Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 164484 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Astri Kusumaningrum
"ABSTRAK
Obstruksi saluran pernapasan atas OSNA adalah penyempitan di bagian nasofaring dan orofaring sehingga menimbulkan gejala sesak napas. Anak dengan obstruksi saluran pernapasan atas mempunyai kebiasaan bernapas melalui mulut sehingga menyebabkan palatum dalam. Penelitian ini merupakan studi potong lintang analitik dengan metode consecutive sampling yang dilakukan pada anak laki-laki dan perempuan dengan riwayat penyakit rinitis alergi, hipertrofi adenoid, obstructive sleep apnea, rhinosinusitis, dan polip nasal. Dilakukan analisis perbedaan kedalaman palatum antara anak OSNA yang datang ke Klinik Respirologi dan Klinik Imunologi Alergi Kiara Pusat Kesehatan Ibu dan Anak RSCM Jakarta sebagai kelompok subjek, dan anak tanpa OSNA yang datang ke Klinik Gigi Anak RSGM FKG UI sebagai kelompok kontrol. Kedalaman palatum dihitung melalui analisa studi model rahang atas menggunakan kaliper dengan ketepatan 0,1 mm. Analisis data dengan metode Mann-Whitney menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kedalaman palatum anak OSNA dengan kedalaman palatum anak pada kelompok kontrol p 0,001 . Berdasarkan penelitian ini disimpulkan bahwa obstruksi saluran pernapasan atas dapat menyebabkan terjadinya palatum dalam.ABSTRACT
Upper airway obstruction is a blockage in nasopharynx or oropharynx areas. In Children, upper airway obstruction leads to mouth breathing habit, this could result high palatal vault. Cross sectional analytic study was conducted with consecutive sampling method on boys and girls with rhinitis allergy, adenoid hypertrophy, obstructive sleep apnea, rhinosinusitis, and nasal polyp. This study analyzed comparation the palate depth between children with upper airway obstruction attending Pediatric Respirology and Immunology Allergy Outpatient Clinic Kiara Maternal and Child Health Center at RSCM Jakarta as a subject group, and children without upper airway obstruction attending Pediatric Dentistry Clinic in Dental Hospital Faculty of Dentistry University of Indonesia. The hard palate measurement were made with upper arch study model using caliper with precision 0,1 mm. According to Mann Whitney test, there was a significant difference in the palate depth between children with upper airway obstruction and children without upper airway obstruction p 0,001 . Based on this study, upper airway obstruction can cause high palate."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Philadelphia: W.B. Saunders, 1996
618.92 BLU p (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Cynthia Michelle Anggraini
"ABSTRAK
Obstruksi saluran napas atas OSNA pada anak merupakan kondisi abnormal yang menyebabkan terjadinya kebiasaan bernapas melalui mulut. Studi potong lintang analitik dengan metode consecutive sampling dilakukan pada anak laki-laki dan perempuan yang memiliki riwayat rinitis alergi, rinosinusitis, polip nasal, hipertrofi adenoid, dan obstructive sleep apnea. Studi ini menganalisis perbandingan antara kejadian maloklusi pada anak / remaja dengan OSNA yang ada di Klinik Respirologi dan Klinik Imunologi Alergi Kiara Pusat Kesehatan Ibu dan Anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo sebagai kelompok subjek dan anak sehat tanpa OSNA dengan usia dan jenis kelamin yang sama dengan kelompok subjek di Klinik IKGA RSKGM FKG UI sebagai kelompok kontrol. Pencetakan rahang atas maupun bawah dilakukan dan jangka sorong dengan ketepatan 0,1 mm digunakan untuk pemeriksaan oklusi. Beberapa tipe maloklusi seperti maloklusi kelas 2 divisi 1, anterior open bite, dan posterior crossbite ditemukan pada subjek dengan kebiasaan bernapas melalui mulut dengan OSNA. Analisis data dengan metode chi-square menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kejadian maloklusi anak dengan OSNA dibandingkan dengan anak pada kelompok kontrol p 0,001 . Dari hasil studi ini, dapat disimpulkan bahwa kebiasaan bernapas melalui mulut pada pasien anak dengan OSNA memiliki peran dalam perkembangan maloklusi.ABSTRACT
Upper airway obstruction is an abnormal condition in children which can cause mouth breathing habit. Cross sectional analitic study was conducted with consecutive sampling method on children adolescents having allergic rhinitis, rhinosinusitis, nasal polyp, adenoid hypertrophy, and obstructive sleep apnea syndrome. This study analyzed comparation between malocclusion in children diagnosed with upper airway obstruction attending Pediatric Respirology and Immunology Allergy Outpatient Clinic Kiara Maternal and Child Health Center at Cipto Mangunkusumo Hospital as subject group and healthy children without upper airway obstruction with same age and gender with the subjects at Pediatric Dental Clinic Universitas Indonesia Dental Hospital in Jakarta as control group. Impression was taken and Vernier caliper at a precision of 0.1 mm was used to analyze the occlusion. Several types of malocclusion such as malocclusion class 2 division 1, anterior open bite, and posterior crossbite were found in mouth breathing subjects from this study. Chi square test showed significant difference on malocclusion occurrence between children with upper airway obstruction p 0,001 and children in control group. From this study, we can conclude that mouth breathing habit in children with upper airway obstructions may contributes in the development of malocclusion."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Indonesia Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery Society, 2012
MK-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ido Narpati Bramantya
"ABSTRAK
Variasi yang luas pada anatomis saluran cerna pediatri, mencetus kebutuhan penyesuaian pengukuran dilatasi lumen usus kasus obstruksi, dengan acuan ukuran standar yang terdapat pada individu untuk mendapatkan nilai absolut dan kuantitatif, yaitu dengan pengukuran rasio usus-vertebra pada radiografi abdomen supine. Metode yang digunakan adalah studi observasional potong lintang menggunakan data sekunder pada 31 subjek yang menjalani radiografi abdomen supine di Bagian Radiologi dan menjalani operasi laparotomi di Bagian Bedah Anak RSAB Harapan Kita dalam kurun waktu Januari ? Juni 2014 dan Januari ? Desember 2015. Subjek dibagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok dengan temuan intra operatif obstruksi usus dan non-obstruksi usus. Uji komparatif McNemar disertai analisis Kappa menunjukkan hasil R Kappa= 0,54 dengan p= 0,003; antara rasio usus-vertebra radiografi abdomen supine dengan temuan intra operatif obstruksi dan non-obstruksi usus pediatri. Sebagai kesimpulan, terdapat hubungan cukup kuat antara rasio usus-vertebra radiografi abdomen supine dengan temuan intra operatif obstruksi dan non-obstruksi usus pediatri, dengan proporsi nilai rasio usus-vertebra pada kelompok temuan intra operatif obstruksi usus lebih besar dibandingkan kelompok non-obstruksi usus. Analisis receiver operating characteristic memberikan nilai titik potong optimal rasio usus-vertebra radiografi abdomen supine sebesar 1,024 dengan sensitifitas 83,3% dan spesifisitas 84,6%; untuk membedakan kedua kondisi tersebut.

ABSTRACT
The vast anatomical variation in pediatric?s intestines, sugest the need of a standard reference to measure quantitatively the bowel dilatation in pediatric intestinal obstruction cases. With the standard reference for each individual measurement in the form of intestinal-vertebral ratio, we can get quantitative and absolute measurement result. A cross-sectional observational study was conducted in 31 patients underwent supine abdominal radiograph in radiology department and laparotomy procedure in pediatric surgery department Harapan Kita Women?s and Children?s Hospital during January ? June 2014 and January ? December 2015. The patients were divided into 2 main groups based on the surgical findings, the obstructive intestinal group and non-obstructive group. McNemar comparative test and Kappa analysis results are R Kappa= 0,54 and p= 0,003. As conclusion, there is a moderate association between the intestinal-vertebral ratio and the surgical findings in pediatric obstructive and non-obstructive intestinal group. The intestinal-vertebral ratio in obstructive intestinal group is greater than the non-obstructive intestinal group. The receiver operating characteristic analysis revealed 1,024 for the optimal intestinal-vertebral ratio cut off point, which gives 83,3% sensitivity and 84,6% specificity to differentiate between pediatric obstructive and non-obstructive intestinal group."
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: EGC, 2011
617.51 ABC
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ballenger, John Jacob
Jakarta : Binarupa Aksara, [date of publication not identified]
617.51 BAL p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nurbaiti Iskandar
Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1993
617.51 NUR i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nurbaiti Iskandar
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000
617.51 UNI t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Latar belakang: Kolesteatoma adalah lesi keratin non-neoplastik yang berhubungan dengan proliferasi sel epitel dengan karakteristik morfologi yang menyimpang. Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) yang disertai dengan adanya kolesteatoma dapat mengganggu keseimbangan antara pembentukan tulang dengan resorpsi tulang. Kolesteatoma dapat menghasilkan sitokin-sitokin seperti interleukin-6 (IL-6) yang berperan dalam proses destruksi tulang pendengaran. Tujuan: Mengetahui distribusi derajat kerusakan tulang pendengaran pada pasien OMSK dengan kolesteatoma, rerata kadar IL-6 pada kolesteatoma, dan adanya hubungan antara kadar IL-6 pada kolesteatoma dengan derajat kerusakan tulang pendengaran pada pasien OMSK dengan kolesteatoma. Metode: Penelitian ini melibatkan 6 pasien dengan OMSK dengan kolesteatoma yang dilakukan operasi mastoidektomi. Satu pasien menderita OMSK dengan kolesteatoma bilateral dan dilakukan operasi mastoidektomi pada kedua telinganya. Derajat kerusakan tulang pendengaran dinilai dengan menggunakan kriteria Saleh dan
Mills, sedangkan kadar IL-6 pada kolesteatoma diukur dengan menggunakan instrumen ELISA. Hasil:
Derajat kerusakan tulang pendengaran tertinggi yang ditemukan adalah derajat 3 (28,57%), sedangkan derajat kerusakan tulang pendengaran yang terbanyak adalah derajat 2 (42,86%). Kadar IL-6 pada kolesteatoma yang tertinggi adalah 2290 pg/mL, sedangkan rerata kadar IL-6 pada kolesteatoma adalah 1778,57±392,616 pg/mL. Kesimpulan: Kadar IL-6 pada kolesteatoma tidak berhubungan dengan derajat kerusakan tulang pendengaran pada pasien OMSK dengan kolesteatoma (p=0,885)."
ORLI 44:2 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>