Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 236811 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ananto Satya Pradana
"Pendahuluan: Skoliosis idiopatik remaja terbukti dapat menyebabkan masalah fisik, psikologis, dan sosial yang dapat mempengaruhi kualitas hidup setiap individu. Studi ini bertujuan untuk mengevaluasi factor faktor yang mempengaruhi kualitas hidup terkait kesehatan pada pasien skoliosis idiopatik.
Metode: Studi potong lintang dilakukan pada dua rumah sakit tersier di Jakarta, Indonesia dengan menggunakan kuesioner Scoliosis Research Society-22 (SRS-22)dan Short Form (SF)-36. Subjek penelitian merupakan 80 pasien dengan skoliosis idiopatik remaja yang telah dioperasi dalam 5 tahun terakhir dengan minimum follow up selama 1 tahun. Data yang dianalis adalah jenis kelamin, usia, lokasi kurva, derajat keparahan (sudut Cobb), presentase koreksi, C7 plumb line, jumlah operasi, jumlah perdarahan, dan lama operasi.
Hasil: Skor keseluruhan SF-36 adalah 94,5 (46,3-100) dan SRS-22 adalah 4,45 (3,58-4,84). Usia rata-rata subjek adalah 15 (10-26) tahun terdiridari 10% (n = 8) laki-laki dan 90% (n = 72) perempuan. Sembilan belas subjek (23,8%) memiliki skoliosis ringan (40°-60°), 41,3% sedang (60°-80°), dan 35% berat (> 80°). Presentase koreksi<50% ditemukan pada 30 (37,5%), 50-70% pada 39 (48,8%), dan> 70% pada 11 (13,8%) peserta. Lebih dari separuh peserta (57,5%, n = 46) berada dalam neutral balance dan 34 (42,5%) positive balance. Skor total SRS-22r memiliki perbedaan yang signifikan pada kelompok jenis kelamin (p = 0,026), C7 plumb line (p = 0,018) dan jumlah operasi (p =0,009). Skor total SF-36 memiliki perbedaan yang signifikan pada kelompok jenis kelamin (p = 0,019) dan C7 plumb line (p = 0,026). Selain itu, citra diri dan kepuasan yang merupakan sub-domain dari SRS 22 berkorelasi positif dengan C7 plumb line dan jumlah operasi.
Pembahasan: Kualitas hidup terkait kesehatan pada pasien skoliosis idiopatik remaja yang dilakukan tindakan operasi menunjukan hasil yang baik. Pada studi ini, jenis kelamin, C7 plumb line, dan jumlah operasi berkaitan dengan kualitas hidup terkait kesehatan.Kualitas hidup terkait kesehatan pada skoliosis idiopatik remaja dipengaruhi oleh berbagai factor sehingga perlu dijadikan pertimbangan dalam target pengobatan setiap individu.

Introduction: Adolescent Idiopathic Scoliosis (AIS) is a spinal deformity which may lead to physical and mental problems and can adversely affect patient satisfaction and the quality of life. The aim of this study is to evaluate the health related quality of life in scoliosis patients who had undergone surgical therapy.
Methods: A cross sectional study was conducted in two tertiary hospital, Jakarta, Indonesia using Scoliosis Research Society-22 (SRS-22) and Short Form (SF)-36questionnaire. This study evaluated 80 AIS patients operated in our center over the past five years with a minimum follow up of one year. In addition, participant medical records were reviewed to collect data on gender, age, curve type, severity of scoliosis curve (Cobb Angle), the percentage of curve correction, C7 plumb line, number of operations, blood loss, and operative time.
Results: The overall score of SF-36 is 94,5 (46,3-100) and SRS-22 is 4.45 (3.58-4.84). The median age of the participants was 15 (10-26) years. There were 10% (n=8) male and 90% (n=72) female. Nineteen participants (23.8%) had mild (40°-60°), 41.3 % moderate (60°-80°), and 35 % severe (>80°) scoliosis. The rates of curve correction<50% were found in 30 (37,5%), 50-70% in 39(48,8%), and>70% in 11 (13,8%) participants. More than half the participants (57,5 %, n=46) were in neutral balance and 34 ( 42,5 %) positive balance. The total score of the SRS-22r differed significantly between the groups of gender (p=0.026), C7 plumb line (p = 0.018) and number of operations(p = 0.009). The total score of the SF-36 differed significantly between gender (p=0.019) and C7 plumb line (p = 0.026). In addition, self-image and satisfaction, sub-domains of the SRS 22r, were positively correlated with C7 plumb line and number of operations.
Discussion: The overall HRQoLof AIS patients who had undergone surgical therapy in scores in our population shows a good results. Gender, C7 plumb line, and number of operation were related to HRQoL scores of Indonesian adolescents with scoliosis. In addition, HRQoL in AIS patients can be affected by many factors which medical staff needs to consider in order to produce the best and most effective treatment outcomes."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
M.Ade Putra
"Pendahuluan Biportal Endoscopic Spine Surgery (BESS) merupakan salah satu metode minimal invasif untuk melakukan dekompresi struktur saraf pada Degeneratif Lumbal Canal Stenosis (DLCS). Teknik ini memiliki keunggulan dibandingkan teknik lainnya dalam preservasi jaringan lunak dan struktur posterior tulang belakang. Penambahan prosedur discectomy pada pembedahan terbuka diketahui akan menyebabkan penurunan tinggi diskus secara signifikan, mempercepat proses degenerasi pada diskus itu sendiri sehingga akan merubah biomekanika segmen vertebra dan menimbulkan nyeri bahkan instabilitas di kemudian hari. Untuk itu, dilakukan penelitian dengan membandingkan hasil luaran klinis dan radiologis pada DLCS yang dilakukan BESS dengan penambahan discectomy dan tanpa discectomy
Metodologi Penelitian ini mengambil data dari 48 subjek DLCS yang memenuhi kriteria inklusi yang telah menjalani prosedur BESS. Kemudian dibagi menjadi kelompok BESS discectomy sebanyak 24 subjek dan BESS tanpa discectomy sebanyak 24 subjek secara consecutive sampling. Pada masing-masing kelompok dinilai luaran klinis berupa skala nyeri Numerical Rating Scale (NRS) dan skor Oswestry Disability Index (ODI) pre dan 1 tahun pasca operasi. Luaran radiologis dinilai berupa tinggi diskus pada x ray lumbal lateral berdiri pre dan pasca 1 tahun operasi dan adanya instabilitas dinilai dari translasi sagittal dinamik, angulasi sagittal dinamik pada x ray lumbal dinamik berdiri 1 tahun pasca operasi
Hasil Dari 48 orang subjek pada penelitian ini, rerata usia sebesar 57.56+8.37, sebagian besar berjenis kelamin perempuan 31 (64.6%), dengan level stenosis terbanyak pada L4-5 yaitu sebesar 64.6%, diikuti L5-S1 sebesar 25% dan L3-4 10.4%. Pada kelompok BESS discectomy didapatkan perbedaan yang bermakna terhadap skala nyeri NRS back dan leg pain, skor ODI, serta penurunan tinggi diskus pre dan pasca operasi 1 tahun (p<0,001), begitu juga dengan kelompok BESS tanpa discectomy. Perbandingan perbedaan penurunan tinggi diskus antara kedua kelompok pasca 1 tahun operasi, menunjukkan perbedaan yang signifikan yaitu pada BESS discectomy dengan rerata 1,63 + 0,87 mm, sedangkan pada BESS tanpa discectomy sebesar 0,46 + 0,36 mm (p <0,001). Perbandingan terjadinya instabilitas tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok ( p=0,234)
Diskusi dan Kesimpulan Prosedur BESS pada kasus DLCS memberikan penurunan skala nyeri NRS back pain dan leg pain yang sama baiknya pada kelompok BESS discectomy dan BESS tanpa discectomy. Tidak didapatkan perbedaan terjadinya instabilitas pada kedua kelompok, meskipun didapatkan perbedaan penurunan tinggi diskus yang signifikan antara kedua kelompok setelah 1 tahun operasi.

Introduction Biportal Endoscopic Spine Surgery (BESS) is a minimally invasive method for decompressing nerve structures in Degenerative Lumbar Canal Stenosis (DLCS). This technique has advantages over other techniques in the preservation of soft tissue and posterior structures of the spine. The addition of a discectomy procedure to open surgery is known to cause a significant reduction in disc height, accelerate the degeneration process of the disc itself so that it will change the biomechanics of the vertebral segments and cause pain and even instability in the future. For this reason, research was conducted by comparing the clinical and radiological outcomes of DLCS performed by BESS with the addition of discectomy and without discectomy.
Materials and Methods This study took data from 48 DLCS subjects who met the inclusion criteria who had undergone the BESS procedure. Then divided into BESS discectomy group with 24 subjects and BESS without discectomy with 24 subjects using consecutive sampling. In each group, clinical outcomes were assessed in the form of the Numerical Rating Scale (NRS) pain scale and Oswestry Disability Index (ODI) scores pre and 1 year after surgery. Radiological outcomes were assessed in the form of disc height on standing lateral lumbar x-ray pre and post 1 year of surgery and the presence of instability was assessed from dynamic sagittal translation, dynamic sagittal angulation on standing dynamic lumbar x ray 1 year post surgery.
Results Of the 48 subjects in this study, the average age was 57.56+8.37, the majority were female 31 (64.6%), with the highest level of stenosis at L4-5 (64.6%), followed by L5-S1 at 25% and L3-4 10.4%. In the BESS discectomy group, there were significant differences in the NRS back and leg pain scales, ODI scores, and reduction in disc height pre and post-operatively 1 year (p<0.001), as well as in the BESS group without discectomy. Comparison of the difference in disc height reduction between the two groups after 1 year of surgery, showed a significant difference,in BESS discectomy with a mean of 1.63 + 0.87 mm, while in BESS without discectomy it was 0.46 + 0.36 mm (p <0.001 ). Comparison of the occurrence of instability did not show a significant difference between the two groups (p=0.234)
Discussion and Conclusion The BESS procedure in DLCS cases provided an equally good reduction in the NRS back pain and leg pain scales in the BESS discectomy and BESS without discectomy groups. There was no difference in the occurrence of instability in the two groups, although there was a significant difference in disc height reduction between the two groups after 1 year of surgery.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Taqwa Rizki Fadhilah
"Latar Belakang: Nyeri tulang belakang adalah masalah umum di kalangan orang dewasa. Ini dapat mengakibatkan pembatasan aktivitas dan absensi pekerjaan. Penyakit tulang belakang lainnya seperti nyeri leher dan nyeri pinggang juga menjadi masalah kesehatan masyarakat yang meningkat, terutama di kalangan remaja. Penyakit tulang belakang dapat disebabkan oleh kerusakan tulang belakang atau saraf yang menyebabkan rasa sakit dan gangguan stabilitas tulang belakang. Di Indonesia, nyeri punggung sering diabaikan atau diobati sendiri sehingga menyebabkan keterlambatan dalam penanganan yang tepat. Masih kurang penelitian tentang profil operasi tulang belakang di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan sedikit data epidemiologis penyakit tulang belakang yang dipublikasikan di Indonesia.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional retrospektif terhadap pasien bedah tulang belakang di departemen bedah saraf RSCM dari Januari 2018 hingga Desember 2022 yang bertujuan untuk menggambarkan profil demografi, presentasi klinis, dan waktu antara gejala pertama dan operasi pasien. Data akan dikumpulkan dari semua rekam medis yang tersedia dan dianalisis menggunakan IBM SPSS Statistik 24.0. Data tersebut akan ditabulasikan dan disajikan secara deskriptif.
Hasil: Penelitian ini melibatkan 363 pasien, dengan usia rata-rata 46,55 ± 15,732 tahun. Mayoritas pasien (41,1%) mengalami keterlambatan lebih dari 12 bulan antara onset gejala pertama dan operasi. Gejala klinis yang paling umum adalah defisit sensorik bilateral (44,6%) dan nyeri radikular (29,2%), dan penyakit tulang belakang degeneratif, terutama degenerasi lumbal (25,4%), adalah etiologi yang paling umum.
Kesimpulan: Penelitian ini menggarisbawahi prevalensi penyakit tulang belakang degeneratif dan menyoroti pentingnya diagnosis dan intervensi tepat waktu untuk meningkatkan hasil bedah untuk kondisi penytulang belakang di Indonesia.

Introduction: Back pain is a common issue among adults. It can result in activity restrictions and job absences. Other spinal diseases such as neck pain and low back pain are also becoming a rising public health concern, especially among teenagers. The number of spinal surgeries has almost doubled from 2004 to 2015. Spinal disease can be caused by damage to the spine or nerves, leading to pain and impaired spinal stability. In Indonesia, back pain is often ignored or self-treated, leading to a delay in proper treatment. There is a lack of studies on the profiles and outcomes of spinal surgeries in Cipto Mangunkusumo Hospital (RSCM) and little to no published epidemiological data of spinal diseases in Indonesia.
Method: This study is a retrospective observational study of spinal surgery patients at the department of neurosurgery RSCM from January 2018 to December 2022 that aims to describe demographic profiles, clinical presentations, and time between first symptoms and surgery of the patients. The data will be collected from all available medical records and analyzed using IBM SPSS Statistics 24.0.  The data will be tabulated and presented in a descriptive manner.
Results: The study included 363 patients, with a mean age of 46.55 ± 15.732 years. The majority of patients (41.1%) experienced delays of more than 12 months between first symptom onset and surgery. The most common clinical symptoms were bilateral sensoric deficits (44.6%) and radicular pain (29.2%). Degenerative spinal diseases, particularly lumbar degeneration (25.4%), were the most common etiology.
Conclusion: The findings underscores the prevalence of degenerative spinal diseases and highlights the importance of timely diagnosis and intervention to improve surgical outcomes for spinal conditions in Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Inez Widyasari Halim
"ABSTRAK
LATAR BELAKANG. Skoliosis merupakan suatu bentuk deformitas tulang belakang
yang berdampak pada banyak aspek kualitas hidup. Salah satu cara menilai patologi dasar
dan efektivitas intervensi adalah menggunakan kuesioner kualitas hidup terkait kesehatan,
salah satunya Scoliosis Research Society 30 (SRS-30) Questionnaire dan Short Form-36
(SF-36). Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji kesahihan dan keandalan SRS-30
versi Bahasa Indonesia.
METODE. Dilakukan penerjemahan SRS-30 ke dalam Bahasa Indonesia melalui
prosedur forward-backward dan uji coba kuesioner. Pada 30 pasien skoliosis yang
memenuhi kriteria dan bersedia menjadi responden, dilakukan pengisian SRS-30 dan SF-
36. Karakteristik data dasar dikumpulkan dan dicatat.
HASIL. Nilai keseluruhan koefisien Cronbachs alpha adalah 0,679. Analisa kesahihan
intratest didapatkan korelasi kuat antara domain fungsi per aktivitas, nyeri, citra
diri per penampilan, dan kesehatan jiwa dengan skor subtotal (r=0,649-0,793), sedangkan
untuk koefisien korelasi domain kepuasan manajemen dengan skor total nilai korelasinya
lemah (r=0,295). Skor SRS-30 versi Bahasa Indonesia dibandingkan dengan SF-36 untuk
menilai kesahihan konvergen. Diperoleh korelasi bermakna pada empat domain SRS-30
dengan domain SF-36, yaitu domain fungsi per aktivitas, nyeri, citra diri per penampilan, dan
kesehatan jiwa (r=0,260 hingga 0,673).
KESIMPULAN. SRS-30 versi Bahasa Indonesia merupakan alat ukur kualitas hidup
penderita skoliosis yang sahih dan andal.

ABSTRACT
Background Scoliosis is a spinal deformity which may affect many aspects of quality
of life. One way to measure the basic pathology and intervention effectiveness is using
health related quality of life questionnaire, one of them is Scoliosis Research Society 30
(SRS-30) Questionnaire and Short Form-36 (SF-36). The purpose of this study is to
assess the validity and reliability of SRS-30 in Indonesian version.
Method Forward-backward translation approach, followed by trial of the questionnaire
was done to develop Indonesian version of SRS-30. Thirty scoliosis patients that fulfill
the inclusion and exclusion criteria and willing to participate in this study filled the SRS-
30 Indonesian version along with SF-36. The baseline characteristic was collected.
Results The SRS-30 Indonesian version had an overall Cronbachs alpha was 0,679.
Intratest validity showed strong correlation between function per activity, pain, body
image per appearance, and mental health domain with subtotal score (r=0,649-0,793), while
for satisfaction with management domain with total score showed weak correlation
(r=0,295). There were significant correlation between four domains of SRS-30 and SF-36, those are function per activity, pain, body image/appearance, and mental health domain
(r=0,260-0,673).
Conclusion The SRS-30 Indonesian version is a measuring tool of quality of life in
scoliosis patient that is valid and reliable."
2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rian Septian
"Pendahuluan : Adolescent Idiopathic Scoliosis (AIS) adalah jenis skoliosis yang paling umum terjadi pada populasi pediatrik, mencakup 80% dari total kasus, dan seringkali mengakibatkan morbiditas serta hendaya kepada penderitanya. Parameter evaluasi Health Related Quality of Life (HRQL) menjadi penting karena AIS mempengaruhi kondisi klinis, sosial, dan psikologis penderitanya. Salah satu kuesioner evaluasi HRQL yang populer adalah Short Form-36 (SF-36), yang bersifat general dan telah diadaptasikan ke bahasa Indonesia. Namun, kuesioner ini tidak spesifik untuk skoliosis. Scoliosis Research Society (SRS) telah mengembangkan kuesioner HRQL spesifik untuk skoliosis, yaitu SRS-22r, yang terdiri dari 5 domain penilaian. Kuesioner ini telah diadaptasi ke berbagai bahasa, tetapi belum ada versi berbahasa Indonesia yang terdaftar di SRS. Oleh karena itu, peneliti berupaya melakukan adaptasi lintas budaya kuesioner SRS-22r agar dapat diaplikasikan pada praktik klinis di Indonesia.
Metode : Penelitian ini merupakan studi potong lintang untuk adaptasi lintas budaya, uji validitas dan reliabilitas kuesioner SRS-22r berbahasa Indonesia (SRS-22r INA) pada pasien dengan Adolescence Idiopathic Scoliosis. Penelitian ini menggunakan metode consecutive sampling hingga terpenuhinya kuota sampel, berdasarkan perhitungan besar sampel untuk adaptasi kuesioner menggunakan sampel minimal untuk uji pra final, uji validitas dan uji reliabilitas.
Hasil : Terdapat 50 responden perempuan (75.8%) dan 16 responden laki-laki (24.2%). Kurva utama yang paling umum adalah thorasic (75.8%), sedangkan yang paling jarang ditemukan adalah thoracolumbar (3.0%). Sebanyak 69.7% responden dikategorikan sebagai skoliosis dengan sudut berat (Cobb angle >450). Nilai rerata kurva utama adalah 57.33, dengan nilai minimum 10.7 dan maksimum 100.2. Standar deviasi yang relatif tinggi (22.73) menunjukkan besarnya variabilitas data. Kelima domain kuesioner SRS- 22r INA tidak terkena floor effect dan ceiling effect lebih dari 15%. Uji validitas konstruksi menunjukkan bahwa domain SRS-22r INA memiliki korelasi yang tinggi dengan domain SF-36 INA. Hasil Chronbach’s alpha menunjukkan bahwa butir pertanyaan pada domain SRS-22r INA sangat reliabel.
Kesimpulan : Berdasarkan hasil adaptasi lintas budaya, uji validitas dan uji reliabilitas kuesioner, SRS-22r INA merupakan kuesioner yang valid dan reliabel. Kuesioner ini dapat digunakan sebagai parameter HRQL untuk evaluasi penderita AIS di Indonesia.

Introduction : Adolescent Idiopathic Scoliosis (AIS) is the predominant form of scoliosis observed in the pediatric patient, constituting approximately 80% of all reported cases, this condition frequently leads to adverse health outcomes and functional impairments among affected patient. The assessment of Health Related Quality of Life (HRQL) is paramount due to the impact of AIS on the clinical, social, and psychological aspects of affected patient. The Short Form-36 (SF-36) is a widely used questionnaire for evaluating HRQL. It is a comprehensive tool that has been developed for use in various populations, including the Indonesian population. Nevertheless, this questionnaire lacks specificity in relation to scoliosis. The Scoliosis Research Society (SRS) has devised a dedicated HRQL survey for scoliosis, known as the SRS-22r. This questionnaire encompasses five distinct domains for evaluation. The present questionnaire has been modified and translated into other languages; nevertheless, it is worth noting that an Indonesian version is not yet included in the SRS. This study aims to conduct a cross-cultural adaptation of the SRS- 22r questionnaire to facilitate its implementation in therapeutic settings within Indonesia. Method : This study aims to achieve cultural adaptation, validity and reliability evaluation of the SRS-22r INA questionnaire in patients with Adolescence Idiopathic Scoliosis through a cross-sectional design. The present study employs the consecutive sampling technique to achieve the desired sample size, as determined by sample size calculations. The questionnaire is adapted through a preliminary testing phase followed by validity and reliability test. In addition, inclusion and exclusion criteria are established to choose participants for the study.
Result : There were 50 female respondents (75.8%) and 16 male respondents (24.2%). The most common main curve was thoracic (75.8%), while the least common was thoracolumbar (3.0%). A total of 69.7% of respondents were categorized as scoliosis with a severe angle. The average value of the main curve was 57.33, with a minimum value of 10.70 and a maximum value of 100.20. A relatively high standard deviation (22.73) indicates the amount of data variability. The five domains of the SRS-22r INA questionnaire were not affected by the floor effect and ceiling effect of more than 15%. The construct validity test showed that the SRS-22r INA domain had high correlation with the SF-36 INA domain. Chronbach’s alpha results showed that the question items in the SRS-22r INA domain were highly reliable.
Conclusion : Based cross cultural adaptation, validity testing and reliability testing, SRS- 22r INA questionnaire is valid and reliable. This questionnaire can be used as an HRQL parameter for AIS patient in Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Siti Mukaromah
"Penelitian ini menggambarkan arti dan makna pengalaman psikososial remaja penyandang skoliosis, di wilayah karesidenan Surakarta, Jawa Tengah. Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi deskriptif dengan wawancara mendalam. Partisipan sebanyak 7 remaja putri (14-20 tahun) dan diperoleh melalui metode purposive sampling. Tujuh tema teridentifikasi dalam penelitian ini, yaitu pemahaman terhadap skoliosis, respon psikologis, kemampuan beradaptasi terhadap skoliosis, kemampuan beradaptasi terhadap terapi skoliosis, dukungan penyelesaian masalah, harapan kesehatan yang optimal, dan kekhawatiran terhadap masa depan. Support keluarga dan teman sebaya sangat dibutuhkan remaja untuk meminimalkan stress psikososial. Peningkatan pelayanan kesehatan melalui program pendidikan kesehatan dan skrining skoliosis di masyarakat sangat diharapkan skolioser remaja.

This study describes the significance and meaning of adolescent psychosocial experience of people with scoliosis, in the residency of Surakarta, Central Java. This study used descriptive phenomenological approach with in-depth interviews. Participants were 7 girls (14-20 years) and obtained through purposive sampling. Seven themes identified in this study, namely an understanding of scoliosis, a psychological response, adaptability to the scoliosis, the ability to adapt to the treatment of scoliosis, support for problem solving, optimal health expectations, and concerns over the future. Family and peer support are needed to minimize adolescent psychosocial stress. Improved health care through health education and screening programs in the community is expected adolescents with."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2011
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Haryanto K. Sunaryo
"Pada pengambilan foto rontgen dengna menggunakan kamera digital diperlukan jarak antara antara foto rontgen dengan kamera digital yang mana hasil fotonya belum diketahui apakah ada perbedaan antar jarak yang berbeda, namun sampai saat ini belum pernah dilakukan evaluasi apakah ada perbedaan hasil pengukuran kurva scoliosis menggunakan SAA versi 1.0 dengan jarak yang berbeda pada pengambilan foto rontgen dengan kamera digital.
Oleh karena itu penelitian tentang tehnik pengambilan foto rontgen dengan kamera digital dalam hal perbedaan jarak perlu dilakukan untuk kemudian diukur kurva scoliosisnya dengan menggunakan SAA versio 1.0. dan hasilnya dibandingkan. Pada studi ini digunakan jarak 30 cm dan 60 cm sebagai jarak antara foto rontgen dengan kamera digital dengan menggunakan kamera digital 4 mega pixel. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan jarak yang terbaik pada pengambilan foto rontgen dengan kamera digital untuk mengukur kurva scoliosis menggunakan SAA versi 1.0."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T21346
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chrysanti Dwi Sarika
"Saat ini dengan sistem sekolah ‘full day school’ maka anak-anak mendapatkan materi pelajaran lebih banyak dari pada anak-anak dengan sistem sekolah konvensional. Sehingga mereka perlu mcmbawa buku-buku dan perlengkapan lainnya Icbih banyak, dengan kata lain beban tas sekolah (Backpack) mereka menjadi Iebih berat. Beban yang berat pada punggung dapat memicu masalah kelainan tulang beiakang yang dimulai dengan terjadinya postur janggal yang dapat mengganggu kesehatan dan penampilan pada anak-anak.Dan dari laporan wali murid ditemukan 4 anak dcngan usia 11-16 tahun dinyatakan positifmcndcrita kelainan tulang belakang skoliosis fungsional dan kyphosis. Tujuan penelitian ini adalah mengevaiuasi pemakajan backpack pada siswa siswi SD-SMP di Lazuardi GIS terhadap risiko terjadinya kelainan tulang belakang yang dimulai dengan teijadinya postur janggal .
Disain penelitian dan subyek: merupakan jenis penelitian desluiptif dengan pendckatan cross sectional. Sampel penelitian adalah 72 siswa SD-SMP Lazuardi dan backpack yang mereka gunakan. Pengukuran data mengunakan timbangan berat badan, mctcran, kamera digital dan kuesioner. Data yang dihasilkan diolah sehingga mcnghasilkan suatu nilai dalam bentuk kategorik. Analisa data dilakukan seoara univariat dan bivariat dengan chi square dan t independen serta analisa kualitatif.
Hasil penelitian ditemukan rata-rata berat ransel dari keseluruhan responden adalah 9% dari berat tubuh mereka dan 33.3% dari responden membawa beban dengan rata-rata lebih dari 10%, 55,6% dari responden menggunakan tas dengan dimensi yang baik, 83.3% membawa backpack dengan tidak baik.
Kesimpulan dari penelitian ini diperoleh bahwa kornbinasi beban backpack dan atau dimensi backpack yang tidak baik dengan cara membawa backpack yang tidak baik pada sebagian besar siswa-siswi SD-SMP di Lazuardi GIS Cinere berisiko merubah postur normalnya menjadi janggal dan hal ini meningkatkan risiko terjadinya kelainan pada tulang belakang mereka.

Lazuardi GIS is a Full Day School , which implement 5 day school with long hours study at school, with this system, children need to bring more books and other requirement. In other word, the children carry heavier backpack load which is suspected exceed recommendation limit for children (10% or body weight). Heavy loading ofthe opioo, improper use of backpack and bacpack dimension may induce postural changcs,which increase the risk of spinal disorder.And from parents report, there are 4 children 11-17 years old, suffering skoliosis and kyphosis. Aim:To Evaluate the risk of backpack use which cause a risk of spinal disorder, begin with postural changes among the children in long term.
Study Design; This research is a survey research with cross sectional approach. The sample of research are 72 students of SD-SMP Lazuardi GIS and their backpack. The data is collected using, weight scale, meter, digital camera dan questioner. The data was processed and as a result it showed in categoric form, then was analyzed univariantly and bivariantly.
Results ; It is found that, the average weight of backpack is 9% body weight and 33.3% of respondent carried backpack load with average weight more than 10% of body weight, the variant of position or the way he students carry their backpack are as follow, 55.6% of respondents carrying with a good backpack dimension, 83.3% respondent carries backpack improperly..
Conclusion, this study End that Combination of heavy backpack and or bad backpack dimension and the way of the most elementary and junior high school student in Lazuardi GIS Cinere, carry the backpack create a postural changes and increase the risk of spinal disorder.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T33821
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Erni Asiah
"Tesis ini disusun untuk mengetahui gambaran kualitas hidup pasien adolescence idiopathic scoliosis (AIS). Desain penelitian merupakan studi potong pada 100 pasien AIS yang berusia di atas 13 tahun dengan menggunakan kuesioner Scoliosis Research Society 30 (SRS-30) sebagai alat ukur kualitas hidup. Dilakukan analisis faktor-faktor yang berhubungan yang meliputi faktor penyakit (usia terdiagnosis, derajat keparahan kurva, tipe kurva) faktor terapi (exercise, brace, operasi) dan faktor sosiodemografik (kelompok usia, jenis kelamin, body mass index). Hasil penelitian didapatkan skor total yaitu 3.42 ± 0.46. Didapatkan skor tertinggi pada domain nyeri yaitu 3.66 (2-5), serta skor terendah pada domain citra diri yaitu 3.33 ± 0,9. Pada faktor penyakit, didapatkan skor domain kepuasan terhadap manajemen yang lebih tinggi secara bermakna pada kurva derajat ringan. Pada faktor terapi, didapatkan skor total dan skor domain fungsi yang lebih tinggi secara bermakna pada kelompok exercise, skor domain citra diri dan kepuasan terhadap manajemen yang lebih rendah secara bermakna pada kelompok brace, serta skor domain citra diri yang lebih tinggi, tetapi skor domain fungsi dan kepuasan terhadap manajemen yang lebih rendah secara bermakna pada kelompok operasi. Tidak didapatkan perbedaan skor yang bermakna pada faktor sosiodemografi (usia, jenis kelamin, body mass index).

This thesis aimed to determine the quality of life of patients with adolescent idiopathic scoliosis (AIS). The study design was a cross-sectional study of 100 AIS patients aged over 13 years using the Scoliosis Research Society 30 (SRS-30) questionnaire as a measurement tool of quality of life. Analysis of related factors including disease factors (age at diagnosis, degree of curve severity, type of curve), therapeutic factors (exercise, brace, surgery), and sociodemographic factors (age group, sex, body mass index) was performed. The results showed a total score of 3.42 ± 0.46. The highest score was in the pain domain (3.66 (2-5)), and the lowest score was in the self-image domain (3.33 ± 0.9). In the disease factors, a significantly higher score of satisfaction for management was found in mild degree curve. In the therapeutic factors, a significantly higher total score and function domain score was found in the exercise group, a significantly lower in self-image and satisfaction with management domain score in the brace group, and a significantly higher self-image domain score but lower in function and satisfaction with management domain score was found in the operating group. There were no significant differences in sociodemographic factors (age, gender, body mass index)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>