Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4278 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mia Amira Callista
"ABSTRAK
Latar Belakang: Studi menunjukkan pasien dengan gangguan fungsi ventrikel kanan VKa perioperasi, memiliki luaran mortalitas dan morbiditas yang kurang baik. Akan tetapi, studi yang menilai prediktor disfungsi VKa masih sedikit dan belum pernah dilakukan di Indonesia. Tujuan: Mengidentifikasi faktor-faktor yang apa saja yang dapat menjadi prediktor disfungsi sistolik VKa pada pasien yang menjalani pembedahan katup mitral. Metode: Studi kasus kontrol dilakukan di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita RSJPDHK . Subyek penelitian adalah pasien yang menjalani operasi katup mitral sejak Januari 2016 sampai Februari 2017. Karakteristik dasar, data operasi, pemeriksaan ekokardiografi sebelum dan pasca operasi pre- discharge , serta catatan ruang intensif yang diperoleh dari rekam medis dicatat. Data kemudian diolah dengan analisis bivariat dan multivariat. Hasil Penelitian: Subyek sebanyak 282 pasien dengan 75 mengalami disfungsi Vka dengan TAPSE pascapembedahan

ABSTRACT
Background Studies have shown that patients with right ventricle RV dysfunction perioperatively have worse mortality and morbidity outcomes. Yet studies evaluating predictors of RV dysfunction are still scarce and have never been carried out in Indonesia. Objectives To identify which factors may predict the occurence of postoperative RV systolic dysfunction in patients undergoing mitral surgery. Method Case control study taking place in National Cardiovascular Center Harapan Kita NCCHK . Subjects are patients who underwent mitral surgery in NCCHK from January 2016 until February 2017. Data consisting of basic characteristics, surgical data, echocardiography parameters before and after surgery predischarge , and intensive care unit integrated records acquired from medical records are gathered. Bivariate and multivariate analyses are carried out. Results 282 patients were included in the study, 75 having RV dysfunction with postoperative TAPSE of...
"
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Wendy Marmalata
"Latar Belakang: Pasien yang menjalani bedah katup mitral cenderung mengalami penurunan fungsi ventrikel kanan Vka pasca pembedahan katup. Disfungsi Vka pasca pembedahan katup dapat menetap ataupun mengalami perbaikan di kemudian hari. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi perbaikan fungsi Vka pasca operasi. Namun, belum ada studi yang menilai faktor-faktor yang dapat menjadi prediktor perbaikan fungsi Vka pasca operasi katup mitral dalam suatu studi multivariat.
Tujuan: Mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang dapat menjadi prediktor perbaikan fungsi Vka pada pasien dengan penyakit katup mitral yang mengalami disfungsi Vka segera setelah pembedahan katup mitral.
Metode: Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif yang dilakukan di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita RSJPDHK . Subjek penelitian adalah pasien yang menjalani operasi katup mitral di RSJPDHK sejak Januari 2016 sampai dengan Februari 2017. Data yang diambil yakni karakteristik dasar, data operasi, data obat-obatan pasca operasi, pemeriksaan ekokardiografi sebelum, segera sebelum lepas rawat, dan enam bulan pasca operasi.
Hasil penelitian: Sebanyak 100 subjek yang dinilai pada penelitian ini. Terdapat 68 68 subjek yang mengalami kenaikan fungsi Vka, dan 32 subjek 32 yang tidak. Median TAPSE sebelum lepas rawat meningkat secara signifikan enam bulan pasca operasi dari 1,1 0,6-1,5 menjadi 1,4 0,7-2,8 dengan nilai p

Background In patients undergoing mitral valve surgery, right ventricular function may decline immediately after the surgical procedure. This condition may sometimes remain, but may also improve later on. Many factors have been proposed to account for this phenomenon. As of yet, there are no studies using multivariate analysis to investigate factors that may be predictors of right ventricular function improvement after mitral surgery.
Objective This study aims to identify factors that may be predictors of right ventricular function improvement in patients with right ventricular dysfunction following mitral valve surgery.
Methods This is a retrospective cohort study, taking place at National Cardiovascular Center Harapan Kita NCCHK , Jakarta, Indonesia. Subjects are patients who underwent mitral valve surgery between January 2016 until February 2017. Data taken include basic characteristics, surgical data, drugs prescribed after surgery, and echocardiography data before surgery, predischarge, and six months after surgery.
Results There are 100 subjects who fulfilled the criteria to participate in this study. There are 68 68 cases of right ventricular function improvement and 32 32 cases without improvement. The median of predischarge TAPSE increases significantly six months after surgery, from 1,1 0,6 1,5 to 1,4 0,7 2,8 with p value.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sulistiowati
"ABSTRAK
Latar Belakang. Jaringan parut fibrosis pasca infark berpotensi menyebabkan aritmia fatal, iskemia berulang, gagal jantung, dan kematian jantung mendadak. Deteksi jaringan parut akan menentukan strategi tatalaksana selanjutnya yang menguntungkan setiap pasien. Resonansi magnetik jantung (RMJ) merupakan alat diagnostik baku emas yang tidak dapat diterapkan pada semua pasien. EKG 12 sadapan dapat menjadi pilihan alternatif. Rasio initial dan terminal ventricular activation velocity (vi/vt) pada EKG membandingkan kecepatan impuls listrik pada awal (vi) dan akhir (vt) kompleks QRS. Jaringan parut akan mempunyai vi/vt yang berbeda dari jaringan normal karena kondisi iskemia mengubah aktivitas elektrik dan penjalaran impuls listrik akibat remodeling kanal ion dan proses transport ion.
Metode. Penelitian ini merupakan studi potong lintang, mengikutsertakan subyek yang menjalani RMJ di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita selama Januari 2013-Agustus 2014 yang diambil secara konsekutif. Penilaian jaringan parut miokardium pada RMJ dilakukan dengan teknik late gadolinium enhancement yang dinilai secara kualitatif. Vi/vt diukur secara manual pada EKG 12 sadapan kemudian diambil reratanya pada tiap sadapan bersuaian.
Hasil. Sebanyak 113 subyek laki-laki dengan rerata umur 55.7±9.7 tahun diikutsertakan dalam analisis. Mayoritas subyek mempunyai jaringan parut ≥1 teritori dan melibatkan teritori yang diperdarahi arteri left anterior descending (LAD). Analisis vi/vt secara umum di tiap sadapan menunjukkan nilai vi/vt yang lebih kecil secara signifikan terhadap keberadaan jaringan parut miokardium dengan nilai p<0.001 untuk sadapan V1-V5, p=0.006 untuk sadapan I, aVL, V6 dan p=0.004 untuk sadapan II, III, aVF. Analisis secara spesifik nilai vi/vt sadapan V1-V5 bermakna terhadap teritori LAD yang isolated maupun mixed, sedangkan sadapan I, aVL, V6 dan sadapan II, III, aVF hanya bermakna terhadap jaringan parut yang mixed. Dari analisis ROC didapatkan nilai ambang batas vi/vt ≤1.35 mV di sadapan V1-V5 dengan sensitivitas 71.4% dan spesifisitas 75%. Nilai ambang batas vi/vt di sadapan II, III, aVF adalah ≤1.20 mV dengan sensitivitas 69.4% dan spesifisitas 66.7%.
Kesimpulan. Vi/vt pada EKG 12 sadapan memiliki hubungan dengan lokasi dan keberadaan jaringan parut miokardium. Nilai vi/vt 1.20-1.35 mV berhubungan dengan keberadaan jaringan parut miokardium di teritori LAD dan RCA dengan sensitivitas 69.4-71.4% dan spesifisitas 66.7-75%.

ABSTRACT
Background. Fibrotic scar tissue post infarction may potentially lead to fatal arrhythmias, recurrent ischaemia, heart failure, and sudden cardiac death (SCD). Detecting myocardial scar will guide further treatment which has the most advantages for each patient. Cardiac magnetic resonance (CMR) is still a gold standard which cannot be applied to every patient. A 12-leads ECG might be an alternative. Initial and terminal ventricular activation velocity ratio on surface ECG is comparing elecrical conduction at the beginning (vi) and at the end (vt) of the QRS complex. Myocardial scar tissue will have a different vi/vt than a normal tissue because ischaemia change cellular electrical activity and impulse propagation due to remodelling of intracellular ion channels and transport processes.
Methods. This is a cross-sectional study. A consecutive subjects who underwent CMR in National Cardiac Centre Harapan Kita during January 2013 and August 2014 were included. Myocardial scar were analyzed visually using late gadolinium enhancement CMR. Vi/vt on 12-leads ECG were measured manually on each lead and mean of each contiguous leads were included into analysis.
Results. A total of 113 male subjects with average age of 55.7±9.7 years old were enrolled. Myocardial scar were located in 1 territory or more in most of subjects and left anterior descending (LAD) territory as the most common territory. General analysis of vi/vt in each contiguous leads shows significantly smaller vi/vt value in myocardial scar presence with p value <0.001 in V1-V5 leads, p=0.006 in I, aVL, V6 leads, and p=0.004 in II, III, aVF leads. Specific analysis of vi/vt in V1-V5 leads show significant difference of vi/vt in isolated and mixed scar in LAD territory, meanwhile vi/vt in I, aVL, V6 and II, III, aVF leads show significant difference of vi/vt only in mixed scar in each territory according to contiguous leads. A cut-off value ≤1.35 mV of vi/vt in V1-V5 leads with 71.4% sensitivity and 75% specificity and a cut-off value ≤1.20 mV of vi/vt in II, III, aVF leads with 69.4% sensitivity and 66.7% specificity were obtained by ROC analysis.
Conclusion. Vi/vt on 12-leads ECG associated with myocardial scar presence and location. A value of vi/vt 1.20-1.35 mV associated with myocardial scar presence in LAD territory and RCA territory with 69.4-71.4% sensitivity and 66.7-75% specificity.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lina Yohanes
"Pendahuluan: Obat penyekat beta telah teruji efikasi dan keamanannya pada berbagai penyakit jantung, terutama yang melibatkan ventrikel kiri. Berlawanan dengan hal tersebut, efikasi obat penyekat beta pada ventrikel kanan belum diketahui secara pasti. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan hasil yang inkonsisten. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat efektivitas obat penyekat beta pada disfungsi ventrikel kanan yang terjadi pascaoperasi penggantian katup mitral.
Metode: Disain penelitian adalah kohort retrospektif. Jumlah sampel sebanyak 232 orang, terbagi dalam dua kelompok yaitu menggunakan penyekat beta (n=129) dan tidak menggunakan (n=103). Pengukuran data TAPSE kontrol dilakukan dalam waktu 1-12 bulan dari data pascaoperasi. Kejadian rehospitalisasi dan kematian dinilai 6 bulan pascaoperasi.
Hasil: Penggunaan obat penyekat beta tidak menunjukkan efektivitas dalam memperbaiki nilai TAPSE [median delta TAPSE adalah 4 (7-29) mm pada kelompok penyekat beta vs 4 (-8-20) mm pada kelompok non penyekat beta; p = 0,71]. Angka rehospitalisasi adalah 14,7% (kelompok penyekat beta) vs 8,7% (kelompok non penyekat beta) dengan p = 0,16. Sedangkan angka kematian adalah 0,8% (kelompok penyekat beta) vs 1,9% (kelompok non penyekat beta), p = 0,60.
Kesimpulan: obat penyekat beta tidak memperbaiki disfungsi ventrikel kanan, serta tidak menurunkan angka rehospitalisasi dan kematian pada pasien pascaoperasi penggantian katup mitral.

Introduction: Beta blockers have proven its efficacy and safety in various heart diseases, especially those involving the left ventricle. Contrary to this, the efficacy of beta blocking drugs in the right ventricle is not well known. Some previous studies have shown inconsistent results. This study aims to determine whether there is an effectiveness of beta blocking drugs on right ventricular dysfunction that occurs after mitral valve replacement surgery.
Methods: Design of the study is retrospective cohort. The number of samples is 232 people, divided into two groups, those using beta blocking drugs (n=129) and not using them (n=103). Measurement of control TAPSE data was carried out within 1-12 months of postoperative data. Rehospitalization and mortality incidence were assessed at six months postoperatively.
Result: The use of beta blockers did not show any effectiveness in improving TAPSE value [median delta TAPSE value are 4 (7-29) mm in the beta-blocker group vs 4 (-8-20) in the non beta-blocker group]. The rehospitalization rate is 14,7% (beta-blocker group) vs 8,7% (non beta-blocker group), p = 0,16. While the death rate is 0,8% (beta-blocker group) vs 1,9% (non beta-blocker group), p = 0,60.
Conclusion: beta-blocking drugs do not improve right ventricular dysfunction, and do not reduce rehospitalization and mortality rates in postoperative mitral valve replacement patients.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bimo Bintoro
"Latar Belakang. Pemacuan ventrikel kanan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari tatalaksana bradikardi simptomatik, bradiaritmia, dan kelainan konduksi lainnya. Sayangnya terdapat efek buruk pemacuan ventrikel kanan terhadap disinkroni dan penurunan fungsi ventrikel kiri. Penelitian ini mencoba melihat secara potong lintang hubungan pemacuan ventrikel kanan terhadap kejadian disinkroni dan penurunan fungsi ventrikel kiri.
Metode. Seratus delapan belas pasien dengan disfungsi nodal AV diambil secara konsekutif untuk studi potong lintang, mulai bulan Maret hingga Mei 2013 didapat dari registri divisi Aritmia Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Jakarta. Pasien menjalani pemeriksaan disinkroni dan fungsi ventrikel kiri dengan ekokardiografi. Dilakukan penilaian terhadap interval elektromekanikal dengan doppler jaringan, kemudian dinilai variabel nilai awal yang didapat dari rekam medis pasien.
Hasil. Dalam studi kami, 70 dari 118 (59.3%) pasien mengalami disinkroni dalam rerata durasi pemacuan 4.7 tahun. Terdapat perbedaan signifikan terhadap durasi waktu di kelompok pasien yang mengalami disinkroni intraventrikel dengan yang tidak mengalami disinkroni intraventrikel (5.29 vs 3.27 tahun). Setelah pemacuan ventrikel kanan 6.1 tahun, pasien paska pacu-jantung berisiko untuk mengalami disinkroni intraventrikel dengan OR 4.07 kali. Tidak didapatkan perbedaan bermakna antara pemacuan di apeks RV ataupun RVOT terhadap kejadian disinkroni. Terdapat kecenderungan kejadian disinkroni intraventrikel, disinkroni interventrikel, dan penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri pada pasien-pasien yang mendapatkan pemacuan apeks RV.
Kesimpulan. Semakin lama durasi pemacuan ventrikel kanan, semakin tinggi risiko kejadian disinkroni intraventrikel pada pasien pacu-jantung permanen dengan OR di atas 6.1 tahun adalah 4.07 kali.

Background. Right ventricular pacing is an established therapy from the management of symptomatic bradycardia, brady-arrhytmias, and other conduction disturbances. Unfortunately there are deleterious effects of right ventricular pacing on cardiac synchrony and left ventricular function. This study tried to look cross sectionaly the variable of pacing duration, lead locations to the occurrence of dyssynchrony and decrease left ventricular ejection fraction.
Method. One hundred and eighteen patients with AV nodal dysfunction (SND with AVN dysfunction, AF slow response, Total AV-Block, and AF post AVJ ablation) taken consecutively for this cross-sectional study, from March to May 2013 obtained from the registry division of the National Cardiac Arrhythmia Center Harapan Kita, Jakarta. Patients then undergone echocardiography assessment for cardiac dyssynchrony and left ventricular function. After we assessed of the electromechanical interval with tissue Doppler, we then assessed the value of the basic variables that was obtained from patient medical records.
Results. In our study, 70 of 118 (59.3%) patients had dyssynchrony at a mean duration of pacing disinkroni in 4.7 years. There are significant differences in the duration of time under pacing in the group of patients who experienced intraventricular dyssynchrony (5.29 vs. 3.27 years). In post-cardiac pacemaker patients, there were increased risk by year with peak after 6.1 years of OR 4.07 times. There were no significant differences between pacing lead at the RV apex or RVOT. There is a downward trend in intraventricular and interventricular dyssynchrony, also with poor left ventricular ejection fraction in patients receiving RV apical pacing.
Conclusion. The longer the duration of right ventricular pacing, the higher the risk of intraventricular dyssynchrony in patients with permanent cardiac pacemaker (OR for patients with RV pacing more than 6.1 years is 4.07x).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Agita Maryalda Zahidin
"Latar Belakang: Kompleks prematur ventrikel (KVP) dikaitkan dengan risiko penurunan fungsi ventrikel dan gagal jantung, dan meningkatkan mortalitas jangka panjang. Variasi sirkadian yang rendah merupakan salah satu prediktor terjadinya kardiomiopati yang diinduksi oleh KVP. KVP idiopatik tipe independen merupakan salah satu bentuk dari KVP dengan gambaran distribusi variasi sirkadian yang rendah. Namun tidak semua KVP independen memiliki variasi sirkadian yang rendah. Belum ada studi yang menilai perbedaan fungsi sistolik intrinsik VKi menggunakan global longitudinal strain (GLS) pada KVP idiopatik independen dengan KVP idiopatik non-independen.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara kompleks ventrikel prematur idiopatik tipe independen dengan GLS ventrikel kiri melalui ekokardiografi speckle tracking pada pasien tanpa penyakit jantung struktural.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang dengan menggunakan data pasien aritmia ventrikel idiopatik yang dikumpulkan di RSPJD Harapan Kita Jakarta pada bulan Februari 2021- Mei 2021. Evaluasi KVP idiopatik dilakukan dengan EKG 12 sandapan, pemeriksaan Holter monitoring 24 jam. Data dasar ekokardiografi diambil dan penilaian fungsi sistolik intrinsik ventrikel kiri (Vki) dilakukan menggunakan ekokardiografi speckle tracking dengan global longitudinal study (GLS).
Hasil: Dari 67 pasien KVP idiopatik yang disertakan dalam penelitian, didapatkan sebesar 27 pasien (40,2%) dengan KVP tipe independen dan 40 pasien (59,8%) dengan KVP non-independen. Sebanyak 31 (46,3%) pasien memiliki disfungsi sistolik ventrikel kiri pada pemeriksaan GLS (kurang dari -18). KVP tipe independen (OR 5,3; IK 95% 1,10-33,29; p = 0,038), beban KVP 9% (OR 16; IK 95% 1,58-163,61; p = 0,019), jenis kelamin laki-laki (OR 6,58; IK 95% 0,80-0,99; p = 0,029), dan episode TV non-sustained (OR 13,88; IK 95% 1,77-108,53; p = 0,012) berhubungan secara signifikan dengan penurunan fungsi sistolik intrinsik Vki.
Kesimpulan: Kompleks ventrikel prematur idiopatik tipe independen berhubungan dengan penurunan sistolik intrinsik ventrikel kiri melalui ekokardiografi speckle tracking. Evaluasi tipe KVP idiopatik perlu dilakukan karena berhubungan dengan prognosis pasien dalam praktik klinis.

Background: Premature ventricular complexes (PVC) was associated with a risk of decreased ventricular function and heart failure, and increased long-term mortality. Low circadian variation is one of the predictors of PVC-induced cardiomyopathy. Independent-type-PVC (I-PVC) is a form of PVC with a low distribution of circadian variation. However, not all I-PVC show low circadian variation. No studies have been performed to examine differences in intrinsic systolic function of left ventricle (LV) using global longitudinal strain (GLS) in independent versus non-independent idiopathic PVC.
Objective: To determine the relationship between I-PVC and intrinsic systolic function of LV using speckle tracking echocardiography in patients without structural heart disease.
Methods: A cross-sectional study was conducted using data from patients with idiopathic ventricular arrhythmias collected at RSPJD Harapan Kita Jakarta in February 2021-May 2021. Evaluation of idiopathic PVC was carried out using a 12-lead ECG, 24-hour Holter monitoring. Basic echocardiography was performed then LV intrinsic systolic function was assessed using speckle tracking echocardiography with global longitudinal study (GLS).
Results: Of the 67 patients with idiopathic PVC included in the study, 27 (40.2%) patients included in independent PVC group and 40 (59.8%) patients in non-independent PVC group. A total of 31 (46.3%) patients had LV systolic dysfunction on GLS examination (less than -18). Independent-type-PVC (OR 5.3; 95% CI 1.10-33.29; p = 0.038), PVC burden of 9% (OR 16; 95% CI 1.58-163.61; p = 0.019), male gender (OR 6.58; 95% CI 0.80-0.99; p = 0.029), and non-sustained VT episodes (OR 13.88; 95% CI 1.77-108.53; p = 0.012) was significantly associated with a decrease in LV intrinsic systolic function.
Conclusion: Independent-type-PVC was associated with decreased in LV intrinsic systolic function assessed by speckle tracking echocardiography. Evaluation of the type of idiopathic PVC needs to be considered since it is related with patient's prognosis in clinical practice.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Sari L. Izwar
"Latar belakang: Pembedahan merupakan baku emas penutupan defek septum ventrikel, namun penutupan dengan prosedur transkateter sudah banyak dilakukan karena bersifat kurang invasif, mortalitas minimal dan tidak memerlukan pintasan jantung paru saat tindakan, walaupun perlu perhatian terhadap komplikasi blok atrioventrikular total. Penelitian yang membandingkan mortalitas, penutupan komplit dan komplikasi blok AV total pasien pasca-penutupan DSV dengan prosedur transkateter dan pembedahan belum ada sebelumnya di Indonesia.
Tujuan: Mengetahui perbandingan mortalitas, penutupan komplit dan komplikasi blok AV total pasien pasca-penutupan DSV dengan transkateter tahun 2012-2016 di RSCM.
Metode: Metode retrospektif analitik dengan pengambilan data rekam medis pasien DSV anak yang dilakukan prosedur pembedahan atau transkateter di PJT RSCM selama tahun 2012-2016.
Hasil: Tidak didapatkan mortalitas dan komplikasi blok AV pada kedua kelompok. Penutupan komplit kelompok pembedahan 100 dan transkateter 96,4 karena 1 subyek 3,6 mengalami kegagalan penutupan. Pencapaian penutupan komplit hari pertama pasca-penutupan DSV kelompok pembedahan 83,3 dan transkateter 92,8 . Tidak didapatkan perbedaan bermakna pada kedua kelompok dalam hal waktu pencapaian dan penutupan komplit.
Simpulan: Tidak terdapat perbedaan mortalitas, penutupan komplit dan komplikasi blok AV total pasien pasca-penutupan DSV transkateter dan pembedahan.

Background: Surgery is still the gold standard for the closure of ventricular septal defect, but closure by transcatheter procedure has been largely undertaken because of less invasive, minimal mortality and do not require cardio pulmonary bypass during intervention, although we should beware of the total atrioventricular block complication. A study comparing mortality, completed closure and total AV block complication of post closure VSD with transcatheter and surgical procedures was not present yet in Indonesia.
Objective: To examine the comparison of mortality, completed closure and complication of total AV block post closure with transcatheter and surgical procedures in VSD patients at RSCM in 2012 2016.
Method: Analytical retrospective method with data retrieval from medical record of children with VSD which performed transcatheter or surgical procedure at PJT RSCM during 2012 2016.
Results: No mortality and AV block complications were found in both groups. Completed closure of 100 surgical group and 96.4 transcatheter because 1 subject 3.6 had a failure in closure. Completed closure from the first day VSD closure in surgical group was 83.3 and transcatheter was 92.8. No significant differences were found in both groups in terms of completed achievement and closure time.
Conclusions: There were no differences in mortality, completed closure and complications of total AV block post closure of VSD patients with transcatheter and surgical.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Husain Haikal
"Latar Belakang : Implantasi Alat Pacu Jantung Permanen APJP terusmengalami peningkatan. Kejadian Fibrilasi Atrium FA pada pasien pascapemasangan APJP dengan pemacuan dasar ventrikel dikarenakan adanyadisfungsi diastolik ventrikel kanan yang diikuti oleh disfungsi diastolik ventrikelkiri dan disinkroni ventrikel karena adanya Blok Berkas Cabang Kiri BBCKi .Kedua hal ini akan mengakibatkan peningkatan tekanan diastolik ventrikel kiridiikuti dengan gangguan pada atrium kiri dan timbul FA. Banyak prediktor yangdapat digunakan untuk menilai kejadian FA namun belum ada penelitian yangmenghubungkan pemeriksaan Elektrokardiogram EKG 12 sadapan yaitu denganinterval QT corrected QTc pacu menggunakan rumus Framingham dengankejadian FA pada pasien dengan APJP.
Tujuan : Mengetahui hubungan interval QTc pacu dengan kejadian FA danmenentukan nilai potong dari interval QTc pacu.
Metode : Penelitian ini merupakan studi kasus kontrol. Penelitian dilakukan diRumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita RSJPDHK padasubyek yang menjalani pemasangan APJP pemacuan dasar ventrikel pada Januari2013 hingga Agustus 2014. Dilakukan perhitungan interval QTc pacumenggunakan rumus Framingham pada EKG 12 sadapan yang dilakukan satubulan setelah implantasi APJP.
Hasil Penelitian : Terdapat 75 subyek yang memenuhi kriteria inklusi dimana 15subjek mengalami FA 20 . Interval QTc pacu menggunakan rumusFramingham berkorelasi baik dengan kejadian FA. Nilai potong dari interval QTcpacu yang didapat adalah ge; 451,5 mdet, dimana nilai potong ini mempunyai risiko4,3 kali lipat kejadian FA.
Kesimpulan : Interval QTc pacu menggunakan rumus Framingham dapatdigunakan sebagai prediktor kejadian FA pada pasien yang menggunakan APJPdengan pemacuan dasar ventrikel.

Background : Implantation of Permanent Pacemaker PPM increasing in the lastdecades. Atrial fibrillation AF in patient using PPM with right ventricular basepacing developed because of the diastolic dysfunction of the right ventricle thatimpact the left ventricle and also ventricular dissynchrony in left ventricle due toLeft Bundle Branch Block LBBB . This abnormalities will impact to the leftatrial and induced atrial fibrillation. There are many predictors for AF but wehaven't found any study that correlate paced QT corrected paced QTc usingFramingham formula with the the risk of AF in patients implanted doublechamber or single chamber PPM under ventricular based pacing.
Aim : To determine the correlation between paced QTc with AF in patientimplanted PPM and determine cutoff value.
Methods : This is a case control study that was conducted in NationalCardiovascular Centre Harapan Kita Hospital Jakarta with subjeks implantedPPM using double chamber or single chamber with ventricular based pacing fromJanuary 2013 until August 2014. The calculation of Paced QTc using framinghammethod.
Results : There are total 75 subyek in this study, 15 subject developed AF 20 .The Paced QTc using Framingham method was correlated well with AF. Thecutoff value of Paced QTc was ge 451.5 msec and the risk to develop AF was 4.3times.
Conclusion : Paced QTc can be used as a predictor of AF in patient with doublechamber or single chamber PPM with ventricular based pacing.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T55634
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Brilliant
"Latar belakang: DSV (Defek Septum Ventrikel) adalah satu dari banyak kasus penyakit jantung bawaan dengan angka 2,6 per 1000 kelahiran di Dunia. Salah satu komplikasi DSV yang sering ditemukan adalah DSV dengan hipertensi pulmonal. Diagnosis intervensi terhadap hipertensi arteri pulmonal menjadi perhatian pada 2-10% kasus DSV, sehingga pasien DSV yang bermanifestasi hipertensi pulmonal dilakukan pemeriksaan kateterisasi. Pasien usia 6 bulan menjadi pedoman batas usia untuk dilakukan kateterisasi di RSPJDNHK (Rumahsakit Pusat Jantung dan Pembuluh darah Nasional Harapan Kita). Sehingga antrean operasi menjadi lebih lama. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh usia terhadap nilai PARi pascates oksigen dan mencari kelompok usia yang tidak memiliki hasil nonreaktif terhadap tes oksigen.
Metode: Dilakukan studi Observasional retrospektif pada pasien DSV usia di bawah 5 tahun di RSPJDNHK tahun 2015 - 2020. Pengumpulan data melalui rekam medis pasien di divisi bedah jantung pediatrik RSPJDNHK. Pengambilan sampel dilakukan secara acak dengan perhitungan besar sampel mengikuti perhitungan besar sampel untuk uji komparatif numerik lebih dari dua kelompok dengan satu kali pengukuran. Analisis deskriptif dan analisis bivariat dilakukan dengan bantuan SPSS v 20.0.
Hasil: Terdapat 178 sampel penelitian pada penelitian ini. Dari hasil penelitian diketahui bahwa usia berpengaruh atau berhubungan dengan nilai PARi pascates oksigen (p<0,05) pada pasien DSV usia di bawah 5 tahun.
Simpulan: Terdapat hubungan usia dengan nilai PARi pascates oksigen dan usia ≤2 tahun memiliki nilai mutlak reaktif terhadap tes oksigen.

Background: Ventricular Septal Defect (VSD) is one of the many cases of congenital heart disease with a rate of 2.6 per 1000 births in the world. One of the complications of VSD is pulmonary hypertension, with the prevalence of interventional diagnosis of pulmonary hypertension is about 2 – 10 % of VSD. Those who manifest pulmonary hypertension are undergone right heart catheterization. Patients aged six months are the limit for catheterization in National Cardiovascular Center Harapan Kita Hospital leads to a long waiting list. The study aimed to determine the effect on the PARi value of oxygen delivery and find age groups that have reactive results on oxygen tests.
Methods: A retrospective crossectional study was carried out in the pediatric cardiac surgery division of the National Cardiovascular Center Harapan Kita Hospital. Data were taken from the medical record, enrolling those treated from January 2015 to December 2020 with subjects under five years old with VSD pulmonary hypertension who underwent cardiac catheterization. Samples were taken randomly by calculating the sample size following the sample size calculation for the comparative numerical test of more than two groups with one measurement. Descriptive analysis and bivariate analysis were carried out using SPSS v 20.0.
Results: There were 178 subjects enrolled in this study. The age correlated to the post-oxygen test PARi value (p<0.05) on VSD patients under five years of age.
Conclusions: This study showed that age correlated to the PARi value after oxygen test, and age ≤2 years old has absolute reactive value to oxygen test.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Irawati Soeria Santoso
"Latar belakang. Latihan fisik yang dijalankan secara teratur dengan intensitas dan durasi tertentu akan merangsang remodeling jantung sebagai usaha untuk mempertahankan fungsi ventrikel terhadap peningkatan beban biomekanik pada jantung. Diperkirakan bahwa latihan fisik jangka panjang menimbulkan remodeling jantung menyerupai hipertrofi kardiomiopati, berupa hipertrofi miosit dengan kekacauan tatanan miosit, fibrosis, apoptosis dan ko-lokalisasi gap junction. Tujuan penelitian. Mengetahui dampak latihan fisik jangka panjang dan henti-latih pada remodeling kardiomiosit.
Metode penelitian. Penelitian eksperimental in vivo pada tikus Wistar ini dilakukan di Departemen Biokimia dan Biologi Molekuler, Laboratorium Imunohistologi Departemen Patologi Anatomi dan Bagian Fisiologi, FKUI. Latihan fisik dengan intensitas dan jangka waktu latihan yang berbeda, serta henti latih setelah periode latihan diterapkan pada tikus Wistar jantan dewasa muda. Dilakukan analisis terhadap perubahan morfologi kardiomiosit, fibrosis, apoptosis (ekspresi Caspase-3, Bax dan Bcl-2), gap junction (ekspresi Connexin43) dan pola EKG. Perubahan morfologi kardiomiosit diamati menggunakan pulasan Hematoxylin Eosin, fibrosis diamati menggunakan pulasan Masson?s Trichrome, sedangkan ekspresi Caspase-3, Bax, Bcl-2 dan Connexin43 diamati melalui pulasan imunohistokimia. Rekaman EKG dilakukan dengan filter 100 Hz, pada kecepatan kertas 50 mm/detik dan kepekaan 1 mV = 20 mm.
Hasil dan pembahasan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa latihan aerobik dan anaerobik menimbulkan hipertrofi eksentrik dengan peningkatan fibrosis dan apoptosis serta ko-lokalisasi gap junction ke arah lateral membran. Perubahan kardiomiosit, peningkatan fibrosis dan apoptosis lebih nyata pada latihan anaerobik dibandingkan latihan aerobik. Pola EKG menunjang adanya pembesaran ventrikel akibat latihan aerobik dan anaerobik disertai gangguan repolarisasi yang nyata terutama pada latihan anaerobik. Henti latih tidak mengembalikan morfologi miosit, apoptosis dan lokalisasi gap junction ke keadaan semula. Pola EKG setelah periode henti latih pada latihan aerobik tetap menunjukkan adanya hipertrofi ventrikel tanpa gangguan penghataran impuls yang berarti, namun pada latihan anaerobik tetap didapatkan gangguan repolarisasi berupa pemanjangan interval QTc yang bermakna.
Kesimpulan. Remodeling kardiomiosit akibat latihan fisik jangka panjang tidak menyerupai struktur hipertrofi kardiomiopati, namun disertai peningkatan apoptosis, kolokalisasi Cx43 dan gangguan penghantaran impuls. Henti-latih tidak memulihkan remodeling jantung maupun gangguan penghantaran impuls listrik.

Background. Regular physical exercise with certain intensity and duration stimulates remodeling of the heart as an effort to preserve ventricular function against an increased biomechanical load. It is postulated that long-term exercise induces cardiac remodeling that resemble cardiomyopathy hypertrophy marked by cardiomyocyte disarray, fibrosis, apoptosis and co-localization of gap junction. Research objective. To study the effect of long-term physical exercise and detraining on cardiomyocyte remodeling.
Methodology. This in vivo experimental study was conducted at the Departement of Biochemistry and Molecular Biology, Immunohistology Laboratory of Departement of Pathological Anatomy and Departement of Physiology FMUI. Physical exercise with different intensity and periods of training was performed in groups of young adult male Wistar rats, followed by a period of detraining. Analysis of cardiomyocyte morphological changes, fibrosis, apoptosis (expression of Caspase-3, Bax and Bcl-2), gap junctions (expression Connexin43) and ECG pattern was conducted. Changes in cardiomyocyte morphology was observed using Haematoxylin Eosin staining, fibrosis was observed using Masson's Trichrome staining, whereas the expression of Caspase-3, Bax, Bcl-2 and Connexin43 was observed through immunohistochemical staining. ECG recording was done with a filter of 100 Hz, the paper speed of 50 mm/sec and the sensitivity of 1 mV = 20 mm.
Results and discussion. The results showed that aerobic and anaerobic exercises cause the development of eccentric hypertrophy, with increased fibrosis and apoptosis as well as co-localization of gap junction to the lateral site of the membrane. Cardiomyocyte remodeling, fibrosis and apoptosis were more prominent in anaerobic compared to aerobic exercise group. The ECG pattern supports enlargement of the ventricles due to aerobic and anaerobic exercises with noticeable repolarization disturbances, especially in the anaerobic group. Detraining did not return myocyte morphology, apoptosis and localization of gap junctions to its basic state. The ECG pattern after a period of detraining following aerobic exercise supports the existence of ventricular hypertrophy without significant disturbances in impulse conduction, however repolarization disturbances in the form of significant prolongation of QTc interval persist in the group with anaerobic exercise.
Conclusion. Cardiomyocyte remodeling due to long-term physical exercise did not resemble cardiomyopathy hypertrophy structure, although increased apoptosis, colocalization of Cx43 and distrbances in impuls conduction were observed. Detraining did not restore cardiac remodeling and disturbances in electrical impulse conduction.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>