Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 136387 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gabby Victoria
"Penelitian ini berusaha menjawab mengapa Pemerintah Taiwan tidak menindaklanjuti Economic Cooperation Framework Agreement ECFA dengan meratifikasi Cross-Strait Service Trades Agreement CSSTA dan melanjutkan perundingan Cross-Strait Goods Trade Agreement CSGTA , padahal data yang ada menunjukkan hasil yang positif. Sebagai penindaklanjutan ECFA, Pemerintah Taiwan dan Cina menandatangani CSSTA pada Juni 2013. Namun pada tahun 2014 CSSTA gagal diratifikasi dan negosiasi CSGTA mengalami stagnansi. Teori yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian adalah two-level games oleh Putnam, bertujuan untuk melihat interaksi antara level I tingkat internasional dan level II tingakat domestik . Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemerintah Taiwan tidak menindaklanjuti ECFA karena ukuran win-set level II yang kecil dan tidak tumpang tindih. Secara lebih spesifik, Legislative Yuan belum berhasil menyelesaikan pembahasan dan mengesahkan RUU mengenai pengawasan hubungan lintas selat terinstitusionalisasi Cross-Strait Oversight Bill . Akibatnya, ratifikasi perjanjian yang tertunda belum bisa dilakukan dan negosiasi dengan Pemerintah Cina belum bisa dilanjutkan. Selain itu, pasca pemilihan presiden tahun 2016 yang dimenangkan oleh Tsai Ing-wen dari DPP, Pemerintah Cina membekukan jalur komunikasi resmi antara SEF dan ARATS. Hal tersebut dilakukan karena Pemerintah Taiwan tidak bersedia menyatakan pengakuan secara eksplisit terhadap 'konsensus 1992' mengenai prinsip 'satu Cina'. Dampaknya, negosiasi lintas selat terhenti dan Pemerintah Taiwan tidak bisa menindaklanjuti ECFA.

This research attempts to answer why Taiwanese government did not follow up Economic Cooperation Framework Agreement ECFA by ratifying Cross Strait Service Trade Agreement CSSTA and continuing the negotiation upon Cross Strait Goods Trade Agreement CSGTA , whereas the existing data showed a positive outcome. As a follow up of ECFA, Taiwan and China signed CSSTA in June 2013. However in 2014 CSSTA failed to be ratified and negotiation upon CSGTA stagnated. Two level games theory by Putnam is used to answer the research question, intended to see the interaction between level I international realm and level II domestic realm . This research shows that Taiwan did not follow up ECFA because the size of level II win set was small and not overlapped. To be more specific, Legislative Yuan has not finished the discussion and pass the legislation on Cross Strait Oversight Bill. As the result, ratification of pending agreement still cannot be done and negotiation with Chinese government still cannot be resumed. Moreover, after Tsai Ing wen of DPP win presidential election in 2016, China postponed formal communication channel between SEF and ARATS. It was done due to Taiwan unwillingness to state formal recognition to ldquo 1992 consensus rdquo regarding ldquo one China rdquo principle. As the consequences, cross strait negotiation was put on hold and Taiwan cannot follow up ECFA."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gadis Dwi Sartika Habibie
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah soft power China dapat mempengaruhi pembentukan preferensi reunifikasi damai Taiwan. Ketika Taiwan mengalami resesi terburuk dalam sejarah oleh karena krisis ekonomi global pada tahun 2008, China menjadikan hal tersebut sebagai peluang untuk membantu permasalahan ekonomi Taiwan melalui Economic Corporation Framework Agreement (ECFA). Kerjasama ekonomi ini dimanfaatkan oleh China untuk mempengaruhi Taiwan melakukan apa yang diinginkan oleh China, yakni reunifikasi damai. Dalam penelitian ini, teori soft power Joshua Kurlantzick digunakan untuk membangun hipotesis, melakukan pengamatan sampai dengan menguji data. Penulis menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan melakukan analisa data sekunder. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa ECFA sebagai soft power China mampu mempengaruhi pembentukan preferensi reunifikasi damai Taiwan melalui pengakuan Taiwan terhadap prinsip One China. Dimana semakin ECFA memberikan manfaat bagi Taiwan, maka semakin tinggi pula preferensi reunifikasi damai Taiwan melalui pengakuan prinsip One China.

ABSTRACT
The study was conducted to determine whether China?s soft power may affect Taiwan's preferences of peaceful reunification. As Taiwan suffered the worst recession in history due to global economic crisis in 2008, China saw ​​it as an opportunity to help Taiwan's economic problems through Economic Corporation Framework Agreement (ECFA). The economic cooperation is used by China to influence Taiwan to do what is desired by China, peaceful reunification. In this study, Joshua Kurlantzick?s soft power theory was applied to build the hypotheses, conduct observations and test the data. The author applied descriptive qualitative method by analyzing secondary data. Results from the study showed that the ECFA as China?s soft power was able to influence Taiwan preferences of peaceful reunification by recognition of One China principle. The higher ECFA benefits Taiwan, the higher Taiwan?s preference to peaceful unification through recognition of One China Principle.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
T32959
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Singapore: Pacific Economic Cooperation Council, 1994
337.1 PAC
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, 2009
337.1 MEN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Indria Herdiati
"ABSTRAK
Tesis ini bertujuan untuk melihat motif yang dimiliki oleh Singapura dalam melakukan Kerjasama ASTEP dengan Taiwan. Kerjasama ASTEP adalah sebuah kerjasama ekonomi yang memiliki mekanisme seperti sebuah FTA pada umumnya, yaitu adanya penurunan dan penghapusan tarif dagang, penghilangan hambatan dagang berbentuk non-tarif lainnya, dan adanya pembukaan pintu masuk untuk arus investasi yang lebih luas. Permasalahan yang dirumuskan di dalam penelitian ini adalah ldquo;Mengapa Singapura melakukan Kerjasama ASTEP dengan Taiwan padahal Singapura mengakui One China Policy? rdquo; Untuk menganalisis data pada kasus yang diteliti, tesis ini menggunakan Teori Pemilihan Mitra FTA oleh Mireya Solis dan Saori N. Katada. Melalui hasil analisis data, ditemukan bahwa Singapura memiliki motif ekonomi yang kuat berupa kebutuhan impor atas sumber daya, terutama pada komoditas elektronik. Hal ini berkaitan dengan motif politik Singapura untuk menaikkan status negaranya dengan cara menetapkan negaranya sebagai hub elektronik di kawasan Asia Tenggara.

ABSTRACT
This thesis aimed to see the motive behind Singapore rsquo s decision in signing ASTEP Agreement with Taiwan. The research question being asked in this thesis is, ldquo Why did Singapore choose to sign the ASTEP Agreement with Taiwan, even though Singapore recognised One China Policy rdquo Theory of Motive on Choosing FTA Partners by Mireya Solis and Saori N. Katada is used to analyse the data that has been collected in this research. This thesis found that Singapore has a strong economic motive in the form of the need to import resources from Taiwan, especially electronic commodities. This need is also related to Singapore rsquo s vision to raise its international status by establishing themselves as an electronic hub in the region of South East Asia. "
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
[Auckland]: Ministry of Foreign Affairs and Trade, 1996
337.1 CER
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Singapore: Asia Pacific Economic Cooperation, 2000
337.1 APE
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Bejing: China National Committee for Pacific Economic Cooperation, 1995
337.1 GEN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Hasna Alifa
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dampak ketidakpastian terhadap fleksibilitas institusi internasional dalam kasus kerja sama perdagangan Cross-Strait Economic Cooperation Framework Agreement (ECFA) antara Tiongkok dengan Taiwan. Kerja sama antara Tiongkok dengan Taiwan menarik untuk diteliti karena kedua negara tersebut dapat menjalin kerja sama dalam sebuah institusi, meskipun hubungan politik antara keduanya kerap dipenuhi oleh ketegangan. Penelitian ini menggunakan teori rational institution design yang menjelaskan bahwa negara merancang institusi internasional sesuai dengan hambatan yang dimilikinya. Teori rational institution design menggagas bahwa ketidakpastian sebagai hambatan kerja sama menyebabkan terbentuknya institusi internasional yang fleksibel. Metode process-tracing digunakan untuk meraih penjelasan mengenai mekanisme kausal antara ketidakpastian dan fleksibilitas institusi internasional dalam proses pembentukan ECFA. Temuan pada penelitian ini menunjukkan bahwa ECFA dirancang dengan fleksibilitas untuk menghadapi ketidakpastian mengenai politik domestik di Taiwan, secara khusus adalah pergantian kekuasaan di Taiwan yang berdampak pada perkembangan hubungan lintas selat Taiwan. Melalui rangkaian negosiasi, Tiongkok dan Taiwan memilih untuk merancang ECFA dengan fleksibilitas sebagai perjanjian sementara yang tidak memiliki batas waktu penyelesaian serta memasukkan ketentuan pemutusan kontrak ke dalam rancangan ECFA. Rancangan institusi tersebut dipilih oleh Taiwan dan Tiongkok dengan mempertimbangkan perlawanan terhadap ECFA dari partai oposisi Taiwan, karena keduanya tidak dapat memastikan apa yang dilakukan oleh partai oposisi terhadap ECFA apabila partai oposisi berkuasa di Taiwan.

ABSTRACT
This thesis explains the impact of uncertainty on the flexibility of international institution within the case of trade cooperation between China and Taiwan in Cross-Strait Economic Cooperation Framework Agreement (ECFA). Cooperation between China and Taiwan is a considerably interesting subject, because they managed to establish a cooperation agreement despite their constrained political relations. I utilized rational institution design theory as an analytical framework in assessing how states design international institution based on the cooperation barriers they face. The theory suggested that uncertainty as cooperation barrier led to the formation of flexible institution. Process-tracing method was applied in this research to acquire explanation of causal mechanisms between uncertainty and the flexibility of ECFA. Findings in this research show that the flexibility possessed by ECFA is a response to uncertainty about Taiwans domestic politics, particularly power shift in Taiwan that gives significant impact on the development of cross-Strait relations. Throughout a series of negotiations, China and Taiwan decided to design ECFA with some degree of flexibility as an interim agreement that does not specify any deadline and ECFA also includes termination clause. The institutional design is chosen because China and Taiwan needs to consider resistance from Taiwanese opposition parties towards ECFA, as they are uncertain about what the opposition will do to ECFA once they are in power. "
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>