymane character which give rise to his racial stereotypes, so the purpose of this research is to show how images and prejudices against an individual or group can create a conflict in practice. This study uses two theories, namely the theory of cinema (2008) by Dennis W. Petrie and Joseph M. Boggs and the theory of prejudice (2018) by Alo Liliweri to help analyze the narrative strategy of the film Entre Les Murs and the formation of stereotypes of the black race through imagery and prejudice against the character of Souleymane. The result of this study is that a character of Souleymane’s negative attitude and image can create various prejudices and lead to the formation of stereotypes against his racial group."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Wulandari
"Sejumlah studi menunjukkan bahwa aktivasi gender-stereotype threat berpengaruh terhadap penurunan performa perempuan pada sejumlah tes kemampuan kognitif yang memiliki stereotip mengenai keunggulan laki-laki. Namun masih sedikit studi yang mempelajari mengenai pengaruh pemberian gender-stereotype threat terhadap performa perempuan dan laki-laki pada tes kelancaran fonemik, yang pada umumnya menunjukkan keunggulan perempuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh dari tipe aktivasi gender-stereotype threat dan tingkat kesulitan tugas terhadap performa tes kelancaran fonemik pada laki-laki dan perempuan. Seratus enam puluh delapan mahasiswa S1 Universitas Indonesia dengan rentang usia 18-24 tahun terlibat dalam tes kelancaran fonemik yang memiliki 3 tingkat kesulitan tugas. Untuk mengaktivasi gender-stereotype threat, partisipan pada 3 kelompok eksperimen mendapat salah satu informasi, bahwa tes menunjukkan keunggulan perempuan, tes menunjukkan adanya perbedaan gender, atau tes bertujuan untuk mengevaluasi kemampuan bahasa. Sementara partisipan pada kelompok kontrol mendapat informasi bahwa tugas yang akan diberikan bertujuan untuk melihat proses-proses umum dalam pemecahan masalah. Hasil menunjukkan bahwa tingkat kesulitan tugas menjadi satu-satunya variabel yang berpengaruh, sementara kedua variabel lainnya ditemukan tidak memiliki pengaruh terhadap performa tes kelancaran fonemik. Oleh karena itu, dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian gender-stereotype threat tidak menyebabkan penurunan performa laki-laki sebagai kelompok yang mendapat stereotip negatif pada tes kelancaran fonemik.

A number of studies showed that activation of gender-stereotype threat leads to digression of women’s performance in several cognitive ability tests which have stereotype about men superiority. Hovewer, only few studies had been conducted to learn how gender-stereotype threat influence men and women performance on phonemic fluency test, in which women are believed to be superior. The present research aimed to investigate the influence of gender-stereotype threat activation type and level of task difficulty upon phonemic fluency test performance on men and women. One hundred and sixty eight undergraduate students from University of Indonesia with age ranged between 18-24 years were asked to perform phonemic fluency test which consisted of 3 difficulty levels. To activate genderstereotype threat, participants in 3 experimental groups were informed that this test either show women advantage, this test show gender differences, or this test was intended to evaluate their verbal ability. The control group was told that their problem solving process on a task given will be studied. The results revealed that level of difficulty was the only variable which has a significant effect, while two others variables have no significant effects upon phonemic fluency test performance. Therefore, this study suggests that gender-stereotype threat doesn't lead to digression of men’s performance as a negative stereotyped group on phonemic fluency test."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S46383
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sukron Maksudi
"Pemerintah Indonesia pasca reformasi telah menghapuskan berbagai peraturan yang bersifat diskriminasi terhadap orang-orang Tionghoa, tetapi dalam pelaksanaan masih terdapat tindakan diskriminatif yang dilakukan terhadap orang-orang Tionghoa. Pencabutan undang-undang diskriminatif masih dianggap setengah hati oleh aparatur penyelenggara kebijakan negara. Berbagai upaya pemerintah untuk menghapuskan diskriminasi ternyata masih terdapat kendala dalam proses pelaksanaanya. Jika kembali pada sejarah masa lalu, Tionghoa sebagai etnis minoritas mengalami perlakuan diskriminatif pada zaman Belanda dengan dikeluarkan berbagai aturan yang menempatkan peran Tionghoa sebagai ras kelas dua sejajar dengan keturunan asing di bawah Belanda dan di atas etnis asli. Namun setelah merdeka, peran Tionghoa di masyarakat berubah seiring dengan perpolitikan global dan nasional.
Pemahaman terhadap stereotip yang berkembang seyogyanya dimulai dengan sebuah upaya penelusuran kembali hal-hal yang menjadi dasar dari berbagai faktor yang membentuknya. Melihat Tionghoa sebagai etnis minoritas dan telah mengalami perlakuan diskriminasi, maka patutlah ?dicurigai? bahwa tindak diskriminasi inilah yang menjadi alasan tumbuhnya stereotip yang terjadi di lapisan masyarakat selama ini. Kecurigaan ini semakin menguat ketika penelusuran sejarah melalui berbagai literatur yang ada memperlihatkan bahwa orang-orang Tionghoa pun menjadi korban sistem diskriminatif yang dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda dan yang dikembangkan secara lebih sistematik oleh pemerintahan orde baru. Pada masa tersebut itulah hak sosial, politik, dan budaya orang Tionghoa dibatasi melalui berbagai peraturan yang dilegalkan oleh undang-undang. Diskriminasi yang terjadi selama kurun waktu yang sangat panjang inilah yang juga tidak terlepas dari latar belakang stcreotip yang melekat terhadap orang-orang Tionghoa.
Akan tetapi pada masa reformasi berlangsung, yang ditandai oleh peristiwa Mei 1998 dimana terdapat korban yang kebanyakan dari golongan Tionghoa, pemerintah dengan gencar menggunakan sistem demokratis dan menjunjung hak asasi manusia (HAM) dalam segala tata aturan perundang-undangan. Peraturan yang diskriminatif dihapuskan, dalam hal ini khususnya peraturan diskriminiatif yang ditujukan terhadap golongan minoritas Tionghoa.
Namun dalam pelaksanaannya masih saja terdapat tindakan diskriminatif yang masih memberlakukan persyaratan SBKRI dalam mengurus surat kependudukan (KTP, akta lahir, surat nikah, akta waris, paspor, dam lain-lain). Hal ini bertentangan dengan Undang-Undang Kewarganegaeraan no 12 tahun 2006 yang didalamnya menyabutkan SBKRI sudah dihapuskan.
Walaupun reformasi telah digulirkan sejak 1998 sampai sekarang, tetapi pemerintah dalam melaksanakan sosialisasi berbagai kebijakan yang dikeluarkan masih sangat kurang. Media massa kebanyakan memberitakan masalah politik dan bencana yang kerap terjadi di Indonesia. Sehingga permasalahan sosial seakan tenggelam. Multikulturalisme yang ditanamkan melalui upaya penghapusan diskriminatif dan stereotip yang melekat pada etnis tertentu memiliki tantangan tersendiri.
Faktor lain yang juga berpengaruh adalah globalisasi dimana batas-batas nilai menjadi kabur. Dengan demikian, adanya beberapa kasus pemberlakuan SBKRJ sebagai syarat dalam mengurus surat kependudukan yang dikenakan kepada orang Tionghoa memperkuat pemahaman bahwa masih terdapat praktik diskriminatif terhadap orang-orang Tionghoa yang dilakukan oleh "oknum" aparatur negara. Hal ini akan menjadi potensi yang mengancam keamanan individu warga negara Indonesia khususnya keturunan Tionghoa, memperlambat program pemerintah, dan mengurangi nilai multikulturalisme di Indonesia.

The Indonesian government had abolished the post-reform discriminatory regulations against Chinese people, but in execution there are still discriminatory acts committed against Chinese people. Repeal discriminatory laws are still considered to be half-heartedly by the apparatus operator of state policy. Various government efforts to eliminate discrimination are still being a major obstacles in the process of its implementation. In the past history, as the ethnic Chinese minority suffered discriminatory treatment in the Dutch era with some various rules that put the role of Chinese as second-class races in line with the Dutch foreign descent below and above the original ethnicity. But after independence, the Chinese role in society change along with global and national politics.
Understanding of developing stereotypes should begin with an effort to search back the things that form the basis of various factors that shape it. Seeing as the ethnic Chinese minority and have experienced discrimination, then the proper "suspected" that the act of discrimination is the primary reason for the major growth of stereotypes that occur in society so far. This suspicion got strength after conducted a research of some past literature and shows that The Chinese people had become victims of discriminatory system that was built by the Dutch colonial government and more systematically developed by the new order government. During this period, social rights, politics, and culture of the Chinese is limited by various regulations that legalized by law. Discrimination that occurred during a very long period, makes The stereotypes of Chinese people still attach.
But during the reformation period, which was marked by the events of May 1998 where there are victims, mostly from the Chinese, the government with a vigorous democratic system, uphold the respect for human rights (human rights) in all statutory regulations. Discriminatory regulations eliminated, in this case especially directed against the discriminative regulation on Chinese minorities.
But in practice there are still discriminatory actions that still impose requirements SBKRI in arranging letters of residence (ID, Birth Certificate, Marriage Certificate, Deed Waris, Passport, dams etc.). This is contrary to the Act No.12 of 2006 Regarding Nationality, that SBKRI were no longer mentioned.
Although reforms have been rolled out since 1998 until now, but the government is still lacking in socialized some policies implementation. The media mostly reported political problems and disasters that often occur in Indonesia. So that social problems as if drowning. Multiculturalism that use through efforts in order to eliminate discrimination and stereotyping in certain ethnic has its own challenges.
Other factors that also influence the globalization where boundaries become blurred. Thus, the existence of several cases that SBKRI still require as a requirement in the care of a letter of residence on the Chinese, strengthen the understanding that there are discriminatory practices against Chinese people committed by "rogue" state apparatus. This will be the potential that threaten the security of individual Indonesian citizens of Chinese descent in particular, slowing down government programs ; and reduec the value of multiculturalism in Indonesia.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2011
T33327
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Talitha Aviana Pranata
"Di media, tokoh pria Asia-Amerika sering digambarkan dengan berbagai macam stereotipe. Mereka biasanya digambarkan sebagai orang yang pendek, tidak menarik, dan penurut. Namun, di era ini, terdapat beberapa perubahan dalam penggambaran tokoh pria Asia-Amerika. Melalui pembahasan terhadap dua serial televisi, Two Broke Girls 2011 dan Young Hungry 2014 , makalah ini menyoroti perbedaan-perbedaan dalam penggambaran tokoh pria Asia-Amerika. Dengan menggunakan teori representasi oleh Stuart Hall 2013 dan juga teori maskulinitas oleh Raewyn Connell 1995 , makalah ini berfokus pada analisa perbedaan masing-masing karakter melalui penampilan fisik mereka, pengetahuan mereka tentang budaya Amerika, interaksi mereka dengan karakter-karakter lainnya, serta bagaimana nilai-nilai maskulinitas tradisional dikebiri dalam karakter mereka. Dengan menganalisis semua aspek ini, penelitian ini akan menyoroti bagaimana karakter-karakter pria Asia-Amerika dari masing-masing serial televisi menggambarkan stereotipe tersebut. Hasilnya menunjukkan bahwa kedua karakter, Han Lee dan Elliot Park, sama-sama tidak dilukiskan sebagai karakter yang memiliki sifat maskulin tradisional, tetapi dengan cara yang berbeda. Elliot Park, dari Young Hungry, dilukiskan sebagai seorang gay. Sedangkan, Han Lee, dari Two Broke Girls dilukiskan sebagai seorang yang sangat berusaha untuk membaur dan diterima oleh karakter-karakter lainnya.

In the media, Asian American men have been portrayed with many different stereotypes. They are usually depicted as short, not attractive, and submissive. However, in this era, there are some changes in the portrayal of Asian Americans. Examining two television series, titled Two Broke Girls 2011 and Young Hungry 2014 , this paper spotlights the differences in the depiction of Asian American men. Using Stuart Hall rsquo;s 2013 theory of representation and also Raewyn Connell rsquo;s 1995 theory of masculinities, this paper will focus on analysing the differences of each character through their physical appearances, their knowledge about American culture, their interaction with other characters, and how they are being emasculated. By analysing all these aspects, this writing highlight how Asian American male characters from each television series portray the stereotype. The result shows that the two characters, Han Lee and Elliot Park, are being emasculated, but in a different way. Elliot Park, from Young Hungry, is being emasculated by being a gay. Whereas, Han Lee, from Two Broke Girls is being emasculated because he tries so hard to blend in and to be accepted by the other characters. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Rofi Ulwan
"Stereotip terhadap ras atau etnis tertentu sering ditemukan di serial televisi sebagai contoh adalah Sense8 2015-2017 di Netflix. Meskipun tampaknya Sense8 ingin menyajikan sebuah acara yang memiliki keragaman dari berbagai macam ras dan etnis, stereotip dapat ditemukan pada salah satu karakter dalam acara tersebut yaitu Kala, seorang wanita Asia Selatan. Representasi Kala sebagai wanita India dalam acara tersebut adalah perjodohannya, sikap submissivenya, dan bagaimana ia harus diselamatkan oleh pria kulit putih. Tulisan ini juga mencoba untuk menganalisis patriarki dari ayah Kala. Dengan menggunakan metode tekstual analisis, tulisan ini berharap dapat mengetahui bagaimana sebuah acara televisi dapat mendukung stereotip untuk menggambarkan karakter-karakter di dalamnya.

Stereotypes of certain race or ethnicity are often found in television series, for example, in Netflix rsquo;s Sense8 2015-2017 . Even though the show intends to present diversity, stereotypes can be found in one of the characters, Kala, a South Asian woman. The representations of Kala as an Indian woman in the show are arranged marriage, her submissiveness, and how she needs to be saved by a white male. This paper will also try to analyze Kala rsquo;s father rsquo;s patriarchy. Using textual analysis, this paper aims to achieve how a television series could reinforce stereotypes to portray their own characters.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>