Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 76382 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jatnita Parama Tjita
"ABSTRAK
Tujuan: Spons merupakan salah satu dari biodiversitas laut yang banyak menghasilkan senyawa antibiotik, salah satunya adalah Xestospongia testudinaria. Metabolit sekunder dapat dihasilkan dari simbiosis bakteri dengan spons Xestospongia testudinaria. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk identifikasi potensi antibiotik dari bakteri yang bersimbiosis dengan X. testudinaria dan mekanisme kerja sebagai antibiotik untuk bidang kesehatan. Metode: Pengambilan spons dilakukan secara purposive menggunakan SCUBA Diving pada kedalam laut 20 m. Waktu penelitian dilakukan pada Maret 2015-September 2017. Isolasi dan skrining mikroba penghasil antibiotik dilakukan dengan mengambil sampel spons dari Perairan Sorong Papua dan Perairan Tanjung Pecaron Jawa Timur . Isolat terpilih digunakan dalam proses fermentasi untuk produksi senyawa metabolit sekunder. Isolat bakteri diekstraksi dengan menggunakan pelarut organik antara lain n-heksana, etilasetat dan etanol dari ketiga ekstrak diuji aktivitas antibakteri. Ekstrak etilasetat difraksinasi dengan kromatografi kolom dan hasil fraksinasi digabung berdasarkan persamaan bentuk dan jarak rambat dari spot. Hasil fraksinasi di lakukan uji antibakteri dan dipilih subfraksi yang paling kuat. Subfraksi yang terpilih dilakukan isolasi dengan menggunakan KLT preparatif dan diuji kemurniannya. Senyawa murni yang dihasilkan dikarakterisasi strukturnya dengan spektrofotometer UV-Vis, FT-IR dan KG-MS. Mekanisme aksi dari senyawa antibakteri dilakukan dengan mengukur kebocoran membran sel bakteri menggunakan Spektrofotometer AAS dan morfologi sel bakteri dengan menggunakan Transmisi Elektrom Mikroskop TEM .Uji aktivitas antibakteri dilakukan terhadap beberapa bakteri isolat rumah sakit yang resisten dan beberapa bakteri uji laboratorium baik bakteri Gram positif maupun bakteri Gram negatif. Hasil: Diperoleh mikroba penghasil antibakteri Micrococcus luteus MB 26 yang diisolasi dari spons X.testudinaria asal Perairan Sorong Papua dan Bacillus licheniformis yang diisolasi dari spons X. testudinaria asal Perairan Tanjung Pecaron Jawa Timur . Isolat bakteri simbion Xp 4.2 memiliki aktivitas antibakteri terhadap E. coli ATCC 25922 dengan diameter hambatan 2,4 2,5 cm, K. pneumoniae ATCC 13833 dengan diameter hambatan 2,2 0,5cm dan B. subtilis ATCC 6633 dengan diameter hambatan 1,2 0,64 cm. Ekstrak etilasetat dari isolat bakteri simbion Xp 4.2 memiliki aktivitas antibakteri terhadap K. pneumoniae ATCC 13833 dengan diameter hambatan 1,95 0,55 cm. Hasil fraksinasi ekstrak etilasetat dengan kromatografi kolom di dapatkan 109 fraksi dan digabung menjadi 13 subfraksi. Hasil uji antibakteri subfraksi V memiliki aktivitas antibakteri terhadap K. pneumoniae ATCC 13833 dengan diameter hambatan 1,35 0,65 cm. Hasil isolasi dengan KLT preparatif di dapat senyawa murni dan memiliki aktivitas antibakteri yang lemah pada konsentrasi 100, 50, 25, 10, 5 dan 0,5 g/disk dengan diameter hambatan berturut-turut sebesar 1,24 0,11, 1,18 0,13, 1,05 0,14, 1,03 0,10, 0,93 0,14 dan 0,67 0,14 karena diameter hambatan < 12 mm. Hasil karakterisasi senyawa metabolit sekunder yang diisolasi dari M. luteus MB 26 diperkirakan merupakan golongan asam lemak rantai panjang seperti asam octakosanoat, metil palmitat, asam heksadekanoat, 1-tetradekanol, asam benzenpropionat dan piridin 3-karboheksamit. Mekanisme kerja antibakteri berdasarkan integritas membran menyebabkan kebocoran membran sehingga terjadi pelepasan ion-ion Ca 2 , Mg2, K dan metabolit seluler pada membran sel bakteri. Isolat bakteri simbion Xp 2-10 memiliki aktivitas antibakteri terhadap P. aeruginosa ATCC 27853 dengan diameter hambatan 1,963 0,35 cm dan P. aeruginosa isolat RS dengan diameter hambatan 2,34 0,95cm. Ekstrak etilasetat dari isolat bakteri simbion X2-10memiliki aktivitas antibakteri terhadapP. aeruginosa ATCC 27853 dengan diameter hambatan 1,756 0,25 cm dan P. aeruginosa isolat RS dengan diameter hambatan 2,51 0,45cm. Hasil fraksinasi dengan kromatografi kolom di dapatkan 160 fraksi dan digabung menjadi 3 subfraksi. Hasil uji antibakteri subfraksi III memiliki aktivitas antibakteri terhadap P. aeruginosa ATCC 27853 dengan diameter hambatan 2,51 0,75 cm dan P. aeruginosa isolat RS dengan diameter hambatan 1,95 0,45cm. Kesimpulan: Senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan dari M.luteus MB 26 tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri isolat rumah sakit yang resisten tetapi mampu menghambat bakteri Klebsiella pneumoniae ATCC 13833 secara in vitro. Senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan dari B. licheniformis memiliki aktivitas antibakteri terhadap P. aeruginosaATCC 27853 serta P. aeruginosa isolat RS. Penelitian ini menunjukan potensi senyawa metabolit sekunder dari bakteri yang bersimbiosis dengan spons X. testudinaria sebagai antibakteri untuk aplikasi di bidang biomedik.

ABSTRACT
Objective Sponsge is one of marine biodiversities that produces many antibiotic compounds, one of which is Xestospongia testudinaria. Secondary metabolites can be produced from sponge association between Xestospongia testudinaria and bacteria. The research aims is to explore the richness of Indonesian marine biodiversity by isolating and screening bacteria producing antibiotics as well as their characterization and working mechanism produced as antibiotics for the health. Method Sponsge taking is done by purposive using SCUBA Diving 20 m into sea. The study was conducted in March 2015 to September 2017. Isolation and screening of antibiotic producing microbes was done by taking sponsge samples from Sorong Waters Papua and Tanjung Pecaron Waters East Java . Selected isolates were used in the fermentation process for the production of secondary metabolite compounds. Bacterial isolates were extracted by using organic solvents such as n hexane, ethylacetate and ethanol from all three extracts tested for antibacterial activity. Ethylacetate extracts were fractionated by column chromatography and the fractionation results were combined based on form equations and creepage distances from the spot. Fractionation results in the antibacterial test and selected the most powerful subfraction. The selected substraction is isolated by preparative and purified TLC. The resulting pure compounds were characterized by their structure with UV Vis, FT IR and GC MS spectrophotometers. The action mechanism of the antibacterial compound was performed through measuring the leakage of bacterial cell membranes by using AAS Spectrophotometer as well as measuring the morphology of bacterial cells by using the Transmission Electron Microscope. Result Micrococcus luteus MB 26 antibacterial bacteria isolated from X.testudinaria sponsge from Sorong waters Papua and Bacillus licheniformis isolated from sponsge X. testudinaria from Tanjung Pecaron East Java waters. Bacterial isolates symbiont Xp 4.2 had antibacterial activity against E. coli ATCC 25922 with diameter of inhibition as 2.4 2.5 cm, K. pneumoniae ATCC 13833 with a diameter of inhibition of 2.2 0.5 cm and B. subtilis ATCC 6633 with a diameter of inhibition as 1.2 0.64 cm. Ethylacetate extract from bacteria isolated symbiont Xp 4.2 has antibacterial activity against K. pneumoniae ATCC 13833 with a diameter of inhibition as 1.95 0.55 cm. The result of fractionation by column chromatography was obtained 109 fractions and merged into 13 subfractions. The result of antibacterial test of subfraction V has antibacterial activity against K. pneumoniae ATCC 13833 with a diameter of inhibition 1.35 0.65 cm. The results of isolation with preparative TLC in pure compound and have antibacterial activity at concentrations of 100, 50, 25 and 10 g disc with diameter of inhibiton respectively of 1.24 0.11, 1.18 0.13, 1.05 0.14 and 1.03 0.10 whereas concentrations of 5 and 0.5 g disc had no antibacterial activity due to a diameter of inhibition "
2017
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iman Santoso
"Among twenty one isolates, obtained from "aren" (Aretga Rinnata) vinegar, 10 isolates were identified as acetic acid bacteria, belong to genus Acetobacter. Isolates no. 12 was used as inoculum for vinegar fermentation. Saccharomyces cerevisiae (Y-17) was provided by University of Indonesia Culture Collection.
Two hundred fifty grams of pineapple (Ananas comosus) peel was boiled for 1.5 hours and then filtered to obtain the extract. Aquadest was added into substrate to obtain 1 litre of extract and then added with 15% or 20% castor sugar. Substrate was sterilised at 121°C for 10 minutes.
Fermentation was carried out in syrup bottle containing 540 ml substrate. Approximately 60 ml of starter containing mix-culture with diffrent ratio of 1 day old S. cer visiae (106 cfu/ml) and 5 days old Acetobacter sp. no.12 {10 cfu/ml) was inoculated into the substrate. The ratio of yeast cells to bacteria were follow: (1:1); (2:1); (3:1} or (4:1). Fermentation was set up in room temperature (3O -- 32°C for 1 month. The concentration of acetic acid was titrated with standarised NaOH.
Result of this study showed that substrate with 15% sugar yielded (1.1 - 1.4)% acetic acid. The average acetic acid concentration from substrate with 20% sugar were (0.44 - 0.89%). It was concluded that substrate with 15% sugar gave higher concentration and the best ratio of starter was (1 : 1)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Audadi Ilham
"ABSTRAK
Oksidasi amonia dalam lingkungan dikenal sebagai proses nitrifikasi terdiri atas dua tahap, yaitu proses oksidasi amonia menjadi nitrit dan selanjutnya nitrat. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi rasio C/N terhadap kemampuan sedimen Muara Karang dalam mengoksidasi amonia. Parameter yang diukur adalah konsentrasi amonia, nitrit, nitrat, nilai pH, suhu, dan kadar oksigen terlarut. Identifikasi isolat bakteri nitrifikasi dari sedimen dilakukan menggunakan VITEK 2. Hasil penelitian menunjukkan perlakuan rasio C/N memberikan perbedaan signifikan pada penurunan konsentrasi amonia antar kelompok perlakuan ? = 0,05, sementara tidak ada pengaruh terhadap konsentrasi nitrit ? = 0,05 dan nitrat ? = 0,001. Proses oksidasi tercatat terjadi pada suhu 26.6 mdash;28.9 C, dalam rentang pH 6,8-7,2 dan kadar oksigen terlarut 5,2 mdash;8,6 mg/L. Tiga isolat telah berhasil diidentifikasi menggunakan VITEK 2 sebagai Acinetobacter ursingii, Shewanella putrefaciens dan Pseudomonas aeruginosa dengan probabilitas 88, 91, dan 99.

ABSTRACT
Oxidation of ammonia in the environment is known as nitrification. The process itself is a two step process which oxidizes ammonia into nitrite then nitrate. Research was conducted to figure out the effect of C/N ratio variation in oxidizing ammonia by sediments collected from Muara Karang. Parameters measured during the research are ammonia, nitrite, and nitrate concentration using colorimetric method, pH, temperature, and dissolved oxygen DO. Identification of the isolate from sediments was done by using VITEK 2. The results revealed a significant difference 0,05 in ammonia concentration between treated groups, whilst no differences are noted in nitrite 0,05 and nitrate 0,001 concentration. The oxidation of ammonia recorded in the systems occurred at 26.6-28.9 C, with pH value 6,8-7,2 and 5,2-8,6 mg L of dissolved oxygen noted in the system. Isolates identified using VITEK 2 are described as Acinetobacter ursingii 88, Pseudomonas aeruginosa 99, and Shewanella putrefaciens 91. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thalia Sabrina Atmanagara. author
"Heterotopia, sebuah konsep oleh Michel Foucault digambarkan sebagai ruang yang berbeda dan menciptakan ruang ilusi di dalam ruang nyata. Istilah heterotopia sering digunakan untuk mendeskripsikan sesuatu yang mengganggu atau tidak cocok dengan lingkungan disekitarnya. Karakteristik heterotopia dapat ditemukan pada speakeasy. Speakeasy atau perusahaan minuman ilegal tersebar luas selama Prohibition Era pada 1920-an di Amerika Serikat. Karena pemerintah Amerika Serikat melarang konsumsi, produksi, dan distribusi alkohol, sifat underground dari speakeasy menciptakan lingkungan baru bagi orang bersosialisasi. Tidak ada identifikasi tempat-tempat ini, hanya mengandalkan informasi dari mulut ke mulut untuk mendapatkan popularitas mereka. Ojs Tavern di Bandung adalah salah satu contoh penerapan heterotopia yang diungkapkan oleh Foucault. Makalah ini membahas bagaimana heterotopia dapat terbentuk pada speakeasy melalui wawancara dan observasi data.

Heterotopia, a concept by Michel Foucault is described as a space that is different' and create an illusion space inside a real space. The term heterotopia often used to illustrate disturbance in the surrounding environment. The characteristic of Heterotopia can be found in speakeasy. Speakeasies or illegal drinking establishments were widespread during the Prohibition Era back in the 1920s in the United States of America. Since the US government banned the consumption, manufacture, and distribution of alcohol, the underground nature of the speakeasy created a new environment for people to drink and socialize. There is no identification of these places, solely relying on word of mouth to gain their popularity. Ojs Tavern in Bandung is an example of the displacement expressed by Foucault. This paper examines how heterotopia can be formed in a speakeasy bar, and the social constraints occur from the existence of a speakeasy bar in an urban settlement through interviews and data observations."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tutik Murniasih
"Penelitian metabolit sekunder dari bakteri yang bersimbiosis dengan spons belum secara intensif dilakukan di Indonesia sehingga penelitian ini perlu untuk dilakukan. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan sumber baru penghasil antibiotik dari bakteri laut, mengelusidasi struktur senyawa aktif, mengevaluasi spektrum antibiotiknya dan menganalisis hubungan senyawa aktif antara simbion dengan inangnya. Pada studi ini, didapatkan bakteri potensial Sp. 2.11 dari spons Aaptos sp. yang mempunyai aktivitas terkuat. Hasil karakterisasi bakteri Sp. 2.11. menggunakan sebagian gen 16Sr DNA menunjukkan 99% serupa dengan bakteri Rhodobacteraceae bacterium 1tc14. Bioaktivitas antibakteri ekstrak supernatan maksimum pada media SYP (Sea water, Yeast dan Peptone) tanpa penambahan sumber karbon. Pemisahan menggunakan kolom kromatografi dari senyawa antibakteri ekstrak etil asetat dari supernatan R. bacterium Sp. 2.11 menunjukkan 2 fraksi yang positif yaitu F2 dan F5/F6. Pemisahan lebih lanjut terhadap fraksi F2 menggunakan HPLC menghasilkan senyawa aktif antibakteri 1 (F2.1) sebanyak 2,6 mg. Penentuan struktur menggunakan High Resolution LC-MS/MS dan NMR 1H, 13C, DEPT, H-H COSY, HMQC dan HMBC fraksi F2.1 menunjukkan senyawa Nbenzil-12-metoksi-N-(8-(4-nonilfenoksi)etil) etanamin sebagai senyawa aktif. Identifikasi senyawa aktif 2 (F5.3.3 /F6.2.2.4 ) menunjukkan adanya senyawa 7-[4- (bisiklo[4.1.0]hept-3-il)fenil]siklopenta[7,8]asenafto[6,5,4-cde]tiokromen, yang juga aktif antibakteri. Kedua senyawa tersebut merupakan senyawa baru dan mempunyai aktivitas spektrum yang cukup luas terhadap bakteri Gram positif mapun Gram negatif. Nilai MBC terhadap E. coli senyawa 1 adalah 125 μg/mL, sedangkan senyawa 2 adalah > 380 μg/mL. Struktur senyawa 1 masih ada kemiripan dengan senyawa dari biota inang, sedangkan senyawa 2 tidak ada kemiripan. Dengan demikian bakteri laut merupakan sumber penghasil senyawa antibiotik dan beberapa produk antibiotiknya mempunyai hubungan struktur dengan senyawa aktif pada biota inang.
Research on secondary metabolites from sponge-associated bacteria have not intensively conduct in Indonesia, there for this reseach was carried out. The purposes of this study are to get a novel antibiotic source especially from marine bacteria, to elucidate structure of active compounds, to evaluate the spectrum of antibacterial activity and to analyze the structure relationship between host and symbiont. In this study, the potential bacteria Sp. 2.11 was obtained from Aaptos sp. sponge showed the strongest antibacterial activity. The results of bacterial characterization using partial gene 16S rDNA showed 99 % similar to Rhodobacteraceae bacterium 1tc14 . The antibacterial activity of supernatant extract was maximum by culturing R. bacterium in SYP (Sea water, Peptone and Yeast) medium without any carbon source addition. Column chromatography separation of ethyl acetate extract from supernatant showed potentially active fractions F2 and F5/F6. Further separation of fraction 2 using HPLC generated the active compound 1 ( F2.1 ) 2.6 mg. The structure determination using High Resolution LC-MS/MS and NMR 1H, 13C, DEPT, H-H COSY, HMQC and HMBC of fraction F2.1 led to N-benzyl-12-methoxy-N-(8-(4-nonylphenoxy)ethyl) etanamine as the active compound. Further identification of active compounds 2 from fraction ( F5.3.3 / F6.2.2.4 ) resulted 7-[4-(bicyclo[4.1.0]hept-3-yl)phenyl] cyclopenta[7,8] acenaphto[6,5,4-cde] tiochromene also the active constituen. Both of these compounds are new compounds and active against Gram-positive and negative bacteria. MBC value of compound 1 was 125 μg/mL and compound 2 was >380 μg/mL. Compound 1 is a similar to the compound from the host organisms, while compound 2 is not similar. This study concluded that marine bacteria is the true antibiotic producer and some of antibiotics products showed structural correlation between host and symbiont."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
D1965
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Rizki Nabilla
"Delignifikasi digunakan untuk memisahkan lignin dari lignoselulosa dengan tujuan mendapatkan kandungan selulosa yang tinggi. Beberapa metode yang digunakan untuk delignifikasi yaitu secara kimiawi dan biologis. Biodelignifikasi merupakan metode delignifikasi secara biologis dengan menggunakan bantuan enzim ligninolitik yang dapat diperoleh dari bakteri. Metode biodelignifikasi memiliki beberapa kelebihan seperti lebih ramah lingkungan dan menghasilkan hasil degradasi yang lebih tinggi. Namun demikian, terdapat beberapa faktor yang memengaruhi produksi enzim dari bakteri untuk proses biodelignifikasi seperti pemilihan substrat, sumber nitrogen, suhu dan pH. Maka dari itu perlu dilakukan perbandingan dari berbagai penelitian sebelumnya untuk memeroleh kondisi optimum bakteri dalam menghasilkan enzim ligninolitik dan potensinya dalam proses biodelignifikasi. Hasil studi literatur menunjukkan bahwa kondisi optimum yang menghasilkan produksi enzim ligninolitik dari bakteri adalah dengan menggunakan substrat dari tandan kosong kelapa sawit, sumber nitrogen dari amonium nitrat, pada suhu 30-50°C dan pH basa. Hasil studi literatur juga menunjukkan bahwa enzim ligninolitik dari bakteri berpotensi untuk proses biodelignifikasi karena enzim dari bakteri memiliki tolerabilitas yang tinggi, lebih stabil dan laju pertumbuhannya yang cepat.

Delignification is a process to separates lignin from lignocellulose compounds to acquire cellulose in high purity. Several methods for delignification are chemical and biological. Biodelignification is a process delignification that use ligninolytic enzymes. Ligninolytic enzymes used in biodelignification processes are acquired from bacteria. Biodelignification has several advantages such as being more environmentally friendly and can produce higher degradation results. However, there are several factors that influence the activity of ligninolytic enzymes for biodelignification processes such as mediator, temperature and pH level. Therefore it is necessary to make comparisons from various previous studies to obtain optimum conditions that produce ligninolytic enzymes from bacteria and determine the potential of ligninolytic enzymes from bacteria to be applied in the biodelignification process. The result of literature study is the optimum conditions that produce ligninolytic enzymes from bacteria when using oil palm empty fruit bunch as substrat, ammonium nitrate as nitrogen source, at temperature of 30-50°C and with an alkaline pH. The result of literature study also show that ligninolytic enzymes from bacteria have the potential for biodelignification process because enzymes from bacteria have a high tolerability, more stable and have a fast growth rate."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabilla Amalia Syarifa
"Indonesia memiliki keberagaman keong darat yang tinggi, namun pemanfaatannya masih sangat terbatas. Lendir keong darat saat ini sudah digunakan sebagai sediaan kosmesetikal karena adanya dukungan ilmiah yang melaporkan bahwa lendir beberapa spesies keong darat memiliki bioaktivitas yang bermanfaat untuk kesehatan dan kecantikan kulit. Amphidromus palaceus adalah salah satu spesies keong darat native Indonesia yang memiliki tubuh relatif besar sehingga mudah untuk di koleksi lendirnya. Penelitian bioprospeksi lendir A. palaceus sebagai sediaan kosmesetikal belum banyak dilakukan sampai saat ini. Beberapa klaim kosmesetikal yang menarik untuk ditelusuri adalah pencarian agen pemutih dan anti kerut. Inhibisi tirosinase via jalur biosintesis melanin dapat digunakan sebagai klaim agen pemutih, sedangkan inhibisi elastase via jalur degradasi elastin dapat digunakan sebagai klaim anti kerut. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi senyawa metabolit lendir A. palaceus, serta mengungkap potensinya sebagai inhibitor tirosinase dan elastase melalui penambatan molekuler. Identifikasi senyawa metabolit menggunakan instrumen UPLC-MS/MS, sedangkan penambatan molekuler menggunakan perangkat lunak AutoDock Tools 1.5.7 dan AutoDock 4.2. Penelitian ini berhasil mengidentifikasi 17 senyawa metabolit lendir A. palaceus dengan 10 senyawa dengan status terduga dan 7 senyawa dengan status terkonfirmasi. Analisis penambatan molekuler menunjukkan 6 senyawa kandidat inhibitor tirosinase dan 7 senyawa kandidat inhibitor elastase. Senyawa 4-(1-phenylethyl)-N-[4-(1-phenylethyl) phenyl]aniline merupakan senyawa kunci (lead compound) paling berpotensi menginhibisi tirosinase dan elastase.

Indonesia has a high diversity of land snails, but their use is still very limited. Land snail mucus is now used as a cosmeceutical preparation because of scientific support which reports that the mucus of several land snail species has bioactivity that is beneficial for skin health and beauty. Amphidromus palaceus is a species of land snail native to Indonesia which has a relatively large body so it is easy to collect its mucus. Research on bioprospecting of A. palaceus mucus as a cosmeceutical preparation has not been carried out to date. Some interesting cosmeceutical claims to explore include the search for whitening and anti-wrinkle agents. Tyrosinase inhibition via the melanin biosynthesis pathway can be used as a whitening agent claim, while elastase inhibition via the elastin degradation pathway can be used as an anti-wrinkle claim. This research aims to identify bioactive compounds in A. palaceus mucus, and reveal their potential as inhibitors of tyrosinase and elastase through molecular docking. Identification of bioactive compounds using UPLC-MS/MS instruments, while molecular docking using AutoDock Tools 1.5.7 and AutoDock 4.2 software. This research succeeded in identifying 17 bioactive compounds in A. palaceus mucus with 10 compounds with suspected status and 7 compounds with confirmed status. Molecular docking analysis showed 6 tyrosinase inhibitor candidate compounds and 7 elastase inhibitor candidate compounds. The compound 4-(1-phenylethyl)-N-[4-(1-phenylethyl) phenyl]aniline is the key compound (lead compound) with the most potential to inhibit tyrosinase and elastase."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kireyna Angela
"Eksplorasi bakteri termofilik di Indonesia sangat penting untuk berbagai aplikasi industri. Penelitian ini bertujuan untuk identifikasi Gen 16S-rRNA dari bakteri termofilik yang terdapat di Mata Air Panas Cisolong, Banten. Ekstraksi dilakukan dengan dua metode yaitu komersial GeneAll® Exgene™ dan LOC ChipGenie® Edition P. Hingga saat ini, belum ada yang melakukan identifikasi bakteri dari mata air panas dengan menggunakan LOC untuk purifikasi DNA. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan pengujian identifikasi bakteri dengan membandingkan kedua metode. Harapan kedepannya LOC dapat membantu purifikasi DNA secara langsung sehingga mempermudah identifikasi tanpa perlu di laboratorium.Penelitian selanjutnya juga akan dilakukan reverse engineering sehingga dapat membuat LOC sendiri. Variabel yang diujikan adalah hasil kemurnian, konsentrasi template DNA, dan identifikasi jenis bakteri. Purifikasi dilakukan dengan variasi jumlah kultur bakteri berdasarkan absorbansi agar dapat mengetahui jumlah bakteri optimum untuk LOC. Didapatkan hasil bahwa bakteri berhasil dipurifikasi menggunakan LOC pada variasi waktu kultur 4 dan 28 jam. Konsentrasi template DNA bakteri yang dihasilkan LOC juga baik dan dapat bersaing dengan kit komersial. Hasil PCR didapatkan bakteri sumber berada pada 1518 bp dan bakteri kolam 1422 bp. Bakteri berhasil diidentifikasi dengan BLAST dan berdasarkan pohon filogenetik, hubungan terdekat bakteri sumber yaitu Geobacillus kaustophilus strain BGSC 90A1 dan bakteri kolam yaitu Geobacillus thermoleovorans strain V0 chromosome.

Exploration of thermophilic bacteria in Indonesia is important for various industrial applications. This study aims to identify the 16S-rRNA gene from thermophilic bacteria found in Cisolong Hot Springs, Banten. Extraction was carried out by two methods, namely GeneAll® Exgene™ commercial kit and LOC ChipGenie® Edition P. To date, there has not yet been bacteria identification from hot springs using LOC for DNA purification. Therefore, in this study, a bacterial identification test carried out by comparing the two methods. The hope of this research is that in the future, LOC can be directly implemented in DNA purification, making it easier to identify without the need for laboratory procedures. In future research, reverse engineering will also be carried out so that we can make our own LOC. The variables tested were the results of DNA purity, templates concentration, and identification of the type of bacteria. Purification was also carried out by varying the number of bacterial cultures based on absorbance in order to determine the optimum number of bacteria for LOC. It was found that the bacteria were successfully purified using LOC at 4 and 28 hours of culture. The concentration yield of LOC is good and can compete with commercial kits. From the PCR results, it was found that the source bacteria were at 1518 bp and the pool bacteria at 1422 bp. Bacteria were identified by BLAST and based on the phylogenetic tree, the closest relationship to the source bacteria is Geobacillus kaustophilus strain BGSC 90A1 and the pool bacteria is Geobacillus thermolevorans strain V0 chromosome."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Almaysh Haidar Rizqullah
"Asam risinoleat adalah asam lemak tak jenuh berantai panjang yang merupakan komponen utama asam lemak dalam minyak jarak (Ricinus communis L.); turunan esternya diketahui dapat dimanfaatkan sebagai pengemulsi dan antibakteri dalam kosmetik. Penelitian ini berfokus pada pengaruh konsentrasi asam laurat terhadap sifat pengemulsi dan potensi antibakteri dari ester asam risinoleat teroksidasi. Hidrolisis minyak jarak dengan basa KOH menghasilkan persentase rendemen sebesar 97,82%. Asam risinoleat teroksidasi dalam penelitian ini diperoleh dari oksidasi minyak jarak kepyar yang terhidrolisis dan asam risinoleat komersial dengan KMnO4, yang menurunkan bilangan iod masing-masing sebanyak 5,25 mg/g dan 2,62 mg/g. Dengan bantuan ZnCl2, esterifikasi dilakukan dengan memvariasikan rasio molar asam risinoleat teroksidasi dan asam laurat menjadi 3:1, 2:1 dan 1:1. Produk yang telah diperoleh dikarakterisasikan dengan KLT dan FT-IR, lalu sifat pengemulsinya diuji. Potensinya sebagai antibakteri terhadap bakteri penyebab bau badan dibahas dengan mengulas berbagai artikel ilmiah yang berhubungan dengan komponen penyusun ester maupun metode uji antibakteri yang dapat digunakan.

Ricinoleic acid is an unsaturated fatty acid which is the main component of fatty acid in castor oil (Ricinus communis L.); its derivatives are known for their ability as emulsifier and antibacterial in cosmetics. This research focused on the effect of lauric acid concentration on emulsifying properties and antibacterial potential from oxidized ricinoleic acid esters. Castor oil hydrolysis with KOH base had chemical yields of 97,82%. Oxidized ricinoleic acid was obtained from the oxidation of hydrolyzed castor oil and commercial ricinoleic acid with KMnO4, which lowered their iodine value by 5,25 mg/g and 2,62 mg/g, respectively. With the help of ZnCl2, esterification was done by varying the molar ratio of oxidized ricinoleic acid and lauric acid by 3:1, 2:1 and 1:1. The obtained products were characterized with TLC and FT-IR, then their emulsifying properties were examined. Their antibacterial potential on bacteria causing body odor were discussed by reviewing many scientific articles related to the building components of ester and available antibacterial testing.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Nuralifah Indah Salsabila
"Gajah sumatra (Elephas maximus sumatranus) merupakan hewan yang populasinya dikategorikan sebagai critically endangered. Salah satu upaya untuk meningkatkan populasinya adalah melalui konservasi ex-situ di penangkaran. Pemahaman mengenai mikrobiota saluran pencernaan hewan di penangkaran perlu diketahui agar dapat menjaga kesehatan hewan dan mendorong keberhasilan konservasi hewan tersebut. Bakteri asam laktat merupakan salah satu kelompok mikrobiota saluran pencernaan yang ikut berperan dalam proses pencernaan. Tujuan penelitian adalah untuk mengisolasi dan mengidentifikasi bakteri asam laktat dari feses gajah sumatra (E. m. sumatranus) di Taman Margasatwa Ragunan. Gajah sumatra yang dipilih adalah dua betina (usia ±37 tahun dan ±10 tahun) dan dua jantan (usia ±37 tahun dan ±5 bulan). Sampel feses diinokulasikan pada medium de Man Rogosa Sharpe Broth (MRSB) dan MRSB dengan bile salt 0,3% sebagai enrichment media, lalu diisolasi pada medium de Man Rogosa Sharpe Agar (MRSA) dengan CaCO3 0,3%. Hasil isolasi diperoleh sepuluh isolat bakteri asam laktat yang selanjutnya dikarakterisasi berdasarkan morfologi sel, uji biokimia, dan identifikasi bakteri menggunakan gen 16S rRNA. Hasil identifikasi dari sepuluh isolat menunjukkan bahwa enam isolat (BD1 (99,87%), BA1 (99,36%), BA2 (99,20%), JD5 (99,93%), JA1 (99,87%), dan JA2 (99,33%)) merupakan Limosilactobacillus fermentum, dua isolat (JD1 (99,53%) dan JD2 (99,80%)) merupakan Ligilactobacillus agilis, dan dua isolat lainnya (JD3 (100%) dan JD4 (99,67%)) merupakan Lactiplantibacillus pentosus. Tetapi, hasil analisis filogenetik isolat JD3 dan JD4 memiliki nilai bootstrap 100% terhadap kelompok L. plantarum, yang meliputi L. plantarum, L. pentosus, dan L. paraplantarum sehingga kelompok filogenetiknya tidak dapat dibedakan. Studi lebih lanjut dibutuhkan untuk mengidentifikasi isolat JD3 dan JD4.

The Sumatran elephant (Elephas maximus sumatranus) is a critically endangered animal listed as the population has decreased. To increase the population, conservation effort has already been done at ex-situ in the captivity. Understanding gut microbiota of captive animals is necessary to maintain animal health and support the animal conservation. Lactic acid bacteria (LAB) are a group of microbiotas in the digestive tract that contribute to the digestion process. This study aimed to isolate and identify LAB from Sumatran elephant feces at Ragunan Wildlife Park. The Sumatran elephants selected were two females (aged ±37 years and ±10 years) and two males (aged ±37 years and ±5 months). Feces samples were enriched in de Man Rogosa Sharpe Broth (MRSB) and MRSB with bile salt 0,3% media, then isolated in de Man Rogosa Sharpe Agar (MRSA) with CaCO3 0,3% media. Ten selected isolates were characterized based on cell morphology, biochemical test, and bacterial identification using the 16S rRNA gene. The identification results of ten isolates showed that six isolates (BD1 (99,87%), BA1 (99,36%), BA2 (99,20%), JD5 (99,93%), JA1 (99,87%), and JA2 (99,33%)) were Limosilactobacillus fermentum. Two isolates (JD1 (99,53%) and JD2 (99,80%)) were Ligilactobacillus agilis. The others (JD3 (100%) and JD4 (99,67%)) were Lactiplantibacillus pentosus. However, the phylogenetic analysis results of JD3 and JD4 isolates had a bootstrap value of 100% to the L. plantarum group, which includes L. plantarum, L. pentosus, and L. paraplantarum so their phylogenetic groups could not be distinguished. Further studies are needed to identify JD3 and JD4 isolates."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>