Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 77455 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jattu Sekar Arum
"ABSTRAK
Data pribadi adalah bagian dari hak privasi, yaitu hak pribadi yang berkaitan dengan hak untuk mengontrol berbagai informasi dan/atau data yang berkenaan dengan individu. Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informasi telah mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi Dalam Sistem Elektronik. Namun dalam perkembangan sistem dan transaksi elektronik, muncul praktek komersialisasi terhadap basis data pemasok yang berisi data pribadi. Permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan ini yaitu bagaimana ketentuan hukum mengatur mengenai komersialisasi sharing basis data pemasok, bagaimana bentuk penyelenggaraan komersialisasi sharing basis data pemasok secara elektronik serta bagaimana tanggung jawab para pihak dalam komersialisasi sharing basis data pemasok secara elektronik. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Peneliti memperoleh kesimpulan bahwa di dalam basis data pemasok terkandung data pribadi yang dilindungi secara implisit oleh UUD 1945 serta eksplisit dalam beberapa peraturan perundang-undangan di Indonesia dan pemanfaatan terhadap data pribadi tersebut sebagian besar tidak mendapatkan persetujuan dari Pemilik Data Pribadi. Terhadap penyelenggara sistem elektronik dalam komersialisasi sharing basis data pemasok dapat dimintakan pertanggungjawaban oleh pemilik data jika terbukti bahwa pihak penyelenggara tidak menyelenggarakan sistem elektronik dengan andal, aman dan bertanggung jawab sehingga memfasilitasi komersialisasi tersebut. Terhadap pedagang merchant dapat dimintakan pertanggungjawaban oleh pemilik data karena telah melanggar hak privasi, serta oleh konsumen atas informasi yang menyesatkan jika basis data pemasok yang dijual tidak sesuai dengan iklan.

ABSTRACT
Personal data is part of the right to privacy, that is, the privacy rights associated with the right to control all kinds of information and or data pertaining to the individual. Government through the Ministry of Communication and Information has issued Ministerial Regulation No. 20 of 2016 on Protection of Personal Data in Electronic System. In the development of systems and electronic transactions, commercialization practices appear to the database supplier containing personal datas. Issues to be discussed in this thesis are the legal provisions regulation of the commercialization of supplier database sharing, the execution of commercialization of supplier database sharing in electronic systems and the responsibility of the parties involved in the commercialization of supplier database sharing. The research method used in this thesis is normative legal research. The researcher concludes that personal data protected implicitly by the 1945 Constitution as well as explicitly in some laws and regulations in Indonesia and therefore it is not a commodity that can be traded freely. The electronic system providers may be held accountable by the data owner if it proves that the system providers does not administer the electronic system reliably, safely and responsibly so as to facilitate such commercialization. Merchant may be held accountable by the data owner for violating privacy rights, and by the consumer for misleading information if it proves that the database supplier sold does not match the advertisement."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Handa S. Abidin
Japan: President University, 2019
340 HAN p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Purwanto
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional. Departemen Hukum dan Ham RI, 2007
343.099 PUR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Anifah
"Lahirnya era digital pada teknologi finansial ditandai dengan munculnya layanan keuangan berbasis teknologi yang dikenal dengan istilah Financial Technology atau fintech. Bentuk dasar fintech antara lain pembayaran (digital wallets, P2P payments), investasi (equity crowdfunding, Peer to Peer Lending), pembiayaan (crowdfunding, micro-loans, credit facilities), asuransi (risk management), lintas-proses (big data analysis, predicitive modeling), infrastruktur (security). P2P lending merupakan suatu layanan yang disediakan oleh suatu perusahaan kepada masyarakat dengan tujuan pinjam meminjam uang secara online melalui website atau aplikasi yang dikelola oleh perusahaan tersebut. Dalam pelaksaaan timbul permasalahan terkait dengan perlindungan privasi dan data pribadi pengguna aplikasi dalam transaksi elektronik peer to peer lending. Hal ini dikarenakan belum adanya undang-undang yang secara khusus mengatur tentang perlindungan data pribadi. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekataan undang-undang, historis, dan konseptual. Guna mengantisipai hal tersebut, Otoritas Jasa Keuangan sebagai wasit industri keuangan telah mengeluarkan aturan pembatasan data yang dapat diakses, yakni Camera, Michrophone dan Location (CAMILAN), akan tetapi pelaksaannya masih timbul kendala terkait dengan pemberian sanksi terhadap pelanggar. Pengguna aplikasi yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum, dan apabila ditemukan adanya unsur pidana, maka dapat membuat laporan polisi.

The birth of the digital era in financial technology was marked by the emergence of technology-based financial services known as Financial Technology or fintech. Basic forms of fintech include payments (digital wallets, P2P payments), investments (equity crowdfunding, Peer to Peer Lending), financing (crowdfunding, micro-loans, credit facilities), insurance (risk management), cross-process (big data analysis, predictive modeling), and infrastructure (security). Peer to peer lending is a service provided by a company to the community with the aim of borrowing money online through a website or application managed by the company. In its implementation, problems arise regarding the protection of the privacy and personal data of the application users in peer to peer lending electronic transactions. This is due to the absence of laws specifically regulating the protection of personal data. This study uses the normative juridical method with a range of laws, historical, and conceptual. In order to anticipate this, the Otoritas Jasa Keuangan, as a referee in the financial industry has issued a regulation limiting data that can be accessed, namely camera, microphone and location (CAMILAN), but the implementation is still a problem related to sanctions against violators. Application users who feel disadvantaged can file a lawsuit, and if any criminal element is found, they can make a police report."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aligar Syahan Putra
"Penyelenggaraan pendaftaran fidusia secara elektronik, atau yang disebut dengan Fidusia Online, menawarkan banyak kemudahan dalam memberikan kepastian hukum pada masyarakat. Selain membantu Ditjen AHU dalam memenuhi prinsip one day service, Fidusia Online juga memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam melakukan pendaftaran fidusia karena prosesnya yang sangat cepat, dengan sertifikat yang tersedia secara elektronik serta bertanda tangan elektronik. Namun disamping kemudahannya, terdapat beberapa potensi timbulnya permasalahan pada keautentikan sertifikat itu sendiri. Dengan sistem yg digunakan, terdapat risiko terjadinya kegagalan sistem yang menyebabkan keautentikan sertifikat jaminan fidusia menjadi terganggu, sehingga keautentikannya pun menjadi tidak terjamin.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi terjadinya risiko kegagalan sistem tersebut dan meganalisis kemungkinan penyelenggaraan pendaftaran fidusia dengan sistem yang lebih baik agar risiko tersebut dapat diminimalisir. Penelitian ini merupakan penilitian yuridis normatif yaitu penelitian yang dilakukan terhadap hukum positif tertulis, termasuk meneliti bahan pustaka atau data sekunder dengan tujuan untuk menemukan fakta-fakta terkait sistem yang digunakan Fidusia Online.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sistem yang ini memiliki kerentanan kegagalan sistem yang dapat mengganggu keauntentikan sertifikat jaminan fidusia itu sendiri. Dengan hadirnya teknologi Blockchain, permasalahan keautentikan tersebut dapat diminimalisir. Teknologi Blockchain akan membuat sertifikat jaminan fidusia yang tersimpan dalam sistem menjadi kekal (immutable), tidak mudah dirusak (tamper-proof), serta tidak mudah untuk diubah (unalterable), dibantu dengan Smart Contract untuk melakukan automatisasi pembayaran pendaftaran fidusia.

Electronic registration system of fiducia, or it called Fidusia Online, offers a lot of convenience in providing legal certainty to the community. In addition to helping Ditjen AHU as the organizer of fiduciary registration in fulfilling the one day service principle, Fidusia Online also provides convenience to the community in conducting fiduciary registration because the process is very fast, with the certificates that are available electronically as well as electronically signed. But besides its convinience, there are several potential problems in its authenticity of the certificate itself. With the system being used, there is a risk of system failure which causes the authenticity of the fiduciary certificate to be disrupted, hence the authenticity of certificate is not guaranteed.
This paper aims to determine the potential risk of system failure and analyze the possibility of implementing fiduciary registration with a better system so that these risks can be minimized. This paper used juridical normative method which uses written applicable laws and literatures, including researching library materials or secondary data which the aim to finding facts related to the system used by Fidusia Online.
The results of this research indicate that this system has a system failure vulnerability that can disrupt the authenticity of fiduciary certificate itself. With the presence of Blockchain technology, these issue can be minimized. Blockchain technology will make fiduciary certificates stored in the system immutable, tamper-proof, and unalterable, assisted by Smart Contract to automate payment of fiduciary registration.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Najla Ramadhania
"Penelitian ini memiliki fokus utama menganalisis tanggung jawab dan kewajiban dari Pengendali Data Pribadi dalam memverifikasi informasi data pribadi dalam studi kasus aplikasi kencan Bumble. Penelitian ini menggunakan metode doktrinal secara yuridis-normatif. Data Pribadi palsu merupakan larangan dari penyalahgunaan Data Pribadi yang ditujukan untuk meraih keuntungan sendiri yang menyebabkan kerugian pada orang lain. Penelitian ini akan membahas mengenai penerapan prinsip-prinsip dalam pemrosesan data yang berkaitan dengan fitur lencana terverifikasi, yang dirancang untuk memberikan rasa aman kepada Para Pengguna Bumble. Pertama-tama, penelitian ini akan menganalisis kebijakan pemrosesan Data Pribadi yang diterapkan oleh Bumble sebagai Pengendali Data yang sesuai dengan Pasal 16 ayat (2) huruf a UU PDP yang dilakukan secara  terbatas dan spesifik, sah secara hukum, dan transparan. Maka dari itu penelitian ini akan menganalisis bagaimana keamanan sebagai tujuan pemrosesan data pribadi oleh Bumble telah diterapkan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan tanggung jawab dalam pelindungan data pribadi oleh Pengendali Data. Akan tetapi, kehadiran fitur lencana terverifikasi tersebut belum sepenuhnya mencapai tujuan pemrosesan yang diharapkan. Hal ini terlihat dari dampak negatif yang dialami oleh seorang publik figur yang merasa dirugikan akibat Pemalsuan Data Pribadi pada akun Bumble yang bukan miliknya. Maka dari itu, penelitian ini juga dilakukan untuk menganalisis kerangka alur data dan implementasi pelindungan data pribadi oleh Bumble.

This research has the main focus of analysing the responsibilities and obligations of the Personal Data Controller in verifying personal data information in a case study of the dating application Bumble. This research uses a juridical-normative doctrinal method. False Personal Data is a prohibition of misuse of Personal Data aimed at gaining its own benefits that cause harm to others. This research will discuss the application of principles in data processing relating to the verified badge feature, which is designed to provide a sense of security to Bumble Users. To begin with, this research will analyse the Personal Data processing policy implemented by Bumble as a Data Controller in accordance with Article 16 paragraph (2) letter a of the PDP Law which is limited and specific, lawful, and transparent. This research will therefore analyse how security as the purpose of personal data processing by Bumble has been implemented. This research aims to analyse the application of responsibility in the protection of personal data by Data Controllers. However, the presence of the verified badge feature has not fully achieved the expected processing purpose. This can be seen from the negative impact experienced by a public figure who felt harmed due to the falsification of personal data on a Bumble account that did not belong to him. Therefore, this research has also been conducted to analyse the data flow framework and implementation of personal data protection by Bumble."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Effrida Ayni Fikri
"Kecanggihan teknologi mengubah pola aktivitas antar masyarakat dan berimbas pada berbagai bidang, termasuk di dalam jual beli tanah serta bangunan. Sebelum terciptanya teknologi sekarang, kegiatan jual beli benda tetap dilakukan dengan cara tradisional: calon pembeli melihat dan memilih properti, para pihak bersepakat untuk bertransaksi dengan harga tertentu, pembuatan akta jual beli di hadapan PPAT, pembubuhan cap dan tanda tangan pada akta, serta minuta yang dijahit pada bagian akhir akta. Pada teknologi blockchain dan fitur smart contract-nya, hal-hal demikian itu tidak lagi diterapkan, sebab ide dari terciptanya teknologi tersebut adalah meniadakan keterlibatan pejabat yang berwenang, sehingga para pihak saling terhubung secara langsung untuk melakukan kegiatan jual beli benda tetap di dalam satu ruang, yaitu ruang siber. Kemudahan bertransaksi yang disuguhkan oleh teknologi blockchain tidak serta-merta menihilkannya dari kekurangan. Ketiadaan regulasi terkait pemanfaatan teknologi blockchain untuk melakukan jual beli properti menghambat implementasi dari teknologi blockchain dan smart contractnya.

The advancement of technology has impact on the notarization process. Before blockchain technology being introduced, the notarization process had done in traditional manners: seller meets buyer, negotiation process, contract making, the parties should be known by the notary, the parties signed the contract, and so on. The idea of the blockchain technology’s existence i.e. to eliminate the function of the middleman is also changing the conventional ways to create a legal relationship. With blockchain-smart contract, the parties could be connected directly and virtually, to make more than just a contract but a ‘legally’ binding contract at one sitting. All the ease of transaction provided by the blockchain-smart contract does not necessarily eliminte itself from the disadvantage. The regulation-void related to the use of the blockchain technology obstructs the technology itself to be implemented."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asha Alifa Khairunnisa
"ABSTRACT
Pesatnya kemajuan teknologi membuat jenis identitas menjadi sangat bervariasi. Kemajuan teknologi juga memungkinkan penggunaan satu identitas, khususnya identitas digital digunakan untuk berbagai kegunaan. Penggunaan identitas untuk berbagai kegunaan tidak dapat terlepas dari pelaksanaan interoperabilitas data pribadi yang harus diperhatikan keamanan dan kerahasiaannya. Pelaksanaan interoperabilitas tersebut menimbulkan pertanyaan terkait ketentuan yang berlaku mengenai penyelenggara penyedia identitas di Indonesia serta bagaimanakah tanggung jawab penyelenggara penyedia identitas terhadap data pribadi di Indonesia dalam kaitannya dengan interoperabilitas data pribadi dan bagaimana penerapan interoperabilitas data pribadi tersebut di Indonesia. Penelitian merupkan penelitian hukum yuridis normatif. Mengingat identitas yang mempunyai sifat mudah dipindahkan portable adalah identitas digital yang online, ketentuan mengenai penyelengara penyedia identitas tidak hanya mengacu pada UU Administrasi Kependudukan. Namun, juga akan mengacu pada UU ITE, Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik serta Peraturan Menteri Kominfo tentang Perlindungan Data Pribadi dalam sistem Elektronik. Meskipun praktik interoperabilitas data pribadi di Indonesia telah banyak dilaksanakan, tetapi ketentuan tentang interoperabitas data pribadi, belum diatur secara komperehensif di Indonesia. Terkait masalah tanggung jawab terhadap data pribadi, penyelenggara penyedia identitas harus memperhatikan asas perlindungan data pribadi di Indonesia, terutama mengenai persetujuan, relevansi dengan tujuan dan kebutuhan serta penghormatan data pribadi sebagai privasi.

ABSTRACT
The rapid technological advances the type of identity varies greatly. Technological development also allows the use of an identity, particularly digital identity, used for various purposes. The use of identity for various purposes can not be separated from the implementation of the right to data portability that must be secured and confidential. The implementation of the right to data portability raises questions concerning the applicable law of the identity providers and the liability of the identity providers regarding personal data in relation to the right to data portability in Indonesia and and alaso regarding the implementation of the right to data portability in Indonesia.This research is conducted by normative juridical approach. Concerning the identity that has portable nature is an online digital identity, provisions regarding the identity providers in Indonesia not only subject to the Population Administration Act, but also subject to to the Law on Electronic Information and Transaction, the Government Regulation on Electronic System and Transaction Implementation and Ministry of Communication and Informatics Regulation on Personal Data Protection In Electronic system. Although the right to data portability has been widely practiced in Indonesia, the implementation of the right to data portability in Indonesia itself has not been regulated in a specific provision.On the subject of identity providers liability regarding personal data, identity providers should consider the principles of protection of personal data in Indonesia, particularly on approval, relevance to objectives and needs and respect the personal data as a privacy."
2017
S69514
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Timothy Jeremy
"Dalam pendaftaran merek di Indonesia, gambar wajah seseorang yang merupakan data pribadi dan dilindungi dalam Undang-Undang No. 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan data pribadi, foto wajah tersebut dapat didaftarkan sebagai merek. Undang-Undang Merek sendiri tidak melarang pemohon pendaftaran merek dalam menggunakan foto wajah sebagai merek, namun atas data pribadi seseorang yang didaftarkan sebagai merek tentunya tetap dilindungi dalam ranah hukum dari UndangUndang Pelindungan data pribadi. Sehingga karya tulis ini bertujuan untuk menganalisis antara hak yang dimiliki oleh Pemilik Merek dengan hak yang dimiliki oleh Subjek Data Pribadi yang data pribadinya didaftarkan sebagai merek.

In the registration of trademarks in Indonesia, an image of a person’s face, which is a personal data and is protected under Law No. 27 of 2022 concerning Personal Data Protection, can be registered as a trademark. The Trademark Law itself does not prohibit applicants from using a facial photo as a trademark. However, the personal data of an individual registered as a trademark remains protected under the legal framework of the Personal Data Protection Law. Therefore, this paper aims to analyse the rights held by the Trademark Owner and the rights held by the Data Subject whose personal data is registered as a trademark."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erlina Novita
"Seiring dengan perkembangan teknologi, muncul berbagai inovasi kontrak elektronik baru, salah satunya adalah Blockchain Smart Contract yang mengandalkan sistem buku besar terdesentralisasi dalam bentuk digital yang beroperasi secara otomatis (self-executing) menggunakan cryptocurrency di blockchain. Dalam penerapannya transaksi elektronik blockchain smart contract yang dilakukan dengan kode komputer dan tanpa pihak ketiga dalam hal ini Notaris, dapat menimbulkan berbagai pertanyaan dalam keabsahannya seperti legalitas dan permasalahan hukum. Notaris ialah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik yang pembuktiannya sempurna. Pada prinsipnya, konsep desentralisasi jaringan komputer melalui teknologi blockchain yang tanpa orang ketiga sebagai penjamin inilah yang menjadi sumber masalah, karena konsep desentralisasi tersebut menghapuskan middle-man yang berfungsi sebagai penjamin hukum. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan, selanjutnya teknik analisis yang digunakan adalah metode deduktif. Dalam penelitian ini, Peneliti menghubungkan karakteristik blockchain smart contract dengan sistem Notaris konvensional terutama dalam menentukan identitas para pihak. Sistem identifikasi seperti tanda tangan elektronik (e-signature) dalam smart contract belum memadai. E-signature dalam smart contract ini cukup untuk menentukan identitas para pihak, tetapi tidak cukup jika dibandingkan dengan akta yang dibuat oleh Notaris dikarenakan smart contract tidak dapat membedakan antara manusia dan robot. Meskipun demikian, smart contract masih dapat digunakan oleh Notaris dalam proses kenotariatan.

Along with technological developments, various new electronic contract innovations have emerged. One example is the blockchain smart contract, which relies on a decentralized ledger system in digital form that moves automatically (self-executing) by using cryptocurrency on the blockchain. With its application in electronic transactions carried out without human intervention, in this case, was Notary and based on computer code, it raises various questions regarding its validity, legality, and the problem of blockchain smart contract. The obligation of a notary in the making of an authentic deed. In principle, the concept of decentralization ledger through blockchain technology is the source of the problem because the concept of decentralization eliminates the existing middleman. To answer the problem, researchers use the normative type of research with a statutory approach and conceptual approach. In this research, researchers try to connect the characteristics of smart contracts with current Notary System regarding contracts, information and electronic transactions in Indonesia. The smart contract can fulfil several Notary elements, such as the protection of the parties. However, identification systems such as electronic signatures (e-signatures) in smart contracts are not sufficient. The e-signature in this smart contract is sufficient to determine the identity of the parties, but not enough when compared to a deed made by a notary because smart contracts cannot distinguish between humans and robots. The conclusion is the smart contract could not replace the Notary. However, smart contracts can still be used by a Notary in the notary process."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>