Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 140442 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Imron Wahyudi
"Konflik merupakan suatu perselisihan antara dua atau beberapa individu, kelompok atauorganisasi. Konflik antar warga terjadi di Jalan Tambak Manggarai Jakarta Selatan.Konflik tersebut dapat mengganggu kehidupan masyarakat setempat dan sebab itu perlupengamanan dari Polri. Tujuan penulisan tesis ini adalah memberi gambaran kepadamasyarakat bahwa perkelahian antar warga selalu menimbulkan kerugian, membuatmasyarakat sekitar menjadi resah. Peran Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, TokohPemuda, TNI, Polri Dalam Mengatasi Konflik warga di Manggarai Jakarta Selatan sangatdiperlukan baik dalam mencegah ataupun pasca tawuran.Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Yaitu denganmengumpulkan data di lapangan dan wawancara langsung kepada masyarakat danpetugas yang mengalami dampak perkelahian antar warga tersebut.Dari hasil penelitian mengenai peran Polri dalam mengatasi konflik antar warga diManggarai Jakarta Selatan adalah antara lain : a Mendorong para tokoh masyarakatmelakukan kesepakatan dengan warganya agar tidak terpengaruh lagi terhadap profokasidari orang-orang yang tidak bertanggung jawab; b Membuat perjanjian dengan wargayang terlibat perkelahian dengan melibatkan tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokohpemuda; c Mendorong tokoh masyarakat bisa memberikan contoh yang baik kepadawarganya sebagai pemulai; d Tokoh masyarakat dan tokoh agama menjadi mediatordalam proses mendamaikan konflik.Dengan demikian disamping melaksanakan tugas-tugas pengamanan sebagaimanabiasanya, disarankan Polri mendorong masyarakat lebih sering melakukan kegiatanbersama dengan melibatkan tokoh masyarakat dan tokoh agama
Conflict is a dispute between two or several individuals, group or organization. There wasa conflict happened at Tambak street, Manggarai South Jakarta in March 2017. Becauseof that, the existence of Indonesian National Police was required for handling conflicts insociety. The writing purpose of this thesis is to give an overview for the society thatfighting never give positive impact, infact it would create fidgety among community. Therole of community leader, religious figure, youth figure, military and INP in overcomingconflict in Manggarai ndash South Jakarta is required not only for preventing the fight itselfbut also solving problems after fighting.The research method used is a of qualitative methods by collecting data in the field andinterviewing to the community and officers who experienced the impact caused byresident rsquo s fight at Manggarai ndash South Jakarta.The research result of INP rsquo s role in resolving conflict between society can be seen from a INP could reduce the occurance of conflict by making agreements betweencommunity leader and the society in order to avoid its citizen to get affected bythe provocation of unresponsible people so that the conflict would not beincreased.b INP conducted prevention of subsequent conflicts by making agreement withcitizens who involved with the case along with community leader, religiousfigure and youth figure.c As a role model for its citizens, the community leader provided a good exampleso the citizens would also show good behaviour as well.d The community leader and religious figure acted as a mediator in the peaceprocess of its conflict. It needs several mediation phases, such as the third partybecome a mediator for assitance and advisor.e The community leaders become a forum for receiving inspirations of the citizenbecause they were considered as a person who can accomodate and solveproblems of its citizen.Based on the research can be concluded that INP rsquo s role in the settlement of citizen rsquo sconflict at Tambak street Manggarai ndash South Jakarta had gone well as the citizen rsquo sdemand, the community leaders have performed their duties in accordance withprovisions on both parties in conflict and in accordance with the provisions of district,sub district and DKI Jakarta government"
2018
T49023
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emilia Jakob
"Konflik adalah sesuatu yang umum dijumpai dalam interaksi sehari-hari antar individu yang satu dengan individu lainnya. Konflik yang ditangani dengan baik dapat membawa perubahan yang positif dalam kelompok. Bagaimana konflik dapat tertangani dengan baik membutuhkan ketrampilan perilaku asertif. Perilaku asertif menuntut penghargaan terhadap hak-hak individu dan hak-hak orang lain. Dalam perkawinan masyarakat patriakal, kedudukan antara pria dan wanita seringkali sulit untuk diletakkan dalam tingkat yang sama karena lelaki umumnya memegang kepemimpinan, kekuatan dan kekuasaan yang legirimare sementara perempuan akan berada dalam posisi subordinate yang biasanya memiliki ketergantungan terhadap mereka yang lebih dominan. Sehingga perempuan mungkin akan lcbih sulit untuk berperilaku asertif. Untuk jangka panjang perilaku tidak asertif akan membuat individu semakin kehilangan rasa harga dirinya, meningkatkan perasaan terluka dan marah serta mungkin sekali menghasilkan perilaku agresif yang merupakan bentuk Iain dari peri;aku tidak asertif.
Straus (1979) menyusun alat ukur Conflict Tacrics Scale (CTS) untuk melihat pola penanganan konflik dalam keluarga CTS ini terdiri dari 3 skala yaitu skala reasoning, verbal aggression dan violence. Metode reasoning membutukan perilaku asertif dan aktif tertuju pada pemecahan masalah, sementara metode verbal aggression dan violence memiliki dimensi agresi di dalamnya. Untuk itu dilakukan peneiitian ini guna melihat apakah alat ukur CTS ini juga dapat digunakan untuk melihat pola penanganan konflik pada pasangan-pasangan di Jakarta.
Teori yang digunakan sebagai landasan meliputi perkawinan, konfiik dan resolusinya, asertivitas umum dan dasar-dasar konstruksi tes. Data yang diperoleh berasal dari 71 subyek, dengan karakteristik jangkauan usia 20 - 40 tahun, sudah menikah minimal selama satu tahun Iamanya, sebagian besar memiliki pendidikan akhir diploma dan saljana serta tinggal di Jakarta dan sekitarnya. Reliabilitas CTS dihitung dengan menggunakan rumus koetisien Alfa Cronbach mendapatkan hasil; skala reasoning memiliki indeks reliabilitas 0.61, skala verbal aggression 0.55 sementara skala violence memiliki indeks reliabilitas 0.75.
Uji validitas CTS dilakukan dengan rnengkorelasikan alat ukur ini dengan alat ukur lain yaitu Rarhus Assertfveness Scale yang mengukur perilaku asertif secara umum. Hasil dari uji validitas ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara perilaku aserlif dengan metode penanganan konflik, baik dengan menggunakan reasoning, verbal aggression maupun violence. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara umum alat ukur CTS ini belurn merupakan alat ukur psikologis yang cukup baik untuk melihat pola penanganan konflik sebagaimana yang diharapkan. Masih ada beberapa perbaikan yang perlu dilakukan untuk menghasilkan sebuah alat ukur yang dapat melihat pola penanganan konflik pada pasangan-pasangan di Indonesia.
Namun demikian ada beberapa hal yang menarik berkaitan dengan hasil yang didapat melalui penelitian ini. Antara Iain adalah tidak adanya perbedaan metode penanganan konflik yang dilakukan oleh perempuan maupun laki-laki dalam perkawinan sebagairnana yang dipersepsikan oleh pihak perempuan. Akan tetapi terdapat hubungan yang signifikan antara metode penanganan konflik yang dilakukan oleh suami dan istri. Perilaku asertif juga dijumpai lebih tinggi pada perempuan dengan pendidikan sarjana dibandingkan dengan mereka yang berpendidikan SMA. Untuk penelitian lanjutan disarankan untuk melakukan beberapa perbaikan item seperti menambah jumlah item sehingg mencakup berbagai macam taktik yang mungkin digunakan oleh pasangan yang sedang berkonflik, khususnya untuk skala reasoning. Perbaikan lainnya adalah memperjelas item-item dalam skala reasoning sehingga benar-benar memiliki konstruk perilaku asertif."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T38188
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yazid Fanani
"Kajian ini mengenai penanggulangan konflik tawuran antar warga yang sering terjadi di wilayah Matraman, Konflik horizontal dan berwujud sebagai tawuran antar warga masyarakat dan selalu disertai dengan penghancuran, perusakan dan pembakaran prasarana umum yang dilakukan oleh sekelompok warga masyarakat tersebut, adalah merupakan bentuk pertikaian massal yang bersifat primordial dan menyebabkan situasi tidak tertib, tidak aman, resah, serta mengakibatkan rusaknya sarana /prasarana sosial dan perekonomian yang telah lama dibangun. Upaya penanggulangan konflik, yang dilakukan oleh Polsek Matraman selama ini, terlihat tidak efektif dan kurang memberikan dampak yang berarti bagi penyelesaian dan penghentian konflik tersebut, sehingga konflik terus berlangsung berlarut-larut dengan meninggalkan berbagai kerusakan material yang besar dan bahkan disertai dengan korban jiwa.
Tidak efektifnya upaya penanggulangan yang dijalankan oleh aparat kepolisian ini, disebabkan karena penanggulangan yang dilakukan oleh Polsek kurang tepat sehingga tidak mampu mengakomodasikan segala kepentingan pihak-pihak yang bertikai. Kegiatan penanggulangan oleh Polsek Matraman tersebut hanya dilakukan dengan tindakan reaktif dan kasuistik sehingga tidak menyentuh esensi permasalahan yang menjadi sumber sengketa diantara mereka. Masih adanya adanya kesan bahwa Polisi kurang responsip dan tidak menyatu dengan masyarakatnya serta masih tersumbatnya saluran komunikasi yang dapat digunakan sebagai media penyelesaian konflik secara menyeluruh diantara kelompok yang bermusuhan, telah bermuara kepada munculnya kecurigaan dan prasangka buruk terhadap kelompok lain yang menjadi lawan mereka, kenyataan ini disatu sisi telah memunculkan konflik bertambah brutal dan pada kerangka yang lain semakin membuat ketidak percayaan masyarakat terhadap Polisinya.
Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa upaya penanggulangan konflik tawuran seperti ini, menjadi sangat efektif jika dilakukan dengan membuka saluran komunikasi dan mediasi diantara mereka yang terlibat konflik, karena dengan demikian tercipta sebuah kompromi yang saling menguntungkan dengan berlandaskan pada kesamaan pandangan, kepercayaan dan keadilan sehingga mereka menghentikan permusuhannya.
Guna memperoleh informasi yang akurat di dalam kajian ini, peneliti melakukan pengumpulan data dengan menggunakan pendekatan etnografi dan metode pengamatan terlibat, sehingga diperoleh pemahaman yang akurat dan mendalam berkenaan dengan gejala-gejala sosial yang ada untuk kemudian ditemukan hakekat dari permasalahan yang sedang dikaji."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T1760
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Michelle Madeira Anggita Putri
"Perkebunan sawit merupakan sektor dengan jumlah konflik agraria tertinggi di Indonesia. Konflik yang terjadi pada sektor perkebunan sawit kerap memunculkan aktivitas yang didalamnya melibatkan penggunaan kekerasan. Tugas Karya Akhir ini bertujuan untuk menganalisis konflik kebun sawit di Desa Bangkal dan mengidentifikasi kekerasan yang muncul sebagai bagian dari proses eskalasi konflik. Dalam tulisan ini, data terkait kasus konflik kebun sawit PT. HMBP 1 dan Masyarakat Desa Bangkal dikumpulkan melalui kajian kepustakaan dan dianalisis dengan menggunakan Teori Segitiga Konflik. Hasil analisis menemukan bahwa kedua aktor yang berkonflik mengembangkan sikap negatif terhadap satu sama lain akibat adanya pertentangan terkait pengelolaan tanah yang diwujudkan dalam berbagai bentuk perilaku, baik koersif maupun non koersif. Konflik ini bereskalasi melalui lima tahapan, yaitu mobilisasi, perluasan, polarisasi, disosiasi, dan jebakan. Dari lima tahap tersebut, empat diantaranya melibatkan dua jenis kekerasan, yakni kekerasan struktural dan kekerasan langsung, seperti ancaman kekerasan, penembakan gas air mata, dan penembakan menggunakan senjata api.

Oil palm plantations are the sector with the highest number of agrarian conflicts in Indonesia. Conflicts in the oil palm sector often involve activities that include the use of violence. This Final Project aims to analyze the oil palm plantation conflict in Bangkal Village and identify the violence that emerged as part of the conflict escalation process. In this paper, data related to the palm oil plantation conflict between PT. HMBP 1 and The Bangkal Village Community were collected through literature review and analyzed using the Conflict Triangle Theory. The analysis found that both conflicting parties developed negative attitudes towards each other due to disagreements over land management, manifested in various forms of behavior, both coercive and non-coercive. This conflict escalated through five stages, namely mobilization, enlargement, polarization, dissociation and entrapment. Among this five stages, four of them involve two types of violence, structural violence and direct violence, such as threats of violence, tear gas and firearms shootings.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
B. Anies Purnawan
"Dalam tes ini saya ingin menunjukkan pemolisian oleh Polres Bogor dalam menangani konflik yang terjadi antara warga masyarakat Bojong dengan perusahaan pengelola Tempat Pengolahan Sampah Terpadu di Kabupaten Bogor adalah penegakan hukum yang berpihak untuk meredam gejolak sosial pada masyarakat setempat. Keberpihakan Polres Bogor timbul karena warga masyarakat yang melakukan pengrusakan dan pembakaran dipandang sebagai perusuh yang menentang kebijakan pemerintah. Dalam keadaan seperti ini polisi menempatkan dirinya sebagai pihak yang harus mengatasi para perusuh yang melakukan pelanggaran hukum, dengan melakukan penangkapan dan memprosesnya secara hukum.
Sebanyak 8 orang personil Polres Bogor dari Bintara sampai dengan Perwira Menengah, 5 orang Pegawai Pemerintah Daerah dan 10 orang warga masyarakat ikut berpartisipasi menjadi informan kunci dalam penelitian ini. Selain menggunakan tehnik wawancara berpedoman, penelitian juga menggunakan pengamatan, pengamatan terlibat, serta kajian dokumen Pores Bogor antara tahun 2000 sampai dengan 2005 dan dokumen proses perijinan serta pembangunan TPST dari Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor serta perusahaan pengelola.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketika terjadi konflik antara warga masyarakat Bojong dengan perusahaan pengelola TPST pemolisian yang dilaksanakan adalah tindakan reaktif dan represif yang acuannya adalah penegakan hukum. Penegakan hukum dilakukan dengan berpedoman pada Prosedur Tetap O1/X11998 tetang tindakan tegas bagi Satuan Pengendalian Massa (Dalmas) atau Pengendali Huru-Hara (PHH) Poiri dalam rangka penindakan kerusuhan massa atau huru-hara. Selain itu Penangakapan dilakukan dengan kekerasan terhadap orang-orang yang diduga melakukan pengrusakan dan pembakaran. Kekerasan dilakukan terhadap warga masyarakat yang tidak tertib, melakukan kerusuhan dan menentang kebijakan pemerintah serta menolak untuk ditangkap, diamankan dan dibawa ke Polres Bogor untuk diperiksa.
Penegakan hukum yang menjadi acuan dalam penanganan gejolak sosial yang terjadi pada masyarakat setempat terbukti tidak efektif untuk peredaman konflik. Hal ini menggambarkan ketidaksiapan Polres Bogor dalam menangani konflik yang terjadi antara warga masyarakat Bojong dengan perusahaan pengelola TPST. Karena yang digunakan adalah cara pemolisian tradisional yang biasanya dilakukan dengan menunjukkan kekuatan polisi sebagai penegak hukum. Penegakan hukum yang dilaksanakan oleh Polres Bogor bertujuan untuk mengatasi tindakan warga masyarakat yang melakukan pengrusakan dan pembakaran TPST, yang pada kenyataannya tidak menghilangkan atau meredam konflik yang terjadi antara warga dengan perusahaan.
Upaya pencegahaan kejahatan seperti tugas penyelidikan dengan tujuan untuk mendeteksi poiensi-potensi konflik kurang mendapat perhatian. Akibatnya tugas tersebut dilaksanakan dengan asal-asalan sehingga tidak menghasilkan Informasi tepat atau tidak mempunyai data yang akurat yang dapat dianalisa untuk digunakan sebagai bahan untuk membuat kebijakan dalam menangani konflik. Tugas penggalangan yang intensif baru dilaksanakan setelah terjadinya kerusuhan massa, sehingga masyarakat sangat sulit didekati karena ketidakpercayaan mereka kepada polisi yang semakin besar. Rasa tidak percaya warga masyarakat terhadap polisi terjadi karena penegakan hukum yang dilaksanakan oleh polisi dalam menangani permasalahan TPST tidak adil dan berpihak serta penangkapan yang dilaksanakan oleh petugas polisi saat terjadinya kerusuhan dilakukan dengan kekerasan.
Sedangkan atensi pimpinan dalam upaya pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat hanya sebatas memberikan perintah tanpa adanya dukungan sumberdaya yang memadai. Perintah-perintah tersebut rliberikan sekedar untuk menjalankan kewajiban sebagai pemimpin tanpa dilandasi rasa tanggung jawab yang besar sebagai pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Atensi dan perhatian terhadap upaya pencegahaan kejahatan serta pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat baru dilaksanakan dengan lebih baik setelah terjadinya kerusuhan massa yang mengakibatkan kerusakankerusakan yang sangat merugikan."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T18143
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Wayan Nurasta Wibawa
2008
T 25012
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Zulfahmi
"Tawuran antar warga seperti yang terjadi antara Kampung Tambak dan Kampung Anyer di Pegangsaan, Jakarta merupakan fenomena sosial yang menarik untuk dikaji secara mendalam, karena konflik terjadi diantara warga di dua perkampungan yang sebelumnya memiliki hubungan yang harmonis. Bahkan banyak diantara warga kedua kampung masih berhubungan keluarga karena banyak terjadi perkawinan diantara mereka. Konflik tersebut berlangsung cukup lama dan cenderung keras. Selama kurun 1990-1993, peserta konflik masih terbatas pada kalangan pemuda/remaja kedua kampung tersebut, namun sejak 1994 hingga 2001 peserta konflik meluas menjadi bersifat massal, sehingga berkembang menjadi tawuran antar kampung.
Konflik antar pemuda berawal dari menguatnya identitas kolektif masing-masing kelompok tersebut. Konflik berawal dari sikap arogansi sekelompok pemuda Kampung Tambak, salah satunya dengan menguasai kawasan Tugu Proklamasi dan sekitarnya tanpa memberi kesempatan pada pemuda Kampung Anyer ikut memanfaatkan lahan tersebut, memicu pecahnya konflik terbuka antara kedua kelompok pemuda tersebut. Di satu sisi Pemuda Kampung Tambak bersikap arogan ingin mendominasi pihak lain, sedangkan di sisi lain pemuda Kampung Anyer memberi perlawanan terhadap sikap tersebut.
Semakin sering dan keras konflik, semakin banyak menyeret solidaritas dari warga sekampung lainnya untuk bersama-sama membela harga diri kampung mereka. Identitas kolektif tersebut dibangun secara sosial terutama atas dasar kesamaan teritorial, dimana terjadi interaksi sosial yang kontinyu. Melalui interaksi tersebut, atribut kesamaan secara simbolis dibangun dan didefinisikan, dari sinilah trust dan solidaritas berkembang diantara warga sekampung.
Konflik berlangsung keras karena konflik menyangkut isu-isu non-realistik, berupa nilai-nilai inti (core values) dan kepentingan kelompok yang samar-samar atau abstrak (vaguely defined class interest) yaitu harga diri dan dendam. Konflik juga berlangsung lebih lama karena tujuan konflik yang tidak jelas menyulitkan peserta konflik untuk mendefinisikan kapan mereka telah mencapai tujuan tersebut, sehingga konflik menjadi berlarut-larut. Selain itu, para pemimpin di masing-masing pihak kurang mampu membujuk warganya menghentikan konflik, hal ini disebabkan kerekatan hubungan antara warga dan para pemimpinnya cenderung lemah, selain itu juga masyarakat cenderung terpecah-belah karena kohesi sosial antar warga juga cenderung rendah. Intensitas konflik dan kerasnya konflik lambat laun makin mempertegas batas-batas pemisah antara warga kedua kampung dan meningkatkan solidaritas diantara warga sekampung untuk bersama-sama memerangi pihak lawan.
Berbagai upaya mengatasi konflik telah dilakukan oleh aparat pemerintah setempat, diantaranya dengan memfasilitasi pertemuan antar tokoh masyarakat dan pemuda setempat dari kedua pihak untuk membuat konsensus damai selain membentuk satgas yang terdiri dari sejumlah pemuda dari pihak-pihak yang berseteru, namun berbagai upaya tersebut belum mampu mengatasi konflik. Ini disebabkan konsensus tersebut tidak mampu merembes ke seluruh warga kampung karena kohesi sosial masyarakat yang cenderung rendah dan juga para tokoh dan pemuda yang dilibatkan bukanlah orang-orang yang berpengaruh dan memiliki kepemimpinan yang efektif di lingkungan komunitasnya.
Berbeda dengan upaya pemerintah tersebut, program resolusi konflik yang dikembangkan institusi lokal Forum Warga Cinta Damai (FWCD) ternyata cukup efektif meredam konflik. Sejak berdiri pada pertengahan 2001, forum tersebut menyelenggarakan berbagai kegiatan-kegiatan bersama dengan melibatkan warga yang berpengaruh dari berbagai social fieldnya, seperti kelompok bermain (peer group) pemuda, remaja, ibu-ibu, para bapak, serta kelompok pengajian, kelompok arisan dan sebagainya. Kegiatan tersebut membuat seluruh individu terhubung satu sama lain. Meski mereka berasal dari berbagai social field, namun hubungan antar mereka menjadi cikal bakal perekat antar social field dalam komunitas masyarakat yang berkonflik. Langkah ini cukup efektif merekatkan kembali hubungan sosial antar warga di kedua kampung yang bertikai, dan hasilnya selama tahun 2002 tawuran antar warga tak terjadi lagi.
Program community development tersebut merangsang antar individu dalam komunitas untuk menjalin kerjasama dalam mencapai tujuan-tujuan bersama. Melalui program tersebut, dilakukan upaya merekonstruksi kembali hubungan sosial antar warga, dengan mendefinisikan ulang batas-batas kolektifitas antar warga kedua kampung. Seiring dengan tumbuhnya jaringan baru yang menjembatani berbagai golongan masyarakat, turut berkembang norma-norma baru yang mengedepankan prinsip hidup damai penuh persaudaraan dalam lingkungan ketetanggaan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10824
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahmi Sidiq
"Penjara merupakan suatu tempat yang ditujukan untuk menampung individu yang dianggap bersalah karena telah melakukan kejahatan. Narapidana menjalani kehidupannya di dalam penjara berdasarkan pengendalian penuh dari pihak penjara dan mendapati kesehariannya di dalam penjara dengan penderitaan (pain of imprisonment). Tidak jarang narapidana tertekan secara fisik maupun mental, karena perlakuan kasar antar sesama narapidana ataupun perlakuan kasar dari petugas penjara. Belum lagi buruknya kondisi penjara seperti bangunan yang tidak layak, pelayanan makanan yang seadanya serta kondisi buruk lainnya menjadi hal yang membuat narapidana semakin tertekan. Kondisi buruk seperti ini memberikan efek frustasi yang berlebih kepada narapidana, sehingga dapat menimbulkan potensi kerusuhan yang besar. Karena kerusuhan merupakan respon alamiah dari buruknya kondisi penjara selama narapidana berada di dalamnya. Akan tetapi, terdapat sebuah penjara, yaitu Lembaga Pemasyarakatan X, mempunyai catatan bersih akan adanya kerusuhan di dalam penjara (dalam kurun waktu 2011-2014). Penelitian ini mencoba menjelaskan mengenai berbagai bentuk manajemen konflik di dalam Lembaga Pemasyarakatan X yang mampu menjaga keamanannya sehingga terhindar dari adanya kerusuhan yang dilakukan oleh narapidananya.

Prison is a place that adressed to those who commited to criminal acts. Prison who live behind the wall, spent their life time under the authority of prisons. Prison forced every single of prisoner, by reducing their rights daily as long as they lived in prison. It was a reflection of pain of imprisonment that prisoners has to experienced. Prisoners often to be forced psychally and mentally, because of the acts of violences among prisoner and also from prison offocials. Prisoners suffered a pain or imprisonment also from poor circumtances of the prisons, such as bad construction of prison, lack of quality for food, etc. On of the results from pain of impronment is a painfully frustation among the prioners, that brings a real potential of riot in prison. Because a prison riots is a naturally respond from a bad condition inside the prison, during prioners live their life inside the prison. However, there is a prison in Indonesia that Lembaga Pemasyarakatan X, has not had a history of prison riots. This paper try to describe how this prison tried to make a different situation that not cause a prison riots.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
S60602
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iskandar Zulkarnain
Jakarta: Proyek Penelitian Pengembangan Riset, 2003
303.6 ISK p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Reno Grivaldi Dwangga Ampanagara
"Penelitian ingin mengetahui penerapan manajemen konflik manajer Jepang dan Indonesia serta mengetahui perbedaan penerapan gaya manajemen konflik. Manajemen konflik yang terdiri dari integrating, obliging, avoiding, dominating dan compromising. Responden adalah pegawai di perusahaan manufaktur PT.X dan PT. Z. Penelitian menggunakan kuesioner sesuai Rahim Organization Conflict Inventory II (ROCI-II), lalu diolah dengan menggunakan analisis deskriptif dan t-test.
Hasil penelitian menemukan bahwa manajer Jepang menerapkan manajemen konflik dengan urutan integrating, compromising, obliging, dominating dan avoding. Sedangkan manajer Indonesia menerapkan manajemen konflik dengan urutan integrating, compromising, dominating, obliging dan avoiding. Ditemukan juga bahwa perbedaan penerapan manajemen konflik antara manajer Jepang dan Indonesia terdapat dalam gaya avoiding dan dominating.

This research is conducted to discover the application of conflict management between Japanese and Indonesian managers and the applied distinction of conflict management. Conflict management consists of integrating, obliging, avoiding, dominating, and compromising. The respondents are employees from PT. X and PT. Z. The research uses questionnaire based on Rahim Organization Conflict Inventory II (ROCI-II) and is processed by using descriptive analysis and t-test.
The result of this research finds out that Japanese manager applies conflict management by sequence of integrating compromising, obliging, dominating, and avoiding while Indonesian manager applies conflict management by sequence of integrating, compromising, dominating, obliging, and avoiding. There is also applied distinction of conflict management between Japanese and Indonesian managers in avoiding and dominating manners."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
T32221
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>