Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 84967 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Valenchia
"Tujuan mengetahui pengaruh sitikolin 1000 mg per hari selama 60 hari terhadap hasil pattern electroretinography, ketebalan sel ganglion dan lapang pandang pasien NAION non-arteritic anterior ischemic optic neuropathy fase kronik. Metode Uji klinis acak terkontrol tersamar ganda dilakukan pada 38 subyek penelitian. Randomisasi membagi subyek menjadi 2 kelompok yaitu 18 subyek kelompok sitikolin S-NAION dan 20 subyek plasebo P-NAION. Analisis dilakukan pada 17 subyek penelitian di tiap kelompok.
Hasil Terjadi peningkatan ? amplitudo P50 30 hari di kelompok S-NAION 0,775 2,6 V , namun tidak bermakna secara statistik bila dibandingkan dengan kelompok P-NAION p = 0,182. Terjadi perbaikan ? amplitudo N95 60 hari di kelompok S-NAION -0,356 2,992 V, namun tidak bermakna secara statistik bila dibandingkan dengan kelompok P-NAION p = 0,779. Pemberian sitikolin tidak menunjukkan perubahan ketebalan sel ganglion retina. Terjadi peningkatan ? mean deviation 60 hari di kelompok S-NAION 3,13 6,467 dB, namun tidak bermakna secara statistik bila dibandingkan dengan kelompok P-NAION p = 0,344. Kesimpulan Sitikolin cenderung meningkatkan ? amplitudo P50 dan N95 serta ? mean deviation pada NAION fase kronik.

Purpose to determine the effect of 1000 mg citicoline each day given for 60 days on pattern electroretinography, retinal ganglion cell thickness and visual field in chronic phase NAION non arteritic anterior ischemic optic neuropathy patients. Methods Double masked randomized clinical trial were performed in 38 patients. Randomization divided the patients into 2 groups of 18 subjects in the citicoline group C NAION and 20 subjects in the placebo group P NAION . The analysis was performed on 17 subjects in each group.
Results There were increament of amplitude P50 30 days in C NAION group 0,775 2,6 V, but statistically insignificant compared to P NAION p 0,182. There were also improvement of amplitude N95 60 days in C NAION group 0,356 2,992 V, but statistically insignificant compared to P NAION p 0,779. Citicoline supplementation did not show any changes in retinal ganglion cell thickness. There were improvement of mean deviation 60 days in C NAION group 3,13 6,467 dB, but statistically insignificant compared to P NAION p 0,344. Conclusions Citicoline tends to increase the amplitude of P50 and N95 and mean deviation in chronic phase NAION.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lumbantobing, Joshua Partogi Ferdinand
"Tujuan: Membandingkan efek sitikolin pada hewan coba model traumatic optic neuropathy(TON) ditinjau dari gambaran histopatologi dan ekspresi imunohistokimia.
Metode: Penelitian dengan desain eksperimental terhadap 4 kelompok hewan coba. Sebanyak 12 mata dari 12 hewan coba kelinci jenis New Zealand White menjalani optic nerve crush injury(ONC) untuk menciptakan model TON. Tindakan ONC dilakukan dengan menggunakan Hartmann Mosquito Clamp. Evaluasi histopatologi berupa pemeriksaan densitas sel ganglion retina dengan pewarnaan hematoksilin-eosin dan pemeriksaan imunohistokimia dengan antibodi bcl-2 serta caspase-3.
Hasil: Densitas sel ganglion retina pada setiap kelompok menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan nilai normal. Perbandingan berdasarkan periode waktu, baik periode 3 hari dan 7 hari, menunjukkan perbedaan yang bermakna bila dibandingkan dengan periode yang sama pada subjek tanpa terapi (p<0.001). Pemeriksaan imunohistokimia pada kelompok terapi bila dibandingkan dengan kelompok tanpa terapi menunjukkan peningkatan ekspresi bcl-2 secara signifikan pada hari-3 (p=0.012) dan hari-7 (p=0.046).Pemeriksaan imunohistokimia pada kelompok terapi bila dibandingkan dengan kelompok tanpa terapi menunjukkan penurunan ekspresi caspase-3 secara signifikan pada hari-3 (p=0.046) namun tidak pada hari ke-7 (p=0.072).
Kesimpulan: Pemberian sitikolin mampu menurunkan tingkat kematian sel ganglion retina dibandingkan tanpa terapi pada TON dan didukung dengan peningkatan ekspresi bcl-2 sebagai anti-apoptosis yang bermakna serta penurunan dari ekspresi caspase-3 sebagai pro-apoptosis.

Aims: Comparing citicoline effect in animal model of traumatic optic neuropathy (TON) in histopathology and immunohistochemical evaluation.
Methods: This is an experimental research for 4 groups of animal model. Twelve eyes from 12 New Zealand White rabbits underwent optic nerve crush injury (ONC) to create TON. The ONC was done using the Hartmann Mosquito clamp. Histopathological evaluation of retinal ganglion cell density by hematoxylin-eosin staining and immunohistochemical examination with bcl-2 and caspase-3 antibodies.
Results: Retinal ganglion cell density in each group showed a significant difference when compared with normal values. For comparisons based on the time period, 3 days and 7 days, both showed a significant difference when compared to the non-citicoline subjects in same period (p <0.001). Immunohistochemical examination in citicoline group, when compared to the non-citicoline group, showed a significant increase in bcl-2 expression on day-3 (p = 0.012) and day-7 (p = 0.046). Immunohistochemical examination in the citicoline group, when compared with the non-citicoline group, showed a significant decrease in caspase-3 expression on day-3 (p = 0.046) but not on day-7 (p = 0.072).
Conclusions: Citicoline is able to reduce the rate of retinal ganglion cell death and supported by a significant increase in the expression of bcl-2 as anti-apoptosis and a decrease in caspase-3 expression as pro-apoptosis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atti Ratnawiati
"ABSTRAK
Sitikolin adalah neuroprotektor yang paling banyak digunakan untuk memperbaiki kerusakan neurologis pada penderita stroke iskemik, namun efektivitas sitikolin masih diperdebatkan berdasarkan penelitian ilmiah karena memberikan hasil yang heterogen. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi sitikolin terhadap fungsi neurologis yang dinilai dengan The National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS) dan kemampuan fungsional yang dinilai dengan Barthel Index. Penelitian pada pasien stroke iskemik berdasarkan terapi sitikolin yang dilakukan di 18 rumah sakit di Indonesia yang berkontribusi dalam registri penyakit stroke. Desain studi penelitian ini adalah kohort retrospektif menggunakan data registri stroke Indonesia. Penilaian perbaikan fungsi neurologis berdasarkan perubahan nilai NIHSS sebesar > 2 poin dan penilaian kemampuan fungsional berdasarkan perubahan nilai Barthel Index sebesar > 20 poin yang diukur pada saat masuk dan keluar rumah sakit. Pasien stroke iskemik yang mendapat terapi sitikolin memiliki peluang perbaikan fungsi neurologis sebesar 1,34 kali (CI 95% 1,058-1,658) dibanding pasien yang tidak mendapat terapi sitikolin setelah dikontrol variabel neurorestorasi. Peluang perbaikan kemampuan fungsional pasien stroke iskemik yang mendapat terapi sitikolin sama dengan pasien yang tidak mendapat sitikolin setelah dikontrol dengan neurorestorasi dengan relative risk 1,07 (CI95% 0,879-1,293; p=0,53).

ABSTRACT
Citicoline is the most widely used neuroprotective to repair neurological deficit in ischemic stroke patients, however the effectiveness of citicoline is still controversial and raise arguments against scientific research because it provided heterogeneous results.The objectives of the study are to identify citicoline effect on neurological function improvement using The National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS) and functional ability improvement using Barthel Index (BI) in the treatment of ischemic stroke patients at 18 hospitals involved in Indonesia stroke registry. The design of this study is retrospective cohort study using stroke registry data. Improvement of neurological function assessed by changes of NIHSS score >2 and improvement of functional ability assesed by changes of Barthel Index score > 20 as measured at the time of admission and discharge of the hospital.The result shows that the probability of functional neurological improvement on citicoline treatment group is higher than no citicoline treatment group with adjusted RR by neurorestoration is 1,34 (95% CI 1.058 to 1.658, p=0,0014). There is no difference of functional ability improvement between citicoline and no citicoline treatment group, with adjusted RR by neurorestoration is 1.07 (CI95% 0.879 to 1.293; p=0,53)."
2016
T45655
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Didik Bani Unggul
"Non-arteritic Anterior Ischemic Optic Neuropathy (NAION) merupakan suatu penyakit yang timbul akibat insufisiensi alirah darah pada arteri yang mensuplai optic disc. Faktor risiko yang diduga berperan penting dalam terjadinya NAION diantaranya adalah hipertensi, obesitas, diabetes, dislipidemia, merokok, kondisi hiperkoagulasi, penyakit kardiovaskular dan stroke. Penelitian ini akan berfokus pada identifikasi faktor-faktor yang dapat menjadi karakteristik pembeda antara kondisi unilateral dan bilateral serta menganalisis peran masing-masing faktor tersebut. Metode random forest akan diaplikasikan untuk mendapatkan faktor-faktor yang secara konsisten dapat menjadi karakteristik pembeda antar kondisi lateralitas. Metode decision tree dan regresi logistik disertakan untuk memeroleh gambaran peran masing-masing faktor dalam bentuk pohon keputusan dan perbandingan risiko yang diformulasikan oleh rasio odds. Faktor penting berdasarkan model random forest adalah onset, GDP, HDL, usia, GD2PP, dan LDL. Berdasarkan rasio odds peningkatan usia, onset, LDL, GDP, dan GD2PP, akan berdampak pada peningkatan risiko pasien mengalami kondisi bilateral. Sedangkan semakin tinggi kadar HDL, risiko mengalami kondisi bilateral akan menurun. Pada penelitian ini juga dilakukan simulasi penanganan missing value dengan tiga skema penanganan yang berbeda. Hasil simulasi menunjukan bahwa imputasi regresi memberikan performa yang lebih bagus dibandingkan dengan imputas atau ketika hanya menggunakan observasi kompletArteritic
Anterior Ischemic Optic Neuropathy (NAION) is a disease that arise because of blood insufficiency in the artery that supply optic disc. Risc factors which are considered to inflict NAION are hypertention, obesity, diabetes, dislipidemia, smoking, hypercoagulable state, cardiovascular disease, and stroke. NAION could happen either unilateral or bilateral condition. This study will focus on the identification of important factors that could be distinguishing characteristics between unilateral and bilateral patients. Random forest method is applied to obtain factors that can consistently be distinguishing characteristics between laterality conditions. Decision tree and logistic regression method are included to obtain the visualization of the role of each important factors by using decision rule and odds ratio. The important factors based on random forest are onset, GDP, HDL, age, GD2PP, and LDL. Based on odds ratio, escalation of age, onset, LDL, GDP, and GD2PP, will have an impact on increasing the patients risk experiencing bilateral condition. Whereas the enhancement of HDL level, the risk of experiencing bilateral condition will decrease. This study also simulated a missing value handling with three different handling schemes. Simulation results show that regression imputation provides better performance when compared to mean imputation or when we only used complete observation."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dialika
"Latar belakang: Salah satu efek samping yang cukup dikenal dalam pengobatan TB adalah efek samping akibat konsumsi etambutol, yang dikenal sebagai neuropati optik etambutol (NOE). Beberapa studi baru-baru ini pada hewan coba yang diberikan etambutol mendapatkan adanya penurunan jumlah sel ganglion retina pasca konsumsi etambutol.
Tujuan: Untuk mengetahui perubahan ketebalan RNFL peripapil dengan menggunakan OCT setelah konsumsi etambutol dan mengetahui korelasi perubahan ketebalan RNFL peripapil dengan perubahan fungsi penglihatan.
Desain Penelitian prospektif dengan uji klinis tunggal.
Hasil: Terdapat 29 subjek yang berpartisipasi pada studi ini, dengan rerata dosis etambutol yang dikonsumsi 16,44 ± 2,7 mg/kgBB/hari. Ditemukan perubahan signifikan ketebalan RNFL 2 bulan setelah konsumsi etambutol pada kuadran superior (147 ; 141μm), nasal (92 ; 88μm) dan pada rerata seluruh kuadran (116,77 ; 112,65 μm). Nilai rerata tajam penglihatan, sensitivitas warna dan lapang pandangan mengalami perubahan signifikan, namun bukan perubahan yang bermakna secara klinis. Pada studi ini korelasi antara perubahan masing-masing parameter fungsi penglihatan dengan perubahan ketebalan rerata RNFL tidak bermakna secara statistik (p > 0,05).
Kesimpulan: Terdapat penurunan ketebalan RNFL peripapil setelah mengkonsumsi etambutol selama 2 bulan, namun belum mencapai penurunan yang bermakna klinis. Terdapat perubahan tajam penglihatan, sensitivitas warna, dan lapang pandangan yang bermakna setelah mengkonsumsi etambutol selama 2 bulan. Tidak terdapat korelasi antara perubahan ketebalan RNFL peripapil dengan perubahan masing-masing fungsi penglihatan.

Background: Ethambutol Optic Neuropathy (EON) is a well-known side effect within patients receiving ethambutol therapy. Recent studies performed in animals reveal decreased amount of retinal ganglion cells after they are given ethambutol.
Purpose: To evaluate peripapillary RNFL thickness changes using OCT, before and after patients receive ethambutol therapy. To know the correlation of RNFL thickness changes with the changes of visual function.
Study design: One group pretest-posttest study.
Result: There was 29 subjects enrolling the study, with the mean dose of ethambutol 16,44 ± 2,7 mg/kgBW/day. We found significant changes of peripapillary RNFL thickness 2 months after consuming ethambutol in superior (147 ; 141 μm), nasal (92 ; 88 μm) and average RNFL thickness (116,77 ; 112,65 μm). The mean visual acuity, color sensitivity and visual field also change significantly, without clinically meaningful changes. This study did not found any statistically significant correlation between RNFL thickness changes and the changes of visual function parameters (p>0,05).
Conclusion: After 2 months ethambutol consumption, there was a statistically significant peripapillary RNFL thinning, with non-clinically significant amount of reduction. There was also significant changes of visual acuity, color sensitivity and visual field. No correlation was found between RNFL thickness thinning and visual function parameters changes.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T58939
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syntia Nusanti
"Non-arteritic anterior ischemic optic neuropathy (NAION) adalah penyakit multifaktorial yang mekanismenya belum diketahui secara pasti, namun hiperkoagulasi diduga merupakan faktor yang berperan pada NAION. Karena merupakan penyakit mikrovaskular, maka aktivasi koagulasi pada fase awal dapat menyebabkan koagulasi pada NAION. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran hiperkoagulasi pada kejadian NAION dalam upaya memberikan tata laksana yang lebih baik pada pasien NAION. Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2020 hingga April 2022 di Poliklinik Mata Divisi Neuro-oftalmologi FKUI-RSCM Kirana. Subjek adalah pasien NAION yang dibagi menjadi kelompok hiperkoagulasi dan non-hiperkoagulasi. Penelitian potong lintang dilakukan untuk menilai penanda koagulasi dini yaitu E-selectin, P-selectin, microparticle tissue factor (MPTF), prothrombin fragment 1+2 (PF1+2), dan hasil pemeriksaan penunjang berupa optical coherence tomography (OCT), OCT angiography (OCTA), dan Humphrey visual field (HVF). Uji klinis eksperimental dilakukan untuk menilai efektivitas terapi hiperkoagulasi dalam waktu 1 bulan. Terdapat 64,3% subjek NAION dengan hiperkoagulasi dan terjadi aktivasi penanda koagulasi dini pada kedua kelompok. Kesesuaian lokasi OCTA dengan ganglion cell inner plexiform layer (GCIPL) ditemukan pada 33% subjek, retinal nerve fiber layer (RNFL) pada 6,7% subjek, dan HVF pada 40% subjek, namun tidak terdapat korelasi jumlah sektor atau kuadran yang terkena. Nilai GCIPL dan HVF tidak berkorelasi dengan OCTA, di kuadran yang terkena, RNFL berkorelasi dengan OCTA. Kelompok terapi hiperkoagulasi menunjukkan penurunan perfusi lebih sedikit. Tajam penglihatan membaik pada 57,2% subjek di kelompok NAION dengan hiperkoagulasi dan 42,9% di kelompok NAION nonhiperkoagulasi. Berdasarkan fungsi lapang pandang, kedua kelompok menunjukkan perbaikan pada sebagian besar subjek (71,4% pada kelompok NAION dengan hiperkoagulasi dan 85,8% pada kelompok NAION nonhiperkoagulasi). Disimpulkan hiperkoagulasi berperan pada mekanisme NAION, sehingga tata laksana terkait hiperkoagulasi penting pada pasien NAION dalam mencapai luaran klinis yang lebih baik.

Non-arteritic anterior ischemic optic neuropathy (NAION) is a multifactorial disease with an uncertain mechanism. Hypercoagulability is believed to be one of the factors involved in NAION. Considering that NAION is a microvascular disease, this study assumes that coagulation activation in the early phase is sufficient to cause a coagulation state in NAION. The aim of this research is to evaluate the role of hypercoagulability in the occurrence of NAION in order to provide better management for NAION patients. The subjects were NAION patients divided into hypercoagulability and non-hypercoagulability groups. A cross-sectional study was conducted to assess early coagulation markers, namely E-selectin, P-selectin, microparticle tissue factor (MPTF), and prothrombin fragment 1+2 (PF1+2), as well as ancillary tests such as optical coherence tomography (OCT), OCT angiography (OCTA), and Humphrey visual field (HVF). An experimental clinical trial was conducted to evaluate the effectiveness of hypercoagulation therapy within one month. It was found that 64.3% of NAION subjects had hypercoagulability. Early coagulation marker activation occurred in both groups. There was a concordance between OCTA and ganglion cell inner plexiform layer (GCIPL) location in 33% of subjects, retinal nerve fiber layer (RNFL) in 6.7% of subjects, and HVF in 40% of subjects. However, no correlation was found regarding the number of affected sectors or quadrants. GCIPL and HVF values did not correlate with OCTA, whereas in the affected quadrant, RNFL correlated with OCTA. The hypercoagulation therapy group showed less perfusion reduction. Visual acuity improved in 57.2% of subjects in the hypercoagulability NAION group and 42.9% in the non-hypercoagulability NAION group. Based on visual field function, both groups showed improvement in the majority of subjects (71.4% in the hypercoagulability NAION group and 85.8% in the non- hypercoagulability NAION group). It can be concluded that hypercoagulability plays a role in the mechanism of NAION, thus emphasizing the importance of managing hypercoagulability in NAION patients to achieve better clinical outcomes."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anna Nur Utami
"ABSTRAK
Tujuan tesis ini adalah mengetahui pengaruh suplementasi sitikolin 1000 mg per hari selama 4 minggu terhadap hasil elektroretinografi pada pasien NPDR non-proliferative diabetic retinopathy . Desain penelitian ini adalah uji klinis acak terkontrol tersamar ganda. Tiga puluh delapan mata yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dirandomisasi untuk masuk ke dalam kelompok plasebo P-NPDR atau sitikolin 1000 mg S-NPDR . Pada akhir penelitian didapatkan 18 mata pada kelompok sitikolin dan 16 mata pada kelompok plasebo. Keluaran primer penelitian ini adalah nilai amplitudo P50 dan N95 PERG within group dan intergroup yang dinilai pada baseline dan 4 minggu paska pemberian intervensi. Analisis hasil didapatkan pada S-NPDR didapatkan perbaikan nilai rerata amplitudo N95 sebelum terapi, 4.85 1.9-10.3 V, dan setelah terapi, 5.7 1.9-17.1 V, P = 0.04 . Terdapat kecenderungan perbaikan amplitudo P50 yang lebih baik pada kelompok T-NPDR dan perbaikan amplitudo N95 yang lebih baik pada S-NPDR yang tidak bermakna secara statistik P = 0.45; P = 0.35.

ABSTRACT
The purpose of this study was to determine the effect of citicoline 1000 mg oral supplementation given for 4 weeks on electroretinography abnormalities in patients with NPDR non proliferative diabetic retinopathy . The study design was a double blind randomized controlled clinical trial. Thirty eight patients who matched the inclusion and exclusion criteria were randomized into two groups the plasebo P NPDR and citicoline C NPDR . In the end, there were 18 eyes in citicoline group and 16 eyes in plasebo group. The primary outcome was P50 and N95 amplitude in PERG within group and intergroup which were taken at the baseline and 4 weeks after treatment. Results at the end of treatment, the N95 amplitude in C NPDR showed improvement, 4.85 1.9 10.3 V, before treatment to 5.7 1.9 17.1 V, after treatment with P 0.04. In P NPDR showed positive trend in P50 amplitude while in C NPDR showed positive trend in N95 amplitude, but these values were not statistically significant P 0.45 P 0.35.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Univeristas Indonesia, 2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rosdeni Arifin
"Latar belakang : Trombosis dikenal sebagai dasar patogenesis oklusi vena
retina (OVR). Adanya trombosis vena retina dapat diketahui dari funduskopi dan
angiografi fluoresin. Selain itu, adanya gangguan hemostatik ditunjukkan oleh
penurunan kadar protrombin didalam plasma dan nilai intemational normalized
ratio (INR). Prinsip penatalaksanaan pada OVR adalah memperbaiki sirkulasi
darah dengan cara mencegah pembentukan trombus dan meningkatkan
fibrinolisis. LMWH subkutan sebagai antikoagulan mempunyai peranan pad a
kedua cara tersebut, sedangkan Warfarin hanya mampu mencegah koagulasi
material-material darah yang akan terjadi. Tujuan : untuk menilai efektivitas
terapi LMWH terhadap perbaikan abnormalitas vaskular penderita oklusi vena
retina (OVR). Bahan dan cara : Penelitian ini merupakan uji klinis prospektif.
secara random. Subjek penelitian dibagi menjadi kelompok penerima LMWH
subkutan untuk 10 hari dan tumpang tindih dengan warfarin pada hari ke delapan
serta kelompok penerima menerima warfarin sejak hari pertama lerapi.
Pemeriksaan hemostatik dan angiografi fluoresin dilakukan pad a kedua
kelompok. Efektivitas terapi dinilai pada hari ke 19 dengan Survival analysi~ dan
Cox regression. Hasil : Efektivitas terapi LMWH ditemukan 11 kali lebih baik dari
warfarin dengan 95% CI bermakna. Kesimpulan : Terapi LMWH menunjukkan
peranan didalam mencegah koagulasi dan meningkatkan fibrinolisis pada OVR."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
T58805
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Felix Kurniawan
"Glaukoma berada di peringkat kedua sebagai penyebab kebutaan di Indonesia. Penurunan lapang pandang yang ditandai dengan penurunan nilai mean deviation MD dan penipisan retinal nerve fiber layer RNFL adalah dua dari beberapa hal yang sering dikaitkan dengan glaukoma. Namun, kedua hal tersebut belum ditemukan secara jelas hubungannya satu sama lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan MD lapang pandang dengan ketebalan rerata RNFL pada pasien glaukoma primer sudut terbuka di RSCM kirana, Jakarta. Desain dari penelitian ini adalah cross-sectional dengan mengambil data dari rekam medis pasien RSCM Kirana dari Januari 2015 hingga Juni 2016 yang memiliki data hasil pemeriksaan optical coherence tomography OCT dan tes Humphrey. Terdapat 95 buah bola mata yang datanya diambil untuk sampel. Dari hasil analisa korelasi antara nilai MD lapang pandang dan ketebalan RNFL yang dilakukan pada data yang diperoleh, didapatkan nilai signifikansi.

Glaucoma is the second leading cause of blindness in Indonesia. Visual field loss which is indicated by reduced mean deviation MD value and retinal nerve fiber layer RNFL depletion are two of several things frequently related to glaucoma. However, the correlation between the two variables is yet to be clearly discovered. The objective of this research is to know the correlation between visual field MD and RNFL average thickness in primary open angle glaucoma patients in RSCM kirana, Jakarta. The design which is used in this research is cross sectional by retrieving data from RSCM Kirana patients rsquo medical record from January 2015 to June 2016 which have optical coherence tomography OCT and Humphrey test results. There were 95 eyes whose data was retrieved as samples. After analyzing the correlation between visual field MD value and RNFL thickness retrieved from the samples, it was found that the significance value is"
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S70377
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rani Indira Sari
"Tujuan: Menganalisis efek pemberian sitikolin terhadap kerusakan sel ganglion tikus pada Etambutol Optik Neuropati (EON).
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan hewan coba tikus. Lima belas ekor tikus Wistar dibagi dalam tiga kelompok yaitu kelompok tanpa perlakuan (A), kelompok etambutol (B), kelompok etambutol dan sitikolin (C). Kelompok B dan C diberikan perlakuan selama 30 hari, kemudian dilakukan pemeriksaan histopatologi untuk menilai densitas sel ganglion retina, dan imunohistokimia untuk menilai ekspresi bcl-2 dan caspase-3.
Hasil: Densitas sel ganglion retina tikus dengan intoksikasi etambutol yang mendapat sitikolin lebih tinggi dibandingkan yang tidak mendapatkan sitikolin (p=0,001). Lapisan ganglion tikus yang mendapat sitikolin lebih tipis dibandingkan yang tidak mendapatkan sitikolin (p=0,005), peningkatan ketebalan lapisan sel ganglion ini karena pembentukan vakuola pada sitoplasma sel ganglion. Tikus dengan sitikolin didapatkan ekspresi bcl-2 ganglion yang lebih tinggi (p=0,001), dan ekspresi caspase-3 yang lebih rendah (p=0,02) dibandingkan tikus yang tidak mendapatkan sitikolin.
Simpulan: Sitikolin memberikan efek proteksi terhadap sel ganglion retina dengan EON, dinilai dari morfologi sel ganglion dan ekspresi caspase-3 dan bcl-2.

Objective: To analyze the effects of citicoline administration on rat ganglion cell damage in Ethambutol Optic Neuropathy (EON).
Method: This study was an experimental study with rat experiments. Fifteen Wistar rats were divided into three groups, the non-treatment group (A), the ethambutol group (B), the ethambutol and citicoline group (C). Group B and C were given treatment for 30 days, then histopathological examination was performed to assess retinal ganglion cell density, and immunohistochemistry to assess bcl-2 and caspase-3 expression.
Result: retinal ganglion cell density of rat with ethambutol intoxication that received citicoline were higher than those who did not get citicoline (p = 0.001). The rat ganglion layer that received citicoline was thinner than those who did not get citicoline (p = 0.005), the increase in thickness of the ganglion cell layer was due to the formation of vacuoles in the cytoplasm of ganglion cells. Rat with citicoline obtained higher bcl-2 ganglion expression (p = 0.001), and lower caspase-3 expression (p = 0.02) than rat that did not get citicoline.
Conclusions: Citicoline have a protective effect on retinal ganglion cells with EON, judged by the morphology of ganglion cells and caspase-3 and bcl-2 expressions.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>