Ditemukan 101902 dokumen yang sesuai dengan query
Mahmud Barkah
"Pasar Modal merupakan sarana investasi bagi investor yang ingin memperoleh keuntungan. Salah satu bentuk intrumen investasi yang ada di Pasar Modal adalah Obligasi. Perlindungan investor merupakan satu kata kunci di Pasar Modal. Perlindungan merupakan kebutuhan dasar investor yang harus dijamin keberadaannya. Hal ini sangat penting dan mutlak karena bagaimana mungkin investor menanamkan dananya jika tidak ada jaminan perlindungan terhadap investasinya. Sampai saat ini, baru terdapat satu putusan pengadilan yang menangani kasus terkait Emiten Gagal Bayar. Putusan pengadilan tersebut adalah Putusan Mahkamah Agung Nomor 146PK/Pdt.Sus-Pailit/2016.
Tujuan dari penulisan penelitian ini adalah untuk mengkaji perlindungan hukum yang diberikan kepada pemegang Obligasi terhadap Emiten Gagal Bayar dilihat berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal dan untuk mengkaji apakah Putusan Mahkamah Agung Nomor 146PK/Pdt.Sus-Pailit/2016 sesuai dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, diperoleh beberapa kesimpulan antara lain: 1) perlindungan hukum yang diberikan kepada pemegang Obligasi terhadap Emiten Gagal Bayar berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal bersifat preventif dan represif; dan 2) Putusan Mahkamah Agung Nomor 146PK/Pdt.Sus-Pailit/2016 telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal, khususnya mengenai posisi Wali Amanat dalam mewakili kepentingan pemegang Obligasi di dalam maupun di luar pengadilan.
Capital Market is an investment tool for investors who want to get profit. One of the investment instruments in Capital Market is Bond. Investor protection is one of the keywords in Capital Market. Protection is a basic need of investors in which its availability must be guaranteed. Investor Protection is very important because how could investor have their money invested without any guarantee or protection to their investment. To date, there is only one court judgment related to Default Issuer. It is the Decision Of Supreme Court Number 146PK/Pdt.SusPailit/2016. The purpose of this thesis is to examine the legal protection provided to the Bond Holders against Default Issuer in accordance with laws and regulations in Capital Market, and to examine the conformity of the Decision Of Supreme Court Number 146PK/Pdt.Sus-Pailit/2016 with the Law Number 8 Year 1995 concerning the Capital Market. Based on the analysis, some conclussions are made, among others: 1) legal protection given to the Bond Holders against Default Issuer pursuant to laws and regulations in the Capital Market is preventive and repressive; and 2) Decision Of Supreme Court Number 146PK/Pdt.SusPailit/2016 is made in accordance with the Law Number 8 Year 1995 concerning the Capital Market, especially regarding the role of Trust-Agent in representing the interest of Bond Holders inside and outside the court."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T49231
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Annov Hari Prabowo
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52247
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Kamilia Savira
"Fokus dari penelitian ini adalah pada terbitnya sertipikat ganda yang dalam kenyataannya telah memicu terjadinya sengketa, seperti yang ditemukan dalam Putusan Mahkamah Agung No 1693 K/Pdt/2018. Hal tersebut menjadikan pemegang hak atas tanah yang sebenarnya tidak terlindungi, walaupun sertipikat sebagai tanda bukti hak atas tanah sebagai alat pembuktian yang kuat yang telah dimilikinya. Oleh karena itu permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah tentang perlindungan hak dan kepastian hukum bagi pemegang sertipikat hak atas tanah yang sebenarnya terkait terbitnya sertipikat ganda dan penyelesaian sengketa mengenai status tanah dan/atau pemegang hak atas tanah sebagai akibat dari adanya sertipikat ganda. Dalam penelitian ini, metode yang dipergunakan adalah yuridis normatif. Adapun pengumpulan datanya dilakukan melalui studi dokumen (kepustakaan). Data sekunder yang diperoleh, dianalisis secara kualitatif. Penelitian ini menemukan bahwa UU No. 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria sebagai dasar dari Hukum Tanah Nasional tidak secara jelas memberikan perlindungan tersebut. Namun peraturan pelaksananya yaitu PP No. 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah, khususnya Pasal 32 ayat (2) memberikan perlindungan melalui lembaga rechtsverwerking. Majelis Hakim dalam Putusan a quo juga menguatkan perlindungan semacam itu. Dengan adanya putusan tersebut maka BPN cq Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya harus melakukan pembatalan terhadap sertipikat yang cacat hukum. Adapun penyelesaian sengketa terkait sertipikat ganda itu sendiri semestinya tidak perlu menggunakan mekanisme litigasi karena dapat diselesaikan langsung di Badan Pertanahan Nasional sesuai dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional 21 Tahun 2020 tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan yaitu dengan melakukan pembatalan sertipikat.
The focus of this research is on the issuance of the dual certificates which in fact have triggered. Land disputes, as found in the Supreme Court Decision No. 1693 K/Pdt/2018 of the land that has been owned. Therefore, the problem raised in this research is about the protection of rights and legal certainty for land rights certificate holders which are actually related to the issuance of dual certificates. In addition, the settlement of disputes regarding the status of land and/or holders of land rights as a result of the existence of multiple certificates. In this study, the method used is normative juridical order. The data collection is done through the study of the documents (library). Furthermore, the secondary data obtained were analyzed qualitatively. This research found that Act Law no. 5/1960 concerning Basic Agrarian Regulations as the basis of the National Land Law does not clearly provide such protection. However, the implementing regulations, namely Government Regulations No. 24/1997 on Land Registration, in particular Article 32 paragraph (2) provides protection through the rechtsverwerking institution. The Panel of Judges in the a quo Decision also strengthens such protection. Furthermore, with this decision, the BPN cq the Regency/Municipal Land Office must cancel the legally flawed certificate. The land dispute resolution related to the dual certificates itself should not need to use a litigation mechanism because it can be resolved directly at the National Land Agency in accordance with the Regulation of the Minister of Agrarian Affairs and Spatial Planning/National Land Agency 21 of 2020 concerning Settlement of Land Cases, namely by canceling the certificate."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Togar, Evan
"Skripsi ini membahas mengenai perlindungan hukum bagi pemegang obligasi dalam hal emiten dicabut izin usahanya. Pada skripsi ini akan dibahas mengenai dua hal. Pertama, pembahasan mengenai perlindungan hukum kepada pemegang obligasi subordinasi dalam hal emiten bank dicabut izin usahanya. Kedua, pembahasan mengenai pertanggungjawaban wali amanat dalam hal emiten bank penerbit obligasi dicabut izin usahanya. Pembahasan ini akan dilakukan berdasarkan teori dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta kasus pengajuan gugatan ganti rugi terhadap PT. Bank Global Internasional Tbk., sebagai emiten yang terdapat dalam Putusan Pengadilan Tinggi Nomor 213/PDT/2013/PT.DKI jo. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 255/PDT.G/2008/PN.JKT.PST. Isu perlindungan pemegang obligasi subordinasi menjadi pusat perhatian bagi pemegang obligasi subordinasi dalam pencabutan izin usaha emiten. Aspek hukum perlindungan pemegang obligasi digolongkan menjadi tiga, yakni aspek hukum perlindungan pemegang obligasi subordinasi dalam proses likuidasi emiten, aspek hukum perlindungan pemegang obligasi subordinasi setelah emiten dilikuidasi, dan aspek hukum perlindungan melalui pengadilan.
This thesis discusses about legal protection for the holders of bonds in terms of its business licence revoked issuers. This thesis focuses mainly on three issues. First, discussion of legal protection to holders of subordinated bonds in the event the issuer bank revoked permission for his efforts. Secondly, a discussion of trustee liability in terms of issuers of bonds issuing bank were revoked. This discussion will be conducted based on the theory and the applicable legislation, as well as cases of filing a lawsuit for damages against PT. Bank Global International Tbk., as issuers contained in High Court Decision Number 213/PDT/2013/PT.DKI jo. District Court Decision Number 255/PDT.G/2008/PN.JKT.PST. The issue of the protection of holders of subordinated bonds have become the center of attention for the holders of subordinated bonds in the revocation effort issuers. The legal aspects of the protection of the holders of the bonds are classified into three, namely, the legal aspects of the protection of holders of subordinated bonds in the process of liquidation of the issuer, the legal aspects of the protection of holders of subordinated bonds after issuers are liquidated, and legal aspects of protection through the courts."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S55933
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Inggri Vinaya
"Penelitian ini membahas mengenai keabsahan sertifikat jaminan fidusia yang merupakan perlindungan hukum bagi penerima fidusia atas perjanjian pembiayaan yang disepakati dengan pemberi fidusia. Dalam hal pemberi fidusia melakukan wanprestasi maka penerima fidusia dapat melakukan eksekusi terhadap objek jaminan fidusia. Adanya titel eksekutorial pada jaminan fidusia menjadi perlindungan pada penerima fidusia dimanapun objek jaminan fidusia itu berada. Pada pendaftaran objek jaminan fidusia para pihak harus menggunakan objek jaminan milik pemberi fidusia. Hal itu telah ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. Pada putusan Mahkamah Agung Nomor 3584 K/PDT/2018 objek jaminan tidak atas nama pemberi fidusia sehingga berakibat tidak sahnya sertifikat jaminan fidusia dan pemberi fidusia yang cidera janji merugikan penerima fidusia karena tidak dapatnya objek jaminan tersebut dieksekusi oleh penerima fidusia. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah keabsahan sertifikat jaminan fidusia yang objek jaminan tidak atas nama pemberi fidusia dan tanggung jawab debitur atas cidera janji dalam perjanjian pembiayaan konsumen. Penelitian permasalahan menggunakan metode penelitian yuridis normatif yaitu analisis berdasarkan teori dan peraturan perundang-undangan tentang jaminan fidusia dan wanprestasi. Analisis data yang dilakukan adalah diagnostik berdasarkan ketentuan mengenai jaminan fidusia, perjanjian pembiayaan konsumen dan wanprestasi. Dalam hal perjanjian pembiayaan, sertifikat jaminan fidusia sah jika objek jaminan merupakan milik pemberi fidusia agar memberi perlindungan kepada para pihak dan untuk mencegah terjadinya permasalahan seharusnya objek jaminan langsung dibaliknamakan kepemilikannya. Kerugian yang dialami kreditur akibat cidera janji harus dipertanggungjawabkan oleh debitur berdasarkan perjanjian pokok yang disepakati para pihak. Oleh karena itu kreditur harus meminta ganti rugi kepada debitur.
This research discusses the validity of the fiduciary guarantee certificate which is a legal protection for the fiduciary recipient of the agreed financing agreement with the fiduciary. In the event that the fiduciary performs default, the fiduciary recipient can execute the fiduciary security object. The existence of the executorial title on the fiduciary guarantee protects the fiduciary recipient wherever the object of the fiduciary guarantee is. In registering the object of fiduciary security, the parties must use the object of the guarantee belonging to the fiduciary. This has been stipulated in Law Number 42 of 1999 concerning Fiduciary Security. In the decision of the Supreme Court Number 3584 K / PDT / 2018, the object of guarantee is not in the name of the fiduciary, which results in invalidation of the fiduciary certificate and the fiduciary who fails to promise to harm the fiduciary recipient because the fiduciary recipient cannot execute the guarantee object. The problems discussed in this study are the validity of the fiduciary guarantee certificate, which the object of guarantee is not in the name of the fiduciary and the debtor's responsibility for default in the consumer financing agreement. Research on the problem uses the normative juridical research method, namely analysis based on theory and legislation on fiduciary and default guarantees. The data analysis performed was a diagnostic based on the provisions regarding fiduciary security, consumer financing agreements and defaults. In the case of a financing agreement, the fiduciary guarantee certificate is valid if the collateral object is the property of the fiduciary in order to provide protection to the parties and to prevent problems from occurring, the object of guarantee should be immediately reversed in the name of its ownership. Losses suffered by the creditor due to default must be accounted for by the debtor based on the main agreement agreed by the parties. Therefore, the creditor must ask for compensation from the debtor."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Fahrul Fauzi
"Para pemegang sertipikat hak guna bangunan atas hak pengelolaan milik PT. KBN (Persero) mengajukan gugatan ke pengadilan tata usaha negara. Objek sengketa berupa surat keputusan direksi tentang tarif perpanjangan hak dan sikap diam terhadap permohonan rekomendasi perpanjangan hak yang telah diajukan. Putusan No. 171 PK/TUN/2016 yang berkekuatan hukum tetap memenangkan pihak KBN tetapi perlindungan hukum tetap harus diberikan para pemegang hak guna bangunan atas hak pengelolaan. Pokok permasalahan yang dibahas adalah mengenai implementasi pemberian dan perpanjangan hak guna bangunan serta perlindungan hukum bagi pemegang sertipikat hak guna bangunan dalam Putusan No. 171 PK/TUN/2016. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan memanfaatkan data sekunder untuk membahas pokok permasalahan dari sudut pandang hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi pemberian hak guna bangunan yang dilakukan KBN pada tahun 1988 hingga 1990 telah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977. Sedangkan, implementasi perpanjangan hak guna bangunan yang sebagian besar berakhir pada 2013 hingga 2014 menghadapi problematika yang berujung penyelesaian di pengadilan. Pengenaan tarif pemanfaatan tanah oleh KBN merupakan salah satu kewenangan yang dimiliki oleh pemegang hak pengelolaan. Oleh karena itu, pemegang sertipikat hak guna bangunan tetap harus membayar tarif yang disyaratkan untuk dapat memperpanjang haknya. Namun perlindungan hukum terhadap pemegang hak guna bangunan tetap harus diberikan berupa perlindungan terhadap hak prioritas perpanjangan hak dan perlindungan hukum terhadap operasional bisnis, bangunan, serta benda milik pemegang hak guna bangunan. Beberapa perjanjian penggunaan tanah industri terdahulu telah menjanjikan hak prioritas perpanjangan hak guna bangunan sehingga KBN terikat untuk memenuhi hak itu apabila pemegang hak guna bangunan yang telah memenuhi persyaratan. Tidak diperpanjangnya hak guna bangunan juga dapat berimbas pada terhambatnya operasional bisnis, resiko kehilangan bangunan, dan bertambahnya pengeluaran bagi pemegang hak guna bangunan. Sehingga diperlukan perlindungan hukum dan mekanisme penyelesaian yang dapat meringankan beban kerugian pemegang hak guna bangunan. Selain itu, kekosongan hukum yang terjadi pasca dicabutnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 juga kurang memberikan jaminan kepastian hukum bagi pemegang hak guna bangunan di atas tanah hak pengelolaan.
The holders of the certificate of right to build on the right of management belonging to PT KBN (Persero) filed a lawsuit to the state administrative court. There are two objects of dispute, namely director letters concerning the cost of extending the right and silence/rejection on the application for a recommendation for the extension of the right that has been submitted. Supreme Court Decision No. 171 PK/TUN/2016, which has been inkracht won KBN, must still give legal protection to the holders of the right to build on the right of management. The main issues discussed are the implementation of the granting and extension of the right to build and the legal protection for the holders of the certificate of the right to build in the Supreme Court Decision No. 171 PK/TUN/2016. The research method used is normative legal research by utilizing secondary data to discuss the subject matter from the applicable laws and regulations. This study indicates that the implementation of the granting of the right to build carried out by KBN from 1988 to 1990 was following the applicable legislation, namely the Minister of Home Affairs Regulation No. 1 of 1977. Meanwhile, the implementation of the extension of right to build, which mostly ended in 2013 to 2014, faced problems that led to a settlement in court. The imposition of fees for land use by KBN is one of the powers possessed by the holder of the right of management. Therefore, the holders of the certificate of right to build still has to pay the required fee to extend their right. However, it must still give legal protection for the holders of the right to build in the form of protection of the priority right of the extension of the right and legal protection of business operations, buildings, and objects belonging to the holders of the right to build. Several previous industrial land use agreements have promised priority rights to extend the right to build so that KBN is bound to fulfill these rights if the holders of the right to build have fulfilled the requirements. The non-extension of the right to build can also impact the delay of business operations, the risk of losing the building, and increasing expenses for the holders of the right to build. So that legal protection and settlement mechanisms are needed can ease the burden of losses for the holders of the right to build. In addition, the legal vacuum that occurred after the revocation of the Minister of Home Affairs Regulation Number 1 of 1977 also did not guarantee legal certainty for holders of the right to build on the right of management."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Alyssa Ghassani
"Skripsi ini membahas mengenai pengalihan hubungan kerja dalam lingkup outsourcing dengan menganalisis Putusan Mahkamah Agung No. 53K/Pdt.Sus-PHI/2016.
Pembahasan diawali dengan penjabaran mengenai perlindungan pekerja sesuai peraturan ketenagakerjaan Indonesia. Kemudian, akan ditelaah seputar outsourcing dan pengalihan hubungan kerja. Pembahasan dalam skripsi ini ditulis berdasarkan metode yuridis normatif dengan pendekatan deskriptif-analitis dan menggunakan data sekunder. Teknik pengumpulan data penelitian ini menggunakan studi dokumen dan juga wawancara kepada narasumber. Hasil dari penelitian menemukan bahwa pengalihan hubungan kerja akan terjadi jika terdapat pelanggaran peraturan perundang-undangan mengenai
outsourcing. Dalam Putusan Mahkamah Agung No. 53K/Pdt.Sus-PHI/2016, terdapat pelanggaran ketentuan outsourcing dan terdapat ketidakpastian mengenai pemberian hak pekerja. Untuk memastikan perlindungan hak pekerja, peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan perlu mengatur outsourcing dan pengalihan hubungan kerja secara lebih detil.
This thesis discusses the transfer of employment relationship within the scope of outsourcing by analyzing the Supreme Court's Decision No. 53K/Pdt.Sus-PHI/2016. The discussion begins with a description of the protection of labors in accordance with Indonesian labor regulations. Then, will be followed by the discussion of outsourcing and transfer of employment relationship. The discussion in this thesis is written based on the juridical normative method with a descriptive-analytics approach dan used secondarydata. The data collection technique used in this research is document studies and interviews with practitioners. The result of the study found that the transfer of employment relationship will occur if there are violations of regulations regarding outsourcing. In the Supreme Court Decision No. 53K/Pdt.Sus-PHI/2016, there are violations of outsourcing provisions and there is uncertainty regarding the granting of labors' rights. To ensure the protection of labors' rights, labor laws and regulations need to regulate outsourcing and transfer employment relationship in more detail."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Alyssa Ghassani
"Skripsi ini membahas mengenai pengalihan hubungan kerja dalam lingkup outsourcing dengan menganalisis Putusan Mahkamah Agung No. 53K/Pdt.Sus-PHI/2016. Pembahasan diawali dengan penjabaran mengenai perlindungan pekerja sesuai peraturan ketenagakerjaan Indonesia. Kemudian, akan ditelaah seputar outsourcing dan pengalihan hubungan kerja. Pembahasan dalam skripsi ini ditulis berdasarkan metode yuridis normatif dengan pendekatan deskriptif-analitis dan menggunakan data sekunder. Teknik pengumpulan data penelitian ini menggunakan studi dokumen dan juga wawancara kepada narasumber. Hasil dari penelitian menemukan bahwa pengalihan hubungan kerja akan terjadi jika terdapat pelanggaran peraturan perundang-undangan mengenai outsourcing. Dalam Putusan Mahkamah Agung No. 53K/Pdt.Sus-PHI/2016, terdapat pelanggaran ketentuan outsourcing dan terdapat ketidakpastian mengenai pemberian hak pekerja. Untuk memastikan perlindungan hak pekerja, peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan perlu mengatur outsourcing dan pengalihan hubungan kerja secara lebih detil.
This thesis discusses the transfer of work relations within the scope of outsourcing by analyzing the Supreme Court Decision No. 53K/Pdt.Sus-PHI/2016. The discussion begins with a description of the protection of workers in accordance with Indonesian labor regulations. Then, it will be examined about outsourcing and the transfer of employment relationships. The discussion in this thesis is written based on the normative juridical method with a descriptive-analytical approach and uses secondary data. This research data collection technique uses document studies and also interviews with sources. The results of the study found that the transfer of employment relations will occur if there is a violation of laws and regulations regarding outsourcing. In the Supreme Court Decision No. 53K/Pdt.Sus-PHI/2016, there is a violation of the provisions of outsourcing and there is uncertainty regarding the granting of workers' rights. To ensure the protection of workers' rights, labor laws and regulations need to regulate outsourcing and the transfer of employment relationships in more detail."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Indra Khusuma Putra
"Undang-Undang Pokok Agraria pada tahun 1960 merupakan suatu tonggak sejarah dalam Hukum Pertanahan Nasional. Dalam Pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria menjelaskan bahwa untuk menciptakan kepastian hukum pertanahan, maka Pemerintah menyelenggarakan kegiatan pendaftaran tanah, dan atas tanah yang telah didaftarkan tersebut selanjutnya diterbitkan tanda bukti kepemilikan atas tanah yang berguna sebagai alat bukti yang kuat. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah merupakan awal dasar hukum yang menjadi pendukung atas berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria, yang kemudian digantikan oleh PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Dalam Pasal 32 PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah mengatur mengenai kepastian dan perlindungan hukum dari sertipikat tanah. Dengan adanya kedua peraturan yang memberikan perlindungan serta kepastian hukum bagi Warga Negara Indonesia ditandai dengan terbitnya sertipikat. Tetapi di dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat menilai bahwa begitu banyak kesalahan serta kecurangan yang terjadi dalam mencapai perlindungan serta kepastian hukum tersebut. Kita dapat melihat dalam hal terbitnya Sertipikat Hak Milik ganda atas sebidang tanah yang sama yang dimiliki oleh Tuan OR. Penerbitan Sertipikat Hak Milik yang kedua dilakukan oleh Nyonya RMH yang berkedudukan sebagai saudara ipar dari Tuan PM. Sertipikat merupakan salah satu alat bukti yang kuat, tetapi harus diingat bahwa sertipikat bukan merupakan alat bukti yang mutlak, selama dapat dibuktikan sebaliknya didalam persidangan, maka perlindungan serta kekuatan hukumnya akan hilang. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan cara mengkaji suatu kasus dalam suatu putusan, kemudian diterapkan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku serta dituangkan dalam bentuk tulisan deskriptif analitis mengenai pembahasan dari suatu permasalahan yang terjadi.
In 1960, Agrarian Law Number 5 Year 1960 was a pioneer and a foundation of our National Land Law. In article 19th explained that to create the certainty of land law, the Government hold the land registration system, so that for which land that was already registered, must have published with a certificate as a solid or strong evidence. Government Regulation number 10 Year 1961 about Land Registration was a beginning of the basic of law which have been supporting the operation of the Agrarian Law. This regulation was then replaced with Government Regulation Number 24 Year 1997. In article 32th of that new government regulation sets about the legal certainty and the legal protection on a land certificate. But nowadays, we could evaluate that there’re so many mistakes and fraudulence happening in reaching the legal certainty and legal protection. Let us see in writer’s case that there are double certificate published on a land owned by Mr. OR. The second certificate publishing was done by Mrs. RMH whom was Mr. OR’s sister in law. Certificate is a solid or strong evidence, but we should remind that it isn’t an absolute evidence as long as it can be proved in reverse when in trial, so that the legal protection and the legal power vanished. This research was using juridical normative method by researching a case of a court decision, and then arranged with the positive regulation and manifested it in analytical - descriptive written form about researching the problem which occurred. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38885
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Damario Tanoto
"Hak Tanggungan menjamin pelunasan atas utang tertentu, artinya bahwa jika debitur cidera janji, Kreditur pemegang Hak Tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum atas tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan, dengan hak mendahului daripada Kreditur-Kreditur lainnya. Bahwa dalam studi Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 65/Pdt.Bth/2021/Pn.Jkt.Brt. dimana debitur telah tidak memenuhi kewajibannya sesuai perjanjian kredit yang berakibat kreditnya menjadi menunggak, oleh karenanya sesuai dengan hukum perjanjian, Debitur sudah memenuhi kategori wanprestasi/cidera janji dan Bank melakukan lelang atas hak tanggungan yang diberikan oleh debitur. Metode pendekatan yang digunakan Penulis dalam penelitian ini menggunakan metode pendekatan penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif yakni penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Penelitian hukum normatif merupakan penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Bank menjual atas kekuasaan sendiri, bahwa penjualan dilakukan menurut cara yang diatur dalam Pasal 1211 KUHPerdata yaitu dilakukan dengan bantuan langsung oleh Kantor Lelang Negara tanpa memerlukan fiat Pengadilan. Kreditur sebagai pemohon eksekusi dapat melakukan eksekusi obyek hak tanggungan melalui Parate Eksekusi dengan mengikuti ketentuan hukum yang berlaku. Kewenangan untuk menjual atas kekuasaan sendiri ini dikuatkan dengan adanya janji dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT), yang menyatakan bahwa pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri objek Hak Tanggungan apabila debitur cidera janji. Dalam praktiknya untuk mewujudkan prinsip keadilan pada lelang hak tanggungan, maka pelaksanaannya harus menerapkan keadilan kepada semua pihak yang diharapkan akan menimbulkan keadilan terhadap pemohon lelang dan pemilik objek lelang dan calon pembeli objek lelang.
Mortgage guarantees repayment of certain debts, meaning that if the debtor defaults, the Creditor holding the Mortgage has the right to sell through a public auction the land used as collateral according to the provisions of the legislation, with the right to precede other creditors. Whereas in the study of the West Jakarta District Court Decision Number 65/Pdt.Bth/2021/Pn.Jkt.Brt. where the debtor has not fulfilled its obligations according to the credit agreement which resulted in the credit being in arrears, therefore in accordance with the law of the agreement, the debtor has met the category of default/breach of promise and the Bank conducts an auction of the mortgage granted by the debtor. The approach method used by the author in this study uses a normative legal research approach. Normative legal research is research that refers to the legal norms contained in the legislation. Normative legal research is a legal research conducted by examining library materials or secondary data. The bank sells on its own power, that the sale is carried out according to the method regulated in Article 1211 of the Civil Code, namely carried out with direct assistance by the State Auction Office without requiring court fiat. The creditor as the applicant for execution can execute the object of the mortgage through the Execution Parate by following the applicable legal provisions. The authority to sell on its own power is strengthened by the promise in the Deed of Granting Mortgage (APHT), which states that the holder of the first Mortgage has the right to sell on their own power the object of the Mortgage if the debtor is in breach of contract. In practice, to realize the principle of justice in mortgage auctions, the implementation must apply justice to all parties which are expected to create justice for the auction applicant and the owner of the auction object and prospective buyers of the auction object."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library