Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 188182 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ivo Lutyana Panditha
"ABSTRAK
Notaris dapat merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
selama berada di dalam satu wilayah jabatan. Sebagai pejabat umum, Notaris dan
PPAT mempunyai kewenangan untuk membuat akta autentik. Dalam
menjalankan jabatannya, seorang Notaris/PPAT harus mengikuti ketentuan yang
sudah ditetapkan di dalam Undang-Undang. Namun masih ada oknum
Notaris/PPAT yang bertindak diluar kewenangannya sehingga menimbulkan
akibat hukum. Tesis ini membahas mengenai tanggung jawab seorang
Notaris/PPAT atas tindak pidana yang dilakukannya pada pembuatan akta
autentik berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 143
K/Pid/2015 yang menyatakan bahwa Notaris/PPAT tersebut bersalah melakukan
tindak pidana penipuan terhadap kliennya. Metode penelitian yang digunakan
dalam penulisan ini adalah metode yuridis normatif dengan tipologi deskriptif
analitis. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Notaris/PPAT tersebut terbukti
melakukan serangkaian perbuatan diluar dari kewenangannya dan tidak
menjalankan kewajiban jabatannya dengan baik sehingga ia harus bertanggung
jawab secara pidana atas kesalahannya yang menimbulkan kerugian bagi
kliennya. Penulis berpendapat, Notaris/PPAT tersebut juga dapat dimintai
pertanggungjawaban secara perdata untuk mengganti kerugian yang telah diderita
oleh kliennya. Dengan adanya pelanggaran jabatan yang dilakukan dengan
sengaja, ia juga dapat dijatuhi sanksi administrasi berupa pemberhentian dengan
tidak hormat.

ABSTRACT
A Notary may double as a Land Deed Officer as long it remains in an area of
office. As a public officer, a Notary and Land Deed Officer is authorized to
draw up authentic deeds. In running his or her office, a Notary/Land Deed
Officer must comply with the provisions of the Law. However, there are
Notaries/Land Deed Officers acting beyond their authority and causing legal
consequences. This thesis discusses the responsibility of a Notary/Land Deed
Officer for the criminal act he commits in the drawing-up of authentic deeds
based on the Decree of the Supreme Court of the Republic of Indonesia
Number 143 K/Pid/2015, stating that the Notary/Land Deed Officer is guilty of
a criminal act of fraud against his clients. The method used in this research was
normative juridical method with analytical descriptive research typology. The
results of the research conclude that the Notary/Land Deed Officer was proven
to have committed a series of actions beyond his authority and he did not
perform the responsibility of his office properly, causing him to be held
accountable in criminal terms for his faults which harmed his clients.
According to the researcher, the Notary/Land Deed Officer may also be held
accountable in civil terms to pay compensation for the loss suffered by his
clients. With the offence of office he intentionally committed, he or she may
also be sanctioned administratively in the form of dishonorable discharge."
2018
T49237
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Quynna Zenobia
"Pemberhentian tidak hormat terhadap Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) berdasarkan Berita Acara Pengambilan Keputusan Majelis Pembina dan Pengawas Daerah (MP3D) Kabupaten Rokan Hulu Nomor 199/BA-14.06.HP.03.04/V/2020 telah menyebabkan kerugian terhadap PPAT bersangkutan baik secara materiil maupun immateriil. Semestinya, berdasarkan ketentuan Pasal 38 Permen Nomor 2 Tahun 2018 tentang Pembinaan dan Pengawasan Pejabat Pembuat Akta Tanah, pemberhentian tidak hormat terhadap PPAT baru dapat dilakukan apabila telah melalui proses pemeriksaan oleh Majelis Pengawas dan Pembina Wilayah (MP3W) dan dinyatakan terbukti melakukan pelanggaran berat. Kasus dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 337 K/TUN/2021 adalah berkaitan dengan pemberhentian tidak hormat seorang PPAT tanpa melalui proses pemeriksaan MP3W, di mana dalam amar putusan ditegaskan bahwa PPAT harus bisa kembali menjalankan jabatannya seperti sebelum adanya berita acara pengambilan keputusan yang menyatakan pemberhentian tidak hormat, dan harus dilakukan rehabilitasi agar nama PPAT tersebut menjadi baik kembali. Oleh karena itu masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai akibat hukum dari pemberhentian tidak hormat terhadap PPAT yang dalam kenyataannya tidak terbukti beirsalah dan peirlinduingan dalam uipaya hukum PPAT menyikapi ketidakpatuhan MP3D yang tidak meinjalankan Putusan a quo. Penelitian doktrinal ini dikerjakan melalui studi dokumen untuk mengumpulkan bahan-bahan hukum yang merupakan data sekunder. Guna memperkuat data tersebut maka dilakukan wawancara terhadap narasumber yang relevan dengan masalah penelitian. Selanjutnya data sekunder yang didukung oleh wawancara tersebut dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat dijelaskan bahwa PPAT yang bersangkutan dirugikan karena adanya pemblokiran akses sebagai PPAT yang dilakukan pasca penetapan surat keputusan pemberhentian tidak hormat oleh Menteri ATR/BPN. Hingga saat ini akses sebagai PPAT belum dibuka sedangkan amar Putusan Mahkamah Agung 337K/TUN/2021 telah menegaskan agar PPAT tersebut dikembalikan ke jabatannya. Perlindungan dalam upaya hukum PPAT (RN) menyikapi ketidakpatuhan Majelis Pembina dan Pengawas Daerah (MP3D) yang tidak menjalankan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 337 K/TUN/2021 adalah bersifat represif. Perlindungan hukum tersebut diberikan kepada RN melalui pemberian Putusan a quo kepada Menteri ATR/BPN dan Presiden oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) di Riau, untuk selanjutnya dapat dieksekusi.

Disrespectful dismissal of the Land Deed Making Official (PPAT) based on the Minutes of Decision Making of the Rokan Hulu District Board of Trustees and Supervisors (MP3D) Number 199/BA-14.06.HP.03.04/V/2020 has caused material and immaterial losses to the PPAT in question. Supposedly, based on the provisions of Article 38 of Permen Number 2 of 2018 concerning Guidance and Supervision of Officials for Making Land Deeds, a dismissal of disrespect for a PPAT can only be carried out if it has gone through an inspection process by the Regional Supervisory and Supervisory Board (MP3W) and is declared proven to have committed a serious violation. The case in the Supreme Court Decision Number 337 K/TUN/2021 relates to the dishonorable dismissal of a PPAT without going through the MP3W inspection process, in which the decision affirmed that the PPAT must be able to return to carrying out his position as before there was an official decision-making report stating the dishonorable discharge, and rehabilitation must be carried out so that the PPAT's name will become good again. Therefore the issue raised in this study is regarding the legal consequences of dishonorable dismissal of the PPAT which in reality has not been proven guilty and protection in the PPAT's legal efforts in responding to the non-compliance of the MP3D which does not carry out the a quo decision. This doctrinal research is carried out through document studies to collect legal materials which are secondary data. To strengthen the data, interviews were conducted with sources relevant to the research problem. Furthermore, secondary data supported by interviews were analyzed qualitatively. From the results of the analysis, it can be explained that the PPAT in question was disadvantaged because of the blocking of access as a PPAT which was carried out after the issuance of a dishonorable dismissal decision by the Minister of ATR/BPN. Until now, access as a PPAT has not been opened, while the Supreme Court Decision 337K/TUN/2021 has confirmed that the PPAT is returned to its position. Protection in PPAT (RN) legal efforts in response to the non-compliance of the Regional Advisory and Supervisory Board (MP3D) which does not implement the Decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 337 K/TUN/2021 is repressive. This legal protection is given to RN through the awarding of a quo decision to the Minister of ATR/BPN and the President by the State Administrative Court (PTUN) in Riau, for further execution."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nandira Vinzka Cahyagita
"Penelitian ini membahas dan menganalisis mengenai kekuatan hukum kuasa mutlak dalam peralihan hak atas tanah. Permasalahan dalam penelitian mengenai kekuatan hukum kuasa mutlak serta bagaimana tanggung jawab Notaris/PPAT terhadap akta jual beli yang dibuat berdasarkan kuasa mutlak tersebut. PPAT adalah pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta-akta autentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik satuan rumah susun, atau membuat alat bukti mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah yang akan dijadikan dasar pendaftarannya. PPAT seharusnya lebih cermat dan teliti dalam memeriksa dokumen sebelum pembuatan akta tersebut. Pokok permasalahan dalam penelitian ini bahwa PPAT membuat akta jual beli berdasarkan kuasa mutlak sehingga perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang dilarang dikarenakan perbuatan tersebut merupakan penyelundupan hukum. Metode penelitian yang digunakan dalam adalah yuridis normatif yang dilakukan dengan menganalisis dan menelaah norma hukum yang relevan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peralihan hak atas tanah melalui akta jual beli yang dibuat berdasarkan kuasa mutlak menjadi batal demi hukum dan Notaris/PPAT harus bertanggung jawab dengan sanksi yang dapat diberikan.

This study discusses and analyzes the legal power of absolute power in the transfer of land rights. Problems in research regarding the legal power of absolute power of attorney and how is the responsibility of the Notary/PPAT regarding the sale and purchase deed made based on this absolute power of attorney. PPAT is a public official who is authorized to make authentic deeds regarding certain legal actions regarding land rights or apartment ownership rights, or to make evidence regarding certain legal actions regarding land rights that will be used as the basis for registration. PPAT should be more careful and thorough in checking documents before making the deed. The main problem in this study is that the PPAT makes a sale and purchase deed based on absolute power of attorney so that the act is a prohibited act because the act is legal smuggling. The research method used in this research is normative juridical which is carried out by analyzing and examining relevant legal norms. The results of this study indicate that the transfer of land rights through a sale and purchase deed made based on absolute power of attorney is null and void and the Notary/PPAT must be responsible for the sanctions that can be given."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Batubara, Wisny Ariani
"ABSTRAK
Notaris dalam menjalankan tugas profesinya rawan terkena sanksi hukum, bukan hanya karena faktor internal yang berasal dari dalam diri Notaris itu sendiri karena kecerobohan, tidak mematuhi prosedur pembuatan akta sesuai aturan, tidak menjalankan etika profesi Notaris. Banyak Notaris yang baik, tetapi disamping itu ada juga Notaris yang melakukan penyimpangan-penyimpangan terhadap peraturan bahkan terindikasi melakukan tindak pidana berkenaan dengan akta yang dibuatnya. Sehingga banyak Notaris yang dilaporkan oleh masyarakat kepada Majelis Pengawas Daerah Notaris, salah satunya adalah Notaris AR. Berangkat dari permasalahan di atas, penulisan hukum ini berusaha menelaah beberapa pertanyaan seperti bagaimana pertanggungjawaban Notaris terkait perubahan dan pengurangan isi minuta akta pada salinan akta dan apakah dapat dikategorikan sebagai pemalsuan akta dan apakah pelaksanaan sanksi terhadap Notaris AR dalam Putusan Makamah Agung Nomor 1847K/PID/2010 telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku? Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif, dengan tipologi penelitian eksplanatoris, yang menggunakan sumber data sekunder yang telah ada serta menganalisis beberapa peraturan perundang-undangan yang berkaitan tanggung jawab Notaris secara pidana terhadap perubahan dan pengurangan isi minuta akta. Seluruh data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif, sehingga menghasilkan suatu penelitian yang berbentuk eksplanatoris analitis. Hasil penelitian dapat disimpulkan pertanggungjawaban Notaris terkait perubahan dan pengurangan isi salinan minuta dapat dikategorikan sebagai pemalsuan akta otentik, yaitu suatu kejahatan yang pantas untuk ditanggulangi mengingat akta tersebut bukan hanya berkaitan dengan alat bukti, tetapi juga mengandung nilai kepercayaan yang tinggi dari masyarakat dimana akta tersebut juga termasuk arsip negara, dan kepada Notaris yang terbukti melanggar peraturan berdasarkan putusan pengadilan dapat dikenakan sanksi berupa pemecatan dan diberhentikan dari jabatannya oleh Pemerintah/Menteri karena terbukti telah melalaikan/melanggar Undang-Undang dan Kode Etik Profesi Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya sebagai pejabat umum.

ABSTRACT
Notary in performing their professional tasks is prone to legal sanctions, not only because of internal factor that comes from within themselves due to carelessness, not complying within the procedures of the deed making rules, not carrying out the Notary’s ethics. There are a lot of good Notary, beside that there is also a Notary who done deviations againts the regulation, even indicated doing a criminal offense related to the deed that she made. Therefore there are many Notary has been reported by the public to Notary Regional Supervisory Council, one of them is Notary AR. Based on the abovematter, this legal writing is trying to examine some question as to how Notary’sliability related to the changes and reduction in the content of deed’s minutes in the copy of deed and whether it can be categorized as the forgeries of the deed and whether the implementation of sanction to notary AR in the verdict of Supreme court number 1847K/PID/2010 has been in accordance with the pertaining regulations? This study uses the literaturemethod research which juridical normative aspect with its typology is explanatory research, that uses secondary data sources that already exist and also analyze several pertaining regulations relating to Notary’s accountability criminally on amendment and reduction of the contents of minute of the deed. All data that has been obtained were qualitative analyzed, so it produces a researching the form of explanatory analytical. From the research can be concluded that Notary’s liability related to the changes and reductionin the content of copies of deed’s minutes can be categorized as the authentic deed, which is a crime that deserves to be overcome given thatsuch deed is not only related to the evidence, but it is also contains the value of trust from public in which the deed is also considered as the state’s archives, and to Notary that proved to violatethe regulation based on by a court verdict may be liable to a sanction in the form of dismissal and discharged from its official position by the Government/Ministry since he is proved to have been neglected / violated the Law and the Notary Public Professional Ethics Code in performing his duties as a public officer."
2013
T36042
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakhrani Ahliyah
"Tesis ini berfokus pada permasalahan akta Notaris yang tidak sesuai dengan kehendak para pihak dalam akta, tanggung jawab Notaris sebagai pejabat pembuat akta dalam hal terdapat akta yang tidak memenuhi kehendak para pihak, serta akibat hukum terhadap akta tersebut. Untuk menjawab permasalahan tersebut, tesis ini menggunakan metode penelitian berbentuk deskriptif-analitis, menggunakan data sekunder dengan alat pengumpulan data melalui studi kepustakaan. Akta Notaris tetap sah apabila telah memenuhi syarat-syarat otentisitas akta, namun ketidaksesuaian kehendak harus dapat dibuktikan. Notaris tidak dapat dimintakan tanggungjawabnya jika ia telah memenuhi kewajibannya dalam pembuatan akta. Akta Notaris tetap autentik namun dapat dibatalkan dengan putusan hakim.

This thesis focus on Notarial deed which not states one of participants rsquo s interest, Notary rsquo s responsibility as deed maker to the deed that is not appropriate with one of participants rsquo s interest, and legal implication to that Notarial deed. To solves those problems, this thesis uses descriptive analysis research methods, and then is uses secondary data with desk study methods. Notarial deed is legal if it consists the terms of authenticity, but the interest of any participants must be proved. Notary could not have responsibility to the deed if Notary rsquo s duties on making deeds were filled. Notarial deed is authentic but it could be canceled by court judgment.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T49481
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Apriyanti
"Pembuatan akta jual beli yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PPAT”) tanpa surat kuasa yang sah (studi kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 472/PK/PDT/2019) diangkat karena banyak PPAT yang terjerat di Pengadilan baik perkara perdata maupun pidana, salah satunya karena terjadinya perbuatan melawan hukum.  Dalam putusan Mahkamah Agung No. 472/PK/PDT/2019, Notaris yang juga menjabat sebagai PPAT dinyatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum yaitu karena telah membuat akta jual beli yang dalam pembuatannya dilakukan dengan blangko kosong yang diberikan oleh PPAT, kemudian pembuatan akta jual beli dilakukan tanpa adanya surat kuasa yang sah, dan dilakukannya jual beli tanah tersebut pada saat status tanah masih dalam penyitaan pengadilan.  Permasalahan dalam tesis ini adalah implikasi keabsahan surat kuasa terhadap keabsahan akta jual beli dan tanggung jawab PPAT dalam pembuatan akta jual beli yang dibuat dengan tanpa surat kuasa yang sah dalam Putusan Mahkamah Agung nomor 472/PK/PDT/2019.  Bentuk penelitian yang akan digunakan, yaitu yuridis normatif, dengan menganalisis Putusan Peninjauan Kembali No. 472 PK/PDT/2019.  Hasil penelitian ini menyatakan bahwa implikasi terhadap keabsahan surat kuasa yang tidak sah terhadap keabsahan akta jual beli mengandung suatu kecacatan hukum dan mengakibatkan akta jual beli tanah tersebut batal demi hukum.  Berdasarkan surat kuasa membeli yang tidak sah maka telah dianggap melakukan perbuatan melawan hukum, maka PPAT dapat dikenakan sanksi dalam jenis pelanggaran berat terhadap larangan atau kewajiban yaitu akan diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya dan pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan perkumpulan Ikatan Pejabat Pebuat Akta Tanah (“IPPAT”). 

The preparation of sale and purchase deed made before the land deed official (PPAT) without valid power of attorney (case study supreme court decision number 472 PK/PDT/2019).  This is because many PPATs have been entangled in courts in both civil and criminal cases, one of which is because of unlawful acts.  In the decision of the supreme court No. 472/PK/PDT/2019, the notary who also served as PPAT was declared to have committed an unlawful act, namely because had made a deed of sale and purchase which was made in a blank form provided by PPAT, then made a deed of sale and purchases without valid power of attorney, and the sale and purchase of land is carried out while the land status still in court confiscation.  The problem in this thesis is how is the validity of the sale and purchases deed made without a valid power of attorney and how is the responsibility of the PPAT in making the sale and purchase deed made without a valid power of attorney in the supreme court decision number 472/PK/PDT/2019.  The results of this study state that the implications of the validity of an invalid power of attorney on the validity of the sale and purcahse deed contain a legal defect and cause the land sale and purchase deed to be null and void.  Based on an unauthorized purchase power of attorney, it is deemed to have committed and unlawful act, then PPAT may e subject to sanctions in the type of serius violation of the porhibition or obligation, namely being dishonorably dismissed from the position and dishonorably dismissed from membership of the Ikatan Pejabat Pebuat Akta Tanah (“IPPAT”)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yunita Susilo
"Notaris sebagai pejabat yang berwenang dalam pembuatan akta otentik maka Notaris berkewajiban untuk bertindak jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum serta tetap berpegang teguh dengan prinsip kehati-hatian. Bila tidak dijalankan sebagaimana semestinya maka akan berakibat fatal bagi akta tersebut, Notaris itu sendiri maupun pihak yang bersangkutan. Penelitian ini menggunakan metode yang bersifat Yuridis Normatif dan dianalisa secara kualitatif.
Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa akibat dari tindakan Notaris yang tidak menjalankan kewajibannya dan lalai dalam menerapkan prinsip kehati-hatian yaitu aktanya menjadi batal demi hukum karena tidak memuat keterangan yang sebenarnya, sedangkan Notarisnya dapat dikenakan sanksi pidana karena mengandung unsur pemalsuan, sanksi perdata karena menimbulkan kerugian bagi pihak lain dan sanksi kode etik dari Majelis Pengawas Notaris.

A Notary Public, being an official duly commissioned to draft and prepare authentic deeds, is under the duty to act honestly, in good faith, self-sufficiently, impartially, in favor of the interest of the relevant parties and with reasonable diligence. Failure to fulfill this duty will adversely affect the authenticity and validity of notarial deed, even the acting notary himself and the person or party in whose favor a notarial deed is drawn up. This research was conducted applying juridical normative method and has been analyzed on a qualitative basis.
Based on the research conducted, it is identified that failure or negligence of a notary public to fulfill his/her duty to act with reasonable diligence will render a notarial deed null and void for not containing true and correct representations and consequently the notary public may be subjected to criminal liability for misrepresentation and civil liability for the loss suffered by other person or party and other penalty for violation of code on conduct imposed by the Supervisory Board."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T45138
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jhagad Jhelank Devitrita Wibowo
"Akta Pengakuan Hutang merupakan suatu akta autentik yang mengikat para pihak dan seharusnya tidak dapat dijadikan dasar dari adanya Akta Jual Beli tanah yang belum dibayar secara lunas. Pembuatan Akta Jual Beli yang diikuti dengan Akta Pengakuan Hutang atas dasar jual beli tanah yang belum lunas masih kerap terjadi di kehidupan masyarakat dikarenakan adanya ketidaktahuan mereka sebagai masyarakat awam yang kurang memahami ketentuan hukum yang berlaku dan adanya PPAT yang lalai dalam menerapkan hukum, sehingga ditemukan adanya satu kasus yang berkaitan dengan hal ini yaitu pada kasus dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 180 K/PDT/2024. Penelitian ini mengangkat tentang kekuatan hukum Akta Jual Beli yang pada kenyataannya dibalut dengan Akta Pengakuan Hutang terhadap pembeli yang tidak beritikad baik dan tanggung jawab hukum Pejabat Pembuat Akta Tanah terhadap Akta Jual Beli yang belum lunas. Penelitian doktrinal yang dilakukan di sini mengumpulkan bahan-bahan hukum melalui studi kepustakaan yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat dinyatakan bahwa kekuatan hukum Akta Jual Beli yang pada kenyataannya dibalut dengan Akta Pengakuan Hutang terhadap pembeli yang beritikad tidak baik adalah batal demi hukum karena Akta Jual Beli tersebut dibuat dengan pembayaran yang belum lunas, sehingga tidak memenuhi asas terang dan tunai menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Adapun tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah tersebut adalah berupa tanggung jawab administratif dalam bentuk teguran atau pemberhentian sementara.

The Debt Acknowledgment Deed is an authentic deed that binds the parties involved and should not serve as the basis for a Land Sale and Purchase Deed that has not been fully paid. However, in practice, the creation of the Sale and Purchase Deed followed by a Debt Acknowledgment Deed based on an unsettled land sale continues to occur in society due to the ignorance of the general public, who lack understanding of the applicable legal provisions, as well as the negligence of the PPAT in enforcing the law. This has led to a case related to this issue, specifically in the Supreme Court of the Republic of Indonesia Decision No. 180 K/PDT/2024. This research highlights the legal force of the Sale and Purchase Deed, which is in fact accompanied by a Debt Acknowledgment Deed, concerning buyers who act in bad faith and the legal responsibilities of the Land Deed Official regarding Sale and Purchase Deeds that remain unsettled. The doctrinal research conducted here collects legal materials through library research, which are subsequently analyzed qualitatively. From the analysis, it can be concluded that the legal force of the Sale and Purchase Deed, which is in fact accompanied by a Debt Acknowledgment Deed for buyers acting in bad faith, is null and void because the Sale and Purchase Deed was created with a payment that has not been settled, thus failing to meet the principles of clarity and cash payment according to Law No. 5 of 1960 on Basic Agrarian Principles. The responsibility of the Land Deed Official in this regard is in the form of administrative responsibility, which may include reprimands or temporary suspension."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ivania Evelin Adelia Antony
"Menurut Pasal 1868 KUH Perdata, akta autentik ialah suatu akta yang dibuat sesuai ketentuan undang-undang atau dibuat di hadapan pejabat umum yang berwenang di tempat akta dibuat. Sebelum melakukan pembuatan akta, PPAT wajib melakukan pengenalan penghadap dengan memeriksa identitas data diri dan dokumen dari penghadap. Kewajiban ini dilakukan sebatas pada kebenaran formil saja. Meskipun pengenalan penghadap telah dilakukan, masih dijumpai permasalahan hukum terkait akta PPAT. Salah satu permasalahan yang mungkin terjadi dalam pembuatan akta adalah pemalsuan identitas dan dokumen, yang terlihat dari adanya tanda tangan palsu (spurious signature) pada akta. Hal ini menjadi permasalahan terhadap PPAT yang lalai dalam melakukan pengenalan penghadap sehingga digugat karena dianggap dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum bersama-sama dengan penghadap. Oleh sebab itu, penelitian ini akan menganalisis mengenai tanggung jawab serta perlindungan hukum bagi PPAT terhadap pemalsuan tanda tangan (spurious signature) yang terdapat di dalam akta jual beli. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan menggunakan jenis data sekunder, yang hasilnya bersifat eksplanatoris-analitis. Apabila PPAT melakukan kelalaian dalam pengecekan identitas penghadap, maka PPAT telah melanggar syarat formil dan syarat materiil pembuatan akta serta dapat dikenai tanggung jawab administratif. Namun, kurang tepat jika karena kelalaiannya yang bersifat administratif PPAT digugat atas dasar perbuatan melawan hukum dan ditempatkan sebagai tergugat. PPAT hanya bertugas mengkonstantir kehendak dari para penghadap dan tidak mengetahui adanya pemufakatan jahat yang terjadi, maka lebih tepat bila ditempatkan sebagai pihak turut tergugat. Berdasarkan hal tersebut seorang PPAT dapat meminta perlindungan yaitu pendampingan dalam proses persidangan dari Majelis Pembinaan dan Pengawasan maupun Majelis Kehormatan IPPAT.

According to Article 1868 of the Indonesian Civil Code, an authentic deed is a deed made in accordance with the provisions of the law or made before an authorized public official at the place where the deed was made. Prior to the creation of an authentic deed, Indonesian Land Deed Officer (PPAT) is required to identify the requesting party by checking their identity from personal data and documents. This obligation is carried out to the extent of fulfilling the formal truth. Despite identification has been carried out, there are still legal problems related to the authentic deed made by PPAT. One of the problems that might happen is falsification of identities and documents, which can be seen from the existence of a fake signature (spurious signature) on the deed. This is a problem for Land Deed Officer (PPAT) who was negligent in identifying the requesting party where they could be sued to have intentionally committed unlawful acts together with the requesting party. Therefore, this study will analyze the responsibility and legal protection for Land Deed Officer (PPAT) against forgery of signatures (spurious signature) contained in the creation of sales and purchase authentic deed. This research is a normative juridical research using secondary data types, the results of which are explanatory-analytical. If Land Deed Officer (PPAT) is negligence in checking the identity of the requester, then the Land Deed Officer (PPAT) has violated the formal and material requirements for making the deed and is subject to administrative responsibility. However, it is not appropriate if due to administrative negligence, Land Deed Officer is sued on the basis of an unlawful act and placed as a defendant since Land Deed Officer is only tasked with constituting the will of the parties and does not know that there is an evil consensus that has occurred, so it is more appropriate to be placed as a co-defendant party. Based on this, Land Deed Officer can ask for protection, namely assistance in the trial process from the Guidance and Supervision Council and the Land Deed Officer Honorary Council."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edi Yusuf
"Fokus pada penelitian ini adalah pada akibat hukum dalam pembuatan nominee yang dibuat di hadapan notaris serta pertanggungjawaban notaris dalam membuat akta nominee. Hal tersebut menjadikan adanya penyelundupan hukum yang mana nominee adalah perjanjian yang tidak di atur dan dilarang di dalam Sistem Hukum Indonesia dan merugikan banyak pihak, tidak hanya pemilik sertpikat hak milik atas tanah, namun juga merugikan pihak yang membuat perjanjian tersebut. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah tentang akibat hukum pembuatan akta pernyataan yang berisi tentang perjanjian nominee yang dibuat di hadapan notaris. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah doktrinal. Adapun Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari penelusuran data kepustakaan yang kemudian dianalisis secara kualitatif. Penelitian ini menemukan bahwa. Akibat hukum dalam praktik pembuatan akta pernyataan yang berisi tentang perjanjian nominee yang dibuat di hadapan notaris adalah tidak sah dan batal demi hukum, karena perjanjian nominee telah melanggar Sistem Hukum di Negara Indonesia dalam ketentuan peraturan KUHPerdata, perjanjian nominee tidak memenuhi syarat objektif sebagai syarat sah perjanjian mengenai sebab yang halal sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, selain itu dalam Sistem Hukum Pertanahan di Indonesia sebagaimana tercantum dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan SEMA Nomor 10 Tahun 2020 perjanjian nominee tidak diperbolehkan dan dilarang. Adapun pertanggungjawaban notaris dalam membuat perjanjian nominee yang dituangkan kedalam akta autentik akan mendapat sanksi administratif dan perdata sebagaiamana yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris dan KUHPerdata.

The focus of this research is on the legal consequences of making a nominee in the presence of a notary and the responsibility of the notary in making a nominee deed. This creates legal smuggling where nominees are agreements that are not regulated and prohibited in the Indonesian Legal System and harm many parties, not only the owner of the land title certificate, but also the party who made it. The problem raised in this research is about the legal consequences of making a deed of statement containing a company nominee made before a notary. In this research, the method used is doctrinal in nature. The type of data used is secondary data obtained from searching library data which is then analyzed qualitatively. This research found that. The legal consequences in the practice of making a deed of statement containing a nominee agreement made before a notary are invalid and null and void, because the nominee agreement has violated the Legal System in Indonesia in the provisions of the Civil Code regulations, the nominee does not fulfill the requirements as a legal requirement. lawful reasons as regulated in Article 1320 of the Civil Code, apart from that in the Land Law System in Indonesia as stated in PP Number 24 of 1997 concerning Land Registration and SEMA Number 10 of 2020 nominees are not permitted and prohibited. The notary's responsibility in making a nominee agreement as outlined in an authentic deed will receive administrative and civil sanctions as regulated in Law Number 02 of 2014 on the Position of Notaries and the Civil Code."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>