Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 113206 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Puspa Meidyana
"Perkawinan merupakan salah satu dari peristiwa penting yang harus dicatatkan. Pencatatan perkawinan sendiri merupakan salah satu syarat perkawinan sebagaimana dalam Pasal 2 Undang-Undang Perkawinan. Apabila perkawinan tersebut tidak dicatatakan maka perkawinan tersebut hanya sah menurut hukum agamanya. Dalam perkawinan tentu tidak selamanya berjalan lurus, tentu akan terjadi suatu perselisihan dan pertengkaran. Dari perselisihan dan pertengkaran ini terkadang berujung pada suatu perceraian. Pada Undang-Undang No 1 Tahun 1974 sebenarnya mensukarkan suatu perceraian. Namun perceraian tersebut boleh apabila memenuhi alasan sebagaimana dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah No 9 Tahun 1975. Dalam pencatatan perceraian membutuhkan akta perkawinan sebagai salah satu syarat agar diterbitkannya akta perceraian hal ini dapat pula dilihat dalam Pasal 75 Peraturan Presiden No 25 tahun 2008. Penerbitan akta perceraian tanpa akta perkawinan tidak sesuai dengan Pasal 75 Peraturan Presiden 25 Tahun 2008 sebab akta perceraian harus membubuhkan No Kutipan Akta Perkawinan.

Marriage is one of a important occurance that should be registered. Marriage Registraton is one of the legal requirements ruled by the Law Number 1 Year 1974 about Marriage article 2. A unregistered marriage is only valid according to religious law. A marriage sometimes there is a conflict that leads to a divorce. The Law Number 1 Year 1974 is disallow the occurrence of a divorce. The divorce is allowed if the fulfillment of the reasons as in Article 19 of Government Regulation Number 9 Year 1975. In the registration of divorce a marriage certificate is one of the requirement can also be seen in Article 75 of Presidential Regulation No. 25 of 2008. Publishes Divorce Certificate without Marriage Certificate is a falacy and make inconsistant law because prefer in article 75 on President Regulation Number 25 Year 2008 a divorce certificate must attach a Number on Marriage Certificate. The Issuance of a Divorce Certificate without Marriage Certificate it is not in accordance with Article 75 of Presidential Regulation 25 Year 2008 because The Divore Certificate must affix Number of Marriage Certificate."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nandini Leona Agustin
"Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Terkait dengan perkawinan, maka setiap perkawinan harus dicatat menurut perundang-undangan yang berlaku, hal ini dengan tegas diatur di dalam pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Bilamana perkawinan yang dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaan tidak dicatatkan, maka perkawinan tersebut tidak diakui oleh negara atau setidak-tidaknya tidak memiliki kedudukan hukum. Permasalahan hukum yang ditimbulkan dari suatu perkawinan yang tidak dicatatkan tersebut tidak hanya terkait dengan tidak diakuinya perkawinan tersebut, tetapi juga mengenai perlindungan hukum terhadap istri, anak, harta benda dan segala sesuatu akibat dari perkawinan termasuk juga jika kedua belah pihak ingin melakukan perceraian.
Terkait dengan hal tersebut di dalam putusan Nomor 541/Pdt.G/2015/Pn.Sgr dan putusan Nomor 49/Pdt.G/2017/PN.Amp majelis hakim yang menangani perkara tersebut mengabulkan gugatan perceraian antara penggugat dan tergugat meskipun perkawinan tersebut sampai gugatan diajukan belum pernah dicatatkan pada Kantor Catatan Sipil. Padahal salah satu syarat untuk dapat mengajukan gugatan perceraian di pengadilan adalah harus menyertakan akta perkawinan yang mana tidak dimiliki oleh penggugat karena perkawinannya tidak pernah dicatatkan.

Marriage is an inner and outer bond between a man and a woman as husband and wife with the aim of forming a happy and eternal family based on the One Godhead. Regarding to marriage, every marriage must be recorded according to the applicable legislation, this is expressly regulated in article 2 paragraph (2) of Law Number 1 of 1974 concerning Marriage.
If the marriage is carried out according to religious law and belief is not recorded, then the marriage is not recognized by the state or at least has no legal standing. The problems that arise from an unregistered marriage are not only related to the non-recognition of the marriage, but also about legal protection of wife, children, property and everything from marriage including if both parties want to divorce.
Related to this matter in the decision Number 541/Pdt.G/2015/Pn.Sgr and the decision Number 49/Pdt.G/2017/PN.Amp the panel of judges who handled the case granted a divorce claim between the Plaintiff and the Defendant even though the marriage was never recorded in the Civil Registry Office. In fact, one of the requirements to be able to file a divorce lawsuit in court is to include a marriage certificate which the Plaintiff does not have because the marriage was never recorded.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fidela Faustina
"Perkawinan merupakan peristiwa yang sangat umum terjadi dalam masyarakat. Perkawinan dapat menimbulkan akibat-akibat hukum yang banyak dan luas lingkupnya. Perkawinan dapat menimbulkan akibat hukum kepada pihak yang menikah maupun pihak lain diluar pernikahan tersebut. Oleh karena itu, kepastian hukum terkait ada atau tidaknya perkawinan menjadi sangat penting. Kepastian hukum ini dapat terbentuk jika setiap perkawinan dicatatkan pada lembaga catatan
sipil. Akan tetapi, banyak orang yang tidak mengetahui pentingnya pencatatan perkawinan sehingga mereka tidak mencatatkan perkawinannya. Hal ini didorong karena pencatatan perkawinan bukan merupakan salah satu syarat sah perkawinan. Akan tetapi, perkawinan yang tidak dicatatkan dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dan permasalahan jika perkawinan tersebut akan diceraikan. Perceraian
harus dilakukan dari segi agama atau kepercayaan dan dari segi negara. Pengadilan dapat melakukan penceraian terhadap perkawinan yang tidak dicatatkan dari segi negara. Hal ini menyebabkan pencatatan perkawinan tidak dianggap penting dalam masyarakat. Permasalahan tersebut dapat dicegah oleh pemerintah memberikan pemahaman mendalam kepada masyarakat terkait pentingnya pencatatan perkawinan.
Marriage is an event that happen very often in society. Marriage can cause so many legal consequences in wide scope. Marriage can cause legal consequences to both party that execute marriage and also to other people in society. Therefore, legal certainty about the presence or absence of marriage become very important. Legal certainty about marriage can come up if every marriage that already execute get
registered at The Civil Registry Office. However, there are so many people that do not know how important registration of marriage, so they do not register their marriage. This situation can happen because registration of marriage is not one of the legal requirements to become a valid marriage. However, marriage that not registered can cause legal uncertainty and problem if that marriage wants to be divorced. Divorce must be done from religion or faith side and state side. Court can
execute divorce marriage that not registered from state side. This situation can make people think that registration of marriage is unnecessary. All of this problem can be prevented with government give a deep comprehension to public about how important registration of marriage."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monica Vania
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai perkawinan yang tidak dicatatkan akibat kekerasan dalam rumah tangga yang diajukan gugatan perceraian ke Pengadilan Negeri, yang kemudian melewati tahap Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung. Mengenai sahnya suatu perkawinan yang telah diatur dalam Pasal 2 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menimbulkan ambiguitas terhadap pandangan para Majelis Hakim dalam tiap tingkat pengadilan. Perbedaan interpretasi atas sahnya suatu perkawinan juga memberi pengaruh terhadap implementasi UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang tidak diterapkan oleh aparat hukum bagi perempuan dalam perkawinan yang tidak dicatatkan padahal telah seharusnya dapat mengatur seluruh ruang lingkup rumah tangga. Dalam penelitian ini penulis mengajukan pokok permasalahan, yaitu 1 Bagaimana status perkawinan yang tidak dicatatkan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Putusan Pengadilan? 2 Bagaimana akibat hukum bagi istri yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga dari putusnya perkawinan yang tidak dicatatkan tersebut? dan 3 Bagaimana Hakim Pengadilan memberikan putusan cerai atas perkawinan yang tidak dicatatkan akibat terjadinya kekerasan dalam rumah tangga?. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian deksriptif dan mono disipliner. Berdasarkan hasil analisa penulis, diperoleh kesimpulan bahwa, telah terdapat perbedaan pandangan mengenai sahnya suatu perkawinan yang menyebabkan kekosongan hukum pada prosedur pengajuan gugatan perceraian di Pengadilan Negeri sehingga pada akhirnya Mahkamah Agung menolak gugatan perceraian karena putusan pengadilan tidak dapat dieksekusi untuk dicatatkannya terlebih dahulu perkawinan tersebut.

ABSTRACT
The focus of this thesis is on the unregistered marriage caused by domestic violence, submitted a divorce lawsuit to the Distric Court, which then passes through the stages of the High Court and the Supreme Court. Regarding the marriage legalization that has been regulated on Article 2 Marriage Law 1 1974 raises ambiguity on the opinion of the Judges at each court level. Differences in interpretation of the marriage legalization also gives effect to the implementation of Law 23 2004 on Domestic Violence that is not applied by law officer for women who bounded on unregistered marriage, even it should be able to regulate the entire part of domestic. In this thesis, the writer proposed the main issues, which are 1 How is status of unregistered marriage on Marriage Law and Court Decisions 2 What are the legal consequences for a wife who experienced domestic violence from divorce of unregistered marriage and 3 How did the Judges of the Court give divorce decisions on unregistered marriage caused by domestic violence . This research used normative juridical method with descriptive and mono dicipliner tipology. Based on the result of the writer rsquo s analysis, it can be concluded that there is a difference opinion about marriage legalization between the Judges at each court level that caused legal vacuum in the procedure of submitted the divorce lawsuit in Distric Court then the Supreme Court finally refused the divorce lawsuit because Distric Court rsquo s decision could not be executed for register the marriage first. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vionna Karissa
"Hak waris menurut Hukum Perdata timbul pada saat seseorang meninggal dunia. Syarat utama untuk menjadi seorang ahli waris adalah adanya hubungan darah yang tercipta dari perkawinan antara seorang pria dan seorang wanita. Hukum membedakan antara keturunan yang sah dan keturunan yang tidak sah. Keturunan yang sah didasarkan atas adanya perkawinan yang sah, sedangkan keturunan yang tidak sah didasarkan atas suatu perkawinan yang tidak sah. Perkawinan yang tidak sah terjadi manakala suatu perkawinan tidak dicatatkan pada suatu lembaga yang kita kenal sebagai lembaga catatan sipil. Dengan demikian, maka anak-anak dari perkawinan yang tidak dicatatkan tersebut, tidak berhak menuntut pembagian waris. Namun demikian, perlu diperhatikan bahwa berdasarkan hasil Putusan Mahkamah Agung Nomor 2185 K/PDT/2008 Perkawinan yang tidak dicatatkan tersebut dapat dimintakan penetapan pengadilan untuk selanjutnya perkawinan tersebut dicatatkan pada kantor catatan sipil dan selanjutnya anak-anak hasil perkawinan tersebut dinyatakan sah dan berhak atas hak waris dari orang tua mereka.

Inheritance rights under civil law arise when someone dies. The main requirement to be an heiress is created from a relationship of marriage between a man and a woman. Law distinguishes between legitimate descendants and illegitimate descendants. Legitimate descendants based on the existence of a valid marriage, while the illegitimate descendants based on an invalid marriage. Unauthorized marriage occurs when a marriage is not registered in an institution we know as civil institutions. Thus, the children of the marriage that is not recorded, has no right to demand the distribution of inheritance. However, it should be noted that based on the Supreme Court Decision No. 2185 K/PDT/2008 Marriage is not registered can be requested court order for the marriage subsequently listed on the registry office and then the children of the marriage declared valid and entitled to the rights inheritance from their parents."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42688
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudita Trisnanda
"Ketidakjelasan muncul terkait keabsahan perjanjian kawin pasangan suami istri pemeluk agama Katolik yang perceraiannya tidak didaftarkan pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Dapat dikatakan, bahwa pasangan suami istri yang tidak mendaftarkan perceraiannya pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil masih terikat perkawinan yang sah, walaupun telah mendapatkan putusan pengadilan. Permasalahan menjadi semakin kompleks, manakala pasangan suami istri tersebut ingin melakukan perkawinan kembali dengan pasangannya terdahulu. Penelitian menggunakan bahan hukum primer berupa perundang-undangan yang berkaitan dengan perkawinan menurut hukum negara dan agama Katolik serta mengenai perjanjian kawin. Bahan hukum sekunder berupa buku-buku dan wawancara dengan romo dan hakim. Bahan-bahan hukum tersebut kemudian dianalis secara kualitatif. Perjanjian kawin pasangan suami istri pemeluk agama Katolik pada perceraian yang tidak didaftarkan dalam hal terjadi perkawinan kembali tetap sah, kecuali pasangan suami istri tersebut telah membatalkan terlebih dahulu. Notaris selaku pembuat perjanjian kawin juga hendaknya memberikan penyuluhan hukum terkait pentingnya pendaftaran perceraian, dimana dalam perkawinan tersebut diikuti dengan perjanjian kawin.

Unclear status prenuptial agreement arise in catholic marriage if the divorce is not registered in civil registrar. In Indonesia, divorce will be legalized if the couple register their divorce in the civil registrar after the judge grant their request on court proceeding. However, complex situation arise whenever the couple want to do remarriage since catholic does not allow divorce. Furthermore, the notary as the one who create the prenuptial agreement should give clear understanding on legal consequences after creating prenuptial agreement in relation to catholic and Indonesian marriage.A critical question posed in this scene is, does the remarriage process legal under Indonesian law? Does the prenuptial agreement still valid? To answer those questions The research will based on primer sources of law which are indonesia marriage law and catholic marriage law; and secondary sources of law which are books & interview with Churchmans and judges. In addition to that. The research method will based on qualitative approach."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52025
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Grey, Andrew
"Dalam Pasal 29 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan, disebutkan bahwa perjanjian kawin harus didaftarkan ke Pegawai Pencatat Perkawinan. Kewajiban untuk mencatatkan perjanjian kawin bertujuan agar perjanjian perkawinan tersebut memiliki kekuatan hukum yang mengikat yang sah bagi para pihak yaitu suami dan istri serta terhadap pihak ketiga yang terkait untuk itu. Namun dalam perkembangan saat ini yang terjadi di masyarakat, terdapat perjanjian perkawinan yang belum sempat didaftarkan namun perkawinan antara suami istri tersebut telah putus karena cerai. Akibat hukum yang dapat timbul dari kelalaian tidak mendaftarkan perjanjian perkawinan selama perkawinan berlangsung tersebut akan berdampak pada kekuatan mengikatnya perjanjian perkawinan yang telah dibuat. Hal ini dapat ditemukan pada beberapa kasus, antara lain pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 598 PK/Pdt/2016 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 585 K/Pdt/2012.
Bentuk penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, sebab penelitian ini menekankan pada penggunaan norma hukum secara tertulis, pengaturan dan pelaksanaan perjanjian perkawinan yang dihubungan dengan objek penelitian. Berdasarkan analisis kedua putusan tersebut, dapat diketahui bahwa terkait kekuatan mengikatnya perjanjian perkawinan yang tidak didaftarkan setelah adanya perceraian bahwa perjanjian perkawinan tetap berlaku bagi para pihak yang membuatnya, hal ini berdasarkan Pasal 1338 KUHPerdata, yaitu tetap mengikat bagi suami-istri yang telah sepakat membuatnya, sedangkan untuk mengikat pihak ketiga tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, karena pendaftaran perjanjian perkawinan untuk memberitahu kepada masyarakat luas adanya pemisahan harta suami dan istri dalam perkawinan.

On article 29 section 1 Law about Marriage, is mentioned if a marital agreement should be registered toward Marriage Registry Employee. The obligation of registering marital agreement aims so it has binding power for each following party those are husband and wife, also the related third party. However, as the development goes by in society nowadays, there are agreements which have not been registered, but the marriage between husband and wifeis over because of divorce. The legal implication which could exist from the negligence of not registering marital agreement as long as the marriage itself, that is the implication upon the binding power of created marital agreement. It could be found by several cases, such as Decision of Supreme Court Number 598 PK Pdt 2016 and Decision of Supreme Court Number 585 K Pdt 2012.
The author used Juridist Normative as the research formation, because this research is emphasizing upon the use of written norms, regulation and implementation of marital agreement which was connectedby the object of research. Based on analysis of both decisions, it can be concuded that about its binding power of unregistered marital agreement after divorce, that is marital agreement still applies for every party who createdthe agreement itself, as writen in Article 1338 Indonesian Civil Code, that is still binding for husband wife who did agree to create the agreement, whilst for third party doesn rsquo t apply the permanent binding power, because the registration of marital agreement is aiming to announce upon society about the separation of husband wife rsquo s property in a marriage.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zhafira Naura Rosa
"Perkawinan yang tidak dicatatkan berdampak pada tidak jelasnya status perkawinan melalui bukti autentik dari perkawinan, sehingga berdampak pada status hukum seorang anak. Untuk itu penelitian ini membahas permasalahan terkait analisis kedudukan hukum ahli waris yang perkawinannya tidak dicatatkan dan pertimbangan hukum dalam putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3073 K/Pdt/2019). Penelitian hukum doktrinal ini, mengkaji objek hukum dalam konsepnya sebagai peraturan perundang- undangan dan putusan pengadilan. Objek hukum yang diteliti tersebut dikumpulkan melalui studi dokumen dalam bentuk bahan-bahan hukum, baik primer dan sekunder, yang selanjutnya dianalisis untuk menjawab permasalahan penelitian. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan maka dapat dijelaskan sebagai berikut: Perkawinan yang tidak dicatatkan sesuai peraturan yang berlaku di hadapan pegawai Kantor Catatan Sipil, maka akan sulit membuktikan adanya perkawinan tersebut. Hal ini akan berdampak terhadap kedudukan istri dan anak yang lemah di mata hukum dan anak tersebut akan menjadi anak luar kawin dan memiliki hubungan perdata dengan ibunya saja. Tanpa adanya bukti yang kuat akibat dari perkawinan yang tidak dicatatkan maka perkawinan TSH dan Alm. SD dianggap tidak pernah terjadi, sehingga menurut kententuan hukum waris perdata barat yang berhak sebagai ahli waris sesuai pasal 856 KUHPer dari Alm. SD adalah ahli waris Golongan II yakni orang tua dan saudara-saudara Pewaris.

Unregistered Marriage affect the uncertainty of marital status through authentic proof of marriage, thus affecting the legal status of a child. This research was carried out by raising issues related to analysis the position of the heirs from unregistered marriage and the legal considerations in the Supreme Court decision No. 3073 K/Pdt/2019). This doctrinal legal research examines legal objects in their concept as statutory regulations and court decisions. The legal objects studied were collected through document studies in the form of legal materials, both primary and secondary, which were then analyzed to answer research problems. Based on the results of the analysis carried out, it can be explained as follows: if a marriage is not registered in applicable regulation in civil registration, then it will be difficult to prove the existence of the marriage. This will affect to the weak position of wife and their child from law point view and the child will become an out of marriage child and only have a civil relationship with their mother. without the existence of strong evidence resulting from unregistered marriage, the marriage between TSH and Alm. SD considered as never happened. So, according to west civil law, whose entitled as Alm. SD’s heir according to article 856 Indonesian Civil Code is group two of heirs which is his mother and sister."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rani Nurfitriana
"Skripsi ini membahas mengenai perjanjian perkawinan di dalam suatu perkawinan yang memiliki suatu akibat hukum terhadap harta perkawinan seperti ditolaknya harta perkawinan untuk dimasukkan ke dalam boedel pailit apabila salah satu suami atau istri dipailitkan. Salah satu kasus terkait dengan perjanjian perkawinan adalah Sengketa Pailit No. 423/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Tim yang mana pada perkara ini terdapat suatu perjanjian perkawinan, akan tetapi perjanjian tersebut tidak dicatatkan sehingga tentu hal tersebut dapat membuat perjanjian perkawinan menjadi tidak mengikat kepada pihak ketiga dan membuat perkawinan dilangsungkan seperti tidak adanya perjanjian perkawinan, maka terhadap perkawinan tersebut terjadilah percampuran harta, dimana jika salah satu suami pailit maka harta perkawinan dapat masuk ke dalam boedel pailit. Untuk melakukan penelitian terkait dengan hal-hal tersebut maka digunakanlah metode penilitan yuridis normatif. Hasil Penelitian menyarankan bagi perjanjian perkawinan yang tidak dicatatkan ke Pegawai pencatat perkawinan maka dapat meminta penetapan Pengadilan Negeri agar perjanjian perkawinannya dapat dicatatkan.

The focus of this study is prenuptial agreement in marriage create a legal concequence, such as the marriage joint property can not be inserted in to bankruptcy property if the husband or wife went bankrupt. One of the case elucidate this premise is the case No. 423/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Tim which contain an unregistered prenuptial marriage agreement, so the prenuptial agreement can not bind to third party. On this regard the prenuptial agreement is consider as voidable and as the consequence the marriage property become a joint property that can be inserted to bankruptcy property. For researching for this topic i used the juridical normative research methods. The researcher suggest in the case of prenuptial agreement is not registred in a civil registration office they can ask for resolution from the court.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aviceena Pratikto Raharjo
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai pelepasan pemutusan hubungan perkawinan antara pasangan suami dan istri yang menikah tanpa saling mencintai dan hanya karena kesepakatan. Dalam permohonannya kepada Pengadilan Agama, suami yang bertindak sebagai Pemohon mengajukan permohonan perceraian dengan dasar akta nikah tidak sah karena tidak ditandatangani oleh Pemohon. Penulisan skripsi ini membahas mengenai alasan-alasan perceraian yang secara limitatif diperbolehkan dalam Pasal 39 Undang-Undang Perkawinan serta Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 yang menjadi indicator pembahasan penulisan skripsi ini. Berdasarkan analisis penulis mengenai alasan-alasan yang diperbolehkan dalam perceraian, pada akhir penulisan dapat dipahami apakah perceraian hanya dapat dilakukan dengan alasan-alasan yang ada atau dapat menggunakan alasan yang tidak tercantum dalam Pasal tersebut diatas. Dalam pembahasan ini penulis mengacu kepada hukum-hukum perkawinan nasional maupun hukum perkawinan Islam baik yang telah dikodifikasikan dalam Kompilasi Hukum Islam maupun fiqh munakahat sebagai pendamping Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dalam penulisan ini, dapat dipahami bahwa, akta nikah hanyalah pencatatan atas suatu perkawinan sehingga tidak dapat dijadikan alasan perceraian, akan tetapi apabila suatu perkawinan diketahui tidak sah menurut hukum agama ataupun kepercayaan tertentu, dapat dilakukan pembatalan perkawinan.

ABSTRACT
This thesis focuses on disengagement of marital relationship between married couple which married each other without feeling love and only based on an agreement. In his petition to the Religious Courts, the husband as the Petitioner filed a divorce petition on the basis of illegitimate marriage certificate because it was not signed by the husband. This thesis discusses the reasons of divorce which is limited by the Article 39 of the Marriage Law and Article 19 of Government Regulation no. 9 Year 1975 which became the indicator of the discussion of this thesis writing. Based on the author 39 s analysis of the reasons allowed of divorce, at the end of the writing can be understood whether divorce can only be done for reasons that exist or can use the reasons not listed in the Article mentioned above. In this discussion the authors refer to national marriage laws as well as Islamic marriage laws that have been codified in the Compilation of Islamic Law and fiqih munakahat as a companion of the Civil Code. In this writing, it can be understood that, the illicit marriage certificate is not a valid reason for divorce, but if a marriage is known to be invalid according to such belief or religion, it may be cancelled."
2017
S69743
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>