Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 70903 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kamilia Puspita Ayu
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh hidrogen peroksida 40 terhadap perubahan warna resin komposit nanohibrida oleh larutan teh. Dua puluh spesimen berdiameter 6 mm dan tebal 2 mm dibagi menjadi dua kelompok. Setiap kelompok direndam pada larutan teh hijau atau teh hitam selama 7 hari, kemudian di bleaching dan direndam kembali selama 7 hari. Perubahan warna diukur menggunakan colorimeter. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna p0,05 antara perubahan warna teh hijau dan teh hitam setelah bleaching. Dapat disimpulkan bahwa hidrogen peroksida 40 mempengaruhi perubahan warna resin komposit nanohibrida.

This study aims to analyze the influence of 40 hydrogen peroxide on color change of nanohybrid composite resins by tea solution. Twenty specimens, 6 mm in diameter and 2 mm thick were divided into two groups. Each group was immersed in green tea or black tea for 7 days, then bleached and re immersed for 7 days. The color change is measured using a colorimeter. The results showed that there were statistically significant differences p 0.05 between green tea and black tea after bleaching. It can be concluded that 40 Hidrogen Peroxide affects colous change of nanohybrid composite resin.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jacky Wijaya
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aplikasi hidrogen peroksida 40 terhadap kerentanan perubahan warna resin komposit nanohibrida oleh minuman berkarbonasi. Tiga puluh spesimen resin komposit nanohibrida berbentuk silinder diameter 6mm x ketebalan 2mm dibagi menjadi tiga kelompok; Coca-Cola, Fanta Strawberry, dan Sprite n=10. Seluruh spesimen direndam dalam minuman masing-masing selama 7 hari, diaplikasikan hidrogen peroksida 40, dan direndam kembali selama 7 hari. Pengukuran warna dilakukan sebanyak empat kali dengan Colorimeter. Nilai perubahan warna kemudian dihitung. Data dianalisis menggunakan uji statistik Paired-Samples T Test dan One-Way ANOVA.

This study aims to analyze the effect of 40 hydrogen peroxide application on nanohybrid composite resin staining susceptibility by carbonated drinks. Thirty cylindrical specimens 6mm diameter x 2mm depth of nanohybrid composite resin were divided into 3 groups Coca Cola, Fanta Strawberry, and Sprite n 10. All specimens were immersed in each drinks for 7 days, bleached with 40 hydrogen peroxide, and re immersed for 7 days. Color measurement was done four times using a Colorimeter. Color differences between each measurement were calculated. Data were analyzed statistically by Paired Samples T Test and One Way ANOVA.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sharon Nathania Tirtadinata
"Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan perubahan warna pada resin komposit nanohibrida sebelum dan setelah bleaching dalam perendaman kopi. Metode: Dua puluh spesimen resin komposit nanohibrida berbentuk silinder berdiameter 6 mm, tebal 2 mm dibagi menjadi 2 kelompok perendaman; Arabika dan Robusta n=10. Masing-masing kelompok perendaman direndam dalam waktu 7 hari, kemudian diaplikasikan bahan bleaching berupa hidrogen peroksida 40, dan setelah itu direndam kembali selama 7 hari. Pengukuran warna dilakukan sebanyak 4 kali menggunakan Colorimeter. Data dianalisis menggunakan uji statistik Paired T-Test dan Independent T-Test. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan signifikan.

Aim This study aims to compare color changes in nanohybrid composite resins before and after bleaching in coffee immersion. Method Twenty specimens of nanohybrid composite resins were made into cylindrical shape with a diameter of 6 mm and thick of 2 mm divided into 2 immersion groups Arabica and Robusta n 10. Each immersion group was immersed within 7 days, then applied bleaching material of hydrogen peroxide 40, and after that was re immersed for 7 days. The color measurement was done 4 times by Colorimeter. Data were analyzed statistically by Paired T Test and Independent T Test. Result The result showed significant differences.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifaldo Febriansyah
"Latar Belakang: Agen pemutih biasanya dibagi menjadi dua jenis aplikasi, yaitu teknik pemutihan di rumah dan di kantor. Pemutihan di kantor lebih efektif karena siklus perawatannya yang lebih pendek, kontrol rentang pemutihan yang lebih tepat, dan yang lebih penting, dapat menghasilkan pemutihan warna gigi yang memiliki nilai estetika. Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis efek penerapan agen pemutih di kantor terhadap perubahan warna (ΔE) pada resin komposit mikrohidrid dan semen kaca ionomer modifikasi resin (RMGIC). Metode: Spesimen resin komposit mikrohidrid dan RMGIC (n=20) dibagi menjadi dua kelompok, masing-masing berisi 10 spesimen. Satu kelompok diperlakukan dengan agen pemutih 35% hidrogen peroksida, sedangkan kelompok kontrol direndam dalam air suling selama 24 jam tanpa aplikasi pemutih. Data nilai L*, a*, dan b* dari resin komposit dan RMGIC sebelum dan setelah aplikasi pemutih dianalisis menggunakan uji t berpasangan atau uji Wilcoxon, dan data ΔE dianalisis menggunakan uji t independen tidak berpasangan. Hasil: Terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) pada perubahan kecerahan (ΔL), kromatik merah-hijau (Δa), dan kromatik kuning-biru (Δb) pada resin komposit mikrohidrid dan RMGIC sebelum dan setelah aplikasi agen pemutih. Perubahan warna (ΔE) pada resin komposit mikrohidrid dan RMGIC setelah aplikasi agen pemutih menunjukkan perbedaan yang signifikan secara statistik (p<0.05), dengan nilai berkisar antara 0.59-1.49. Kesimpulan: Total perubahan warna (ΔE) pada RMGIC setelah aplikasi pemutih lebih besar dibandingkan dengan resin komposit mikrohidrid. Kedua material menunjukkan perubahan warna yang signifikan (ΔE); namun, perubahan warna pada RMGIC terlihat secara visual, dengan nilai ΔE melebihi 1 (ΔE = 1.49).

Latar Belakang: Agen pemutih biasanya dibagi menjadi dua jenis aplikasi, yaitu teknik pemutihan di rumah dan di kantor. Pemutihan di kantor lebih efektif karena siklus perawatannya yang lebih pendek, kontrol rentang pemutihan yang lebih tepat, dan yang lebih penting, dapat menghasilkan pemutihan warna gigi yang memiliki nilai estetika. Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis efek penerapan agen pemutih di kantor terhadap perubahan warna (ΔE) pada resin komposit mikrohidrid dan semen kaca ionomer modifikasi resin (RMGIC). Metode: Spesimen resin komposit mikrohidrid dan RMGIC (n=20) dibagi menjadi dua kelompok, masing-masing berisi 10 spesimen. Satu kelompok diperlakukan dengan agen pemutih 35% hidrogen peroksida, sedangkan kelompok kontrol direndam dalam air suling selama 24 jam tanpa aplikasi pemutih. Data nilai L*, a*, dan b* dari resin komposit dan RMGIC sebelum dan setelah aplikasi pemutih dianalisis menggunakan uji t berpasangan atau uji Wilcoxon, dan data ΔE dianalisis menggunakan uji t independen tidak berpasangan. Hasil: Terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) pada perubahan kecerahan (ΔL), kromatik merah-hijau (Δa), dan kromatik kuning-biru (Δb) pada resin komposit mikrohidrid dan RMGIC sebelum dan setelah aplikasi agen pemutih. Perubahan warna (ΔE) pada resin komposit mikrohidrid dan RMGIC setelah aplikasi agen pemutih menunjukkan perbedaan yang signifikan secara statistik (p<0.05), dengan nilai berkisar antara 0.59-1.49. Kesimpulan: Total perubahan warna (ΔE) pada RMGIC setelah aplikasi pemutih lebih besar dibandingkan dengan resin komposit mikrohidrid. Kedua material menunjukkan perubahan warna yang signifikan (ΔE); namun, perubahan warna pada RMGIC terlihat secara visual, dengan nilai ΔE melebihi 1 (ΔE = 1.49)."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rispa Andriayani
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
TA1327
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Suryaningrum Pujiastuti
"Saat ini, pengembangan carbon nanotube CNT sebagai bahan penghantar obat kanker telah menjadi salah satu topik utama dalam dunia nanomedicine. Hal ini dikarenakan CNT memiliki kemampuan loading obat dan targetting delivery yang tinggi tanpa menimbulkan efek samping. Namun, solubilitas CNT yang rendah memiliki keterbatasan untuk memenuhi standar Sistem Penghantar Obat SPO.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh pengaruh penambahan H2O2 hidrogen peroksida terhadap sifat solubilitas CNT yang sudah terfungsionalisasi f-CNT. CNT difungsionalisasi secara kovalen dengan campuran larutan asam HNO3, H2SO4, dan HCl. Variasi yang dilakukan yaitu pada suhu sonikasi 20,40,dan 60oC. Suhu sonikasi yang optimum akan menghasilkan f-CNT dengan kestabilan suspensi yang tinggi dan tidak merusak morfologi CNT. f-CNT dikarakterisasi dengan Fourier Infrared Transformation Spectroscopy FTIR, Scanning Electron Miscroscopy-Energy Dispersive Spectroscopy SEM-EDS, Thermal Gravimetry Analysis TGA, UV-Vis Spectroscopy,dan tes dispersi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa f-CNT dengan suhu sonikasi 40oC dan penambahan H2O2 CS5 menghasilkan persen solubilitas tertinggi yaitu sebesar 18,3. Sampel CS5 juga memiliki waktu dispersi lebih dari 35 hari, derajat fungsionalisasi sebesar 35,53, tidak mengubah karakteristik morfologi CNT, dan tidak mengandung pengotor.

Currently, the development of carbon nanotubes CNT as drug delivery has become one of the main topics in nanomedicine. This is because CNT has the ability for high anticancer drug loading and high targetting delivery without causing side effects. Solubility of CNT has limitations in meeting the standards of the Drug Delivery System DDS.
This research aims to study the effect of the addition of H2O2 hydrogen peroxide to the solubility of functionalized CNT f CNT. f CNT is treated covalently using a mixture of acids HNO3, H2SO4, and HCl. Variations were performed at sonication temperatures namely 20, 40, and 60oC. The best sonication temperature is f CNT which has a high degree of suspension stability and does not damage the morphology of CNT. f CNT characterization was performed using fourier infrared transformation spectroscopy FTIR, scanning electron microscopy energy dispersive spectroscopy SEM EDS, thermal gravimetry analysis TGA, UV Vis spectroscopy and dispersion test.
The study resulted that the f CNT sonicated for temperatures of 40 oC with H2O2 addition CS5 produce the highest solubility for 18.3. CS5 gave the longest dispersion time more than 35 days, the highest degree of functionalization for 35.53, not changed the characteristic of CNT morphology, and impurities free.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widharaniputri Yasminadani
"Latar Belakang: Perubahan warna masih menjadi masalah utama kegagalan klinis restorasi resin komposit. Perubahan warna dapat disebabkan oleh konsumsi teh yang tingkat konsumsinya tinggi, terutama teh hitam. Estetika merupakan indikator keberhasilan klinis yang berkaitan dengan kehalusan permukaan. Oleh karena itu, penting untuk menerapkan pemolesan yang tepat. Untuk mengetahui pengaruh teknik pemolesan terhadap perubahan warna resin komposit, perlu dilakukan evaluasi terhadap resin komposit nanohibrid dan spherical filler setelah perendaman dalam teh hitam selama 7 hari. Perendaman selama 7 hari dilakukan untuk mengevaluasi performa klinis restorasi resin komposit selama 2 tahun. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan nilai perubahan warna resin komposit nanohibrid dan spherical filler yang dipoles menggunakan polishing disc serta polishing disc diikuti wool brush dan diamond polishing paste setelah perendaman dalam larutan teh hitam. Metode: Dua puluh satu spesimen dari masing-masing resin komposit nanohibrid (Filtek Z250 XT shade A2) dan spherical filler (PALFIQUE OMNICHROMA) dipersiapkan dengan bentuk silinder berdiameter 6mm dan tebal 2mm. Total keempat puluh dua spesimen dibagi ke dalam 4 kelompok perlakuan dan 2 kelompok kontrol. Perlakuan pertama adalah pemolesan menggunakan polishing disc (Pd) dan perlakuan kedua menggunakan polishing disc diikuti wool brush dan diamond polishing paste (PdP). Spesimen yang tidak dipoles berfungsi sebagai kontrol (K). Warna awal spesimen diukur menggunakan colorimeter. Spesimen lalu direndam dalam larutan teh hitam selama 7 hari. Warna akhir diukur menggunakan colorimeter kemudian data dianalisis secara statistik menggunakan uji One-Way ANOVA dan uji Post Hoc Tamhane. Hasil: Perendaman dalam larutan teh hitam menghasilkan perubahan warna yang tidak dapat diterima secara klinis, kecuali pada kelompok N-PdP. Kelompok N-K menunjukkan nilai ∆E* terbesar, sementara kelompok N-PdP menunjukkan nilai ∆E* terkecil. Terdapat perbedaan bermakna antara kelompok N-K dengan kelompok SF-K, kelompok N-Pd, dan kelompok N-PdP; antara kelompok SF-K dengan kelompok SS-PdP; antara kelompok N-Pd dengan kelompok N-PdP; serta antara kelompok N-PdP dengan kelompok SF-PdP (p < 0.05). Kesimpulan: Penggunaan pasta dalam pemolesan dapat mengurangi perubahan warna pada resin komposit akibat perendaman dalam larutan teh hitam. Resin komposit nanohibrid yang dipoles menggunakan disc diikuti pasta menunjukkan ketahanan terhadap perubahan warna yang lebih baik daripada resin komposit spherical filler.

Color change remains a primary concern in the clinical failure of composite resin restorations. Color change can be attributed to the high consumption of tea, especially black tea. Aesthetics serve as a clinical success indicator that is related to low surface roughness. Therefore, it is crucial to apply appropriate polishing procedures. To assess the effect of polishing procedures on the color change of composite resin, an evaluation of nanohybrid and spherical filler composite resins after immersion in black tea for 7 days is necessary. The 7-day immersion aims to evaluate the clinical performance of composite resin restorations over a 2-year period. Objective: This study aims to determine the differences in color change values between nanohybrid and spherical filler composite resins polished using a polishing disc and using a polishing disc followed by a wool brush and diamond polishing paste after immersion in black tea. Methods: Twenty one specimens were prepared from each nanohybrid (Filtek Z250XT shade A2) and spherical filler composite resin (PALFIQUE OMNICHROMA), shaped as cylinders with a diameter of 6mm and a thickness of 2mm. The forty-two specimens were divided into 4 treatment groups and 2 control groups. The first treatment involved polishing with a polishing disc (Pd), and the second treatment involved polishing with a polishing disc followed by a wool brush and diamond polishing paste (PdP). Unpolished specimens served as controls (K). Initial specimen color was measured using a colorimeter. Specimens were then immersed in a black tea solution for 7 days. The final color was measured using a colorimeter and data were statistically analyzed using One-Way ANOVA and Tamhane's Post Hoc test. Results: Immersion in black tea solution resulted in clinically unacceptable color changes, except for the N-PdP group. The N-K group exhibited the highest ∆E* value, while the N-PdP group showed the smallest ∆E* value. There were significant differences between N-K and SF-K, N-Pd and N-PdP group, SF-K and SF-PdP group, N-Pd and N-PdP group, as well as N-PdP and SF-PdP group (p < 0.05). Conclusion: The use of paste in polishing can reduce color changes in composite resin due to immersion in black tea solution. Nanohybrid composite resin polished with a disc followed by paste demonstrates better resistance to color changes than spherical filler composite resin."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febriadi Rosmanato
"Latar Belakang: Melihat potensi tingginya jumlah virus didalam rongga mulut, dengan bukti bahwa SARS-CoV-2 ditemukan pada reseptor ACE2, perlu upaya untuk mencegah penularan dari pasien ke praktisi melalui saliva yang terkontaminasi. Virus ini menyebar lebih cepat karena SARS-CoV-2 bereplikasi disaluran pernapasan bagian atas dengan melepaskan patogen yang berpindah dari satu orang ke orang lain saat bersin dan batuk melalui penyebaran pernapasan. Diperkirakan waktu penularan bisa terjadi sebelum gejala muncul (sekitar 2,5 hari lebih awal dari munculnya gejala). Berkumur dengan hidrogen peroksida dapat menghilangkan lapisan permukaan epitel pada mukosa mulut yang diketahui terdapat reseptor ACE2 tempat terikatnya SARS- CoV-2 dan dapat menginaktivasi virus tersebut. Pedoman sementara American Dental Association (ADA) menyarankan penggunaan 1,5% Hidrogen peroksida sebagai pilihan untuk pembilasan mulut preoperatif sebagai obat kumur antiseptik. Nilai cycle threshold yang diperoleh RT – PCR bersifat semi-kuantitatif dan mampu membedakan antara viral load tinggi dan rendah.
Tujuan Penelitian: Mengevaluasi perbedaan pengaruh penggunaan obat kumur diantara berkumur hidrogen peroksida 1,5% dan hidrogen peroksida 3% terhadap nilai cycle threshold RT-PCR pada pasien COVID - 19.
Metode Penelitian: 42 subjek penelitian diambil dari pasien RSUP Persahabatan yang terinfeksi SARS-CoV-2 sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi. Setelah dilakukan informed consent, subjek penelitian dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok hidrogen peroksida 1,5%, kelompok hidrogen peroksida 3% dan kelompok kontrol. Subjek penelitian berkumur 30 detik di rongga mulut dan 30 detik di tenggorokan belakang dengan 15 ml sebanyak 3 kali sehari selama 5 hari. Analisis menggunakan nilai cycle threshold pada pemeriksaan RT-PCR pada hari ke-1, hari ke-3 dan hari ke-5 setelah berkumur.
Hasil: Terdapat perbedaan bermakna pada hasil uji Friedman dan peningkatan nilai cycle threshold RT-PCR dari awal, hari ke-1, hari ke-3 dan hari ke-5 di keseluruhan kelompok dan masing – masing kelompok perlakuan. Peningkatan tertinggi nilai cycle threshold RT-PCR awal hingga hari ke-1 ditemukan pada kelompok hidrogen peroksida 3%, kemudian antara hari ke-1 hingga ke-3 dan hari ke-3 hingga hari ke-5 ditemukan pada kelompok hidrogen peroksida 1,5%.
Kesimpulan: Berkumur hidrogen peroksida 1,5% dan hidrogen peroksida 3% berpengaruh terhadap peningkatan nilai cycle threshold RT-PCR SARS-CoV-2. Kedua konsentrasi hidrogen peroksida 1,5% dan hidrogen peroksida 3% memberikan pengaruh positif dalam menurunkan jumlah virus di rongga mulut, sehingga pilihan penggunaan konsentrasi hidrogen peroksida yang lebih kecil bisa menjadi pilihan untuk digunakan untuk berkumur.

Background: Given the potential high number of viruses in the oral cavity, with evidence that SARS-CoV-2 is found at the ACE2 receptor, efforts are needed to prevent transmission from patient to practitioner through contaminated saliva. This virus spreads faster because SARS-CoV-2 replicates in the upper respiratory tract by releasing pathogens that are passed from one person to another when sneezing and coughing through respiratory spread. It is estimated that the time of transmission can occur before symptoms appear (about 2.5 days earlier than the onset of symptoms). Mouth rinse and gargling with hydrogen peroxide can remove the epithelial surface layer on the oral mucosa which is known to have ACE2 receptors where SARS-CoV-2 binds and can inactivate the virus. Interim guidelines of the American Dental Association (ADA) recommend the use of 1.5% hydrogen peroxide as an option for preoperative oral rinse as an antiseptic mouth rinse. The cycle threshold value obtained by RT-PCR is semi-quantitative and able to distinguish between high and low viral loads.
Objective: To evaluate the difference in the effect of using mouth rinse between 1.5% hydrogen peroxide and 3% hydrogen peroxide mouth rinse and gargling on the RT-PCR cycle threshold value in COVID-19 patients.
Methods: 42 subjects were patients recruited from Persahabatan General Hospital infected with SARS-CoV-2 according to the inclusion and exclusion criteria. Following informed consent procedure, the research subjects were divided into 3 groups, namely the 1.5% hydrogen peroxide group, the 3% hydrogen peroxide group and the control group. The subjects were instructed to rinse their mouths for 30 seconds and gargle for 30 seconds at the back of the throat with 15 ml of the mouth rinse 3 times a day for 5 days. Analysis of cycle threshold values was carried out using RT-PCR on day 1, day 3 and day 5 after mouth rinse and gargling.
Results: There were significant differences in the results of the Friedman test and an increase in the RT-PCR cycle threshold value starting from the beginning, day 1, day 3 and day 5 in the whole group and each treatment group. The highest increase RT-PCR cycle threshold value at day 1 was found in the 3% hydrogen peroxide group, while the increase between day 1 to 3 and day 3 to day 5 was found in the 1.5% hydrogen peroxide group.
Conclusion: Mouth rinse and gargling with 1.5% hydrogen peroxide and 3% hydrogen peroxide has an effect on increasing the cycle threshold value of the SARS-CoV-2 RT-PCR. Both 1.5% and 3% hydrogen peroxide concentration have a positive effect in reducing the number of viruses in the oral cavity, so the choice of using a lower hydrogen peroxide concentration can be an option to use for mouth rinse and gargling.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Firman Akbar Reza
"Elektrolisis plasma menjadi metode sintesis green hydrogen dan hidrogen peroksida yang memisahkan air menjadi gas H2 dan O2 dengan plasma katodik pada tegangan di atas elektrolisis konvensional akibat rekombinasi radikal H• dan •OH. Laju erosi elektroda akibat suhu plasma yang tinggi menjadi keterbatasan pada proses ini sehingga Stainless Steel SS – 201 yang memiliki laju erosi lebih kecil dibandingkan tungsten (Lukkes, et al. 2006) diteliti efektivitasnya dari jumlah mmol produk, energi spesifik (Wr), dan laju erosi. Penelitian dilakukan dengan melakukan uji rancang bangun reaktor elektrolisis plasma dan karakterisasi arus tegangan untuk menentukan kondisi operasi menggunakan elektrolit NaOH 0,02 M dan Na2SO4 pada konduktivitas serupa, serta konsentrasi aditif metanol sebagai scavenger radikal •OH.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa SS – 201 memiliki erosi yang lebih kecil sebesar 0,07 gram dibandingkan tungsten sebesar 1,05 gram setelah 60 menit proses. Pembentukan lapisan oksida pasif SS – 201 menambah luas kontak elektroda dan menghasilkan gas H2 sebanyak 104,55 mmol dibandingkan tungsten sebanyak 94,95 mmol. Penelitian ini juga membandingkan pengaruh penggunaan NaOH dan Na2SO4 dengan konduktivitas serupa yang menunjukkan NaOH menghasilkan lebih banyak H2 dibandingkan Na2SO4 sebanyak 97,55 mol karena cenderung mengarah pada produksi hidrogen peroksida karena komposisi elektrolit yang mendorong pembentukan radikal •OH. Selain itu, pengaruh variasi metanol diuji yang menunjukkan bahwa penambahan aditif metanol tidak hanya berperan sebagai scavenger radikal •OH namun terdekomposisi akibat plasma menghasilkan gas hidrogen dan radikal H•.

Plasma electrolysis is a green hydrogen and hydrogen peroxide synthesis method that separates water into H2 and O2 gases with cathodic plasma at a voltage above conventional electrolysis due to the recombination of H• and •OH radicals. The electrode erosion rate due to high plasma temperature is a limitation in this process so that Stainless Steel SS – 201 which has a lower erosion rate than tungsten (Lukkes, et al. 2006) was examined for its effectiveness from the number of mmol of product, specific energy (Wr), and rate of erosion. The research was carried out by conducting design tests for plasma electrolysis reactors and characterizing current voltages to determine operating conditions using electrolytes of 0.02 M NaOH and Na2SO4 with similar conductivity, as well as the concentration of methanol additive as an •OH radical scavenger.
The results showed that SS-201 had less erosion of 0.07 gram compared to 1.05 gram of tungsten after 60 minutes of process. The formation of the SS-201 passive oxide layer increased the contact area of the electrodes and produced 104.55 mmol of H2 gas compared to 94.95 mmol of tungsten. This study also compared the effect of using NaOH and Na2SO4 with similar conductivity which showed that NaOH produced more H2 than Na2SO4 of 97.55 mmol because it tends to produce of hydrogen peroxide due to the electrolyte composition which encourages the formation of •OH radicals. In addition, the effect of methanol variations was tested which showed that the addition of additive methanol did not only act as an •OH radical scavenger but decomposed due to plasma to produce hydrogen gas and H• radicals.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hafidz Iftikhar Muhamad
"Latar Belakang: Resin komposit single-shade merupakan resin komposit yang dapat menghasilkan warna menyerupai berbagai shade gigi tanpa tambahan pigmen. Resin komposit single-shade tetap memiliki potensi perubahan warna saat terpapar zat pewarna. Teh hitam dan oolong memiliki kadar tanin yang dapat mempengaruhi stabilitas warna resin komposit. Maka, dilakukan pengujian perubahan warna resin komposit single-shade setelah perendaman dalam larutan teh hitam dan oolong. Tujuan: Mengetahui perbedaan perubahan warna antara resin komposit single-shade yang direndam dalam larutan teh hitam dan oolong. Metode: Spesimen resin komposit single-shade dan konvensional nanohybrid (n = 42) dibagi ke dalam 6 kelompok, kemudian direndam dalam larutan teh hitam dan oolong selama 24 jam/hari dalam waktu 7 hari. Pengukuran perubahan warna dilakukan dengan colorimeter. Hasil: Perendaman dalam larutan teh hitam menghasilkan perubahan warna yang tidak sesuai pada resin komposit single-shade. Terdapat perbedaan perubahan warna signifikan antara resin komposit konvensional dalam kedua larutan teh, serta antara resin komposit single-shade dalam kedua larutan teh (p < 0.05). Kesimpulan: Perendaman resin komposit dalam teh hitam atau oolong menyebabkan perubahan warna resin komposit konvensional dan single-shade. Teh hitam menyebabkan perubahan warna lebih besar dibandingkan teh oolong pada kedua jenis resin komposit.

Single-shade composite resin is a composite resin that produces various teeth shades without additional pigments. Single-shade composite resin still has its color change potential when exposed to colorants. Black and oolong tea possess tannin contents that influence composite resin’s color stability. Therefore, single-shade resin composite’s color change was evaluated after its immersion in black and oolong tea solutions. Objective: To determine color change difference of single-shade composite resin after its immersion in black and oolong tea solutions. Methods: Single-shade and conventional nanohybrid composite resin specimens (n = 42) were divided into 6 groups, then immersed in black and oolong tea solutions for 24 hours/day for 7 days. Color change measurements were taken with a colorimeter. Results: Immersion in black tea resulted in unacceptable color change in single-shade composite resin. Significant difference in color change was found between conventional composite resin immersed in black and oolong tea, and between single-shade composite resin immersed in black and oolong tea (p < 0.05). Conclusions: Black and oolong tea immersion causes color change in conventional and single-shade composite resins. Black tea causes larger color change compared to oolong tea in both composite resins."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>