Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 79488 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nikita Natasya
"ABSTRAK
Share house adalah bentuk perumahan yang pada awalnya didesain untuk memberikan opsi tempat tinggal sementara dengan harga sewa yang murah dan terbuka bagi siapa saja. Namun, dalam tren share house yang berkembang tahun 2010-an terdapat share house bertema dan social apartment/social residence yang memiliki karakteristik berbeda dengan share house pada umumnya. Skripsi ini membahas perubahan yang dibawa oleh tren tersebut dan kaitannya dengan pertumbuhan populasi ohitorisama. Analisis penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat tiga unsur dinamika populasi ohitorisama yang berpengaruh terhadap tren share house tahun 2010-an, yaitu peningkatan usia dan pendapatan rata-rata serta kurangnya social support yang dimiliki sebagian besar ohitorisama.

ABSTRACT
Share house is a type of accommodation designed to provide affordable housing for anyone. However, the types of share houses trending in 2010s are having different characteristics to its original. This thesis discusses the changes brought by the trend and its correlation to the growing population of ohitorisama. The analysis of this study concludes that there are three components of ohitorisama rsquo s population dynamics which affect the trend of share house in 2010s. Those components are the increase of average age, increase of average income and the lack of social support of most of ohitorisama."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syahrul Nizam Kamaruzzaman
"Malaysia is currently focusing on providing affordable housing all over the country as part of the plan to tackle the problem of rising costs of house ownership due to several reasons such as economic crisis and land limitations. However, there is a limited number of methodical study made on the residents’ feedback towards the indoor environment of an affordable housing. Indoor environmental quality (IEQ) is an important aspect of occupants’ wellbeing as it will affect their health and productivity. Thus, it is a paramount step in evaluating the residents’ feedback towards IEQ to serve as an indicator of building performance and condition. Additionally, the health and productivity of the residents should be evaluated in order to identify the effect of IEQ towards the occupants. The questionnaire survey is used in order to achieve the objectives and to gain the access to the respondents’ views and feedbacks. The pilot questionnaire study was conducted at two apartments in Kuala Lumpur, Malaysia and the data collected were evaluated and analyzed using the SPSS Software. The outcome of this pilot study is significant as it shows the residents dissatisfaction level towards IEQ factors such as noise, glare, and privacy, and the aspects of IEQ that are important such as ventilation. Additionally, it has been found that the IEQ of the residents does affect the health and productivity of the occupants. It is anticipated that the outcome of this study will serve as an indicator of building performance improvements to achieve a better quality of the indoor environment for affordable housing in Malaysia."
Depok: Faculty of Engineering, Universitas Indonesia, 2018
UI-IJTECH 9:3 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Novi Dwi Aryani
"Town house akhir-akhir ini marak berkembang dan menjadi tren baru perumahan di Jakarta. Awalnya, town house muncul di Eropa dan Amerika sebagai rumah deret dan terdapat satu atau dua sisi dinding rumah yang digunakan bersama. Saat ini masih belum jelas bagaimana pengertian, karakteristik, dan sistem yang dimiliki oleh town house di Jakarta. Oleh karena itu, dilakukan pengamatan terhadap perumahan town house di wilayah Kebagusan untuk mengetahui gambaran umum town house di Jakarta dan perkembangannya dari segi investasi. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data yaitu pengamatan langsung dan wawancara dengan studi kasus town house di wilayah Kebagusan Jakarta Selatan.
Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa town house merupakan rumah deret yang dibangun di atas tanah seluas < 5000 m2 dengan sebuah pagar utama sebagai gerbang keluar masuk perumahan dan pos serta aparat keamanan 24 jam yang terletak di dekat pagar utama. Nama 'town house' pada perumahan di wilayah Kebagusan hanya digunakan untuk keperluan promosi. Namun, town house diperkirakan dapat menjadi salah satu solusi alternatif atas pemenuhan kebutuhan akan hunian di Jakarta yang lahan kosongnya semakin berkurang. Berdasarkan perkembangan pembangunannya, setidaknya hingga tahun 2030 akan terus terjadi pembangunan town house di wilayah Kebagusan sehingga investasi town house dapat dikatakan menguntungkan.

Lately, town house grow rapidly and soon become a new trend of housing in Jakarta. Town house appeared initially in Europe and America as row house located side by side with one or two sides sharing common walls. It is not clear yet about the meaning, characteristic, and system of town house in Jakarta. Therefore, an observation of town houses in Kebagusan was hold to find out about the overview of town house in Jakarta dan its development in terms of investment. The methods which used to collect data are direct observation and interview by taking town houses in Kebagusan, South Jakarta as case study.
Based on observation, it is known that town house is row of houses built on less than 5000 m2 land area with main gate as one way entrance-exit to the residential, completed with 24/7 security post and personnel located near by the main gate. Label 'town house' on name of housing in Kebagusan is being used for promotional purpose only. However, town house can be predicted as one of alternative solutions to fullfill housing needs in Jakarta where wasteland is getting lesser. Based on town house's build development, town house in Kebagusan will be build continually at least until 2030, therefore town house investment can be taken as profitable investment.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S1200
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Laksmi Gondokusumo
"ABSTRAK
The study is trying to understand how Tongkonan, the Toraja traditional architecture, in facing the influence of modern culture towards the traditional culture such as believes, values, regulation and habits of the Toraja community. Culture is a perception or knowledge of community such as believe, norms, as a reference in facing the environment, such as social environment and physical environment.
Now the social environment is gradually changing by the rush of tourism in Toraja. In the one hand Tourists exist to fulfill their social needs such as beautiful scenery, religious ceremony, Toraja traditional architecture (Tongkonan), etc, whilst tourism itself by their modern culture could influence the traditional culture of the Toraja community.
The changes caused by modernization process will be gradually changing the daily living pattern of the Toraja community; the questions will be derived such as :
(1) how far these changes eliminate Tongkonan function ?, and
(2) does Tongkonan as a physical traditional still needed by Toraja community
This study is trying to answer the above-mentioned questions by using survey method in the Tikuna Malenong village, Sanggalangi district at Toraja Regency as a sample. Questionnaire and interview are mainly emphasized on the community's daily habits and living pattern towards old ethnic tradition of Toraja, namely A7uk Todo7o, especially in conjunction with the traditional house of Toraja.
The result of the study are as follows :
1. The physical room lay-out is limited, so the movement of the inhabitant is also limited.
2. However, the present living pattern needs more flexibility then the room layout now adjusted as shown in the new Tongkonan namely Tongkonan Dilanggara.
3. Eventhough the modern culture influences the community living pattern, the old tradition is still reluctant to be changed as shown in the unchanged basic design of Tongkonan.
The benefits of the study is to provide an understanding of the attitude of ethnic community in facing the modern culture, how to maintain their living pattern through the cultural form such as the architecture of traditional house, and also as a suggestion to the decision maker in managing the Indonesian ethnic culture.

Kajian ini berusaha memahami pengaruh budaya masyarakat Toraja masa kini terhadap arsitektur tradisionalnya yang bernama Tongkonan. Yang dimaksud budaya disini adalah pandangan atau pengetahuan suatu masyarakat berupa kepercayaan, nilai-nilai, aturan-aturan yang menjadi acuan dalam bertindak guna menghadapi lingkungannya, baik lingkungan sosial maupun lingkungan fisik atau lingkungan buatan.
Kini lingkungan sosialnya telah berubah oleh adanya pariwisata yang makin meningkat. Para wisatawan disatu pihak hadir untuk suatu kebutuhan tertentu, dan melahirkan tuntutan yang akan dinikmatinya, misalnya keindahan alam Tana Toraja, upacara keagamaan, dan keberadaan arsitektur tradisional seperti Tongkonan tadi. Sementara itu wisatawan juga membawa pengaruh yang bersifat modern, berupa pengetahuan baru yang mungkin sekali mempengaruhi pengetahuan lama yang dimiliki orang Toraja.
Pengetahuan baru karena pengaruh pariwisata tadi menyebabkan orang Toraja menentukan pilihan, terutama yang menyangkut keberadaan Tongkonan. Pilihan itu harus diambil karena orang Toraja harus mempertahankan Tongkonan dan hal lain yang terkait dengan itu, misalnya upacara. Keutuhan Tongkonan memberi pengaruh terhadap peningkatan taraf hidup mereka, karena Tongkonan merupakan salah satu faktor yang menarik wisatawan.
Pengetahuan mereka yang berkembang menyebabkan perubahan persepsi mereka tentang kesehatan (penyediaan jamban dirumah), keamanan (kondisi dapur yang tidak mudah menimbulkan kebakaran), kesejahteraan: misalnya ruangan untuk kebutuhan pendidikan anak-anak mereka yang memenuhi syarat. Keadaan tersebut diatas melahirkan masalah yang akan dicoba difahami, meialui penelitian ini. Permasalahan yang timbul adalah :
1. Apakah fungsi Tongkonan akan tergeser karena perubahan pola hidup ?
2. Apakah masyarakat Toraja masih memerlukan suatu wujud budaya secara fisik dalam bentuk Tongkonan ?
Lokasi yang dipilih adalah desa Tikuna Malenong, kecamatan Sanggalangi Kabupaten Toraja, Sulawesi Selatan. Dipilih lokasi ini karena : masyarakatnya masih menganut adat istiadat etnik Toraja, lokasi Bering -dikunjungi wisatawan , sehingga diduga Bering berinteraksi dengan orang luar Toraja, kepadatan penduduknya paling tinggi dan lokasi memiliki obyek wisata cukup lengkap.
Data-data dikumpulkan dengan menggunakan cara pengambilan sampel acak sederhana. Data dikumpulkan dari responder melalui wawancara yang berpedoman pada daftar pertanyaan yang terstruktur. Analisis data dilakukan secara diskriptif dan analisis uji statistik.
Kesimpulan yang didapat penelitian ini adalah :
1. Ditinjau dari segi kesehatan dan keselamatan lingkungan, bentuk Tongkonan asli tidak dapat dipertahankan.
2. Fungsi Tongkonan dasar belum tergeser, karena fungsi Tongkonan dapat dilengkapi dengan ruangan yang diinginkan. Kelengkapan ruangan itu dapat ditemui dalam Tongkonan Dilanggara.
3. Pengaruh tradisi dalam kaitannya dengan Tongkonan masih akan melekat dalam waktu cukup lama ditinjau dari perilaku masyarakatnya.
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memahami pandangan masyarakat Toraja dalam menghadapi modernisasi yang datang ke daerahnya. Dan bagaimana mempertahankan pola kehidupan melalui bentuk kultural seperti arsitektur rumah tradisional dan juga sebagai sumbang saran bagi pembuat keputusan dalam mengelola kebudayaan etnik di Indonesia.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lutfi Ashari Jematiadha
"Tulisan ini membahas tentang kebijakan pembangunan perumahan di Kotapraja Jakarta pada tahun 1950-1959. Pada masa ini, pemerintahan Jakarta masih berbentuk kotapraja yang dipimpin oleh seorang walikota. Pada masa ini pula, Pemerintah Kotapraja Jakarta mulai membangun dan menata kembali kotanya yang sempat terhambat akibat peperangan yang terjadi pada masa Revolusi Kemerdekaan. Berdasarkan data milik Pemerintah Kotapraja Jakarta, di masa itu, Kota Jakarta mengalami kenaikan jumlah penduduk yang sangat tinggi. Kenaikan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah meningkatnya jumlah penduduk yang diakibatkan oleh tingginya arus urbanisasi dari luar Jakarta. Hal ini menyebabkan munculnya berbagai permasalahan sosial berupa maraknya permukiman-permukiman kumuh dan orang-orang yang tidak memiliki rumah. Untuk mengatasi permasalahan ini, Pemerintah Kotapraja Jakarta bersama Pemerintah Pusat pun membuat berbagai kebijakan untuk membangun perumahan bagi warga Jakarta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah berupa heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan pembangunan perumahan ini tidak berhasil mengatasi masalah kekurangan perumahan karena adanya perubahan terhadap fokus pembangunan ini yang lebih mengutamakan kalangan pegawai negeri untuk mengakses perumahan ini sehingga masyarakat bawah tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan rumah tersebut dan membuat permasalahan ini tak kunjung selesai.

This paper discusses the housing development policy in the City of Jakarta in 1950-1959. At this time, the Jakarta government was still in the form of a municipality, led by a mayor. It was also during this period that the Municipal Government of Jakarta began to build and restructure its city which had been hampered by the war that occurred during the Independence Revolution. Based on data from the Jakarta Municipal Government, at that time, the City of Jakarta experienced a very high population increase. This increase was caused by several factors, one of which was the increase in population caused by the high flow of urbanization from outside Jakarta. This has resulted in the emergence of various social problems in the form of rampant slum settlements and people who do not have homes. To solve this problem, the Municipal Government of Jakarta together with the Central Government have made various policies to build housing for Jakarta residents. The method used in this research is the historical method in the form of heuristics, verification, interpretation, and historiography. The results of this study indicate that this housing development policy has not succeeded in overcoming the problem of housing shortages because of a change in the focus of this development which prioritizes civil servants to access this housing so that the lower community does not have the opportunity to get the house and makes this problem unfinished."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Indrawati
"Jumlah penduduk Indonesia meningkat setiap tahunnya, pada tahun 2000 akan mencapai sekitar 210 juta jiwa, dan diperkirakan 40% nya tinggal di daerah perkotaan. Dampaknya adalah peningkatan kebutuhan sarana dan prasarana perkotaan. Salah satunya adalah perumahan, yang merupakan gejala umum yang terjadi khususnya di perkotaan. Untuk menanggulangi masalah perumahan pemerintah telah mengeluarkan kebijakan-kebijakan dengan memperlunak peraturan pembangunan perumahan dan memberikan pelayanan penyediaan perumahan bagi masyarakat berpendapatan rendah dan sedang. Salah satunya dengan membentuk sistim pembayaran melalui Kredit Pemilikan Rumah. Tingginya jumlah rumah tangga yang membutuhkan rumah di Jabotabek menimbulkan keinginan untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi setiap pemilik rumah dalam menentukan lokasi perumahannya. Atas dasar itu maka telah dilakukan penelitian di Jabotabek untuk 1) mengetahui jumlah kebutuhan rumah di Jabotabek dan perkotaan Indonesia, berdasarkan faktor demograf, tingkat penggantian dan tingkat kekurangan dari rumah, 2) mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pemilik dalam memilih lokasi perumahan. Dan 3) melihat faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan efektif terhadap rumah.
Pertumbuhan penduduk Jabotabek khususnya dan daerah perkotaan di Indonesia pada umumnya dipengaruhi oleh: pertambahan penduduk alamiah, migrasi neto penduduk dan rekiasifikasi desa menjadi kota. Unsur ini mempengaruhi kebutuhan rumah berdasarkan faktor demografi. Disamping itu, juga diperhitungkan kebutuhan rumah untuk mengganti rumah yang tidak memenuhi persyaratan yaitu sebesar 2% dan jumlah rumah dan kekurangan rumah yang tidak terpenuhi dari tahun-tahun sebelumnya yaitu sebesar 1% dari jumlah rumah. Untuk mengetahui pola penyebaran lokasi perumahan dilihat melalui alasan pemilihan lokasi perumahan melalui survey lapangan di perbatasan Jakarta dengan Bogor, Tangerang dan Bekasi. Ada tiga faktor utama yang diteliti yaitu kemudahan hubungan ketempat bekerja dan sekolah anak, harga tanah di lokasi tersebut dan fasilitas yang tersedia disekitar perumahan juga termasuk kenyamanan lingkungannya. Ketiga alasan ini diuji dengan menggunakan metode chi kuadrat Variabel yang dianggap mempengaruhi permintaan efektif terhadap rumah atau pengeluaran untuk rumah adalah besarnya pendapatan konsumen, harga rumah yang dibelinya dan jumlah anggota rumah tangga. Variabel tersebut dirangkum dalam satu model regresi untuk melihat signifikansi variabel bebas dengan variabel terikatnya yaitu pengeluaran untuk perumahan dengan menggunakan metode Pangkat Dua Terkecil Biasa (Ordinary Least Square, OLS).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah rumah yang dibutuhkan baik di Jabotabek maupun perkotaan Indonesia meningkat terus dari tahun ke tahun, dan faktor pertambahan penduduk merupakan faktor yang paling dominan pengaruhnya setiap tahunnya. Bila kita bandingkan jumlah kebutuhan rumah dengan jumlah rumah yang disediakan oleh sektor formal ternyata setiap tahun kebutuhannya melebihi dari yang dapat disediakan oleh sektor formal. Dari hasil pengujian chi kuadrat terhadap alasan pemilihan lokasi temyata ketiga alasan pemilihan lokasi (yaitu kemudahan hubungan, harga tanah/rumah dan fasilitas lingkungan) sangat mempengaruhi setiap konsumen dalam memilih lokasi perumahan dan dari hasil penelitian lapangan ternyata dari ketiga faktor alasan tersebut yang paling dominan pengaruhnya adalah harga rumah yang terjangkau, sehingga mereka memilih lokasi tersebut diikuti oleh kemudahan hubungan dan kelengkapan fasilitas dimana termasuk didalamnya kenyamanan lingkungan. Hasil perhitungan persamaan permintaan perumahan dengan menggunakan data konsumen KPR-BTN di Botabek, dan Jakarta tidak digunakan. Hal ini dikarenakan untuk beberapa tahun terakhir ini tidak ada yang mengambil fasilitas yang disediakan oleh pemerintah tersebut, Besarnya perubahan pendapatan mempengaruhi besarnya pengeluaran untuk rumah, dengan mengasumsikan faktor lainnya tetap konsumen akan meningkatkan pengeluaran untuk rumah jika pendapatannya meningkat, tetapi besarnya peningkatan pengeluaran untuk rumah tidak lebih besar dan kenaikan pendapatan, sehingga dapat kita katakan bahwa rumah merupakan barang pokok bagi konsumen KPR-BTN dan bukan barang investasi. Harga rumah mempengaruhi pengeluaran untuk rumah, dengan mengasumsikan faktor lainnya tetap bila harga rumah meningkat maka pengeluaran untuk perumahan meningkat pula, dimana peningkatan pengeluaran untuk rumah lebih kecil dari peningkatan tingkat harga dari rumah. Sedangkan faktor jumlah anggota rumah tangga ternyata tidak mempengaruhi pengeluaran untuk perumahan.
Dari hasil pengamatan dimana disatu sisi kebutuhan akan rumah meningkat terus setiap tahunnya dan pola permintaan rumah sangat dipengaruhi oleh besarnya pendapatan dan tingkat harga rumah, sedangkan data menunjukkan bahwa besarnya pendapatan seluruh rakyat Indonesia yang terbesar yaitu + 80% berada pada kelompok golongan berpendapatan menengah dan rendah, kemudian adanya perubahan tata cara kehidupan rumah tangga muda karena adanya proses modernisasi, maka jenis rumah yang paling tepat dibangun adalah rumah tipe kecil dengan fasilitas yang cukup lengkap dan lingkungan alam yang nyaman dan asri."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Jumlah penduduk yang yang semakin lama semakin bertambah sebanding
dengan pertambahan jumlah kebutuhan akan rumah. Namun dalam kenyataannya
kebutuhan permintaan akan hunian sendiri tidak diimbangi dengan kemampuan akan
penyediaan rumah. Yang selanjutnya akan semakin memperlebar jarak antara
permintaan dengan kemampuan penyediaan rumah.
Salah satu usaha untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan
adanya ajuan konsep hibrid pada hunian. Adapun konsep hibrid ini teljadi sebagai
proses adaptasi pada dunia arsitektur terhadap perubahan sosial dan budaya yang
nantinya akan terjadi. Hasil dari proses adaptasi ini terlihat pada adanya perubahan
dan perluasan akan bentuk hunian yang tercipta nantinya baik hunian yang memiliki
fungsi tempat tinggal maupun hunian yang terintegrasi dari fungsi tempat tinggal dan
usaha.
Dalam skripsi ini akan diberikan beberapa contoh kasus dari penggunaan
konsp hibrid dalarn konteks hunian yang memiliki fungsi tempat tinggal dan hlmian
yang terintegrasi dari fungsi tempat tinggal dan usaha serta beberapa contoh kasus di
lapangan mengenai hunian yang terintegrasi dari iimgsi tempat tinggal dan usaha
sebagai bahan perbandingan Akhimya dari studi kasus tersebut didapatkan suatu
kesimpulan akan efektifitas dari penggunaan konsep hibrid pada hunian yang
terintegrasi dari dua fungsi yakni rumah dan usaha terhadap konteks pemecahan
permasalahan hunian pada kota yang miskin lahan namun kaya akan penduduk"
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S48458
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agnes Kusumawardani
"Dunia properti beberapa tahun terakhir kembali bergairah setelah masa-masa keterpurukannya. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, sudah banyak bermunculan produk-produk perumahan di sekitar Jakarta dengan tipe dan fasilitas yang semakin lengkap.
Perumahan, sebagaimana produk lainnya dapat dilihat sebagai kumpulan dari atribut-atribut atau manfaat yang terkandung dari produk itu sendiri. Sesuai dengan anatomi produk menurut Kotler (1997) produk inti rumah adalah merupakan manfaat utama sebuah rumah yaitu sebagai tempat untuk berlindung dari panas dan hujan. Namun saat ini rumah tidak hanya berfungsi sebagai tempat berlindung dan panas dan hujan, tapi jugs dapat menjadi tempat untuk mencari ketenangan dan kebahagiaan bagi keluarga.
Perkembangan atribut sebuah perumahan berlangsung begitu cepat. Saat ini, banyak pengembang mendirikan lingkungan perumahan yang telah dilengkapi dengan sarana kesehatan, sarana pendidikan, sarana olah raga hingga ke sarana hiburan. Konsumen seakan dimanjakan dengan kelengkapan berbagai fasilitas dan lingkungan yang aman, tenang dan harmonis.
Sehubungan dengan hal tersebut, pemasar hares mengetahui bagaimana preferensi konsumen di pasar terhadap atribut-atribut produk hunian yang ada saat ini, agar produk yang dijual cepat diserap pasar. Pertanyaan-pertanyaan penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah : atribut manakah yang dianggap paling panting oleh konsumen; apakah terdapat perbedaan preferensi konsumen terhadap produk hunian yang berada di luar DKI Jakarta dan di dalam wilayah DK1 Jakarta; apakah terdapat perbedaan preferensi terhadap atribut perumahan diantara konsumen dengan berbagai tingkat penghasilan; apakah responden dapat dikelompokkan ke dalam beberapa segmen yang dapat dibedakan secara signifikan berdasarkan kemiripan preferensi terhadap multi atribut produk hunian?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian di atas, penulis telah melakukan penelitian tentang preferensi konsumen terhadap produk perumahan dengan menggunakan teknik analisis konjoin, dengan menggunakan software SPSS versi 10.5, yang menjalankan fungsi model analisis konjoin tradisional (decomposisional conjoin). Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa atribut produk perumahan seperti : harga, lokasi, akses jalan, aspek legalitas, fasilitas dan cars bayar, yang masing-masing memiliki tingkatan tertentu. Dari hasil analisis konjoin ini diperoleh dua informasi panting yaitu : tingkat kepentingan relatif atribut dan nilai utilitas (pan worth) dari setiap tingkatan atribut.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa atribut harga dan lokasi merupakan dua atribut yang memiliki tingkat kepentingan relatif paling besar di mata responden. Namun berbeda dengan dugaan penulis, responden dalam penelitian ini temyata lebih menyukai hunian yang berada di luar wilayah DKI Jakarta disbanding dengan perumahan yang berada di dalam wilayah DKI Jakarta. Sekalipun demikian, tetap responden menghendaki perumahan yang dekat dengan akses jalan tol dibandingkan dengan perumahan yang berada jauh dari akses jalan tol. Sementara tingkat penghasilan memang secara signifikan mempengaruhi perbedaan preferensi konsumen terhadap atribut harga.
Dari penelitian ini jugs diperoleh tiga segmen yang dibedakan berdasar tingkat kepentingan atribut harga. Segmen pertama terdiri dari responden yang bersikap moderat terhadap harga, segmen kedua merupakan kelompok responden yang bersikap sensitive terhadap harga, sementara segmen ketiga merupakan kumpulan responden yang bersikap tidak responsive terhadap perubahan harga.

The world of property in Indonesia, especially on Jakarta, in the end of years have a good passion, after its ruin years. In the short times, many developers build much more housing and commercials area.
Housing, as the other products could be seen as a bundle of attributes or functions including in the product it self. Kotler (1997) have said that product have an anatomy. Core product was a first line of anatomy as a main function from that product. The main function of a housing as a place for living. But this time, a house not only as a place for somebody living. A house will be expecting to give a feel comfort and give prestige to the person who live in.
The growth of housing attributes product be happen so fast. This time, developers build many environment of housing which be completed with service education area, commercial area, sport club area, hospital, entertainment area and so on. Consumers can be relaxe the high style of living.
Relating to the fast growing of attributes of housing, developers have to understand how the preference of consumers. If the developers have a deep understanding about the preference of a housing attributes, he can make a good product which can sold out lastly.
The hipotesis questions which will be answered in this study are : which attribute most preferred, are the consumers prefer a house which located in the town or in suburb, is a preference differ among consumers which have a different level of salary, is consumer can be differented to the segments depend on their characteristic of preference?
To answer the questioners above, the writer did the study about consumers preference of housing multiattributes product with conjoint analysis. The method was chosen to run the analysis is decomposisional conjoint or traditional conjoint from Green and Srinivasan (1979), In this study the writer chose six attributes (price, location, acces, legality, facility, and term of payment) and each of them have many levels. Conjoint analysis result are the importance of attribute and partworth or utility of level attribute.
The result of conjoint analysis said that price and location are attributes which have big importance from the consumers point of view. But, its differs from assumption of the writer, respondent in this study are prefer a house which located in suburb than a house which located in town. And level of salary the respondents have a correlation with their preference of price attribute.
The K-Means cluster use to differ all respondents to be 3 segments which have same characteristic in preference of price attribute. The segmen 1, have a special characteristic as a price moderate people, segmen 2 as a price sensitive people, and segmen 3 as a not responsive to the price different people. But each segment can not be differ clearly depend on their demography characteristic, because the respondents have almost homogenous characteristic in demography.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T20123
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lia Yulia Iriani
"Kebijakan alih fungsi lahan merupakan proses perkembangan kota yang dipengaruhi oleh dua faktor yaitu pertumbuhan penduduk dan transformasi. Pertambahan penduduk di kota Bandung sebesar 2,62% per tahun dan jumlah penduduk sebesar 3.351.048 jiwa (BPS Kab. Bandung 2017). Kondisi tersebut menyebabkan meningkatnya kebutuhan tempat tinggal yang layak, sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia. Salah satu kebijakan pemerintah kabupaten bandung dalam penyediaan perumahan adalah melalui alih fungsi lahan pertanian dan perkebunan menjadi perumahan.Permasalahan alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan apabila tidak sesusai dengan peruntukannya mengakibatkan bencana banjir, longsor, kekeringan, dan dampak lainnya yang merugikan kehidupan manusia"
Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan permukiman, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pekerjaan Umum , 2020
690 MBA 55:1 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>