Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 173179 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andrew Ebenezer Timanta
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik dan faktor perilaku pekerja seperti usia, lama kerja, penggunaan alat pelindung telinga, rotasi kerja, riwayat penyakit DM/Hipertensi, dan tingkat kebisingan dengan gangguan pendengaran di Garuda Maintenance Facility AeroAsia GMF AeroAsia tahun 2017. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan melibatkan 73 pekerja di area power service yang terpapar tingkat kebisingan.

ABSTRACT
This study aims to analyze the characteristics and factors of worker behavior, including age, the use of ear protection, work rotation, history of diabetes or hypertension, and noise hazards with hearing loss in Garuda Maintenance Facility AeroAsia GMF AeroAsia in 2017. A cross sectional study was conducted involving 73 workers in power service area which exposed to noise level "
Lengkap +
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Indar Ayuningtyas
"Proses kerja di Area Forging PT X dapat menimbulkan risiko bahaya dari tekanan suara yang ditimbulkan oleh mesin produksi yang dapat menimbulkan kebisingan dan dapat berpengaruh pada gangguan fungsi pendengaran pekerja. Diperlukan analisa faktor yang mempengaruhi gangguan pendengaran agar dapat digunakan sebagai langkah pengendalian yang tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tekanan bising, gambaran pajanan bising (Leq 8 jam), gambaran gangguan pendengaran dan faktor yang mempengaruhi gangguan pendengaran sensorineural pada pekerja di Area Forging PT X. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain cross sectional untuk melihat hubungan gangguan fungsi pendengaran akibat pajanan bising dengan menganalisa faktor lain yang dapat mempengaruhinya seperti usia, masa kerja, kebiasaan merokok, pajanan getaran, hobi terkait bising, dan pemakaian alat pelindung diri (alat pelindung telinga). Berdasarkan hasil didapatkan bahwa gambaran tekanan bising di Area Forging PT X berkisar antara 74,1 – 103,4 dBA, pajanan bising (Leq 8 jam) 44 orang (66,7%) terpajan bising tinggi ≥85dBA dan 22 orang (33,3%) terpajan bising <85 dBA dan rata-rata pajanan adalah sebesar 91,5 dBA. Dari 66 partisipan, 8 (12,1%) partisipan mengalami gangguan fungsi pendengaran sensorineural dan 58 (87,9%) partisipan memiliki pendengaran normal. Faktor – faktor yang berhubungan dengan gangguan fungsi pendengaran adalah pajanan bising memiliki p value 0,045 dengan nilai OR 0,818, hobi terkait bising memiliki p value 0,005 dan nilai OR 14,37, masa kerja memiliki p value 0,045 dan nilai OR 0,818, usia memiliki p value 0,001 dan nilai OR 20,07, kebiasaan merokok memiliki p value 0,008 dan nilai OR 12,33, serta penggunaan alat pelindung diri memiliki p value 0,009 dan nilai OR 10,6. Faktor yang paling dominan mempengaruhi gangguan fungsi pendengaran sensorineural adalah usia. Untuk mengandalikan faktor yang mempengaruhi gangguan fungsi pendengaran dapat menggunakan hierarki pengendalian risiko yaitu eliminasi, substitusi, pengendalian teknis, pengendalian administratif dan alat pelindung diri.

The work process in Forging Area PT X can pose a danger from sound pressure generated by production machines which can cause disturbances to worker functions. Analysis of factors that influence hearing loss so that it can be used as an appropriate control measure. This study aims to determine the description of noise, noise exposure description (Leq 8 hours), description of hearing loss and factors that influence hearing loss in workers in the Forging Area of ​​PT X. This study is an observational study with cross sectional design to see the relationship between functional impairment due to exposure noise by analyzing other factors that can influence it such as age, years of service, smoking habits, vibration, hobbies related to noise, and use of personal protective equipment (ear protection). Based on the results obtained that the description of noise pressure in the Forging Area PT X ranges from 74.1 – 103.4 dBA, noise exposure (Leq 8 hours) 44 people (66.7%) high noise exposure >85dBA and 22 people (33.3 %) exposed to noise ≤85 dBA and the average exposure was 91.5 dBA. Of the 66 participants, 8 (12.1%) have sensorineural hearing loss and 58 (87.9%) have normal hearing. Factors that are significantly related to hearing loss are noise exposure have p value of 0.045 with an OR value of 0.818, a noise hobby have p value of 0.005 and OR value of 14.37, years of service have p value of 0.045 and OR value of 0.818 , age have p value of 0.001 and OR value of 20.07, smoking habits have p value of 0.008 and OR value of 12.33, and the use of personal protective equipment have p value of 0.009 and an OR value of 10.6. The most dominant factor influencing sensorineural hearing loss is age. To control those affecting hearing function impairment, risk control factors can be used, namely elimination, substitution, control, control, and personal protective equipment."
Lengkap +
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dessy Ekayusnita
"Latar belakang : Teknisi pesawat terbang militer merupakan salah satu profesi yang berisiko terpajan bising saat bertugas. Aktivitas penerbangan militer dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran akibat bising (GPAB). GPAB awalnya tidak dikeluhkan oleh teknisi, namun pada pemeriksaan audiometri nada murni menunjukkan penurunan nilai ambang pendengaran dan bersifat sensorineural. Deteksi dini gangguan pendengaran sebelum terjadi gangguan pendengaran meluas ke frekuensi percakapan sangat penting karena GPAB bersifat permanen namun hal tersebut dapat dicegah. Audiometri nada murni tidak menyertakan frekuensi yang lebih tinggi (>8KHz) dan pemeriksaan ini tidak peka terhadap kerusakan akibat bising yang terjadi pada koklea. High Frequency Audiometry (HFA) dan Distortion Product Otoacoustic Emissions (DPOAE) dapat digunakan untuk deteksi dini GPAB. HFA mengevaluasi ambang pendengaran pada frekuensi yang lebih tinggi dari 8000 Hz. DPOAE dapat menilai sel-sel rambut luar koklea yang sensitif terhadap pajanan bising yang berlebihan dan dapat digunakan untuk deteksi dini GPAB. Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran DPOAE, audiometri nada murni, HFA dan faktor-faktor yang mempengaruhi gambaran DPOAE dan HFA. Penelitian ini juga untuk mengetahui kesesuaian antar gambaran audiometri dengan DPOAE pada teknisi yang terpajan bising mesin pesawat di Skadron Udara 2. Metode: Penelitian dilakukan 27 Desember 2021- 14 Januari 2022 di Skadron Udara 2 dan RSAU dr. Esnawan Antariksa. Desain penelitian yang digunakan adalah potong lintang (cross sectional) dengan subjek penelitian adalah teknisi mesin pesawat terbang di Skadron Udara 2 yang berusia 20-58 tahun, semuanya pria, dengan masa dinas minimal lima tahun dan bebas bising 12 jam sebelum pemeriksaan. Subjek penelitian didapatkan 50 subjek yang memenuhi kriteria inklusi. Pemeriksaan menggunakan audiometri nada murni, HFA dan DPOAE Hasil: Berdasarkan DPOAE, terdapat 23 subjek (46%) dengan SNR<6 pada telinga kanan dan 25 subjek (50%) dengan SNR <6 pada telinga kiri. Berdasarkan pemeriksaan audiometri nada murni menunjukkan 18 subjek (36%) terdapat peningkatan intensitas pada telinga kanan dan 15 subjek (30%) dengan peningkatan intensitas pada telinga kiri. Berdasarkan hasil hasil pemeriksaan HFA, menunjukkan 14 subjek (28%) terdapat peningkatan intensitas pada telinga kanan dan 13 subjek (26%) dengan peningkatan intensitas pada telinga kiri. Faktor risiko yang paling berpengaruh pada hasil DPOAE dan HFA adalah pemakaian alat pelindung pendengaran. Pada pemeriksaan audiometri dan DPOAE pada frekuensi 3 kHz dan 10 kHz menunjukkan hubungan bermakna dengan kesesuaian yang moderate (cukup), frekuensi 4 kHz dan 6 kHz terdapat hubungan bermakna dengan kesesuaian yang kuat sedangkan pada frekuensi 8000 terdapat hubungan bermakna dengan kesesuaian yang lumayan (fair) Kesimpulan: Audiometri nada murni, HFA dan DPOAE dapat digunakan saling melengkapi dalam mendeteksi dini GPAB

Background: Military aircraft technician is one of the professions with risk of being exposed to noise. Military aviation activities can cause noise-induced hearing loss (NIHL). NIHL ​​was not initially complained by workers, but on pure tone audiometry examination showed a decreased hearing threshold value and was sensorineural. Early detection of hearing loss before hearing loss extends to the frequency of conversation is very important because NIHL is permanent but can be prevented. Pure tone audiometry excludes higher frequencies (>8KHz) and is insensitive to noise-induced damage to the cochlea. High Frequency Audiometry (HFA) and Distortion Product Otoacoustic Emissions (DPOAE) can be used for early detection of NIHL. HFA evaluates hearing thresholds at frequencies higher than 8KHz. DPOAE can assess cochlear outer hair cells that are sensitive to excessive noise exposure and can be used for early detection of NIHL. Objective: This study was conducted to determine DPOAE, pure tone audiometry, HFA and the factors that affect DPOAE and HFA images on technicians exposed to aircraft noise in Air Squadron 2. This research also determine the compatibility of audiometric images with DPOAE on technicians exposed to noise. Methods: The study was conducted December 27th ,2021 until January 14th ,2022 at the Squadron 2 and Esnawan Antariksa Air Force Hospital. This research use cross sectional design with the subjects are aircraft engine technicians in Air Squadron 2 aged 20-58 years, all men, with a minimum service period of five years and noise-free 12 hours before the examination. The subjects of this study were 50 subjects who met the inclusion criteria. Examination using pure tone audiometry, HFA and DPOAE. Results: Based on the DPOAE, there were 23 subjects (46%) with SNR <6 in the right ear and 25 subjects (50%) with SNR <6 in the left ear. Based on pure tone audiometry examination, there were 18 subjects (36%) with an increased intensity in the right ear and 15 subjects (30%) with an increased intensity in the left ear. Based on the HFA examination, there were 14 subjects (28%) with an increased intensity in the right ear and 13 subjects (26%) with an increased intensity in the left ear. The use of hearing protection equipment is the most influenced risk factor which affected the results of DPOAE and HFA. On audiometric and DPOAE examination at a frequency of 3 kHz and 10 kHz showed a significant relationship with moderate (adequate), frequencies of 4 kHz and 6 kHz there was a significant relationship with conformity, while at a frequency of 8000 there was a significant relationship with fair compliance. Conclusion: Pure tone audiometry, HFA and DPOAE can be used complementary in early detection of NIHL"
Lengkap +
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nassor Rashid Hamad
"Gangguan pendengaran merupakan gangguan yang paling umum ditemukan pada neonatus. Gangguan dapat diatasi dengan mudah bila didiagnosis pada awal kelahiran. Prevalensi global gangguan pendengaran permanen pada neonatus kebanyakan berasal dari negara berkembang sekitar 0,5-5 per 1000 kelahiran. Tujuan penelitian ini untuk mengevaluasi efek terapi aminoglikosida dan faktor yang dapat menginduksi gangguan pendengaran pada neonatus yang dirawat di NICU Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo. Penelitian bersifat case-control dengan sampel 112 neonatus di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM). Data skrining pendengaran neonatus secara retrospektif dikumpulkan melalui data rekam medis elektronik dan data medis pasien. Hanya pasien yang dirawat dan diobati di Neonatal Intensive Care Unit (NICU) dari November 2018 hingga Oktober 2019 yang diambil sebagai sampel penelitian. Usia gestasional saat kelahiran (LGA) dan anomali kraniofasial dianggap sebagai faktor risiko yang berpengaruh terhadap gangguan pendengaran karena secara statistik signifikan (p < 0,05). Penelitian menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan dari jenis kelamin, berat badan saat kelahiran, ventilasi mekanik, lama rawat di NICU (>5 hari), hiperbilirubinemia (> 10 mg/dl), asfiksia, dan terapi aminoglikosida (p > 0,05). Prevalensi gangguan pendengaran pada neonatus dengan usia gestasional saat lahir dibawah dari 37 minggu dan adanya anomali kraniofasial memiliki signifikansi yang tinggi dibandingkan bayi yang lahir dengan normal. Kedua faktor tersebut memiliki risiko gangguan pendengaran pada neonatus 8 hingga 14 kali lebih tinggi. Sebaliknya, terapi aminoglikosida ditemukan tidak berbeda signifikan pada penelitian ini dikarenakan nilai p sebesar 0,124 yang lebih besar dari 0,05 untuk interval kepercayaan 95%. Temuan lainnya yang tidak berbeda secara signifikan adalah jenis kelamin, berat badan saat lahir, lama rawat di NICU selama > 5 hari, dukungan ventilator > 5 hari, bayi lahir dengan asfiksia dan hiperbilirubinemia > 10 mmol/l

Hearing loss is the most common disorder in neonates; it can be best managed if diagnosed at an early stage of life. The global prevalence of permanent neonatal hearing loss mainly occurs in developing countries, accounting for 0.5 to 5.0 per 1000 live births. This study's objective was to evaluate effects of aminoglycoside therapy, and associated factors that can induce hearing loss in neonates admitted to NICU at Dr.Cipto-Mangunkusumo Hospital. This was a case-control study conducted among 112 neonates at Dr. Cipto-Mangunkusumo Hospital (CMH). Data of neonatal hearing screening were retrospectively collected from hospital electronic medical records and medical files. Only patients admitted and treated at the Neonatal Intensive Care Unit from November 2018 to October 2019 were recruited. Out of 112 neonates studied, the Low Gestational Age at birth (L.G.A.) and Craniofacial anomalies were considered as risk factors for hearing loss since they were statistically significant (p< 0.05). The study showed no statistically significant association in gender, birth weight, mechanical ventilation, NICU stay period (>5 days), hyperbilirubinemia (>10mg/dl), asphyxia, and aminoglycoside therapy (p>0.05). The prevalence of hearing loss in neonates with a lower gestational age of leser than 37 weeks and craniofacial anomalies are significantly higher compare to full-term neonates born. They are more associated with 8 to 14 times increased risk of hearing loss in neonates. In contrast, aminoglycoside therapy was found insignificant different in this study since its p-value were 0.124 which is greter than p-value <0.05 for 95% signicant interval. Other finds that were not significantly different are gender, birth weight, extended stay at ICU for >5 days, ventilatory support > 5days, baby borns with asphyxia and hyperbilirubinemia > 10mmol/l."
Lengkap +
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Aisyah Amanda
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat kebisingan, faktor karakteristik pekerja (usia, masa kerja, durasi kerja, riwayat diabetes, riwayat hipertensi), dan faktor perilaku pekerja (penggunaan APT dan perilaku merokok), dengan gangguan pendengaran pada pekerja bagian refining PT X tahun 2019. Desain studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross-sectional dengan jumlah sampel sebanyak 66 orang pekerja bagian refining. Data gangguan pendengaran pada pekerja diperoleh dari hasil Medical Check Up rutin yang dilakukan oleh perusahaan, sedangkan data tingkat kebisingan diperoleh melalui pengukuran secara langsung menggunakan Sound Level Meter di area kerja bagian refining. Hasil uji Chi Square menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara usia (OR 7; 95% CI: 1,608-30,474), masa kerja (OR 7,8; 95% CI: 0,925-65,747, dan perilaku merokok (OR 7,8; 95% CI: 0,925-65,747) dengan gangguan pendengaran pada pekerja bagian refining. Selain itu, didapatkan rata-rata tingkat kebisingan yang berbeda pada setiap unit kerja bagian refining, yakni unit kerja Peleburan sebesar 87,08 dBA, Pemurnian Perak sebesar 89,04 dBA, Pemurnian Emas sebesar 83,25 dBA, dan Waste Management sebesar 77,85 dBA.

This study aims to analyze noise level, characteristics of worker (age, work period, work duration, history of diabetes, history of hypertension), worker behaviour (use of ear protector and smoking behaviour) with hearing loss among refining unit workers at PT X in 2019. A cross-sectional study was conducted involving 66 refining workers. Data on hearing loss among workers are obtained from the results of routine medical check up conducted by the company, while noise level data is obtained through direct measurement using the Sound Level Meter in the refining section work area. Chi Square test results showed that there was a significant relationship between age (OR 7; 95% CI: 1,608-30,474), work period (OR 7.8; 95% CI: 0.925-65,747, and smoking behavior (OR 7.8; 95% CI: 0.925-65,747) with hearing loss among refining workers. In addition, different noise levels were obtained for each refining work unit, the Smelting work unit was 87.08 dBA, Silver Refining was 89.04 dBA, Gold Refining was 83.25 dBA, and Waste Management was 77, 85 dBA.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farida Khoirotin Novaisa
"Kebisingan merupakan salah satu bahaya fisik di tempat kerja yang memiliki risiko terhadap terjadinya gangguan pendengaran kepada pekerja. Diantara beberapa sektor industri, konstruksi merupakan industri yang memiliki kebisingan dalam pekerjaannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat kebisingan serta hubungan karakteristik dan perilaku pekerja terhadap gangguan pendengaran pada pekerja. Pada penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional dengan jumlah responden sebanyak 106 pekerja dan pengukuran titik kebisingan pada 30 titik yang tersebar pada area konstruksi. Berdasarkan pengukuran kebisingan yang dilakukan, rentang kebisingan pada lokasi konstruksi BUMN Center ialah 67.9 – 100.8 dBA dan kejadian ganggguan pendengaran pada pekerja sebesar 44.3%. Uji Mann- Whitney U Test dilakukan pada variabel tingkat kebisingan dan gangguan pendengaran dan menunjukkan hasil tidak adanya perbedaan signifikan tingkat kebisingan terhadap gangguan pendengaran pada pekerja (p=0.904). Adapun pada variabel karakteristik dan perilaku pekerja, hanya usia yang memiliki hubungan signifikan dengan gangguan pendengaran (p=0.000) dengan OR 7.8. Penelitian ini menemukan adanya tingkat kebisingan yang melebihi NAB dan pekerja yang mengalami gangguan pendengaran, sehingga disarankan untuk adanya tindakan pencegahan dan meminimlaisir risiko dengan prinsip kontrol hirarki.

Noise exposure is one of the physical hazards in the workplace that can cause of hearing loss to workers. Among some industrial sectors, construction sector has a lot of noise in its workplace. The study aimed to analysis the differences in noise intensity and the association between characteristics and behavior to hearing loss among construction workers Gedung BUMN Center. The study used cross-sectional study design with 106 respondents and measurements of noise points at 30 points spread across the construction area. Based on noise measurements, the noise range at the construction site of the BUMN Center is 67.9 - 100.8 dBA and the incidence of hearing disorders in workers is 44.3%. The Mann-Whitney U Test was conducted on variable noise levels and hearing loss and showed results no significant differences in noise levels and hearing loss among workers (p=0.904). As for the characteristic variables and behavior of workers, only age has a significant association with hearing loss (p=0.000) and OR 7.8. This study found that there was a noise intensity that exceeded NAB and workers with hearing loss, so minimze the risk with hierarchy control is recommended as preventive action."
Lengkap +
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Kusumawati
"Penelitian ini membahas hubungan tingkat kebisingan di lingkungan kerja dengan kejadian gangguan pendengaran pada pekerja PT X. Desain penelitian yang digunakan adalah coss sectional. Sampel penelitian berjumlah 110 pekerja pada area kerja AC dan mesin cuci. Terdapat 33 pekerja yang mengalami gangguan pendengaran setelah dilakukan pemeriksaan menggunakan garpu tala. Intensitas kebisingan di dua area kerja antara 86,4 dB-90,1 dB setelah diukur menggunakan Sound Level Meter. Hasil penelitian menunjukan tidak ada hubungan bermakna, tetapi tingkat kebisingan di dua area kerja telah melebihi nilai ambang batas.

This study aims to determine the relationship between noise levels in working environment with hearing loss occurrence in workers in PT X. The study design used was cross sectional study. Sample of this study is 110 workers in AC and laundry system areas. There are 33 workers that suffer of hearing loss after measured by tuning fork. The noise intensity in two area is between 86,4 dB - 90,1 dB after measured by Sound Level Meter. The study result showed there is no significant relation, but noise level in two areas exceed the limit."
Lengkap +
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lihawa, Wahyudin
"Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran hubungan antara intensitas bising dengan gangguan pendengaran terhadap pekerja.Penelitian dilakukan terhadap 349 responden di bagian Steel Melting dan Rolling Mills PT X pada bulan Maret - Juni 2014 menggunakan desain cross-sectional, data primer berupa hasil pengukuran intensitas bising dan audiogram, data sekunder berupa gambaran umum perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 52 responden (14,9%) mengalami gangguan pendengaran, responden yang mengalami gangguan pendengaran terbanyak yaitu sebesar 59,6% (31 responden) adalah responden yang bekerja di Area Steel Melting yang memiliki intensitas kebisingan >85 dB. Penelitian menunjukkan gangguan pendengaran tidak berhubungan dengan pajanan debu, riwayat penyakit Diabetes melitus dan riwayat penyakit Hipertensi (p-value>α(0,05). Untuk mencegah terjadinya gangguan pendengaran kepada pekerja lainnya, perlu dilakukan upaya pengendalian risiko dengan melakukan pengendalian teknis, pengendalian administratif dan perlindungan kepada pekerja yang bekerja di area tersebut.

This study aims to provide an overview of the relationship between the intensity of noise with a hearing loss of workers. Study was conducted on 349 respondents at the Steel Melting and Rolling Mills PT X in March - June 2014 using cross-sectional design, the primary data in the form of noise intensity measurement results and results of audiometric measurement, secondary data from a general overview of the company. The results showed that 52 respondents (14.9%) had hearing loss, respondents who have a hearing loss that is equal to 59.6% (31 respondents) of respondents who work in Steel Melting areas that have noise intensity > 85 dB. Research showed hearing loss is not related to dust exposure, history of diabetes mellitus and a history of hypertension (p-value> α (0.05). To prevent hearing loss to other workers, risk control efforts should be made to perform technical control, control administrative and protection to employees who work in the area.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Matakupan, Henry Victor
"Industri Minyak dan Gas Lepas Pantai PT M Tahun 2018 Paparan kebisingan merupakan penyebab paling umum gangguan pendengaran, menyebabkan noise induced hearing loss (NIHL). Penelitian ini mengevaluasi gangguan pendengaran yang berhubungan dengan pajanan bising dikaitkan dengan usia, masa kerja, lama pajanan, pemakaian alat pelindung diri, kebiasaan merokok, hobi berhubungan kebisingan dan penyakit Diabetes Mellitus, hyperlipidemia dan hipertensi pada pekerja. Ini adalah penelitian observational cross sectional meneliti variabel independen, variabel dependen dan variabel perancu pada waktu bersamaan. Menggunakan data sekunder perusahaan melalui pengamatan, pengukuran dan questioner. Hasil pengukuran kebisingan area berpotensi kebisingan menunjukan potensi kebisingan terendah adalah 63 dBA dan tertinggi 110, 6 dBA,tingkat kebisingan area field berkisar 84.88 - 93 dBA. Kebisingan di area nonfield tertinggi 79.5 dBA. Pajanan bising efektif di bawah 80 dBA, baik di area field maupun nonfield; 7.1% pekerja bekerja > 20 tahun, didapatkan hubungan antara masa kerja > 20 tahun, terjadinya gangguan pendengaran pekerja sebanyak 5.6%, 40.5% pekerja berusia > 40 tahun, didapatkan hubungan antara usia pekerja dengan kejadian gangguan pendengaran. 42.9% pekerja memiliki kebiasaan merokok, tidak didapatkan hubungan antara perilaku merokok dengan gangguan pendengaran. Tingkat pemakaian APT pada pekerja didapatkan sebanyak 90.5% pekerja yang selalu memakai APT, tidak ada hubungan antara pemakaian APT dengan gangguan pendengaran. Tidak didapatkan hubungan antara hobi dengan terjadinya gangguan pendengaran Tidak didapatkan hubungan antara status kesehatan berupa profil lipid pekerja (kolesterol total, HDL, LDL, dan trigliserida), kadar glukosa darah pekerja dan tekanan darah dengan gangguan pendengaran.

Exposure to noise is the most common cause of hearing loss, leading to noise induced hearing loss (NIHL). This study evaluated hearing loss associated with noise exposure related to age, length of employment, length of exposure, the use of personal protective equipment, smoking habits, hobbies associated noise and diabetes mellitus, hyperlipidemia and hypertension in workers. This is a cross-sectional observational study examined the independent variable, the dependent variable, and confounding variables at the same time. Using the company secondary data, through observation, measurement and questionnaire. Noise measurement results indicate that the potential area of potential noise is 63 dBA as the lowest noise and the highest is 110, 6 dBA, field noise level area ranging from 84.88 - 93 dBA. Nonfield noise area 79.5 dBA. Exposure effective noise below 80 dBA, either in the field or nonfield area; 7.1% of workers worked > 20 years, working life > 20 years, the hearing loss of workers 5.6%, workers aged > 40 years 40 is 5%. 42.9% of workers have a smoking habit, not found a relationship between smoking behavior with hearing loss. HPD consumption levels in workers earned as much as 90.5% of the workers who always wear APT, there is no relationship between the use of HPD with hearing loss. There were no relationship between hobby with hearing loss. As well as no relationship found between workers health status such as lipid profile (total cholesterol, HDL, LDL, and triglycerides), worker glucose blood levels and blood pressure with hearing loss."
Lengkap +
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T52482
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pratignyowati
"Bising merupakan sumber bahaya ditempat kerja, bila tidak ditangani dengan baik. Bising selain menyebabkan penyakit akibat kerja juga dapat menyebabkan terjadinya suatu kecelakaan. Kerugian yang ditimbulkan tidak hanya mendatangkan derita bagi tenaga kerja dan keluarganya tapi juga merugikan perusahaan serta lingkungan sekitarnya. PT. (Persero) Angkasa Pura II adalah Perusahaan BUMN dibawah Departemen Perhubungan sebagai pengelola 10 (sepuluh) Bandara di wilayah Barat Indonesia, dimana bising merupakan suatu hal yang sehari-hari dihadapi oleh petugas AMC sebagai petugas operasi dilini depart dalam pelayanan jasa kebandarudaraan.
Sebagai Bandara bertaraf Internasional selain hares mengikuti peraturan-peraturan ICAO (International Civil Aviation Organization) harus menerapkan standar keselamatan dan kesehatan kerja yang berlaku secara nasional guna melindungi tenaga kerja, orang lain disekitar Bandara, lingkungan kerja, asset perusahaan umumnya serta keselamatan penerbangan khususnya. Penelitian yang dilakukan adalah dengan diskriptif Analitik dengan pendekatan cross sectional berdasarkan data primer dan sekunder dari 79 petugas AMC dari PT (Persero) Angkasa Pura II tahun 2004 dan didapatkan hasil 22 petugas AMC menderita Noise Induced Hearing Loss (NIHL). Dengan menggunakan slat audiometer dan sound level meter.

Noise is a source of danger in the workplace if it does not manage properly. The noise, besides it can cause sick it also can cause an accident and creating sorrow to the employee or his family. Consequently decreased performance and increased compensation pay will became the burden for the company. PT. Angkasa Pura II (Ltd) is a State Company under Transportation Department, consist of 10 airports in west Indonesia where the noise is one of the problem faces by AMC officers as the frontline officers of airport services.
As an international airport, besides must comply to existing ICAO (International Civil Aviation Organization) International regulations, it also must apply standards on work safety and health nationally adopted to protect its employees, the people around, company assets in general and especially flying safety. The observation undergone is a descriptive - analytically with cross - sector approach, based on primary and secondary data from 79 AMC officers of PT (Persero) Angkasa Pura H in 2004 i.e through observation and sound level meter, result 22 AMC officers suffering from noise induced hearing loss (NHL).
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T13171
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>