Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 166825 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eleonora Mitaning Christy
"ABSTRAK
Nama : Eleonora Mitaning ChristyProgram Studi : Ilmu Gizi, Peminatan Ilmu Gizi KlinikJudul : Hubungan Pola Menyusui dengan Status Gizi Bayi dan Kadar Sekretori Imunoglobulin A pada Saliva Bayi Usia 3 ndash;6 BulanPembimbing : Dr. Sri Sukmaniah, M.Sc, Sp.GK K DR. Dr. Rini Sekartini, Sp.A K Pola menyusui merupakan bentuk atau model perilaku ibu dalam memberikan ASI kepada bayinya meliputi apakah Ibu memberikan makanan dan minuman selain ASI, kapan diberikannya makanan dan minuman lain tersebut, bagaimana kontinuitas Ibu dalam memberikan ASI, serta cara Ibu memberikan ASI. ASI mendukung pertumbuhan dan perkembangan bayi. Parameter yang paling sering digunakan untuk mengevaluasi pertumbuhan adalah adalah berat badan dan panjang badan, keduanya dapat dinterpretasikan dalam penilaian status gizi. Imunoglobulin merupakan salah satu komponen dalam ASI yang mendukung daya tahan tubuh, dan imunoglobulin yang terbanyak dalam ASI, terutama pada fase awal menyusui, adalah sekretori imunoglobulin A sIgA . SIgA sering dikatakan sebagai pertahanan tubuh lini pertama, dan kadar sIgA dapat dilihat salah satunya melalui pemeriksaan sampel saliva. Penelitian dengan desain potong lintang ini dilakukan di poliklinik anak gedung Kiara Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pola menyusui dengan status gizi dan hubungan pola menyusui dengan kadar sekretori imunoglobulin A pada saliva bayi usia 3 ndash;6 bulan. Mayoritas dari total 54 subyek yang mengikuti penelitian ini berjenis kelamin laki-laki 61,1 , 57,4 subyek memiliki usia gestasi cukup bulan, dan 51 subyek dilahirkan melalui operasi caesar. Rata-rata berat lahir dari kesuluruhan subyek adalah 2707,83 584,39 gram. Sebagian besar Ibu subyek 64,8 berusia 20 ndash;30 tahun, 55,6 memiliki riwayat multipara, dan 79,6 tidak bekerja. Pada penelitian ini didapatkan 35,2 Ibu subyek memiliki pola menyusui yang baik. Subyek dengan status gizi normal didapatkan sebesar 85,2 , Nilai tengah kadar sIgA saliva untuk seluruh subyek penelitian adalah 56,2 2,5 ndash;536,4 g/ml. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara pola menyusui dengan status gizi subyek dan kadar SIgA saliva pada bayi usia 3 ndash;6 bulan. Kata Kunci: ASI, menyusui, ibu menyusui, pola menyusui, status gizi, sIgA saliva, Bayi.

ABSTRACT
Name Eleonora Mitaning ChristyStudy Program Nutrition, Clinical NutritionTittle Breastfeeding pattern and its rsquo association with nutritional status and salivary secretory immunoglobulin A level in 3 to 6 month old infantsSupervisor Dr. Sri Sukmaniah, M.Sc, Sp.GK K DR. Dr. Rini Sekartini, Sp.A K Breastfeeding pattern is a form of mother 39 s behavior in giving breast milk to her baby including whether mother provides foods and drinks other than breast milk, when those foods and drinks are given to the baby, how rsquo s the continuity of the mother in giving breast milk, an also the way mother breastfeeds her baby. Breast milk supports the growth and development of the baby. Body weight and body length are used to evaluate the growth of the infant. Both can be interpreted into nutritional status. Immunoglobulin is one of many components in breast milk that supports immunity. The most common immunoglobulin in breast milk, especially in the early phases of breastfeeding, are secretory immunoglobulin A sIgA . SIgA often mentioned as the first line defense of the body immune system. SIgA levels can be evaluated, one of the ways, from saliva samples examination. The research with cross sectional design was conducted in Kiara Pediatric Polyclinic, Cipto Mangunkusomo Hospital, Jakarta to determine the breastfeeding pattern and its association with nutritional status and salivary secretory immunoglobulin A level in 3 to 6 month old infants. The study was conducted using 54 subjects where the majority of the subjects 61.1 were boys, 57.4 subjects had mature gestational age, and 51 of subjects were delivered by caesarean section. The mean of all subjects rsquo birth weight was 2707,83 584,39 gram. The study found that the majority of subjects rsquo mothers 64.8 were 20 to 30 year old age, 55.6 of subjects rsquo mothers were multiparas, and 79.6 were not working. The study also showed that 64.8 of subjects rsquo mothers had less good breastfeeding pattern, at the other side, 35.2 had good breastfeeding pattern. Subjects with normal nutritional status were 85.2 , while 14.9 found with abnormal nutritional status. The median of subjects rsquo salivary sIgA level was 56.2 2.5 ndash 536.4 g ml. The results of this study showed no significant association between breastfeeding pattern with nutritional status of the subjects and salivary sIgA level in 3 to 6 month old infants. Keywords Breast milk, breastfeeding pattern, nutritional status, salivary sIgA, infants."
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Sunardi
"Tujuan: Mengoptimalkan tumbuh kembang anak dengan mengetahui hubungan antara pola pemberian ASI dan MP·ASI dengan stunting pada bayi usia 6-12 bulan dan mengkatkan kadar seng serum bayi usia 6-12 bulan.
Metode : Penelitian ini menggunakan desain nested case control. Subyek penelitian adalah bayi stunting dan tidak stunting.
Hasil: Jumlah subyek 90 bayi usia 6-12 bulan, 30 kasus, 60 kontrol. Kelompok kasus diambil secara purposive, sedangkan kelompok kontrol adalab bayi tidak stunting dengan matching jenis kelamin dan usia dalam rasio satu banding dua yang diambil acak sederhana. Subyek terdiri atas 45 bayi perempuan dan 45 bayi Iaki-laki. Sebagian besar (73,3%) subyek berusu.9-12 bulan. Berat badan lahir <-1 SD ditemukan pada 24,4% subyek dan panjang badan lahir <-1 SD pada 15,9% subyek (n= 44). Responden, yaitu ibu subyek, sebagian besar (87,8%) berusia antara 17-'15 lahun dan 58,9"10 berpendidikan rendah. Hampir seluruh subyek (96,7%) mendapat asupan seng di bawah AKG 2004. Pada penelitian ini didapatkan BB lahir <-1 SD merupakan faktor risiko yang bennakna (OR =1,51; P < 0,001) Untuk stunting. Uji statistik menuujukkan pola pemberian ASI dan MP-ASI kalegori tidak baik meningkatkan risiko stunting (OR = 1,122; 95% CI 0,351-3,581), walaupun seeara statistik tidak bermakna. Dengan analisis tambahan didapatkan tidak dilanjutkanya ASI setelah mendapat MP-ASI merupakan faktor risiko bermakna Untuk stunting (p ~0,039; OR 5,8). Rerata kadar seng serum bayi stunting 12,4 ± 1,7 umoL, yaitu termasuk dalam rentang marjinaI (10,7-<13 umol/L). Sebanyak 56,1% subyek stunting mempunyai kadar seng serum di bawah niIai normal (13 umol/L) dan 20% mempunyai kadar seng serum rendah «10,7 umol/L). Uji kore1asi menunjukan tidak ada hubungan antara kadar seng serum dengan asupan seng dan panjang badan untuk usia.
Kesimpulan: Pola pemberian ASI dan MP-ASI kategori tidak baik meningkatkan risiko stunting. Rerata kadar seng serum bayi stunting pada peneitian ini berada dalam rentang marjinal.

Objective: Aim of the study was to optimize child grosth by investigating the relationship between breastfeeding and complementary feeding practice and stunting among 6-12 mo infants, and to examine the zinc status of 6-12 months old stunted infants.
Method : A "nested" case-control design was used in this study. Subjects were stunted and nonstunted infants.
Results : A total of90 subjects of 6-12 mo infants in Tangerang participated in this study (30 cases and 60 _Is). Purposive sampling was used to obtain cases, while simple random sampling was used among matched controls (by gender and age). Gender were equally distributed in both groups. Mostof1he subjects (733%) were between 9-12 mo. Birth weight <-1 SD were found in 24.4% and length (n = 44) <-I SO in 15.9% subjects. Respondents, the subjects'mothers; mostly (87.8%) were between 17-35 yr and 58.9% were low educated.. Almost all (96.7%) subjects had zinc intake below Indonesian RDA 2004. This study demonstrated that birth weight <-1 SD was a significance risk factor (p<0.001; OR = 7.57) fur stunting. Statistical analysis showed that inappropriate breastfeeding and complementary feeding practice increased 1he risk fur stunting (OR= 1.122; 95% Cl 0351-3587), although statistically not significant. Further analysis showed that not continuing breastfeeding was a significant risk further for stunting (OR = 5.8 and p = 0.039). Mean serum zinc levels of 1he stunted subjects was 12.4 ± 1.7 umol/L (marginal levels 10.7-<13 pmollL). Serum zinc levels of 56.7% stunted subjects were under be normal levels (13 umol/L) and 20% hail low serum zinc levels <10.7 umol/L). Serum zinc levels did not show relationship with zinc in lake and height for age Z-score.
Conclusion : inappropriate feeding practice increased 1he risk for stunting. Mean serum zinc levels of stunted subjects in this study were in marginal range.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T32010
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Arti Indira
"Air Susu Ibu (ASI) merupakan sumber energi utama yang mencukupi untuk bayi sampai usia 6 bulan. Berbagai kendala dapat timbul dalam upaya memberikan ASI eksklusif, salah satunya adalah ibu merasa ASI tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi sehingga pertumbuhan bayi tidak optimal. Setiap ibu harus mengetahui pola menyusui bayi ASI secara optimal untuk mendukung keputusan menyusui dan menghindari pemberian asupan yang tidak sesuai. Energi ASI sebanyak 50% berasal dari lemak. Lemak merupakan komponen ASI yang sangat bervariasi dan dapat berubah tergantung asupan ibu, irama sirkardian, tingkat laktasi, antar payudara, paritas, umur, dan antar individu.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi antara kadar lemak dalam ASI dan pola menyusui dengan pertumbuhan bayi ASI eksklusif usia satu bulan. Penelitian potong lintang dilakukan di RSIA Budi Kemuliaan pada bulan September– November 2014. Sampling dilakukan secara consecutive. Kriteria inklusi adalah bayi aterm, berat lahir 2500 -4000 g, sehat. Lemak ASI diperiksa dengan pemeriksaan creamatocrit. Terdapat 50 ibu dan bayi yang masuk dalam penelitian.
Bayi usia satu bulan memiliki pertumbuhan yang baik dengan indikator pertumbuhan untuk Z-scores BB/PB, BB/U PB/U dan LK/U sebagian besar berada pada kategori ≥-2 SD s/d ≤2 SD. Pola menyusui subjek tergolong baik dengan frekuensi menyusui 12 kali per hari (84%) dan durasi menyusui <20 menit (58%). Pada pemeriksaan creamatocit didapatkan rerata kadar lemak dalam ASI termasuk kategori tinggi (6,6±1,9 gram/dl). Korelasi lemak ASI dengan BB/U, PB/U, BB/TB adalah berkisar antara 0,03–0,013. BB/U, PB/U, BB/PB, LK/U mempunyai korelasi <0,2 dengan frekuensi dan durasi menyusui. Pertambahan BB, PB, LK per hari mempunyai korelasi <0,25 dengan frekuensi menyusui dan durasi menyusui. Penelitian ini menunjukkan tidak terdapat korelasi antara kadar lemak dalam ASI dan pola menyusui dengan pertumbuhan bayi usia satu bulan.

Breast milk is the main source of energy that is sufficient for infant up to 6 months old. Various breastfeeding problems can come in providing exclusive breastfeeding, one of the problem is mother perceived of her ability to meet the infant’s needs for optimal growth. Every mother should know about the pattern of optimal breastfeeding infant to support breastfeeding decisions and avoid improper feeding. Lipid is providing 50% of total breastmilk energy. Lipid is a component of breast milk that highly variable, depending on maternal intake, circadian rhythm, level of lactation, between breasts, parity, age, and between individuals.
The purpose of this study is to correlate between the levels of lipid in breastmilk and breastfeeding pattern with growth of one month old infants. The study used a cross-sectional study design at RSIA Budi Kemuliaan from September to November 2014. Sampling was taken with consecutive. Inclusion criteria were full-term infant, birth weight 2500–4000 g, healthy. Breast milk lipid was estimated with creamatocrit procedure. There were 50 mothers and infants who entered the study.
This study showed that subjects one month old infants have normal growth. The majority result of growth indicators for WHZ, WAZ, HAZ and HCAZ are between ≥-2 SD until ≤2 SD. Breastfeeding patterns have good result with frequency 12 times per day (84%) and duration <20 minutes (58%). Creamatocit examination showed average levels of lipid in the breastmilk is high (6.6±1.9 g/dl). Correlation of breastmilk lipid with WHZ, WAZ, HAZ is ranged from 0.03–0.013. WHZ, WAZ, HAZ and HCAZ has a correlation <0.2 with the frequency and duration of breastfeeding. Weight, height and head circumference increment per day correlated <0.25 with breastfeeding frequency and duration of breastfeeding.This study conclude that there was no correlation between breastmilk lipid and breastfeeding patterns with growth of one month old infants.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurmala Hayati, aurhor
"Pembahasan skripsi ini mengenai hubungan karakteristik ibu (pendidikan, pengetahuan, status pekerjaan, pendapatan keluarga, kenaikan berat badan selama kehamilan), karakteristik bayi (berat badan lahir, jenis kelamin), praktik pemberian makan (praktik pemberian ASI dan MP ASI) dengan status gizi bayi 6- 11 bulan di Kelurahan Jatinegara Kecamatan Cakung tahun 2012. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dengan jumlah sampel 77 bayi usia 6- 11 bulan. Variabel yang memiliki hubungan bermakna dalam penelitian ini adalah pendidikan ibu, pengetahuan ibu tentang gizi, pendapatan keluarga dan praktik pemberian ASI. Penulis menyarankan agar meningkatkan kegiatan pendidikan gizi bagi ibu, melalui penyuluhan di posyandu terutama yang berkaitan dengan pemberian ASI Eksklusif, PUGS (Panduan Umum Gizi Seimbang), serta meningkatkan pengawasan menganai sosialisasi terkait ASI Eksklusif.

This research is about the correlation maternal characteristics (educational level, level of knowledge, employment status, family income, the weight gain during pregnancy), infant characteristics (gender and birth weight), feeding practices (breastfeeding practices and complementary feeding) with nutritional status of infants aged 6 until 11 months in Jatinegara, Cakung Subdistrict, in 2012. The design of this research is cross sectional. The sampel of this research is 77 infants aged 6 until 11 months. The independent variabels are maternity education, maternity knowledge of nutrition, the family income, and the practice of breastfeeding. Based on the result of this research improving the activities about maternity knowledge of nutrition by attending illuminations at Posyandu especially related to exclusive breastfeeding and improving the control of socialization related to exclusive breastfeeding."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S44581
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Sari Widuri
"ABSTRAK
Latar belakang: Anemia defisiensi besi ADB pada usia 9-12 bulan dapat berdampak pada kualitas hidup anak di masa depan. Asupan zat besi, pemacu dan penghambat absorpsi besi memengaruhi kadar besi tubuh. Penelitian mengenai status zat besi dan hubungannya dengan zat pemacu dan penghambat absoprsi dalam asupan diet pada bayi usia 9 ndash;12 bulan yang disertakan dengan analisis asupan diet belum banyak dilakukan di Indonesia. Tujuan: Mengetahui prevalens gangguan status besi dan mengetahui hubungan status gizi dan kecukupan asupan besi harian terhadap kejadian defisiensi besi pada bayi usia 9-12 bulan. Metode: Studi potong lintang pada Juli 2017-Januari 2018 di Posyandu kecamatan Tanah Abang dan Jatinegara. Asupan zat besi, pemacu absorpsi besi dan penghambat absorpsi besi dinilai dengan metode food record dan diolah dengan program NutriSurvey . Subyek menjalani pengukuran antropometri dan pengambilan sampel darah darah perifer lengkap, LED, dan feritin serum . Data diolah dengan uji Pearson Chi Square dan kejadian gangguan status besi ditampilkan dalam prevalens. Hasil: Terdapat 82 subyek usia 9-12 bulan berpartisipasi dalam penelitian. Prevalens defisiensi besi sebesar 12,2 , dan ADB sebesar 26,8 . Tidak terbukti ada hubungan antara kecukupan asupan besi harian dengan gangguan status besi [p=0,064; PR=2,1 0,193-1,178 ] dan status gizi kurang dengan gangguan status besi [p=0,444; PR=0,729 0,307-1,731 ]. Terdapat perbedaan bermakna antara asupan harian besi total p=0,002 , besi heme 0,017 , kalsium p=0,006 , dan seng p=0,042 antara kelompok defisiensi besi dan non-defisiensi besi.Simpulan: Prevalens defisiensi besi dan ADB pada bayi usia 9-12 bulan berturut-turut adalah 12,2 dan 26,8 . Tidak terbukti ada hubungan antara status gizi dan kecukupan asupan besi harian dengan gangguan status besi, namun terdapat perbedaan bermakna antara asupan harian besi total, besi heme, kalsium, dan seng antara kelompok defisiensi dan non-defisiensi besi pada populasi bayi usia 9-12 bulan.

ABSTRACT
Background Iron deficiency anemia IDA in 9 12 month old babies could affect their quality of life. Intake of iron containing food, enhancer and inhibitor of iron absorption affects iron body level. Study about iron profile and its correlation with enhancers and inhibitors of iron absorption in baby rsquo s daily dietary intake whose analyzed by food record method is still infrequent in Indonesia. Aim To measure the prevalence of iron deficiency and IDA and to know the correlation of nutritional status and adequacy of daily iron intake with iron deficiency status in 9 12 month old babies. Methods A cross sectional study was conducted on July 2017 January 2018 in Posyandu in Tanah Abang and Jatinegara district. Dietary iron intake, enhancer and inhibitor were obtained using a 3 day food record method and analyzed with NutriSurvey program. Subjects underwent anthropometry measurement. Complete blood count, ESR, and ferritin serum were also examined. Results A total of 82 babies aged 9 12 months were studied. Prevalence of iron deficiency and IDA were 12,2 and 26,8 . There were no evidence of relationship between adequacy of daily iron intake p 0,064 and undernourished condition p 0,444 with iron deficiency status. There were statistically significant differences in total iron p 0,002 , heme iron p 0,017 , calcium p 0,006 , and zinc p 0,042 daily intakes between iron deficiency group and non iron deficiency group.Conclusion The prevalence of iron deficiency and IDA were 12,2 and 26,8 . There were no evidence of relationship between adequacy of daily iron intake nor undernourished condition with iron deficiency status. There were statistically significant differences in total iron, heme iron, calcium, and zinc daily intakes between iron deficiency group and non iron deficiency group in 9 12 month old babies."
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lusiana Purbasari
"ABSTRACT
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kadar zat mangan dengan status perkembangan bayi. Studi cross-sectional dilakukan pada 84 bayi berusia 8-10 bulan di Jakarta Pusat tahun 2014. Metode pengukuran kadar zat mangan menggunakan LCMS/MS sedangkan status perkembangan dinilai dengan kuesioner Denver. Kemudian, dilakukan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov dan diperoleh distribusi kadar mangan tidak normal sehingga analisis dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney nilai p signifikan.

ABSTRACT
Kadar mangan memiliki nilai tengah 1,9?g/L dan jumlah bayi suspek gangguan perkembangan sebanyak 6 orang. Dari uji Mann-Whitney diperoleh nilai p=0,439 sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan bermakna antara kadar zat mangan dan status perkembangan bayi.
Purpose of this study is to determine relation between manganese concentration and developmental status. Cross sectional study was done involving 84 infants aged 8 10 months old in Central Jakarta on 2014. Manganese concentration was measured by LCMS MS while developmental status was assessed by Denver questionnaire. Next, Kolmogorov Smirnov normality test was done and showed non normal data distribution hence followed by Mann Whitney test."
2016
S70387
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Clara Gunawan
"Panjang badan merupakan salah satu parameter kualitas hidup anak. Pertumbuhan linier dipengaruhi oleh mikronutrien, salah satunya selenium. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui korelasi kadar selenium dan panjang badan bayi usia 8-10 bulan di Jakarta Pusat. Metode penelitian berupa cross sectional dengan menggunakan data sekunder penelitian yang dilakukan pada tahun 2014. Terdapat 75 data yang digunakan yang sesuai kriteria penelitian. Data dikumpulkan di lokasi Cempaka Putih Barat, Kramat, Paseban, dan Rawasari. Kadar selenium diukur menggunakan metode LCMS/MS, sementara panjang badan diukur dengan length board. Distribusi data kadar selenium normal dan panjang badan dengan uji Kolmogorov-Smirnov. Dilakukan uji bivariat menggunakan korelasi Pearson dengan nilai p yang dianggap bermakna < 0,05. Karakteristik subjek terbanyak berdasarkan jenis kelamin adalah bayi perempuan sebanyak 39 bayi 52 . Sementara, bayi terbanyak berdasarkan usia adalah usia 8 bulan sebanyak 34 bayi 45,33 . Rerata kadar selenium 63,0267 13,2665 ?g/L dan rerata panjang badan 70,5453 2,8048 cm. Uji korelasi menghasilkan nilai r 0,277 p=0,016 . Dari penelitian ini, korelasi kadar selenium dan panjang badan bersifat lemah, signifikan, dan berbanding lurus.

Body length is one of the life quality parameters. Linear growth is influenced by micronutrients, one of which is selenium. The aim of this study is to find whether there is a correlation between selenium level and body length on 8 to 10 month old infants in Central Jakarta. This study used cross sectional method using secondary data from study which was done in 2014. There are 75 data which are used in this study which fulfill research criteria. Data were collected in Cempaka Putih Barat, Kramat, Paseban, and Rawasari. Selenium level was measured by LCMS MS method while body length was measured by length board. Selenium level and body length data distribution are normal using Kolmogorov Smirnov test. Bivariat test used Pearson correlation using p value which is considered significant is 0,05. The highest number in gender group is female babies, 39 babies 52 . While the highest number in age group is 8 month old babies, 34 babies 45,33 . The selenium level mean is 63,0267 13,2665 g L while the body length mean is 70,5453 2,8048 cm. Correlation study result is r 0,277 p 0,016 . From this study, the correlation between selenium level and body length is weak, significant, and positively proportional."
2016
S70392
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shofiyah Azizah
"Permasalahan gizi di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai faktor dan Indonesia masih belum sepenuhnya mencapai target MDGs mengenai gizi ini. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara faktor sosiodemografi dan pola makan dengan status gizi, dimana data didapat dari pengambilan langsung dan data sekunder dari penelitian utama tentang efek suplementasi multipel terhadap kadar hemoglobin anak. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 26.32% subjek tergolong status gizi tidak normal (sangat kurus, kurus, dan gemuk; berdasarkan indeks BB/TB). Sebaran karakteristik subjek berdasarkan faktor sosiodemografi adalah sebagai berikut: 65.79% berusia 6-36 bulan; 50.53% adalah perempuan; 67.89% memiliki ayah dengan pekerjaan nonformal; 74.74% memiliki ayah dengan tingkat pendidikan menengah; 60.53% memiliki ibu dengan tingkat pendidikan menengah; 76.84% memiliki keluarga dengan status ekonomi dibawah garis kemiskinan; dan 66.84% tinggal di rumah dengan bentuk keluarga inti. Selain itu didapatkan 64.21% memiliki pola makan tidak baik. Berdasarkan uji hipotesis yang dilakukan dengan Uji Chi Square tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara semua variabel faktor sosiodemografi dan pola makan dengan status gizi (p>0.05).

Nutritional problem in Indonesia is affected by multifactorial causes and Indonesia is still not fully achieve the MDGs targets on this point. This research was determined to confirm the association between sociodemographic factors and dietary habit to nutritional status in children aged six to sixty months old using the primary (direct interview) and secondary data from a primary research which studied the effect of multiple micronutrient supplementation on haemoglobin level in children. The result shows that prevalence of bad nutritional status was 26.32% (including underweight and overweight). Characteristics of subjects by sociodemographic factors namely: 65.79% aged 6-36 months old; 50.53% were female; 67.89% had father with informal jobs; 74.74% had father with intermediate education; 60.53% had mother with intermediate education; 76.84% had family that below the poverty line; and 66.84% classified as small family. Then, characteristic of subjects by dietary habit was 64.21% had bad dietary habit. Based on analysis using Chi Square test, there were no significant association between all sociodemographic factors and dietary habit to nutritional status (p>0.05)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Regine Viennetta Budiman
"Latar belakang: Karbonil merupakan produk oksidasi protein yang dapat menunjukkan keadaan stres oksidatif pada tubuh manusia, salah satunya disebabkan persalinan. Karbonil dapat ditemukan di dalam ASI dalam jumlah yang bervariasi dan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan kadar karbonil pada ASI ibu yang menyusui bayi usia 1-3 bulan dan 4-6 bulan dan mencari hubungannya dengan usia ibu, jumlah paritas, dan Indeks massa tubuh (IMT) ibu.
Metode: Penelitian ini menggunakan sampel ASI dari 58 ibu yang dibagi menjadi kelompok usia 1-3 bulan dan 4-6 bulan. Kadar karbonil diukur menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 390 nm.
Hasil: ASI pada periode laktasi 1-3 bulan memiliki kadar karbonil yang lebih tinggi secara bermakna dibandingkan dengan kelompok usia 4-6 bulan (p=0,00). Kadar karbonil ASI kelompok usia 1-3 bulan memiliki korelasi negatif sangat lemah tidak bermakna terhadap usia ibu (p=0,93), sedangkan kadar karbonil ASI kelompok usia 4-6 bulan memiliki korelasi negatif sedang bermakna terhadap usia ibu (p=0,032). Kadar karbonil ASI kelompok usia 1-3 bulan (p=0,99) dan 4-6 bulan (p=0,48) memiliki korelasi positif sangat lemah tidak bermakna terhadap paritas ibu. Kadar karbonil ASI kelompok usia 1-3 bulan (p=0,60) dan 4-6 bulan (p=0,38) memiliki korelasi negatif sangat lemah tidak bermakna terhadap indeks massa tubuh ibu.
Kesimpulan: Kadar karbonil ASI dipengaruhi oleh usia bayi atau masa menyusui, lebih tinggi secara bermakna pada kelompok bayi usia 1-3 bulan dibandingkan dengan kelompok 4-6 bulan. Kadar karbonil berhubungan dengan usia ibu dan menurun seiring dengan bertambahnya usia ibu.

Background: Carbonyl is a product of protein oxidation which shows oxidative stress in the human body as an effect of childbirth and breastfeeding. Varying amounts of carbonyl can be found in breast milk and is influenced by several factors. This research aims to understand the carbonyl content comparison in mothers breastfeeding infants of ages 1-3 months and 4-6 months.
Method: This research utilizes samples from 58 mothers categorized according to the infants’ age groups of 1-3 months and 4-6 months. Carbonyl content is measured by spectrophotometry with wavelength of 390 nm.
Result: It was found that breast milk of 1-3 months had significantly higher carbonyl content compared to 4-6 months (p=0.00). Carbonyl content in breast milk of 1-3 months had insignificant, very low negative correlation to mother’s age (p=0.93), whereas carbonyl content in breast milk of 4-6 months had significant, moderate correlation to mother’s age (p=0.03). Carbonyl content of 1-3 months (p=0.99) and 4-6 months (p=0.48) had insignificant, very low correlation to mother’s parity. Carbonyl content of 1-3 months (p=0.60) and 4-6 months (p=0.38) had insignificant, very low negative correlation to mother’s body mass index.
Conclusion: Breast milk carbonyl content is influenced by infant ages or lactation period with higher carbonyl content in age group 1-3 month compared to 4-6 months. Carbonyl content decreases the older mother’s age is.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Widyastuti
"Latar Belakang : Masalah kesehatan yang terkait gizi di Indonesia semakin kompleks dalam beberapa dekade mendatang karena Indonesia masih memerlukan waktu panjang untuk mengatasi kemiskinan yang erat kaitannya dengan kekurangan gizi. Sampai saat ini Indonesia masih menghadapi masalah gizi kurang seperti Kurang Energi Protein (KEP), Kurang Vitamin A (KVA), Anemia Gizi Besi (AGB) dan Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY). Di sisi lain, prevalensi gizi lebih (overnutrition) dengan segala implikasinya pada kesehatan dari waktu ke waktu cenderung meningkat seiring dengan derasnya arus global yang mempengaruhi budaya dan pola makan masyarakat Indonesia (Wirawan, 2008). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 (Depkes, 2008) menunjukkan bahwa terdapat 16,7% anak yang berusia dibawah lima tahun di Provinsi NTB yang menderita gizi kurang dan hasil tersebut lebih tinggi dari prevalensi gizi kurang secara nasional yaitu 13% (pengukuran berdasarkan nilai Z score BB/U ). sedangkan secara nasional gizi kurang pada bayi 6-11 sebesar 8,1% (Berdasarkan nilai Z Score BB/U, Depkes, 2008).
Tujuan : Secara umum tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui apakah bayi 6-12 bulan dengan riwayat pemberian ASI secara eksklusif mempunyai status gizi yang lebih baik dibanding bayi 6-12 bulan yang tidak mendapatkan ASI eksklusif di Provinsi NTB Tahun 2007.
Metode : Penelitian dilakukan dengan menggunakan disain kasus kontrol tidak berpasangan, pada 143 kasus dan 143 kontrol, bayi berusia 6-12 bulan. Kasus adalah bayi usia 6-12 bulan yang menderita gizi kurang (berdasarkan nilai Z score BB/U < -2 SD sampai -3 SD) di Provinsi NTB tahun 2007, sedangkan kontrol adalah bayi 6-12 bulan dengan status gizi baik (berdasarkan nilai Z score BB/U > -2 SD sampai +2 SD) yang diambil berdasarkan asal kasus. Untuk menganalisis hubungan ini dilakukan analisis multivariat regresi logistik.
Hasil : bayi 6-12 bulan di Provinsi NTB yang diberi ASI Eksklusif berisiko 0,441 (P= 0,003, CI 95%: 0,256-0,760) kali untuk menderita gizi kurang dibanding bayi yang tidak diberi ASI eksklusif setelah dikontrol oleh variabel kovariat yaitu status ekonomi, BBLR, status kesehatan bayi 2 minggu terakhir sebelum dilakukan pengumpulan data, praktek pemberian makan, tingkat pendidikan ibu, status pekerjaan ibu dan paritas atau dengan kata lain bayi 6-12 bulan di Provinsi NTB yang tidak mendapatkan ASI eksklusif 2,3 kali lebih berisiko untuk menderita gizi kurang dibanding bayi yang mendapat ASI eksklusif setelah dikontrol oleh variabel kovariat. Dari hasil analisis juga diketahui bahwa seorang bayi dapat terhindar dari menderita gizi kurang sebanyak 28,57% jika mendapatkan ASI eksklusif.
Kesimpulan : Pemberian ASI secara eksklusif dapat mencegah bayi usia 6-12 bulan di Provinsi NTB tahun 2007 untuk menderita gizi kurang (OR=0,441, P= 0,003, CI 95%: 0,256-0,760) dan seorang bayi dapat terhindar dari menderita gizi kurang sebanyak 28,57% jika mendapatkan ASI eksklusif. Promosi atau kampanye ASI eksklusif perlu dilakukan secara kontinyu dan berkesinambungan sebagai salah satu cara atau metode untuk mendapatkan status gizi bayi yang lebih baik.

Background : Health problems related with nutrition in Indonesia will be more complex in several decades later since Indonesia still requires a long time to overcome poverty which is closely related with malnutrition. Until now Indonesia still faces malnutrition problems, such as Energy and Protein Deficiency (KEP), Vitamin A Deficiency (KVA), Iron Anemic Deficiency (AGB) and Disorder due to Iodine Deficiency (GAKY). On the other hand, overnutrition prevalence with all of its implications against health from time to time tends to increase in line with such tremendous globalization flow influencing eating culture and pattern of Indonesian people (Wirawan, 2008). Basic Health Research in 2007 showed that there are 16.7% of children aged under five years old in NTB Province suffered malnutrition and the output is higher than national malnutrition prevalence of 13% (measuring based on Z value of Body Weight/Age (BW/A) score). Meanwhile, in nationwide, malnutrition prevalence against infant aged 6-11 months old totaling to 8.1% (based on Z value of BW/A score), Depkes RI, 2008).
Purpose : In general, the purpose of the research is to find out whether infants aged 6-12 months old with exclusive breastfeeding have better nutrition status compared to those without exclusive breastfeeding in NTB Province of 2007.
Method : Research is conducted using non-paired control case design, in 143 cases and 143 controls of infants aged 6-12 months old. Case means infant aged 6-12 months old suffered malnutrition (based on Z value of BW/A score < -2 SD to -3 SD) in NTB Province of 2007, while control means infant aged 6-12 months old with good nutrition status (based on Z value of BW/A score > -2 SD to +2 SD) taken based upon case origin. To analyze the relation, it is made logistic regression multivariate analysis.
Result : Infants aged 6-12 months old in NTB Province fed with Exclusive breastfeeding have the risk 0.441 (P= 0.003, CI 95%: 0.256-0.760) times to suffer malnutrition compared to infants without exclusive breastfeeding after being controlled by co-variate variables namely economic status, Low Birth Body Weight (BBLR), 2 last weeks infant health status before sampling, feeding practice, mother's education level and parity or in another word infants aged 6-12 months old in NTB Province without exclusive breastfeeding are 2.3 times riskier than those with exclusive breastfeeding after being controlled by co-variate variables. Based upon analysis result, it is also identified that an infant can be free from malnutrition of 28.57% if he/she obtains exclusive breastfeeding.
Conclusion : Exclusive breastfeeding can prevent infants aged 6-12 months old in NTB Province in 2007 to suffer malnutrition (OR=0.441, P= 0.003, CI 95%: 0.256-0.760) and an infant can be free from malnutrition of 28.57% if he/she obtains exclusive breastfeeding. Promotion or campaign for exclusive breastfeeding needs to be continuously and sustainably carried out as the way or method to obtain better infant nutrition status.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
T31716
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>