Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 73074 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kevin Yzaga
"ABSTRAK
Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional turut menyadari akan dampak dari narkotika dan psikotropika bagi kehidupan dan kelangsungan masa depan bangsa, secara nasional menyatakan perang terhadap narkotika dan psikotropika dengan membentuk aturan hukum untuk menjerat pelaku tindak pidana narkotika dan psikotropika ini. Terdapat dua undang-undang yang dapat menjadi rujukan berkaitan dengan Narkoba, yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika selanjutnya disebut UU Psikotropika dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika selanjutnya disebut UU Narkotika .Eksekusi pidana mati terhadap 6 terpidana kasus narkotika pada tanggal 18 Januari 2015 menimbulkan reaksi pro dan kontra dari beberapa kalangan. Penerapan hukuman mati merupakan politik hukum nasional suatu negara. Politik hukum nasional adalah arah yang harus ditempuh dalam pembuatan dan penegakan hukum serta upaya menjadikan hukum sebagai proses guna mencapai cita-cita dan tujuan bangsa dan negara, cita hukum dan kaidah penuntun hukum di Indonesia sebagaimana terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disebut UUD NRI 1945 , yang menempatkan Pancasila sebagai paradigma politik hukum dan merupakan platform kehidupan bersama bagi bangsa Indonesia yang sangat majemuk dan tetap terikat erat sebagai bangsa yang bersatu.

ABSTRACT
Indonesia, as part of the international community is aware about the impact of narcotics and psychotropic to the life and future of the nation, it has declared war on narcotics and psychotropic by forming the rule of law to ensnare the narcotic and psychotropic crimes rsquo perpetrators. There are two laws that can be referred related to Narcotics Drugs, Law Number 5 Year 1997 on Psychotropic hereinafter referred to as Psychotropic Law and Law Number 35 Year 2009 on Narcotics hereinafter referred to as Narcotics Law .Narcotics and Psychotropic are included as Special Crime and the Court is still granted death penalty over criminal charges based on Narcotics and Psychotropic Laws. The execution of death penalty on 6 convicted drug cases on January 18, 2015 causing pro and contra reactions from several perspective.In national legal politics rsquo perspective, it defines as the direction that must be taken by law makers and in law enforcement as well as an effort to make the law as a process to achieve the goals of the nation and state, legal ideals and legal guiding principles in Indonesia as contained in the Preamble of the Constitution of the Republic of Indonesia Year 1945 hereinafter referred to as UUD 1945 , which positions Pancasila as a legal political paradigm and is a platform of common life for a very diverse nation of Indonesia and remains closely bound as a unite nation."
2017
T49704
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Magdalene Victoria Lorenzo
"Indonesia dikritik masyarakat internasional ketika pemerintah memutuskan untuk melanjutkan eksekusi. Hampir setiap kasus terpidana mati tidak didasarkan pada standar peradilan yang adil. Pihak yang bertentangan dengan hukuman mati mengungkapkan bahwa otoritas secara sewenang-wenang menolak hak-hak dasar dalam sistem peradilan pidana yang jelas melanggar hukum internasional. Hak tersebut mencakup hak untuk hidup, hak atas kebebasan dan keamanan, hak atas peradilan yang adil dan hak bebas dari penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia diwujudkan hanya secara prinsip dalam perundang-undangan. Dalam melaksanakan undang-undang perdebatan bermunculan terkait apakah kemampuan penyandang intelektual dan mental dapat dipertanggungjawaban secara sempurna dalam hukum pidana. Tantangan muncul terlebih lagi di tingkat kemampuan mereka untuk membela hak yang melekat pada diri manusia dengan menggunakan standar peradilan yang adil. Penelitian ini menyimpulkan komponen sistem peradilan pidana yang diamanatkan dalam setiap tahap sistem peradilan pidana menjalankan kewenangan dengan obyektif masing-masing secara terpisah. Untuk memberikan perspektif yang berbeda, penelitian membandingkan putusan pengadilan di India, Amerika Serikat dan Malawi yang mengidentifikasi gangguan jiwa sebagai alasan pemaaf pidana. Penelitian juga memperlihatkan dua studi kasus yang membandingkan keadaan seseorang didiagnosis dengan gangguan jiwa sebelum dan sesudah vonis.

Indonesia generated international criticisms over the last few years when the government decides to resume executions. Most, if not all, of these cases had not been based on the fair trial standards. Oppositions reported the rights fundamental to the criminal justice system were arbitrarily denied in a deliberate violation of international law. These rights encompass the right to life, right to liberty and security, right to a fair trial and right to freedom from torture and ill treatment embodied only in principle within national laws and regulations. The legislative implementation prompts an active debate as to whether a person with intellectual disability and mental illness has the normal minimum culpability required for criminal liability. Challenges arise even more so in the extent of their ability to a defence by means of their inherent right to the fair trial standards. The thesis has produced a round of critiques which concludes individual objectives in institutions mandated in each stages of the criminal justice system. To provide different perspectives, it compares judicial decisions in India, United States of America and Malawi identifying the insanity defence. In addition, the research made two case studies comparing the circumstances of a person diagnosed with mental illness prior to and after conviction.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S66759
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S6312
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jodya Bintang Herwidianto
"ABSTRAK
Karya akhir ini membahas tentang efektifitas hukuman mati dalam mengurangi angka kejahatan narkotika di Indonesia. Karya akhir ini mencoba melihat bagaimana penegakan hukum berupa hukuman mati ini tidak memiliki efek jera serta menimbulkan dampak sosial dan politik yang akan ditanggung negara dalam pelaksanaannya. Analisa pengendalian kejahatan narkotika dan efektifitas hukuman mati dalam penelitian ini menggunakan teori detterence dari Cesare Beccaria dan juga teori pengendalian sosial.
Melalui kedua teori ini, penulis mendapatkan hasil analisa yang menunjukkan bahwa hukuman mati tidak memiliki efek jera dan hanya akan menimbulkan dampak dalam pelaksanannya, serta tidak efektif dalam mengurangi angka kejahatan narkotika di Indonesia.

ABSTRACT
This thesis discusses the effectiveness of the death penalty in reducing narcotics crime rate in Indonesia. This thesis try to see how the law enforcement in the form of the death penalty has no deterrent effect and cause social and political impact will be borne by the state in its implementation. Analysis of the effectiveness of crime control narcotics and sentenced to death in this study using detterence theory of Cesare Beccaria and also the theory of social control.
Through these two theories, the authors obtain analytical results show that the death penalty has no deterrent effect and would only have an impact in its implementation, as well as ineffective in reducing drug crime rate in Indonesia.
"
2016
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dicky Bramuntyo
"Tugas karya akhir ini membahas mengenai hukuman mati yang dilakukan kepada para terpidana narkotika di Indonesia selama dua tahun terakhir, dalam keterkaitannya dengan upaya pemberatasan narkotika di Indonesia oleh Pemerintah Indonesia. Tugas karya akhir ini menganalisis upaya penghukuman untuk kejahatan narkotika melalui teori penghukuman rehabilitasi yang mengedepankan sisi kemanusiaan para narapidana narkotika dan berupaya memperbaiki perilaku dan psikologis dari para narapidana narkotika. Tugas karya akhir ini disertai dengan data sekunder, baik dari lembaga pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat. Analisa pada tugas karya akhir ini didukung kajian literatur mengenai upaya penghukuman dan pemberantasan kejahatan narkotika. Dari hasil analisa penulis, dapat dikatakan bahwa hukuman mati dalam dua tahun terakhir ini, tidak memiliki kaitannya dengan upaya pemberantasan kejahatan narkotika. Perlu ada upaya baru Pemerintah Indonesia yang mengedepankan penghukuman berbasis rehabilitasi, agar narapidana dapat kembali ke masyarakat dan berkontribusi dalam pemberantasan kejahatan narkotika di Indonesia. Kata Kunci: Hukuman mati, kejahatan narkotika, rehabilitasi.

This thesis discusses the death penalty committed to the narcotics convicts in Indonesia over the past two years, in the relation of the death penalty run by the Indonesia Government with the eradication of narcotics crimes in Indonesia. This thesis analyzes the punishment method for narcotics crimes, with the theory punishment of rehabilitation that focus on the humanity side of narcotics convicts and seeks to correct behavior and psychological of the convicts. This thesis also accompanied by secondary data, both from government institution and non governmental organizations. The analysis of this thesis supported by a literature review of the punishment method and eradication efforts or method of narcotics crimes. From the analysis of the author, it can be said that the death penalty in the last two years, has no relation with strategy to eradicate the narcotics crimes in Indonesia. There should be a new strategy reviewed by the Indonesia Government that promotes punishment method based on rehabilitation, in order for convicts to return to society and contribute to eradicate narcotics crime in Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Risa Maulida Haekal Sani
"Relevansi hukuman mati masih menjadi pertanyaan besar dan masih menjadi kontroversi hingga saat ini, perkara ini memiliki pendukung dan penentang baik di kalangan ahli hukum pidana maupun para pendukung Hak Asasi Manusia dengan argumentasinya masing-masing. Tugas karya akhir ilmiah ini menggunakan metode analisis deskriptif dengan membahas konsep kekuasaan yang digagas Michel Foucault. Bagaimana kekuasaan bekerja dalam masyarakat, keterikatan antara relasi kuasa dan hukuman. Menganalisis proses evolusi terjadinya penghukuman hingga sampai pada penghukuman mati. Proses kognisi manusia menciptakan hukum melalui pelaksanaan hukuman, hingga sampai pada kesimpulan non-hukuman mati. Hukuman mati tidak memperkecil efek kriminalitas di masyarakat. Negara tidak layak dan tidak berhak untuk menghukum mati seseorang, hukuman seharusnya tidak menggunakan penderitaan sebagai tujuan sosial. Sebaliknya, hukuman seharusnya sebagai cara untuk memberi manfaat bagi mereka yang mengalaminya, sebagai cara untuk membantunya memperoleh pengetahuan moral.

The relevance of the death penalty is still a big question and is still controversial to this day, this case has supporters and opponents from both criminal law experts and human rights advocates with their respective arguments. This scientific final project uses descriptive analysis method by discussing the concept of power which was initiated by Michel Foucault. How power works in society, the relationship between power relations and punishment. Analyzing the evolutionary process of punishment to the death penalty. The process of human cognition creates law through the implementation of punishment, until it comes to a non-death penalty. The death penalty does not reduce the effect of crime on society. The state does not deserve and does not have the right to sentence someone to death, punishment must not use suffering as a social goal. Rather, punishment should be a way to benefit those who experience it, as a way to help them acquire moral knowledge."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Natasya Fila Rais
"Salah satu bentuk kejahatan seksual yang diatur Hukum Internasional adalah kejahatan penghamilan paksa. Kejahatan penghamilan paksa merupakan kejahatan dimana seorang perempuan dikurung dengan cara melanggar hukum dalam suatu tempat tertentu sehingga dirinya dapat dibuat hamil dengan tujuan bahwa tindakan tersebut dilakukan agar komposisi suatu etnis tertentu dapat terpengaruh atau dilakukan untuk melakukan pelanggaran berat yang diantaranya merupakan hak asasi manusia yang fundamental. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi bagaimana pengaturan dalam perjanjian internasional dilakukan untuk mengatur mengenai kejahatan penghamilan paksa dalam konflik bersenjata, diantaranya dalam konvensi internasional dan Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Selain itu, penelitian ini juga membahas penerapan peradilan internasional terhadap bagaimana kejahatan penghamilan paksa diadili melalui kasus-kasus peradilan internasional yang telah terjadi sebelumnya. Penelitian dilakukan melalui metode yuridis normatif yang menitikberatkan penelitian pada studi Pustaka terkait kejahatan penghamilan paksa dalam hukum internasional. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pengaturan perjanjian internasional mengenai kejahatan penghamilan paksa baru diatur dalam Rome Statute of the International Criminal Court, sehingga kasus-kasus kejahatan penghamilan paksa yang terjadi sebelum pengaturan ini ada menggunakan ketentuan-ketentuan kejahatan lainnya pada saat diadili, diantaranya dalam konflik yang terjadi di Bekas Yugoslavia dan Rwanda.

One of the crimes of sexual violence enacted in international law is the crime of forced pregnancy. Crime of forced pregnancy is an act of unlawful confinement of women who are forcibly made pregnant, with the intention of affecting the composition of an ethnic group or to carry out grave violations of the international law. This research is conducted to identify how treaties, such as international conventions and United Nations Security Council Resolutions, stipulate laws regarding crime of forced pregnancy. Moreover, this research also discusses the implementation of international tribunals on resolving cases regarding crime of forced pregnancy, which have been concluded before. This research uses normative method, which focuses on literature study. This research concludes that Rome Statute of the International Criminal Court becomes the first treaty which stipulates crime of forced pregnancy. However, prior to the treaty, crimes of forced pregnancy which occurred during several armed conflicts, such as the ones in the Former Yugoslavia and Rwanda, were sentenced using other crimes enacted on the existing treaties."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sidharta Praditya Revienda Putra
"Tesis ini membahas mengenai pro dan kontra yang muncul seiring dengan perdebatan mengenai pidana mati dilihat dari falsafah pemidanaan serta pelaksanaannya. Louk H.C. Hulsman, seorang sarjana hukum Belanda, menghubungkan pidana dan sistem peradilan pidana dengan menggunakan pendekatan kemanusiaan dan rasionalistik. Pendekatan Hulsman tersebut digunakan penulis untuk melihat apakah tujuan pemidanaan pidana mati sebagaimana the law on the books akan dapat diwujudkan dalam pelaksanaannya sebagai the law in action dan bagaimana pengaturan pidana mati dalam pembaharuan hukum Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian normatif, yang mengumpulkan dan mengolah data dari data kepustakaan serta dianalisa menggunakan pendekatan filsafat hukum (legal philosophy approach), pendekatan perundang-undangan (statute approach), dan pendekatan konsep (conceptual approach) dengan metode analisa deskriptifkualitatif, sehingga hasil yang diperoleh setalah dilakukan analisa hasil penelitian adalah kesimpulan bahwa falasafah pemidanaan pidana mati adalah retributif dan untuk mencegah masyarakat (potential offender) agar tidak melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati (teori prevensi umum/general deterrence) yang diwujudkan oleh sistem peradilan pidana saat ini tidak akan pernah mencapai tujuannya. Pengaturan pidana mati dalam pembaharuan hukum Indonesia lebih rasional dan manusiawi serta dimungkinkan sistem peradilan pidana dapat mewujudkan tujuan pemidanaan dari pidana mati yaitu demi pengayoman masyarakat yang menitikberatkan pada pencegahan (deterrent) dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum.

The thesis examines pros and cons which often appearing along with the debate on death penalty seen from the philosophy and the punishment. Louk H.C. Hulsman, a Dutch jurist and criminologist, relates crimes and criminal justice system using humanitarian and rationalistic approach. The Hulsman approach was used to see whether the purpose of the death penalty as the aw on the books can be implemented as the law in action. In this case, the study sees criminal justice system as a process and death penalty arrangement in Indonesian law reform. The method used was normative research which collected and processed data taken from legal philosophy approach, statute approach, and conceptual approach with qualitative-descriptive analysis method. This study concluded that the philosophy of death penalty was retributive. In addition, it was to warn the society (potential offender) committing crimes charged with death sentence (general deterrence theory). The existing criminal justice system will never be able to reach the philosophy of death penalty mentioned above. The new Indonesian Criminal Law s more rational and humane and there is a possibility for the criminal justice system to actualize the purpose of death penalty that is the society protection emphasizing on the deterrence of committing crimes by upholding legal norms."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28576
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jethro Julian
"ABSTRAK
Jaksa adalah yang oleh undang-undang diberikan wewenang untuk melaksanakan putusan pengadilan pidana. Putusan pengadilan yang dimaksud di dalamnya juga termasuk pidana mati yang merupakan salah satu bentuk pidana yang masih diatur dalam perundang-undangan di negara Indonesia. Pada praktiknya, pidana mati yang dijatuhkan kepada seseorang baru dapat dilaksanakan bertahun-tahun setelah putusan pidana mati tersebut telah berkekuatan hukum tetap. Hal ini menjadi permasalahan tersendiri karena dengan adanya penundaan pelaksanaan pidana mati yang berlarut-larut sehingga muncul anggapan bahwa adanya ketidakpastian hukum. Dalam penulisan ini penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang mana akan dikaitkan dengan peraturan hukum yang berlaku di Indonesia. Setelah melakukan penelitian didapatkan kesimpulan bahwa jika ditinjau dari kedudukannya sebagai dominus litis atau pengendali perkara maka seorang Jaksa yang melaksanakan putusan pengadilan dapat atas kebijakannya sendiri dapat menunda suatu pelaksanaan putusan pengadilan dalam hal ini pidana mati. Kebijakan untuk menunda pelaksanaan pidana mati sangat lekat juga dengan posisi Jaksa sebagai penegak hukum sehingga sebagai penegak hukum harus memerhatikan tidak hanya pada kepastian hukum namun juga kemanfaatan hukum dalam pelaksanaan pidana mati itu sendiri.

ABSTRACT
The prosecutor is the one who by law is authorized to execute a criminal court decision. The said court decision includes death penalty as it is one of the forms of punishment which is still used in the Indonesian law. In practice, death penalty when charged to a person the execuiton can carry out for many years after the death verdict is legally binding. It has become a problem because of the prolonged punishment the assumption of legal uncertainty also arises. In this study the author use normative juridical research methods which will be attributed to the applicable law in Indonesia. After conducting the research it is concluded that if viewed from his position as dominus litis or the case controller then a prosecutor who executes a court decision may in its sole discretion postpone an execution of a court decision in this case capital punishment. The policy to postpone the death penalty is also closely attached to the position of the Prosecutor as a law enforcer as a law enforcemer must pay attention not only to legal certainty but also the legal benefit in the execution of the death penalty itself. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>