Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 127318 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Luthfi Rizki Perdana
"ABSTRAK
Penulisan ini berdiskusi tentang sifat-sifat yang dimiliki oleh gambut dalam kondisi yang berbeda. Sifat yang biasanya dimiliki oleh gambut adalah sifat hidrofilik. Namun, dalam keadaan atau kondisi tertentu sifat ini mulai berubah menjadi hidrofobik. Sifat hidrofobik ini adapat menimbulkan peristiwa yang serius di alam, terutama lahan gambut. Peristiwa yang biasa terjadi adalah kebakaran lahan gambut dan saat ini masih dipelajari oeh para insyinyur. Dan nantinya diketahui bahwa yang menyebabkan kebakaran lahan gambut merupakan sifat hidrofobik dari gambut. Di samping itu, sifat hidrofobik ini dapat menjadi manfaat di bidang lain. Peristiwa tumpahan minyak sering terjadi di bidang perminyakan. Tumpahan minyak dapat membahayakan makhluk hidup terutama manusia. Namun, ada banyak cara umtuk menangani tumpahan minyak seperti, cara pembakaran, penyerapan, dispersan, dan cara mekanik. Ditambah lagi, gambut merupakan salah satu bahan penyerap dan dapat digunakan cara penyerapan dengan gambut. Dengan itu, sifat-sifat gambut dapat di jelajah. Bereksperimen dengan gambut dapat dilakukan untuk mengetahui kemampuan gambut sebagai bahan penyerap.

ABSTRACT
This study discusses about the characteristics of peat in several different condition. The property which peat has normally is normally hydrophilic. However at certain extreme condition its property begins to change into hydrophobic. This hydrophobic property might cause some serious incident in nature especially peatland. Commonly occurred incident is land fire that was currently studied by many fire safety engineer. It was known later that hydrophobic properties of peat led the land fire to occur. On the other hand, this properties of peat can be beneficial in other sector of engineering. Oil spill incident was known largely in engineering sector. It causes harms to many living organisms including human. There are many ways to handle oil spill incident such as, mechanical method, in site burning method, sorbent method, and dispersant method. Moreover, studies said that peat is categorized as a sorbent. Thus, peat can be used in sorbent method in handling oil spill incident. Therefore, the characteristics of peat can be explored more. In addition, experimenting with peat to acknowledge its capability in handling oil spill can also be done. Various approach to understand the properties and characteristics of peat will also be carried out."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alia Rizqika Putri
"Kebakaran lahan gambut yang semakin bertambah di Indonesia setiap tahunnya memicu ketertarikan dalam penelitian terkait karakteristik tanah gambut pada kemampuannya terkait penyerapan air kembali. Tanah gambut sejatinya memiliki sifat hidrofilik atau kemampuan dapat menyerap air dalam jumlah tinggi. Namun, ketika terkena panas, tanah gambut yang mengalami kekeringan akan berubah sifatnya menjadi hidrofobik karena adanya proses kimiawi. Hal ini terjadi karena tanah gambut memiliki sifat irreversible drying atau pengeringan yang tidak dapat dipulihkan apabila tanah gambut telah kering. Untuk membuktikan perubahan sifat yang dimiliki tanah gambut, dilakukan eksperimen dengan skala mikro (1 gram) menggunakan tanah gambut yang berasal dari dua pulau berbeda, Kalimantan dan Sumatra, yang dimasukkan ke dalam container alumunium dengan massa kurang lebih 1 gram dan dipanaskan dengan temperatur 100°C, 110°C, 120°C, 130°C, dan 140°C. Kemudian, sampel ini direndam di dalam air selama 30 menit dan ditiriskan selama 12 jam dalam keadaan terisolasi dari lingkungan luar sebelum dicek kandungan kelembabanya dengan moisture analyzer Shimadzu MOC63u selama 30 menit dengan temperatur 100°C. Selain itu, sampel tanah yang telah dikeringkan akan dilihat menggunakan mikroskop untuk mengetahui perubahan struktur ketika dikeringkan. Berdasarkan hasil eksperimen, didapat bahwa temperatur yang semakin tinggi mempengaruhi kemampuan tanah gambut dalam menyerap air kembali setelah dikeringkan. Selain itu, struktur tanah gambut yang telah dikeringkan juga berubah, yang tadinya pori-porinya saling tersambung menjadi terputus akibat terpapar panas. Hal ini menyebabkan tanah gambut menjadi memiliki sifat hidrofobik.

The increasing number of peatland fires in Indonesia each year has sparked interest in research related to the characteristics of peat soil in its ability to absorb water again. Peat soil actually has hydrophilic properties or the ability to absorb high amounts of water. However, when exposed to heat, peat soils that experience drought will change their properties to hydrophobic due to a chemical process. This happens because peat soil has irreversible drying properties that cannot be restored once the peat soil has dried. To prove the change in properties of peat soil, a micro-scale experiment (1 gram) was conducted using peat soil from two different islands, Kalimantan and Sumatra, which was put into an aluminum container with a mass of approximately 1 gram and heated to temperatures of 100°C, 110°C, 120°C, 130°C and 140°C. Then, these samples were soaked in water for 30 minutes and drained for 12 hours in isolation from the outside environment before checking the moisture content with a Shimadzu MOC63u moisture analyzer for 30 minutes at 100°C. In addition, the dried soil samples were examined using a microscope to determine the structural changes during drying. Based on the experimental results, it was found that higher temperatures affect the ability of peat soil to absorb water again after drying. In addition, the structure of the dried peat soil also changes, from being connected to each other to being disconnected due to exposure to heat. This causes the peat soil to become hydrophobic."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Febri Yenni
"Gambut merupakan tanah yang mempunyai karakteristik yang unik, dengan daya rembes yang tinggi, kadar air yang tinggi, serta kandungan organik yang tinggi, menyebabkan gambut memiliki daya dukung yang rendah. Dan salah satu sifat gambut yang cukup dominan adalah perilaku kompresibilitasnya. Sehingga diperlukan suatu penelitian untuk mempelajari sifat kompresibilitas tersebut. Gambut yang digunakan adalah gambut yang berasal dari desa Duri-Riau.
Sifat kompresibilitas gambut pada penelitian ini diketahui dengan mempelajari nilai Indek Kompresi (Cc) dari uji konsolidasi dengan menggunakan alat Oedometer pada gambut yang telah dipadatkan. Pemadatan dilakukan dengan alat uji standar Proctor.Gambut yang dipadatkan akan diuji dengan variasi kadar air 140%, 160%, 180%. Pada tiap kadar dilakukan suatu proses pembasahan dan pengeringan setelah di padatkan selama 4 hingga 7 hari yang merupakan simulasi keadaan hujan dan sesudah hujan dilapangan. Dan juga pada kondisi siklus dilakukan variasi periode waktu pembebanan 72 jam untuk melihat perilaku konsolidasi sekunder.
Analisa yang dilakukan merupakan kurva konsolidasi regangan terhadap log waktu untuk mengetahui batasan konsolidasi primer dan konsolidasi sekunder dari hasil pembebanan uji konsolidasi. Sedangkan nilai Cc dianalisa berdasarkan kemiringan pada bagian linier kurva hubungan angka pori (e) dan tegangan (? - ), kurva kompresi.

Peat soil has unique characteristics such as high permeability, high water content, and high organic content that cause its low bearing capacity. The most dominant characteristic in peat soil is the compressibility behavior. Then, it is needed to do the experiment to learn the compressibility itself. The peat soil used comes from Duri-Riau.
The compressibility characteristic of this peat soil in this experiment can be known by learning the Compression Index value (Cc) from the consolidation test using the Oedometer to the peat soil that has been compacted before. The compaction is done by using the Proctor standard test tool. The peat soil compacted will be tested using some variations of water content which are 140%, 160%, 180%. On each of water content is done a wet and dry process after the peat soil is compacted for about 4 to 7 days which is the simulation of the actual rain condition and the after rain condition. In this cycle is also done the time loading variation 72 hours to get the secondary consolidation behavior.
The analysis taken results the strain consolidation curve to the time logarithmic, used to know the limit of the primary consolidation and the secondary consolidation from the loading of the consolidation test. The Cc value is analyzed base on the gradient of the linier curve of the void ratio (e) and stress (?') of the compression curve.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S35728
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Raihan
"Gambut adalah salah satu jenis tanah organik hasil sisa-sisa tanaman yang secara umum dapat ditemukan pada beberapa wilayah seperti pada wilayah artik (utara), hutan boreal, dan wilayah tropis. Salah satu negara tropis yang kaya akan gambut adalah Indonesia. Dengan luas sekitar 13 juta ha, persebaran lahan gambut terdapat di Pulau Sumatra, Kalimantan, dan Papua (Aseanpeat, 2023). Namun dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk menyebabkan banyaknya kegiatan penebangan liar, pembukaan lahan serta pengunaan saluran air yang dapat membuat ekosistem dari lahan gambut menjadi rusak. Karena hal tersebut, kemungkinan terjadinya kebakaran lahan gambut semakin meninggi. Pembasahan ulang atau rewetting merupakan metode pencegahan yang bertujuan untuk menjaga dan memulihkan kelembaban gambut. Maka dari itu, dilakukan penelitian untuk mengamati sifat-sifat dari gambut yang telah dikeringkan dan juga setelah dilakukannya proses pembasahan kembali untuk mengetahui batas kemampuan tanah untuk menyerap kembali air. Variabel yang didapatkan berupa massa dan kadar air dari tanah. Sebagai pembanding digunakan sampel tambahan berupa sabut kelapa. Hasil eksperimen dengan sampel Gambut terbukti bahwa dengan temperatur menyerupai Kalimantan, kemampuan menyerap air pada gambut berbeda pada variasi waktu yang berbeda. Penyerapan dengan variasi waktu rewetting 1 jam lebih sedikit dibandingkan dengan waktu pengeringan rewetting 3 jam dengan rata-rata peningkatan moisture content dan peningkatan massa sebesar 12.86% dan 0.15%. Berbeda dengan sabut yang tidak dapat menyerap kembali air dengan rata-rata peningkatan moisture content dan penurunan massa selama 2 jam sebesar 1.5% dan 2%. Pengambilan data dapat dilakukan dengan lebih efektik menggunakan sensor kadar air yang lebih baik serta keefektifan penyaluran air ke tabung dapat ditingkatkan.

Peat is a one type of organic soil formed from the remains of plants and is generally found in several regions such as the Arctic (northern), boreal forests, and tropical regions. One tropical country rich in peat is Indonesia. With an area of approximately 13 million hectares, the distribution of peatlands is found on the islands of Sumatra, Kalimantan, and Papua (Aseanpeat, 2023). However, the increasing population growth has led to illegal logging activities, land clearing, and the use of water channels that can damage the ecosystem of peatlands. Because of this, the likelihood of peatland fires is increasing. Rewetting is a prevention method aimed at maintaining and restoring peat moisture. Therefore, research has been conducted to observe the properties of dried peat and also after the rewetting process to determine the soil's ability to reabsorb water. The variables obtained are the mass and water content of the soil. Coconut husk samples are used as a comparison. The experimental results with peat samples showed that at temperatures similar to Kalimantan, the water absorption capacity of peat varies with different rewetting time variations. Absorption with a rewetting time variation of 1 hour was less than with a rewetting drying time of 3 hours with an average increase in moisture content and mass increase of 12.86% and 0.15%. This is different from coir which cannot reabsorb water with an average increase in moisture content and decrease in mass over 2 hours of 1.5% and 2%. Data collection can be done more effectively using better water content sensors and the effectiveness of water distribution to the tubes can be increased."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Afrianto
"Tanah gambut dengan ketebalan yang bervariasi, memiliki daya dukung yang sangat rendah (Extremely Low Bearing Capacity), sifat permeabilitas yang tinggi dan sifat pemampatan (konsolidasi) yang besar. Akibatnya banyak menimbulkan masalah bagi konstruksi yang harus dibangun di atas lapisan tanah gambut. Geosynthetics sebagai material perkuatan tanah dicoba untuk diaplikasikan pada tanah gambut agar kekuatan tanah gambut yang lemah dapat ditingkatkan. Jenis Geosynthetics yang digunakan dalam penelitian adalah woven geotextile. Pemilihan material tersebut karena memiliki kekuatan tarik tinggi, anti lumut dan jamur, tahan terhadap panas dan bahan kimia yang terdapat di tanah, dan pelaksanaan pemasangan material yang relatif mudah.
Analisis yang dilakukan adalah meneliti kekuatan geser antara tanah gambut dan lapisan woven geotextile, dan untuk mengetahui pengaruh kepadatan tanah gambut setelah diberi woven geotextile. Tanah gambut yang digunakan berasal dari Palangkaraya-Kalimantan Tengah. Kadar air yang digunakan sebesar 100 %, 120 %, dan 140 %. Woven geotextile merupakan bahan yang tidak aktif atau bahan non-kimia, sehingga penambahan woven geotextile pada tanah gambut tidak menyebabkan perubahan struktur material dari tanah gambut. Penggunaan woven geotextile dapat meningkatkan kekuatan geser tanah gambut. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari meningkatnya nilai Ultimate Compression Strength (qu) sebesar 27,36 % dari 10,174 KPa (gambut tanpa woven geotextile) menjadi 12,958 KPa (gambut dengan woven geotextile).
Penggunaan woven geotextile dapat meningkat nilai CBR unsoaked dari 3,56 % (gambut tanpa woven geotextile) menjadi 5,01 % (gambut dengan woven geotextile) peningkatan yang terjadi sebesar 40,73 %. Sedangkan nilai CBR soaked meningkat dari 2,94 % (gambut tanpa woven geotextile) menjadi 4,91 % (gambut dengan woven geotextile) peningkatan yang terjadi sebesar 67 %. Woven geotextile berpengaruh besar bila diletakkan dibagian atas atau mendekati dasar piston CBR. Bila Piston CBR dianalogikan sebagai pondasi dangkal, maka penggunaan woven geotextile memberikan peningkatan yang besar dalam tegangan geser bila diletakkan dekat dengan dasar pondasi.

Peat Soil with various thickness, has Extremely Low Bearing Capacity, high permeability and high compressibility (consolidation). As a result the generate a lot of problems for construction above peat soil. Geosynthetics as reinforcement material of soil is applied to peat soil so that the strength of peat soil can be improved. Type of geosynthetics used in this research is woven geotextile. The selection of material based on high at strength tensile, anti mushroom and moss, resistance to the chemicals and heat in the soil, and installation of the material relative easy to use.
Analysis taken is checking shear strength between peat soil and woven geotextile, and knowing influence of density of peat soil after woven geotextile given. Peat soil used come from Palangkaraya- Central Kalimantan. The water content used are 100 %, 120 %, and 140 %. Woven geotextile is inactive materials or nonchemicals materials, so that the addition of woven geotextile to the peat soil do not cause change of material structure from peat soil. Usage woven geotextile can improve shear strength the peat soil. The improvement visible from the increasing of value Ultimate Compression Strength (qu) equal to 27,36 % from 10,174 KPa (peat without woven geotextile) become 12,958 KPa (peat with woven geotextile).
Usage woven geotextile can increase the value of CBR unsoaked from 3,56 % (peat without woven geotextile) become 5,01 % (peat with woven geotextile) improvement that happened equal to 40,73 %. Mainwhile the value of CBR soaked increase from 2,94 % (peat without woven geotextile) become 4,91 % (peat with woven geotextile) improvement that happened equal to 67 %.Woven geotextile give a big influence if it puts down on the top or come near the piston base of CBR. If Piston CBR analogy as shallow foundation, hence usage woven geotextile give the big improvement in shear tension if it puts down close to the foundation base.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S35795
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Salah satu jenis tanah dengan karakteristik yang kurang menguntungkan untuk digunakan sebagai tanah pendukung konstruksi sipil adalah tanah gambut. Tanah gambut sendiri sudah umum diketahui sebagai tanah yang tidak baik untuk digunakan sebagai tanah pendukung konstruksi sipil. Hal ini disebabkan kekuatan gesernya yang rendah, kompresibilitasnya yang tinggi, sifatnya yang terus menerus mengalami penyusutan akibat proses dekomposisi, serta kadar airnya yang tinggi. Karakteristik lain yang menonjol dari tanah gambut adalah kandungan organiknya yang tinggL Di Indonesia, tanah gambut tersebar di pulau Sumatra, pulau Kalimantan, dan sedil t di Irian Jaya. Sebelum digunakan sebagai tanah pendukung konstruksi, maka perlu dilak--ukan suatu langkah untuk memperbaiki sifat-sifat teknis tanah gambut, sehingga tanah gambut menjadi layak digunakan sebagai tanah pendukung konstruksi. Salah satu metode stabilisasi yang dapat diterapkan pada tanah gambut adalah pemadatam Berkaitan dengan hal tersebut, pada penelitian ini dilakukan percobaan pemadatan pada contoh tanah gambut. Setelah dipadatkan, dilakukan pengujian untuk mendapatkan nilai-nilai dari parameter-parameter kekuatan geser contoh tanah. Contoh tanah gambut yang digunakan pada penelitian ini berasal dari daerah Palangkaraya, Kalimantan Tengah dan Desa tampan, Riau. Kadar air tanah tersebut diatur pada kisaran 20% hingga 200%. Pemilihan kadar air yang rendah ini berkaitan dengan perkiraan kadar air optimum untuk pemadatan. Untuk mencapai kadar air yang teiah ditentukan tersebut, ada dua (2) jenis tindakan yang ddakukan. Pertama adalah dengan menjemur contoh tanah gambut hingga kering udara, untuk kemudian ditambahkan air hingga mencapai kadar air yang diinginkan. Proses ini dinamakan pembasahan kembali. Sementara proses kedua adalah pengeringan, yaitu dengan mengeringkan contoh tanah gambut hingga mencapai kadar air yang diinginkan. Setelah tanah dipadatkan, kemudian dilakukan uji CBR unsoaked dan soaked, untuk kemudian dicetak menjadi contoh tanah uji triaksial. Setiap contoh tanah diuji dengan alat uji triaksial, dengan memberikan tekanan isotropis yang berbeda-beda, yaitu 104, 200, dan 300 kPa. Tekanan isotropis tersebut diberikan dengan berdasarkan tegangan yang mungkin terjadi di lapangan. Hasil uji triaksial menggambarkan hubungan antara tegangan, regangan, tekanan pon dan volume spesifik yang saling berinteraksi. Kurva-kurva tersebut menggambarkan perilaku geser tanah gambut yang sudah mengalami fenomena ouer?consolydaled. Dan- kurva-kurva tersebut juga diperoleh nilai parameter geser tanah gambut berupa nilai kohesi dan sudut geser. Hasil pengujian baik kurva maupun nilai parameter ini kemudian dibandingkan dengan melihat nilai kadar air saat dipadatkan dan prosesnya, sehingga dapat disimpulkan tanah gambut dengan proses apa ataupun dengan rulai kadar air berapa yang memiliki kekuatan geser paling baik."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S35185
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Meningkatkan kekuatan tanah gambut untuk digunakan sebagai dasar
sebuah konstruksi jalan dapat dilakukan dengan melakukan stabilisasi tanah dengan cara mekanis. Dalam studi laboratorium dilakukan penambahan bahan aditif terhadap tanah gambut untuk mengkaji kekuatan geser dan perubahan struktur mikroskopiknya. Bahan aditif yang digunakan adalah Semen Portland tipe ?V (PC-V) yang dicampurkan pada tanah gambut Kadar semen yang ditambahkan adalah 10, 20 dan 30 % dengan variasi masa peram 1 dan 4 hari. Untuk uji perbaikan mutu dari tanah campuran gambut dan PC-V yang telah dipadatkan digunakan uji CBR dan uji geser Triaksial Consolidated Undrained, sedangkan untuk mengetahui struktur mikronya, digunakan foto SEM, uji XRD ( mineral ) dan analisa
kimia. Hasil percobaan menunjukkan semakin tinggi kadar PC-V dalam campuran tanah gambut maka nilai kenaikan kekuatan gesernya nya juga semakin meningkat. Hal tersebut sejalan dengan perubahan struktur mikronya dimana partikel ? partikel tanah semakin menggumpal ( kohesif ) dan gel CSH (sebagai pengikat partikel tanah ) yang dihasilkan semakin banyak.

Abstract
Improvement of peat soil strength used for a basecoarse of highway construction is usually performed by soil mechanic stabilization. Additive material Portland Cement Tipe-V (PC-V) is used to improve
the shear strength of peat soil and to observe a change in microscopic structure of the peat soil. Cement content added to peat soil samples are 10%, 20% and 30% respectively and allows to stand for a period of 1and 4 days. Soil mixtures is then compacted. CBR tests and CU triaxial tests are performed to obtain CBR value and shear strength of the soil samples while microscopic test such as SEM, XRD test
and chemical analysis are performed to obtain micro structures . The test results show the more cement content added to the peat soil the more soil shear sterngth increases while the change in microscopic
structures shown by soil particle becoming cohesive and CSH gels resulted more."
[Fakultas Teknik UI, Fakultas Teknik Universitas Indonesia], 2008
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Vincentia Endah S.
"Perkembangan daerah/kota pedalaman di Indonesia tidak lepas dari kebutuhan sarana transportasi sebagai penghubung daerah yang satu dengan lainnya. Sarana transportasi jalan yang akan dibangun juga berhubungan dengan keadaan lahan dan sifat 'dari tanah didaerah tersebut. Karena sifat dan jenis tanah mempengaruhi kekuatan tanah dasar, yang berarti mempengaruhi pula kemungkinan dibuatnya sarana jalan dilokasi tersebut dan tebal/tipisnya lapisan perkerasan jalan yang dibutuhkan.
Beberapa lahan di Indonesia seperti di Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya terdiri dari lahan gambut. Gambut atau peat adalah tanah yang memiliki kandungan organik cukup tinggi. Tanah tersebut pada umumnya terjadi dari campuran material organik yang berasal dari tumbuh - tumbuhan yang berubah sifatnya secara kimiawi dan telah membusuk. Tanah gambut umumnya berwama abu - abu kecoklatan sampai hitam, dan memiliki kadar air cukup tinggi, bahkan ada yang sampai mencapai kadar air 300 %. Tanah ini dikenal sebagai tanah yang jelek untuk dijadikan pondasi suatu konstruksi bangunan sipil, bahkan diragukan untuk dapat membangun jalan diatas lahan gambut, karena tanah gambut memiliki daya dukung yang rendah, kompresibilitas yang tinggi dan mudah sekali menyusut.
Untuk itu telah dilakukan beberapa penyelidikan dan penelitian mengenai karakteristik beberapa jenis tanah gambut di Indonesia, dan kemungkinan untuk upaya perbaikan tanah gambut agar dapat memenuhi syarat sebagai material konstruksi. Salah satu dari beberapa altematif perbaikan tanah gambut adalah metode stabilisasi, yaitu upaya perbaikan tanah dengan cara mencampur tanah dengan bahan kimia, portland cement atau jenis tanah lainnya ( seperti pasir, kapur, dsb ) yang memiliki sifat lebih baik, umtuk meningkatkan daya dukung dan kekuatan tanah.
Jenis tanah gambut yang akan digunakan pada penelitian ini adalah tanah gambut yang berasal dari Karang Agung di Pulau Sumatera. Sedangkan bahan stabilisasi yang digunakan sebagai stabilisizer adalah bahan Supercement. Bahan Supercement adalah semacam bahan aditif yang ditambahkan pada semen untuk meningkatkan mutu semen. Bentuknya cair dan berwama putih seperti susu. Supercement biasa digunakan untuk mencegah kebocoran pada konstruksi bangunan sipil. Sedangkan semen yang digunakan adalah Portland Cement Tipe I.
Penelitian yang dilakukan terbagi atas dua kegiatan yaitu penelitian di laboratorium dan analisa kimia. Penelitian di laboratorium sendiri meliputi uji - uji karakteristik tanah gambut Karang Agung - Sumatera Selatan dan uji kekuatan tanah sebelum dan sesudah distabilisasi dengan Supercement, untuk mengetahui pengaruh pemakaian bahan stabilisasi tersebut terhadap sifat - sifat serta kekuatan daya dukung tanah gambut Karang Agung - Sumatera Selatan yang akan digunakan sebagai tanah dasar konstruksi jalan. Selanjutnya akan dicoba ditentukan berapa kadar bahan stabilisasi yang paling optimum yang digunakan. Sedangkan analisa kimia meliputi kandungan bahan kimia yang terdapat pada tanah gambut maupun panah campuran tanah yang telah distabilisasi dengan berbagai macam kadar stabilisasi.
Penelitian dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah FTUI, dimana pengujian dan pengolahan data yang dilakukan mengacu pada standar ASTM dan AASTHO untuk pengujian tanah.
Dari penelitian stabilisasi yang dilakukan diharapkan diperoleh kemungkinan perbaikan tanah gambut Karang Agung - Sumatera Selatan yang ditandai dengan penurunan plastisitas dan kenaikan kekuatan tanah dibandingkan dengan kondisi tanah gambut asli. Serta dapat diketahui komposisi campuran Supercement dan lama waktu pemeraman yang dibutuhkan agar campuran gambut Karang Agung - Sumatera Selatan dan Supercement yang telah distabilisasi dan dipadatkan dapat memenuhi syarat sebagai lapisan tanah dasar dari konstruksijalan yang akan dibangun."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S34666
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nelwida Syofyan
"Gambut adalah tanah yang terbentuk dari pencampuran fragmen-fragmen material organik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan telah berubah secara kimiawi menjadi fosil. Karakteristik gambut yang membedakannya dengan tanah lempung biasa adalah kadar air yang tinggi, kemampumampatan yang tinggi, dan daya dukung yang rendah. Dari karakteristik tersebut menjadikan pemahaman sifat teknis mekanika tanah gambut merupakan hal yang sangat penting dilakukan untuk mendapat metode yang benar, sehingga konstruksi yang dibangun di atasnya kuat dan aman. Gambut juga memiliki sifat dan karakteristik yang unik bila ditinjau dari perilaku konsolidasinya. Sedangkan konsolidasi merupakan salah satu aspek yang penting dalam mekanika tanah, dan penurunan merupakan salah satu kriteria penting dalam desain konstruksi.
Oleh karena itu penelitian terhadap sifat dan karakteristik konsolidasi yang dimiliki gambut terus dilakukan. Pada tanah lempung yang mempunyai laju konsolidasi rendah dan permeabilitas rendah, laju konsolidasi dapat dipercepat dengan menggunakan drainasi vertikal {sand drain). Prinsipnya adalah lintasan pengaliran dalam lempung dapat diperpendek dengan memperhitungkan pengaliran horizontal radial yang menyebabkan disipasi kelebihan tekanan air pori yang lebih cepat.
Penelitian ini ditujukan untuk mempelajari keefektifan penggunaan drainasi vertikal (sand drain) pada gambut yang berasal dari Desa Tampan, Pekanbaru dalam proses konsolidasinya. Sebagai perbandingan maka dilakukan juga penelitian dengan pengaliran horizontal. Selanjutnya hasil yang didapat akan dibandingkan dengan jenis pengaliran biasa ( untuk pengaliran biasa ini disadur dari penelitian M. Rondham). Alat yang digunakan adalah Sel Rowe, karena dapat dilakukan pengaliran vertikal dan horizontal. Dari penelitian ini, akan didapatkan nilai-nilai parameter yang diperlukan untuk masing-masing pengaliran, untuk kemudian dapat ditentukan apakah drainasi vertikal (sand drain) lebih efektif dari pengaliran dengan cara biasa."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
S35013
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>