Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 128274 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Erwinanto
"ABSTRAK
Prolaps uteri merupakan kondisi yang sering dialami oleh perempuan dan dapat menurunkan kualitas hidup. Penyebab prolaps uteri multifaktorial, pada umumnya berupa faktor klinis.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya variasi gen berupa mutasi gen HOXA11 dan COL3A1 pada penderita prolaps uteri, mengetahui adanya perbedaan ekspresi protein HOXA11, COL3A1, COL1A1, MMP2, MMP9, TIMP, dan p53 pada penderita prolaps uteri dibandingkan pada perempuan tanpa prolaps uteri, serta mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan prolaps uteri.Studi potong lintang ini melibatkan 22 pasien prolaps uteri dan 22 tanpa prolaps uteri mulai Juni 2016 sampai Februari 2017 di RSUP dr. Kariadi Semarang. Dilakukan pencatatan data karakteristik berupa usia, paritas, IMT dan berat lahir bayi. Dilakukan pemeriksaan sekuens DNA gen HOXA11 dan Col3A1, pemeriksaan imunohistokimia pada ligamentum sakrouterina untuk menilai ekspresi protein HOXA11, COL1A1, Col3A1, MMP2, MMP9, TIMP, dan p53 pada perempuan menopause dengan prolaps uteri dan tanpa prolaps uteri.Tidak didapatkan variasi berupa mutasi gen HOXA11 pada perempuan dengan prolaps uteri sepanjang fragmen yang digunakan untuk sekuensing DNA. Didapatkan mutasi pada gen COL3A1 pada 10 pasien dengan prolaps uteri dan 6 pasien tanpa prolaps uteri p = 0,719 sepanjang fragmen yang digunakan untuk sekuensing DNA. Ekspresi protein COL1A1, MMP-9 dan p53 lebih tinggi pada kelompok prolaps p < 0,05 . Rerata usia, rerata paritas dan rerata berat lahir bayi, berbeda secara uji statistik pada kedua kelompok.Pada fragmen yang diperiksa tidak didapatkan mutasi gen HOXA11, namun didapatkan mutasi gen COL3A1 pada penderita prolaps maupun perempuan tanpa prolaps uteri. Tampak adanya faktor internal yang berperan untuk terjadinya prolaps uteri selain berbagai faktor risiko klinis. Faktor eksternal berupa usia, berat bayi lahir, dan paritas memiliki hubungan dengan prolaps uteri. Kata kunci: COL1A1, COL3A1, faktor klinis, HOXA11, menopause, MMP2, MMP9, mutasi gen, p53, prolaps uteri, TIMP.

ABSTRACT
Uterine prolapse is a condition that decreases the quality of life of women. Multiple factors, mostly clinical, affect the course of uterine prolapse.The aims of the study were to investigate the genetic variation in the form of HOXA11 and Col3a2 gene mutations in women with uterine prolapse. This study also aimed to investigate different expression of HOXA11, COL3A1, COL1A1, MMP2, MMP9, TIMP, and p53 proteins in women with and without uterine prolapse, and to understand risk factors associated with uterine prolapse.A total of 44 women were enrolled in this cross sectional study, 22 of which with uterine prolapse and 22 others without uterine prolapse. This study was conducted between June 2016 and February 2017 in RSUP dr Kariadi, Semarang. demographic data including age, parity, BMI, and birth weight were recorded. HOXA11 and COL3A1 gene sequencing, immunohistochemistry testing of uterosacral ligament were conducted to assess HOXA11, COL1A1, COL3A1, MMP2, MMP9, TIMP, and p53 protein expressions.A mutation in COL3A1 gene along the fragment used in DNA sequencing was found among 10 women with uterine prolapse and 6 women without uterine prolapse although this did not reach statistical significance p .719 . No genetic variation in the form of HOXA11 gene mutation was found in women with uterine prolapse. Higher expression of COL1A1, MMP 9 and p53 proteins were found in prolapse group p .05 . The average of age, parity, and birth weight in two groups were statistically different.Only the COL3A1 gene mutation was detected in women with and without uterine prolapse. Beside, various clinical factors, it was confirmed that some internal factors also play important role in the course of uterine prolapse. Examples of external factors are age, birth weight, and parity. Key word COL1A1, COL3A1, clinical factors, gen mutation, HOXA11, menopause, MMP2, MMP9, p53, TIMP, uterine prolapse."
2017
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sestramita
"Studi terbaru mendasari pentingnya permeabilitas usus dan inflamasi kronis dalam patogenesis DMT2. Studi kami membandingkan konsentrasi FABP2 dan YKL40 sebagai penanda permeabilitas usus dan peradangan di antara normoglikemia, pradiabetes, dan DMT2. Kami merekrut 122 peserta (45 normoglikemik, 26 pradiabetes, dan 51 DMT2) di antaranya kami mengukur kadar FABP2 dan YKL-40 serum puasa menggunakan metode ELISA. Tingkat FABP2 secara signifikan lebih tinggi pada kelompok DMT2 [2,890(1,880 – 4,070)] dibandingkan dengan kedua pradiabetes [2,025 (1,145 – 2,343), p=0,0085] dan kelompok normoglikemia [1,72 (1,250 – 2,645), p=0,011 ]. Tingkat YKL-40 juga secara signifikan lebih tinggi pada kelompok DMT2 [68,70 (44,61 – 166,6)] dibandingkan dengan kedua pradiabetes [28,85 (20,64 – 41,53), p<0,0001] dan kelompok normoglikemia [28,64 (19,25 – 43,87), p<0,001]. Studi kami mengamati bahwa kadar FABP2 dan YKL-40 tertinggi pada kelompok T2DM yang mendukung bukti yang tersedia tentang peran gangguan permeabilitas usus dan peradangan kronis tingkat rendah dalam patogenesis T2DM.

Recent studies underlie the importance of intestinal permeability and chronic inflamamation in the pathogenesis of T2DM. Our study compared the concentrations of FABP2 and YKL40 as markers of intestinal permeability and inflammation among normoglycemia, prediabetes and T2DM. We recruited 122 participants (45 normoglycemic,  26 prediabetes, and 51 T2DM) of whom we measured the fasting serum levels of FABP2 and YKL-40 using ELISA method. The levels of FABP2 were significantly higher in the T2DM group [2.890(1.880 – 4.070)] in comparison to both prediabetes [2.025 (1.145 – 2.343), p=0.0085] and normoglycemia group [1.72 (1.250 – 2.645), p=0.011]. The levels of YKL-40 were also significantly higher in the T2DM group [68.70 (44.61 – 166.6)] in comparison to both prediabetes [28.85 (20.64 – 41.53), p<0.0001] and normoglycemia group [28.64 (19.25 – 43.87), p<0.001]. Our study observed that the levels of  FABP2 and YKL-40 were highest in the T2DM group supporting the available evidences on the role of intestinal permeability disruption and chronic low-grade inflammation in the pathogenesis of T2DM."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Wahyuni
"Penurunan massa tulang akan terus terjadi seiring dengan bertambahnya usia. Osteopenia atau berkurangnya densitas (kepadatan) tulang merupakan prediktor awal akan terjadinya osteoporosis (keropos tulang) di waktu yang akan datang. Penyebab osteopenia salah satunya adalah karena kebiasaan dalam mengkonsumsi makanan. Kebiasaan makan pada diet vegetarian (tidak mengkonsumsi daging hewani) berbeda dengan kebiasaan makan masyarakat pada umumnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran osteopenia dan faktor? faktor yang berhubungan dengan osteopenia pada kelompok vegetarian umur 20-35 tahun di Pusdiklat Maitreyawira, Jakarta Barat. Faktor?faktor yang diteliti pada penelitian ini adalah osteopenia (variabel dependen), umur, jenis kelamin, IMT (Indeks Massa Tubuh), pengetahuan tentang osteoporosis, jenis vegetarian, lama vegetarian, kebiasaan olah raga, kebiasaan merokok, konsumsi makanan sumber kalsium, konsumsi susu dan hasil olahannya, konsumsi kacang-kacangan dan hasil olahannya, konsumsi sayuran dan buah-buahan konsumsi kafein, konsumsi alcohol dan konsumsi suplemen.
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner, FFQ, pengukuran tinggi badan dan berat badan serta pemeriksaan tulang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi osteopenia pada kelompok vegetarian umur 20-35 tahun di Pusdiklat Maitreyawira Jakarta Barat sebesar 34,5 %. Faktor-faktor yang berhubungan dengan osteopenia adalah jenis kelamin dan pengetahuan. Faktor-faktor yang tidak berhubungan secara signifikan adalah umur, IMT (Indeks Massa Tubuh), jenis vegetarian, lama vegetarian, kebiasaan olah raga, kebiasaan merokok, konsumsi makanan sumber kalsium, konsumsi susu dan hasil olahannya, konsumsi kacang-kacangan dan hasil olahannya, kebiasaan mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan, konsumsi kafein, konsumsi alkohol dan konsumsi suplemen. Namun pada penelitian ini, terdapat kecendrungan proporsi osteopenia lebih besar pada IMT < 18 kg/m2, lama vegetarian > 5 tahun, pernah merokok, tidak olah raga, konsumsi sumber kalsium/hari ≤ median (≤ 4,47), tidak mengkonsumsi susu, konsumsi kafein/hari > median (> 0,34), konsumsi alkohol dan tidak mengkonsumsi suplemen.
Berdasarkan hasil penelitian, maka saran yang dapat disampaikan seperti peningkatan pengetahuan secara optimal bagi kelompok vegetarian laki-laki dan perempuan dalam mencegah terjadinya osteopenia dan osteoporosis dikemudian hari, dengan mengkonsumsi makanan sumber kalsium seperti susu dan hasil olahannya, kacang-kacangan dan hasil olahannya seperti susu kedele, sayuran dan buah-buahan. Olah raga yang dianjurkan untuk pencegahan osteopenia dan osteoporosis adalah olah raga dengan pembebanan (weight-bearing exercises) 3-5 kali seminggu selama 30-45 menit, dilakukan pagi hari di luar ruangan (outdoor) yang cukup Vitamin D dari sinar matahari serta batasi konsumsi makanan atau minuman penghambat penyerapan kalsium seperti kafein (teh, kopi, soda), alkohol dan kebiasaan merokok."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Neng Nenden Mulyaningsih
"Suplemen kalsium dapat membantu mencegah kasus osteopenia dan osteoporosis, selain itu juga dapat digunakan dalam pengobatan bersama-sama dengan obat lain. Penelitian ini membahas metode-metode pengukuran yang tepat secara fisika biomedis dari tulang tikus putih Rattus norvegicus yang diovariektomi dan diberi perlakuan diet nano kalsium fosfat. Tujuannya yaitu untuk mendapatkan metode yang tepat dalam mendeteksi status penulangan kembali, dari hewan model yang mendapat diet nano kalsium fosfat dalam perbaikan tulang osteoporosis pascaovariektomi (pasca-OVX). Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan kuantitatif yang dilakukan dalam serangkaian penelitian dan dibagi dalam tiga prosedur kerja. Diet dibuat dalam tiga jenis yaitu A (diet dengan nano kalsium 0,1%), B (diet dengan nano kalsium 0,4%) dan C (diet dengan nano kalsium 0,7%). Parameter yang diukur pada tahap pertama yaitu kandungan nutrisi dan mineral diet. Tahap kedua yaitu operasi OVX pada tikus dan dipelihara normal untuk mengkondisikan tikus osteoporosis. Parameter yang diukur pada tahap kedua yaitu mineral serum dan tulang, gugus fungsional tulang, morfologi, struktur kristal dan densitas tulang tibia dan femur yang dilakukan setiap dua minggu saat proses osteoporosis. Tahap ketiga yaitu tahap perlakuan pemberian diet nano kalsium fosfat terhadap tikus osteoporosis akibat OVX. Parameter yang dianalisis yaitu konsumsi bahan kering, konsumsi kalsium, kalsium dalam feses, persentase serapan kalsium, kandungan kalsium, magnesium dan fosfor dalam serum, tulang femur dan tibia, gugus fungsional tulang, morfologi, struktur kristal dan densitas tulang femur dan tibia pada saat proses recovery. Alat karakterisasi yang digunakan yaitu Transmission Electron Microscopy (TEM), Atomic Absorption Spectroscopy (AAS), Ultraviolet-Visible (Uv-Vis), Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR), Scanning Electron Microscopy/Energy Dispersive Spectroscopy (SEM/EDS), X-ray Diffraction (XRD) dan Computed Tomography (CT) Scan. Analisis data yang digunakan adalah uji-t bebas, dengan membandingkan hasil yang diperoleh antara tikus non-OVX dan OVX serta membandingkan hasil dari tikus yang diberi diet A dengan B dan B dengan C. Hubungan antara metode deteksi dengan data biologis diuji dengan analisis regresi berganda. Berdasarkan data yang diperoleh, hasil riset tahap satu menginformasikan bahwa kandungan nutrisi dan mineral diet sesuai dengan standar diet yang direkomendasikan oleh National Research Council (NRC) USA. Hasil riset tahap dua yaitu tikus yang diovariektomi menunjukkan tanda osteoporosis dengan menurunnya kadar kalsium dalam serum, tulang femur dan tibia, terjadinya penurunan ion fosfat dan densitas elektron, serta ukuran butir yang lebih besar terjadi pada minggu ke-7 sejak OVX. Hasil perlakuan ketiga jenis diet nano kalsium fosfat pada riset tahap tiga menunjukkan bahwa tikus osteoporosis pasca-OVX yang diberi diet dengan nano kalsium 0,4% memberikan hasil yang lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan tikus osteoporosis pasca-OVX yang diberi diet dengan kandungan nano kalsium 0,1% dan 0,7%.
Calcium suplements are used as an aid in the prevention of osteopenia and osteoporosis, and also for the treatment of patients when used along with medication. This study analyzed precise measurements for physic-medical bones of ovariectomized white rats (Rattus norvegicus) which were conditioned in a nano calcium phosphate diet treatment. The goal was to get the right method for detecting bone rebalancing from animal models that had a nano calcium phosphate diet in postovariectomy (post-OVX) condition for osteoporosis bone repair. This research was qualitatively and quantitatively conducted in a series of studies and divided into three work procedures. The first step was the production of a nano calcium phosphate diet. Three types, namely A (diet with 0.1% nano calcium according to normal needs), B (diet with 0.4% nano calcium) and C (diet with 0.7% nano calcium). The second step was rats OVX surgery and the rats were maintained normally up to osteoporosis stage. The parameters measured in the second step were serum and bone minerals, bone functional groups, morphology, crystalline structure and density of the tibia and femur that were carried out every two weeks during the osteoporosis process. The third step involved the osteoporosis rats (ovariectmized rats) that had the nano calcium phosphate diet treatment. The parameters analyzed were dry matter consumption, calcium consumption, feces in calcium, percentage of calcium absorption, calcium, magnesium and phosphorus content in serum, femur and tibia, bone functional groups, morphology, crystal structure and femur and tibia bone density during the recovery process. The characterization were Transmission Electron Microscopy (TEM), Atomic Absorption Spectroscopy (AAS), Ultraviolet-Visible (Uv-Vis), Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR), Scanning Electron Microscopy / Energy Dispersive Spectroscopy (SEM / EDS), X-ray Diffraction (XRD) and Computed Tomography (CT) Scan. The free t-test was applied to analyzed the data, by comparing the results obtained between non-OVX and OVX rats and comparing the results of rats grouped diet A with B and diet B with C. The relationship between the detection method and biological data was tested by multiple regression analysis. Based on the data obtained, the first step results informed that the nutritional and mineral contents of the diet were in accordance with diet standards which were recommended by the National Research Council (NRC) USA. The second test results showed that ovariectomized rats had the signs of osteoporosis with decreasing in calcium levels in serum, femur and tibia, in phosphate ions and electron density, and increasing larger grain size occurred in the 7th week since OVX. The third step results revealed that post-OVX osteoporosis rats in the 0.4% nano calcium diet showed more effective and efficient bone-rebalancing compared to post-OVX osteoporosis rats in 0.1% or 0.7% nano calcium."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rani Isfandria
"Latar Belakang: Pengisian dengan kon gutaperca berlapis resin (GBR) dan siler resin metakrilat menciptakansuatu sistem monoblok tersier. Tujuan: menganalisis perbandingan kerapatan antara pengisian GBR dan gutaperca konvensional (GK) dengan siler resin metakrilat di daerah sepertiga apeks.Metode:Tiga puluh dua gigi insisif bawah, dibagi dua kelompok sama besar, yaitu kelompok GBR dan GK dengan masing-masing kelompok menggunakan siler resin metakrilat. Setelah pengisian saluran akar dengan tekniksingle-cone, sampel diinkubasi (370C, 24 jam), kemudian dibelah dua secara vertikal. Dilakukan pemeriksaan kerapatan sepertiga apeks berdasarkan celah mikro yang ada pada daerah 5mm dari apeks menggunakan SEM dan diberi skor. Analisis data menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Hasil: Skor 0 terbanyak pada GBR 43.8%,skor 1 terbanyak pada GK 81,3%% (165), skor 2 0% dan skor 3 terbanyak pada GBR 12.5%.Kesimpulan: Kerapatan hasil pengisian dengan kon gutaperca berlapis dibanding gutaperca konvensional dengan masing-masing kelompok menggunakan siler resin metakrilat pada sepertiga apeks tidak ada perbedaan bermakna walaupun secara subtansi jumlah celah mikro pada kelompok gutaperca berlapis lebih sedikit didaerah sepertiga apeks

Background:Resin-coatedguttapercha as aroot canal obturation material is the system of tertiary monoblock. Purpose: to compare sealability of obturation using methacrylate resin-based root canal sealer between GBR dan GK group. Methods: Thirty two human lower insisive was used as specimen.All specimen was prepared using REVO-S and divided randomly into two groups. First group, GBK was obturated with resin-coated guttapercha andmethacrylate resin-based root canal sealer; while GK group was obturated with conventional guttapercha with the same sealer.Afterobturation, the specimens were incubated (370C, 24 h), then the speciments was cut verticaly. The gap existance was measured using SEM and given score 0-3. Theresults were statistically analyzed with Kolmogorov Smirnov test. Results:Thelargest proportion distribution in GBR group was score 0 (43.8%), whilst the largestproportion distribution in GK group was score 1 (81.3%), both these groups has no score 2, and the largest proportion distribution in GBR was score 3(12.5%) Conclusion: Resin-coated guttapercha as an obturation material hadinsignificancy diffrence statisticaly than conventional guttapercha of sealing ability, despite resin-coated guttapercha showed better sealing ability substantially.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dwianti Westari
"Sistem klasifikasi diabetes sangat berguna di bidang kesehatan. Dataset Pima Indian Diabetes (PID) digunakan untuk melatih dan mengevaluasi algoritma ini. Rentang nilai yang tidak seimbang pada atribut mempengaruhi kualitas hasil klasifikasi, sehingga perlu dilakukan preprocess data yang diharapkan dapat meningkatkan akurasi dari dataset hasil klasifikasi PID. Dua jenis metode yang digunakan yaitu normalisasi min-max dan normalisasi z-score. Kedua metode normalisasi ini digunakan dan akurasi klasifikasi dibandingkan. Sebelum dilakukan proses klasifikasi data, data dibagi menjadi data latih dan data uji. Hasil pengujian klasifikasi menggunakan algoritma K-Means menunjukkan bahwa akurasi terbaik terletak pada dataset PID yang telah dinormalisasi menggunakan metode normalisasi min-max, yaitu 79% dibandingkan dengan normalisasi z-score.

The diabetes classification system is very useful in the health sector.. The Pima Indian Diabetes (PID) dataset is used to train and evaluate this algorithm. The unbalanced value range in the attributes affects the quality of the classification result, so it is necessary to preprocess the data which is expected to improve the accuracy of the PID dataset classification result. Two types methods are used that are min-max normalization and z-score normalization. These two normalization methods are used and the classification accuracies are compared. Before the data classification process is carried out, the data is divided into training data and test data. The result of the classification test using the K-Means algorithm has shown that the best accuracy lies in the PID dataset which has been normalized using the min-max normalization method, which 79% compared to z-score normalization"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zaima Amalia
"Keamanan pangan merupakan salah satu isu internasional. Bahaya penggunaan antibiotik pada budidaya hewan menjadi salah satu penyumbang timbulnya resistensi pada manusia. DiIndonesia, lazim digunakan antibiotik sebagai growth promotor pada budidaya hewan.Larangan penggunaan hormon dan antibiotik imbuhan pakan tertulis dalam Undang-UndangNo. 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang kemudian diperjelasdengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 14/Permentan/PK.350/5/2017 tentang Klasifikasi Obat Hewan. Tesis ini membahas faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan kebijakan larangan penggunaan hormon dan antibiotik imbuhan pakan, khususnya faktor kesehatan, hukum, politik, dan ekonomi. Penelitian menggunakan studi deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan menggunakan wawancara mendalam dan studi literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor ekonomi memiliki pengaruh lebih kuat dibandingkan faktor politik, hukum dankesehatan.

Food safety is an international issue. Using antibiotic in poultry production is dangerous and it could be caused of antibiotic antimicrobial resistance for human. In Indonesia, poultries using antibiotic as growth promoter AGP. The prohibition of hormones andantibiotics as feed additive using written in Act 18 of 2009 on Livestock and Animal Health, which is then clarified by the Regulation of the Minister of Agriculture No.14 Permentan PK.350 5 2017 on Classification of Animal Drugs. This thesis discusses the factors that influence the making policy of prohibiting the use ofhormones and antibiotics as feed additive, especially health, legal, politic, and economicfactors.This is a descriptive study by qualitative approach. The data were collected by of in depthinterview and literature review. The result is the economy factor is more influence thanpolitic, legal and health`s factor."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T47574
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Francette Col, Nananda
Worcester, Mass: Tatnuck Bookseller Press, 1997
615.854 FRA w
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Dhati Aulia Sari Junaidi
"Captopril adalah inhibitor oral aktif angiotensin converting enzyme ACE yang telah banyak digunakan untuk pengobatan hipertensi dan gagal jantung kongestif. Captopril memiliki waktu paruh biologis yang pendek dan bioavailabilitas yang rendah, sehingga obat harus dikonsumsi berulang kali untuk mendapatkan efek terapeutik yang diharapkan. Mikroenkapsulasi obat dengan menggunakan polimer biodegradabel adalah salah satu alternatif untuk meniminalkan kekurangan tersebut.
Dalam penelitian ini polipaduan poli asam laktat dengan polikaprolaton digunakan sebagai material yang akan mengenkapsulasi captopril. Mikrokapsul dibuat dengan metode penguapan pelarut minyak dalam air dengan menggunakan larutan Tween 80 sebagai emulsifier. Variasi dilakukan pada kecepatan pengadukan emulsi dan waktu pengadukan dispersi. Kondisi optimum untuk mikroenkapsulasi adalah 60 PLA : 40 PCL dengan konsentrasi tween 80 0,5 . Efisiensi enkapsulasi captopril optimum sebesar 90,63 . Uji disolusi yang dilakukan selama 55 jam, menunjukkan hasil pelepasan obat sebesar 14,05 dalam larutan pH 1,2 dan 15,56 pada pH 7,4.

Captopril is an active oral angiotensin converting enzyme ACE inhibitor that has been widely used for the treatment of hypertension and congestive heart failure. Captopril has a short biological time and low bioavailability, which allows it to be used for the expected therapeutic effect. Microencapsulation of drugs by using biodegradable polymers is one of the alternatives to minimize the deficiency.
In this study polyblend poly lactic acid with polycaprolactone as a material that will encapsulate captopril. The microcapsules are prepared by an oil boosting method in the air by using Tween 80 solution as emulsifier. Variations were performed at the speed of the emulsion stirring and the stirring time of the dispersion. The optimum condition for microencapsulation is 60 PLA 40 PCL with 80 tween 80 concentration. Optimum captopril encapsulation efficiency was 90.63 . Dissolution test conducted for 55 h, showed drug release result of 14,05 in solution of pH 1,2 and 15,56 at pH 7.4.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
T51460
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purnamawati
"Latar Belakang: Sel punca mesenkimal SPM asal jaringan lemak ASCs dan tali pusat UCSCs merupakan sumber sel punca yang umum digunakan pada terapi seluler. SPM berkomunikasi dengan sel kanker diantaranya melalui berbagai faktor biologis aktif yang dinamakan sekretom. Lingkungan mikro kanker yang hipoksik dapat memberi pengaruh berbeda pada interaksi ini. Efek interaksi sekretom SPM terhadap agresivitas sel punca kanker payudara hingga kini belum banyak diketahui.
Tujuan: Menganalisis berbagai penanda agresivitas yang berkaitan dengan pertumbuhan dan ketahanan hidup viabilitas, proliferasi, sifat pluripotensi OCT4 dan SOX2, tumorigenik MFU, progresif-agresif TGF-?1 dan T?R1, penanda kepuncaan dan kemampuan detoksifikasi ALDH1A1 dan ALDH1A3, serta sifat invasif MMP2 dari sel punca kanker payudara BCSCs ALDH paska interaksi dengan sekretom dari conditioned medium CM SPM asal tali pusat dan jaringan adiposa yang diproduksi dalam kondisi normoksia maupun hipoksia.
Metode: Studi eksperimental in vitro menggunakan CM UCSCs dan ASCs normoksia dan hipoksia yang disuplementasikan pada medium asal DMEM-F12 dari sel punca kanker payudara BCSCs ALDH dengan konsentrasi 50 v/v selama 72 jam. Analisis uji viabilitas dan proliferasi, q-RT-PCR ekspresi mRNA ALDH1A1, ALDH1A3, OCT4, SOX2, MMP2, TGF-?1 dan T?R1 serta uji MFU dari BCSCs ALDH dilakukan untuk mengetahui efek dari sekretom dalam CM terhadap agresivitas BCSCs ALDH.
Hasil: Sekretom dalam CM-UCSCs dapat meningkatkan agresivitas BCSCs melalui peningkatan penanda invasif ndash;agresif dan detoksifikasi. Sekretom dalam CM-ASCs dapat meningkatkan agresivitas BCSCs melalui peningkatan penanda pluripotensi, invasif dan detoksifikasi. Prekondisi hipoksia pada CM-SPM dapat meningkatkan potensi agresivitas lebih tinggi daripada CM normoksia. Perbedaan regulasi viabilitas dan proliferasi serta turunnya penanda tumorigenik BCSCs paska suplementasi CM perlu diinterpretasikan dengan hati-hati dan masih memerlukan verifikasi.
Kesimpulan: Sekretom dalam CM UCSCs maupun ASCs dapat memberikan efek meningkatkan sifat agresif dari BCSCs ALDH. Preparasi hipoksia pada produksi CM cendrung lebih mendukung sifat agresif dari BCSCs ALDH dibandingkan CM normoksianya. Perbedaan regulasi viabilitas dan proliferasi serta turunnya penanda tumorigenik pada BCSCs paska suplementasi CM SPM masih membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk menganalisis dasar molekuler yang menyebabkannya.

Background: Adipose and umbilical cord tissue derived mesenchymal stem cells MSCs are the most common sources that are used in various cellular therapies. MSCs are known to communicate with cancer cells through their secretomes. The hypoxic microenvironment of cancer may cause different effects on this interaction. Effects of MSC secretomes against the aggressiveness of breast cancer stem cells BCSCs ALDH have not been widely investigated.
Aim: To analyze various markers of aggressiveness that are associated with growth and survival viability, proliferation, pluripotency OCT4 and SOX2, tumorigenic MFU, progressive aggressive TGF 1 and T R1, stemness and detoxification ALDH1A1 and ALDH1A3, as well as the invasive nature MMP2 of BCSCs ALDH post interaction with both normoxic and hypoxic MSC secretomes.
Methods: The in vitro experimental study using conditioned medium CM of MSCs produced in normoxic and hypoxic condition that were supplemented in medium of BCSCs ALDH with concentrations of 50 v v for 72 hours. Analysis of viability, proliferation, and q RT PCR of ALDH1A1, ALDH1A3, OCT4, SOX2, MMP2, TGF 1 and T R1 mRNA as well as MFU assay were performed to determine the effect of secretomes on the aggressiveness of BCSCs ALDH.
Results: Secretomes of UCSCs supported the aggressiveness by increasing invasive aggressive and detoxification markers, while secretomes of ASCs supported the aggressiveness by increased pluripotency, invasive and detoxification markers. Hypoxic preconditioning of MSC secretomes increased the potential for aggressiveness higher than normoxic secretomes. Differences in viability and proliferation regulation and the decrease in BCSCs tumorigenic post secretomes supplementation need to be interpreted carefully and further verification.
Conclusion: Supplementation of MSC secretomes increased the aggressive properties of BCSCs ALDH. The hypoxic secretomes tend to favor the aggressive nature of BCSCs ALDH compared to its counterpart. Differences in viability and proliferation regulation as well as the decrease in tumorigenic markers in BCSCs after MSC secretomes supplementation still need further research to analyze the molecular underlying basis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>