Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 99554 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tamie Widjaya
"ABSTRAK
Plak gigi merupakan salah satu masalah umum yang dapat ditemui pada saat penggunaan braket ortodontik. Hal ini terjadi karena adanya penumpukan bakteri di antara braket dan juga gigi yang di mana bakteri berasal dari sisa makanan. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk menciptakan permukaan braket yang memiliki energi yang rendah sehingga memudahkan air untuk membersihkan sisa makanan, yakni dengan sifat hidrofobik. Sifat tersebut dapat dicapai dengan menggunakan perlakuan etsa kimia yang diikuti dengan modifikasi permukaan menggunakan stearic acid. Etsa yang digunakan ialah CuCl2 dan HCl dengan variasi waktu berbeda, yaitu 15, 30, 45 dan 60 detik untuk CuCl2 dan 40, 50, 60 dan 70 menit untuk HCl, variasi konsentrasi HCl yang berbeda, yaitu 1, 2 dan 3 M, dan juga variasi suhu yang berbeda untuk etsa HCl, yaitu 25oC, 40oC, 60oC dan 80oC. Hasilnya menunjukkan bahwa dengan menggunakan 2 M HCl selama 70 menit pada suhu 80oC maka akan menghasilkan sudut kontak sebesar 152o. Struktur hidrofobik pada penelitian ini telah berhasil di lakukan dengan menggunakan metode pengetsaan yang kemungkinan dapat di gunakan pada braket ortodontik.

ABSTRACT
Dental rsquo s plaque is a common problem that encountered during orthodontic treatment using bracket. It was caused by the excess food which trapped between teeth and bracket and led to the accumulation of bacteria. The purpose of this study is to created bracket rsquo s surface which has low surface energy so it could easily be cleaned with water so it would reduce food attachment, which is hydrophobic surface. Hydrophobic surface could be achieved by using wet chemical etching and surface modification. CuCl2 and HCl was used as an etchant while stearic acid was used for surface modification. Hydrophobic surfaces were produced under various etching time i.e 15,30,45 and 60 seconds for CuCl2 and 40, 50, 60 and 70 minutes for HCl, various HCl concentration i.e 1,2 and 3 M, and also various temperature i.e 25oC, 40oC, 60oC and 80oC. The result showed the contact angle could be achieved up to 152o using 2 M HCl for about 70 minutes in 80oC. Hydrophobic structure has successfully fabricated using etching technique that might be applied to the orthodontic bracket. "
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuda Setiawan
"Fabrikasi mikro telah digunakan untuk berbagai aplikasi di bidang engineering seperti micro gear, micro heat exchanger serta dapat diaplikasikan di bidang biologi dan kedokteran seperti micro needle, micro fluidic, dan bracket orthodontics. Penelitian yang dilakukan yaitu modifikasi permukaan pada material steel SKD 61 dengan metode etching untuk mendapatkan surface roughness kontur kedalaman mesh braket ortodontik menggunakan larutan FeCl3 sebagai etchant dengan berbagai variasi pola pocket lingkaran, pocket persegi channel heksagonal hasil maskless photolithography untuk mengetahui feasibility pembuatan mold braket ortodontik yang sesuai dengan kontur gigi dengan metode etching.
Pada penelitian ini didapatkan bahwa secara keseluruhan nilai Ra tiap kenaikan waktu mengalami peningkatan, dengan range nilai Ra pocket yaitu 0,36 m - 0,74 m dan nilai Ra optimum 0,51 m sedangkan untuk channel dengan nilai Ra optimum 0, 63 m hampir mendekati Ra ideal pada braket ortodontik yaitu 0,53 m. Kedalaman optimum pada pocket yaitu 175,4 m dan channel 107,7 m mendekati kedalaman ideal pada braket ortodontik yaitu sebesar 150 m. Untuk nilai MRR dan SMRR tidak memiliki tren yang jelas karena naik dan turun setiap perubahan waktu. Surface yang terbentuk memiliki tren hasil pemakanan yang cenderung menghasilkan bentuk U dengan kondisi tidak mengerucut dibagian atas feasible untuk injection molding namun belum memiliki spesifikasi kontur dan kekasaran yang optimum sehingga metode etching memiliki potensi untuk di aplikasikan ke mold braket ortodontik.

Micro fabrication has been used for many application at engineering such as micro gear, micro heat exchanger, also nowadays can be applied at biological or medic such as micro needle, micro fluidic and bracket orthodontics. The objective of research to modify the surface on steel SKD 61 material to get optimum surface roughness contour of mesh using FeCl3 as enchat with various pattern circle pocket, square pocket hexagonal channel of maskless photolithography to know the feasibility of mold bracket orthodontics fabrication that appropiate with teeth contour.
From this research, the range of pocket Ra value 0,36 m 0,74 m and optimum Ra value is 0,51 m, then for channel has optimum Ra value 0,63 approxiamtely close to Ra value that needed on bracket orthodontics 0,53 m. The depth of pocket has optimum value 175,4 m, then channel has optimum value 107,7 m close to optimum depth value of bracket orthodontics 150 m. MRR and SMRR value not showing trend of increasing or decreasing specificly. Surface characteristic after etching process disposed to make U shape which has no conical shape on the upper side feasible for injection molding but don rsquo t have spesification of optimum value contour surface roughness, so etching method has potential to be applied on mold bracket otrthodontics."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S68215
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gerra Maulana
"ABSTRAK
Maloklusi merupakan salah satu permasalahan yang paling banyak ditemukan dalam dunia kesehatan. Penggunaan braket ortodontik bertujuan untuk mengendalikan serta memperbaiki posisi rahang agar pengaruh dari maloklusi dapat dikurangi secara perlahan. Selama ini produksi braket ortodontik masih dilakukan secara impor. Dari sini munculah pembahasan untuk dapat memproduksi braket ortodontik secara nasional atau disebut sebagai behel nasional. Dari penilitian yang telah dilakukan ditahun sebelumnya, digunakan material jenis logam berupa Baja Tahan Karat 17-4PH. Untuk proses manufaktur behel tersebut, digunakan proses investment casting. Namum dari proses investment casting ini ditemukan bahwa hasil braket yang didapatkan memiliki permukaan yang kasar sehingga memerlukan pemrosesan akhir lebih lanjut. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian dengan proses manufaktur lain yaitu metal injection molding. Pada penelitian ini dilakukan percobaan untuk meningkatkan laju penghilangan binder melalui proses solvent debinding dengan perlakuan agitasi serta kondisi vakum yang kemudian dibandingkan dengan kondisi normal.Hasil percobaan menunjukan bahwa dengan dilakukannya perlakuan agitasi akan memingkatkan laju penghilangan binder secara signifikan akibat adanya mekanisme pengadukan yang menyebabkan kemungkinan tumbukan antar partikel meningkat. Kemudian dengan kondisi vakum laju penghilangan binder sedikit lebih baik dari kondisi normal dengan mekanisme yang mirip dengan pengadukan, namun dengan harus dilakukannya penambahan pelarut secara berkala akibat titip uap pelarut yang menurun dalam kondisi vakum. Tidak ditemukan adanya crack atau cacat pada permukaan dengan adanya peningkatan laju penghilangan binder melalui dua perlakuan tersebut.

ABSTRACT
Malocclusion is one of the most common problems in the medical field. The use of orthodontic brackets aims to control and improve the position of the jaw so that the influence of malocclusion can slowly be reduced. Until now, brackets production is still done by imports. From here comes the discussion to produce an orthodontic bracket nationally. Our latest research used Stainless Steel 17 4PH as the material and investment casting as the manufacturing processes. However, it is obtained that investment casting result have rough surfaces that require further processing end. Therefore, it is necessary to study other manufacturing processes for brackets production, namely metal injection molding. In this study, we conducted an experiment to enhance binder removal rate through the process of solvent debinding treatment with agitation and under vacuum. Then the results compared to the normal conditions.The experimental results showed that agitation treatment will enhance binder removal rate significantly due to the stirring mechanism that causes the possibility of collisions between the particles increases. Then the binder removal rate on the vacuum treatment conditions is little better than normal conditions by a mechanism similar to stirring, but with the addition of a solvent to be done on a regular basis due to the decline of the solvent boiling point under vacuum conditions. There were no cracks or defects found on the surface with an increased rate of binder removal through the two treatments."
2017
S66516
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lidya Wati Budhy
"Pendahuluan: Breket Stainless Steel 17-4 PH merupakan salah satu breket yang paling banyak digunakan dalam bidang Ortodonti dengan jangka waktu yang lama didalam rongga mulut, Penggunaannya yang lama mengakibatkan kerugian bagi kesehatan pengguna karena lepasnya ion nikel dan kromium akibat proses korosi. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengatahui sitotoksisitas breket pada sel gingiva akibat lepasnya ion nikel dan kromium pada saliva buatan. Metode: Penelitian In Vitro dengan 2 kelompok breket Stainless Steel 17-4 PH lokal dan impor yang masing-masing berjumlah 24 buah breket. Tiap kelompok jumlah sampel dibagi tiga berdasarkan lama waktu perendaman breket di dalam saliva buatan selama 16, 28, dan 35 hari. Lepasan ion Cr dan Ni dalam saliva hasil perendaman breket di paparkan ke sel gingiva untuk di lakukan uji sitotoksisitas menggunakan MTT Assay. Terlihat seberapa besar viabilitas sel yang menandakan toksisitas breket. Hasil: Terdapat pola viabilitas sel yang berbeda antara breket Stainless Steel 17-4 PH lokal dan impor, namun secara statistik perbedaan viabilitas sel tersebut tidak signifikan, sehingga tidak terdapat perbedaan sitotoksisitas breket Stainless Steel 17-4 PH lokal dan impor. Kesimpulan: Uji sitotoksisitas pada braket Stainless Steel 17-4 PH lokal memperlihatkan pola viabilitas sel pada perendaman 16 hari lebih tinggi lalu ketika perendaman 28 hari tampak viabilitas sel menurun dan meningkat kembali pada perendaman 35 hari sedangkan uji sitotoksisitas pada braket Stainless Steel 17-4 PH impor memperlihatkan pola viabilitas sel pada perendaman 16 hari lebih rendah bila dibandingkan dengan perendaman 28 hari dan menurun kembali pada perendaman 35 hari namun, nilainya masih diatas nilai viabilitas sel perendaman 16 hari. Perbedaan viabilitas sel antara kelompok breket Stainless Steel 17-4 PH lokal dan impor mungkin disebabkan oleh perbedaan metode pabrikasi dan komposisi yang digunakan antara kedua breket tersebut.

Introduction: 17-4 PH Stainless Steel bracket is one of the most widely used brackets in the field of Orthodontics with long periods of time in the oral cavity. Its long use has caused a loss to the health of users due to the release of nickel and chromium ions due to the corrosion process. Therefore, the purpose of this study was to determine bracket cytotoxicity in gingival cells due to the release of nickel ions and chromium in artificial saliva. Methods: In Vitro research with 2 groups of local and imported 17-4 PH Stainless Steel brackets, each 24 brackets. Each group number of samples is divided into three based on immersion period in artificial saliva for 16, 28, and 35 days. Release of Cr and Ni ions in saliva from immersion brackets were exposed to gingival cells for cytotoxicity testing using MTT Assay. It can see how much cell viability indicates toxicity of brackets. Results: There are different cell viability patterns between local and imported 17- 4 PH Stainless Steel brackets, but statistically the cell viability difference is not significant, so there is no difference in cytotoxicity of local and imported 17-4 PH Stainless Steel brackets. Conclusion: Cytotoxicity test on local 17-4 PH Stainless Steel bracket shows cell viability pattern at immersion 16 days higher then when immersion 28 days it appears cell viability decreases and increases again at 35 days immersion while the cytotoxicity test on imported 17-4 PH Stainless Steel bracket showed a pattern of cell viability at 16 days soaking lower than 28 days immersion and decreased again at 35 days immersion, however the value is still above the 16-day immersion cell viability value. Differences in cell viability between groups of 17-4 PH Stainless Steel brackets local and imports maybe due to differences in manufacturing methods and the composition used between the two brackets."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hantoro Restucondro Saputro
"Maloklusi merupakan salah satu masalah yang umum ditemui pada gigi dan mulut orang Indonesia. Negara ini juga dihadapkan pada masalah yang mengharuskan mengimpor braket dari luar negeri. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk memproduksi braket ortodontik nasional dengan proses metal injection molding MIM di Indonesia, khususnya sintering dengan menggunakan kondisi vakum dengan menggunakan stainless steel 17-4 PH, karena material ini merupakan salah satu material yang umum digunakan untuk aplikasi braket ortodontik. Sintering dilakukan pada empat temperatur yang berbeda, yaitu 1320°C, 1340°C, 1360°C, dan 1380°C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat inklusi di dalam stainless steel 17-4 PH pada produk sintering yang kemungkinan adalah senyawa silikon oksida, kromium oksida, atau besi oksida. Densitas relatif meningkat seiring dengan naiknya temperatur sintering karena area porositas yang semakin berkurang. Selain itu, hasil sintering pada 1360 C memiliki kekerasan paling optimal, yaitu sebesar 395 HV dan melebihi kekerasan dari braket ortodontik komersial.

Malocclusion is one of the common problems encountered in the teeth and mouth of Indonesian people. This country is also confronted with problems that the bracket have to been imported from abroad. The purpose of this study is to produce national orthodontic bracket with metal injection molding MIM in Indonesia, particularly by using vacuum sintering for 17 4 PH stainless steel because it is a material commonly used for orthodontic bracket applications. Sintering conducted at four different temperatures, at 1320°C, 1340°C, 1360°C, and 1380°C. The results showed that there are inclusions in 17 4 PH stainless steel sintering products, it might be silicon oxide, chrome oxide, or iron oxide. The relative density increases with increasing temperature sintering because the area of porosity are reduced. In addition, the results of sintering at 1360 C has the optimal hardness, which is amounted to 395 HV and higher than commercial orthodontic bracket.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S66577
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natasha Kisti Nugraha
"Pelapisan TiO2 dengan metode Physical Vapor Deposition PVD pada braket ortodontik dilakukan untuk meningkatkan sifat anti bakteri dan anti korosi braket. Untuk menghasilkan kualitas lapisan yang baik permukaan substrat harus halus dan bersih dari kontaminan. Oleh karena itu elektropoles dilakukan pada braket guna membersihkan permukaan braket dari senyawa oksida yang terbentuk saat sintering dengan mengurangi kekasaran permukaan. Elektropoles dilakukan dengan perbedaan pada temperatur dan waktu proses yaitu 30, 70oC dan 15, 25 menit. Perbedaan kondisi elektropoles ini akan mempengaruhi kekasaran permukaan yang dihasilkan. Atmosfer pada saat pelapisan PVD TiO2 dikontrol menggunakan gas oksigen dan argon dengan perbandingan aliran gas sebesar 10:90 sccm dan 50:50 sccm. Perbedaan aliran gas ini akan mempengaruhi karakteristik lapisan TiO2 yang terbentuk. Setelah elektropoles diperoleh kekasaran braket terendah sebesar 0.74 m dan paling tinggi sebesar 3.16 m. Kualitas lapisan pada substrat dengan kekasaran yang berbeda diukur dari sifat daya lekatnya dengan pengujian microvickers secara kualitatif dan kuantitatif. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa permukaan substrat dengan kekasaran paling rendah memiliki daya lekat dengan lapisan TiO2 yang lebih baik dibandingkan dengan kekasaran yang tinggi.

TiO2 layer was coated by Physical Vapor Deposition PVD on orthodontic bracket to improve its anti bacterial and anti corrosion characteristics. In order to produce a good quality of the coating layer, the substrate had to be smooth and free from any contaminants. The electropolishing method was used to clean bracket rsquo s surface from oxides substances which formed during sintering by reducing its surface roughness. The electropolishing was done the difference in temperature and processing time, such as 30, 70oC and 15, 25 minutes, respectively. Those differences in electropolishing condition wuld affect final surface 39 s roughness. The atmosphere during PVD was controlled using oxygen and argon gases with the flowing rate ratio of 10 90 sccm and 50 50 sccm, and these gases would affect TiO2 coating mechanical properties. After electropolishing, the lowest roughness of 0.74 m and the highest roughness of 3.16 m were obtained after electropolishing. The coating quality on the substrates with different roughnesses was assessed through coating adhesivity on substrate by microvickers quantitatively and qualitatively. The results showed that TiO2 coating layer on the substrate with a lower roughness had better adhesivity rather than on the substrate with higher roughness.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sefrika Tri Ayuningtyas
"Peranti orthodontik menciptakan pergerakan pada gigi dengan menciptakan pergerakan gigi melalui aplikasi gaya ke kawat untuk kemudian ditransfer ke gigi melalui braket. Kekurangan dari metode ini adalah munculnya friksi diantara braket dan kawat yang menghambat pergerakan dari braket dan gigi ke daerah yang diinginkan. Untuk mengatasi masalah ini, maka perlakuan permukaan seperti proses nitriding dipilih sebagai salah satu proses yang dapat meningkatkan efisiensi dari gaya yang dihantarkan melalui peningkatan kekerasan material. Hal ini dikarenakan material yang lebih keras dan halus memiliki koefisien friksi yang rendah. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh proses gas nitriding dalam membentuk lapisan nitrida yang akan mempengaruhi peningkatan kekerasan pada hasil sinter SS 17-4PH. Lapisan nitrida ini terbentuk setelah dilakukan proses gas nitriding pada berbagai variasi temperatur yakni 470 C, 500 C, 530 C dan variasi waktu tahan 4,6,8 jam didalam atmosfer yang mengandung 50 NH3. Pengamatan metalografi dilakukan untuk membandingkan mikrostruktur pada bagian dalam dan permukaaan material, sedangkan peningkatan kekerasan pada permukaan material didapat melalui pengujian menggunakan alat uji keras mikro. Peningkatan kekerasan didapat setelah proses gas nitriding akibat terbentuknya lapisan nitrida yang terdiri dari Fe4N-?, CrN dan Fe-?N. Nilai kekerasan yang diperoleh mencapai 1051 HV disertai dengan variasi ketebalan lapisan mulai dari 69 sampai 169 m. Kehadiran dari mekanisme presipitasi dan passivasi permukaan pada baja dengan kandungan kromium tinggi yang terjadi selama proses nitriding dapat menyebabkan penurunan kekerasan karena berkurangnya kandungan nitrogen di dalam fasa solid solution. Adanya mekanisme ini akan melemahkan ekspansi nitrogen di dalap lattice martensit akibat laju difusi dari atom N ke dalam matriks terhambat.

Brackets orthodontic create teeth movement by applying force from wire to bracket then transferred to teeth. However, emergence of friction between brackets and wires reduces load for teeth movement towards desired area. In order to overcome these problem, surface treatment like nitriding chosen as a process which could escalate efficiency of transferred force by improving material hardness since hard materials have low friction levels. This work investigated nitriding treatment to form nitrida layer which affecting hardness of sintered SS 17 4PH. The nitrida layers produced after nitriding process at various temperature i.e. 470 C, 500 C, 530 C with 4,6,8 hr holding time under 50 NH3 atmosphere. Optical metallography was conducted to compare microstructure of base and surface metal while the increasing of surface hardness then observed using vickers microhardness tester. Hardened surface layer was obtained after gaseous nitriding process because of nitrida layer that contains Fe4N ., CrN and Fe N formed. Hardness layers can achieved value 1051 HV associated with varies thickness from 69 to 169 m. The presence of a precipitation process and surface passivity of high chromium steels occurring in conjunction with nitriding process can lead to a decrease in hardness due to nitrogen content diminishing in solid solution phase. This problem causes weakening of nitrogen expansion in martensite lattice since diffusivity of the N atom into the matrix inhibited.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raka Reyhan Pendrian
"Sebagian besar braket ortodontik berbahan stainless steel mengandalkan retensi mekanis karena stainless steel tidak membentuk ikatan kimia dengan perekat. Modifikasi base braket ortodontik dengan penambahan mesh dan pengkondisian permukaan dilakukan pada cetakan dengan tujuan peningkatan retensi mekanis dan retensi mikro mekanis. Proses eksperimental dilakukan dengan pembuatan mesh pada cetakan menggunakan teknologi EDM sementara pengkondisian permukaan cetakan dilakukan dengan tiga metode berbeda diantaranya sandblasting dengan aluminium oxide 50 µm, biomachining dengan bakteri acidithiobacillus ferrooxidans, dan etching dengan campuran HNO3 5% (v/v), HF 5% (v/v), 90% aquadest. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembuatan cetakan dengan teknologi EDM memberikan deviasi tidak seragam pada geometri produk akhir dengan diameter bukaan mesh sebesar 408 µm dan diameter wire mesh sebesar 178 µm. Meskipun terjadi deviasi dari desain yang ditentukan, geometri produk akhir masih berada pada rentang desain yang umum digunakan yaitu berkisar antara 75 µm – 700 µm untuk diameter bukaan mesh dan 53 µm – 203 µm untuk diameter wire mesh. Pada penerapan pengkondisian permukaan cetakan, berbagai variasi metode berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kekasaran permukaan cetakan, akan tetapi produk akhir tidak dapat mempertahankan kekasaran yang terbentuk setelah melalui proses sintering.

Most stainless-steel orthodontic brackets depend on mechanical retention because stainless steel doesn’t form a chemical bond with the adhesive. Modification of the orthodontic bracket base by adding mesh and surface conditioning was carried out on the mold with the aim of increasing mechanical retention and micro-mechanical retention. The experimental process was carried out by making a mesh on the mold using EDM technology while the surface conditioning of the mold was carried out by three different methods, including sandblasting with 50 m aluminum oxide, biomachining with acidithiobacillus ferrooxidans bacteria, and etching with a mixture of 5% HNO3 (v/v), 5% HF. (v/v), 90% aquadest. The results showed that the mold making with EDM technology gave a non-uniform deviation in the geometry of the final product with a mesh opening diameter of 408 µm and a wire mesh diameter of 178 µm. Despite the deviation from the specified design, the final product geometry is still within the commonly used design range, which is between 75 µm – 700 µm for the mesh opening diameter and 53 µm – 203 µm for the wire mesh diameter. In the application of mold surface conditioning, various variations of methods have a significant effect on increasing the surface roughness of the mold, but the final product cannot maintain the roughness formed after going through the sintering process."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Yuli Andari
"Latar Belakang: Prosedur bonding braket dengan teknik transiluminasi menjadi salah satu alternatif teknik penyinaran pada segmen posterior gigi yang dinilai memiliki akses dan pandangan yang terbatas. Hingga saat ini, masih terdapat perbedaan pendapat mengenai tingkat keberhasilan bonding braket dengan teknik ini. Belum ada standarisasi mengenai arah penyinaran, waktu penyinaran dan besar intensitas light-curing unit dalam bonding braket dengan teknik transiluminasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan nilai kuat rekat geser pada polimerisasi bahan adhesif dengan teknik transiluminasi pada prosedur bonding braket logam gigi premolar terhadap berbagai intensitas light-curing unit LED.
Metode: Dua puluh empat gigi premolar dibagi secara acak kedalam 3 kelompok menggunakan light-curing unit LED dengan intensitas 1000, 1300 dan 3200 mW/cm2. Waktu penyinaran disesuaikan dengan petunjuk teknis alat. Penyinaran braket dilakukan dari arah oklusal dan lingual gigi premolar pada semua kelompok. Spesimen direndam dalam larutan akuades setelah bonding kemudian disimpan didalam inkubator dengan suhu 37°C selama 24 jam. Uji kuat rekat geser dilakukan menggunakan mesin uji universal dengan beban automatic 5kN dan crosshead speed 0.5 mm/menit.
Hasil: Nilai rerata kuat rekat geser braket logam pada kelompok LED intensitas 1000, 1300 dan 3200 mW/cm2 secara berurutan adalah 9,33±2.12 MPa, 13,34±2.66 MPa, dan 9,82±2,13 MPa. Kelompok 2 (intensitas 1300 mW/cm2) memiliki nilai kuat rekat tertinggi dibandingkan kelompok lainnya. Uji statistik menunjukan terdapat perbedaan bermakna antara nilai kuat rekat geser braket logam pada LED intensitas 1300 mW/cm2 dengan intensitas 1000 mW/cm2 dan 3200 mW/cm2. Rendahnya nilai kuat rekat geser pada kelompok 3 (intensitas 3200 mW/cm2) pada penelitian ini disebabkan oleh kurangnya pemeliharaan light-curing unit yang digunakan sehingga mempengaruhi output intensitas cahaya.
Kesimpulan: Teknik transiluminasi dengan kombinasi arah penyinaran merupakan teknik penyinaran yang efektif dan dapat diterima secara klinis pada prosedur bonding braket premolar. Ketiga intensitas yang digunakan memenuhi nilai kuat geser klinis sehingga klinisi dapat menggunakan ketiga pilihan intensitas LED tersebut. Pemeriksaan dan perawatan berkala pada light-curing unit diperlukan untuk menjaga kualitas dari perangkat yang digunakan.

Introduction: Transillumination is an alternative technique to light-curing the posterior segment of the tooth which is considered to have limited access and vision in bracket bonding procedure. However, the effectiveness of this technique is still arguable. There is still no standardization regarding the curing direction, times and light intensity of the curing unit in the bonding bracket with the transillumination technique. This study aims to determine the differences of shear bond strength of orthodontic stainless steel braket using transillumination technique with various LED curing intensity in posterior teeth.
Methods: Twenty four premolars were divided into 3 groups using a LED curing unit with various light intensity of 1000, 1300 and 3200 mW/cm2. The curing time was adjusted to the technical instructions of the curing unit. The curing direction was performed from the occlusal and lingual surface of the premolars in all groups. The specimens were placed in distilled water after bonding and then stored in an incubator at 37°C for 24 hours prior to testing. The shear bond strength test was carried out with an universal testing machine at an automatic load 5kN and crosshead speed of 0.5 mm/min.
Results: The average value of the shear bond strength of stainless steel brackets in the LED groups with intensities of 1000, 1300 and 3200 mW/cm2 respectively were 9.33±2.12 MPa, 13.34±2.66 MPa, and 9.82±2.13 MPa. The group 2 (intensity of 1300 mW/cm2) had the highest shear bond strength value compared to other groups. There was a significant difference statistically between the shear bond strength of stainless steel brackets on LED intensity of 1300 mW/cm2 with an intensity of 1000 mW/cm2 and 3200 mW/cm2. The lower shear bond strength value of the group 3 (intensity of 3200 mW/cm2) in this study occured due to the lack of maintenance of the curing unit used which affects the light intensity output.
Conslusion: The transillumination technique with a combination of curing directions from occlusal and lingual surface of posterior teeth is an effective and clinically acceptable light curing technique for orthodontic bracket bonding procedures. The three light intensities of LED curing unit used meet the clinical shear bond strength values, therefore clinicians can use all the options above. Regular inspection and maintenance of the light-curing unit is necessary to maintain the quality of the device used.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Shidqii Dewantoro
"Kebutuhan akan braket ortodontik di Indonesia sangat tinggi mengingat tingginya prevalensi penderita maloklusi di Indonesia. Dalam penelitian ini, braket ortodontik difabrikasi dengan metode Metal Injection Molding dengan menggunakan serbuk Stainless Steel 17-4 PH serta variasi penggunaan sistem binder pada feedstock-nya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan sistem binder berbahan baku lokal pada proses mixing untuk menghasilkan feedstock dalam pembuatan braket ortodontik. Campuran dari Beeswax BW yang merupakan bahan baku lokal, Paraffin Wax PW, Low-Linear Density Polyethylene LLDPE, Ethylene Vinyl Acetate EVA, Stearic Acid SA dicampur dengan serbuk SS 17-4PH dalam berbagai komposisi untuk menghasilkan sifat feedstock yang optimal. Komposisi yang digunakan adalah K1 PW 64, HDPE 35, SA 1, K2 PW 30, BW 30, LLDPE 30, EVA 5, SA 5, K3 PW 20, BW 30, LLDPE 30, EVA 15, SA 5, dan K4 PW 20, BW 30, LLDPE 40, EVA 5, SA 5 dengan powderloading 60. Campuran feedstock tersebut diinjeksikan ke dalam mold braket ortodontik, sampel kotak, dan spesimen uji tarik. Kemudian, green parts dilakukan debinding hingga sintering.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komposisi sistem binder K4 memiliki torsi dan viskositas yang optimal, di mana nilai torsi dan viskositasnya menghasilkan green parts dengan kestabilan bentuk yang baik serta minim retak. Sedangkan untuk sintered parts, K2 menghasilkan sifat mekanis yang secara keseluruhan paling baik karena memiliki kekerasan di atas standard ASTM B883 dan penyusutan volumenya tertinggi sehingga densitas relatifnya tertinggi juga. Hal ini dikarenakan K2 memiliki viskositas yang cukup rendah sehingga menunjukkan lebih banyak aktivitas perpindahan selama proses debinding dan menghasilkan persebaran pori-pori yang seragam dan berukuran kecil. Hal tersebut memudahkan proses densifikasi karena membutuhkan energi yang lebih kecil untuk densifikasi saat proses sintering.

The need for orthodontic brackets in Indonesia is very high due to the high prevalence of malocclusion sufferers in Indonesia. In this research, orthodontic bracket is fabricated by Metal Injection Molding method using Stainless Steel 17 4 PH powder and variation of binder system use in its feedstock. The purpose of this study was to develop a local binder system in the mixing process to produce feedstock in the manufacturing of orthodontic brackets. The mixture of Beeswax BW which is a local raw material, Paraffin Wax PW, Low Linear Density Polyethylene LLDPE , Ethylene Vinyl Acetate EVA, Stearic Acid SA is mixed with SS 17 4PH powder in various compositions for produces optimal feedstock properties. The composition used is K1 PW 64, HDPE 35 , SA 1, K2 30 PW, 30 BW, 30 LLDPE, 5 EVA, 5 SA, K3 PW 20, BW 30, LLDPE 30, EVA 15, SA 5, and K4 PW 20, BW 30, LLDPE 40, EVA 5, SA 5 with powderloading 60. The feedstock mixture is injected into the orthodontic bracket mold, box sample, and tensile test specimen. Then, the green parts are done debinding until sintering.
The results of this study indicate that the composition of K4 binder system has optimal torque and viscosity, where the value of torque and viscosity produce green parts with good shape stability and minimal cracking. For the sintered parts, K2 binder system produces the best overall mechanical properties because it has a hardness value above ASTM B883 standard, the highest volume shrinkage so that its relative density is highest as well. This is because K2 binder system has a fairly low viscosity to show more displacement activity during the debinding process and results in a uniform and small pore distribution. This facilitates the densification process because it requires less driving force for densification during the sintering process.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>