Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 196118 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dana Pratiwi
"ABSTRAK
Skripsi ini menganalisis penyebab strategi politik elektoral gerakan buruh Korea Selatan pasca tahun 2004 cenderung tidak efektif. Hal ini dapat dilihat dengan menurunnya jumlah perolehan kursi oleh partai buruh di parlemen nasional, terjadi faksi-faksi dalam internal partai, renggangnya hubungan antara organisasi gerakan buruh dengan partai, partai tidak mampu memperluas basis dukungan dan juga belum mampu mengakomodir isu-isu kebijakan nasional lainnya. Dalam menjawab pertanyaan penelitian tersebut, penulis menggunakan metode kualitatif dan mengacu pada sumber data-data sekunder. Analisis skripsi ini merujuk pada studi yang dilakukan oleh Collins. Menurutnya, terdapat dua aspek yang menentukan sebuah gerakan agar dapat membentuk partai politik yang berhasil dalam politik elektoral. Kedua aspek tersebut yaitu kesempatan politik dan mobilisasi sumber daya yang dilakukan oleh gerakan. Pada kasus strategi politik elektoral gerakan buruh Korea Selatan, penulis berargumen bahwa terdapat hambatan pada kedua aspek tersebut. Kesempatan politik yang terjadi pada era demokrasi di Korea Selatan belum menguntungkan bagi gerakan buruh. Mereka pun juga mengalami permasalahan dalam mobilisasi sumber daya. Akibatnya strategi politik elektoral mereka yang sempat tergolong berhasil pada tahun 2004, kemudian cenderung menjadi tidak efektif.

ABSTRAK
This thesis aims to analyze the reason why the electoral political strategies of the South Korean s labor movement tend to be ineffective after 2004. It can be seen by the decrease in the number of positions obtained by the labor party in the national parliament, the internal party factions, the gap between the organization of the labor movement and the party, and the party is unable to expand its support base and to accommodate other national policy issues. This thesis uses a qualitative methods and the secondary data to answer the research question. The analysis is referred to a research conducted by Collins. She stated that there are two aspects that determine a movement in order to form a successful political party in electoral politics. The two aspects are the political opportunity and resource mobilization undertaken by the movement. In the case of electoral political strategies of the labor movement in South Korea, I argue that there are obstacles in those two aspects. The political opportunity during the democratic era in South Korea has not been favorable for the labor movement. They also encountered problems in the resource mobilization. This made their electoral political strategies that were considered successful in 2004 tended to be ineffective afterwards."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
S5486
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Adinda Pramesthi
"Korea Selatan mengalami kehilangan yang sangat besar setelah mengalami Perang Korea. Perekonomian Korea Selatan menjadi buruk setelah terjadinya kejadian besar ini. Salah satu Presiden Korea Selatan Park Chung Hee membuat Rencana Pembangunan 5 tahun untuk membangkitkan perekonomian. Pada rencana pembangunan 5 tahun pertama Park Chung Hee mencetuskan Industrialisasi berorientasi ekspor. Dalam mengembangkan industri dibutuhkan orang-orang penting untuk menjalankan industri. Penulis akan berfokus pada Peran Chaebol dan Buruh pada industri Korea Selatan tahun 1962-1967. Penelitan ini menggunakan pendekatan diakronis. Setelah melakukan penelitian, ditemukan bahwa adanya Chaebol dan buruh membuat industri Korea Selatan berkembang sangat pesat.

South Korea suffered a huge loss after experiencing the Korean War. The economy of South Korea was bad after this big incident. One of South Koreas President Park Chung Hee made a 5-year Development Plan to revive the economy. In the first 5-year development plan, Park Chung Hee sparked export-oriented industrialization. In developing industry, it takes important people to run the industry. The author will focus on Chaebol and Labor Roles in the South Korean industry from 1962-1967. This research uses a diachronic approach. After conducting research, it was found that the existence of Chaebol and laborers made the South Korean industry grow very rapidly."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nadhifa Rahadianingtyas
"Clicktivism telah membantu para aktivis mengatasi masalah sosial dalam beberapa tahun terakhir, termasuk gerakan #MeToo. Pada tahun 2018, gerakan tersebut menjangkau masyarakat patriarki yang mengakar kuat di Korea Selatan, dan mengakibatkan sejumlah partisipan berbagi pengalaman pelecehan seksual mereka di platform media sosial. Beberapa penelitian sebelumnya berfokus pada efek gerakan #MeToo di Korea Selatan. Namun, penggunaan clicktivism belum pernah dibahas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana gerakan #MeToo di Korea Selatan menggunakan clicktivism dalam menyebarkan pesan gerakan dan dampaknya terhadap masyarakat. Enam data media sosial yang berupa unggahan Facebook dan cuitan Twitter dengan tagar #MeToo dipergunakan sebagai bahan analisis dalam makalah ini. Data kemudian dikaji menggunakan metode analisis konten kualitatif media sosial. Berbeda dengan pernyataan beberapa peneliti sebelumnya, studi ini menemukan bahwa clicktivism dalam kasus gerakan #MeToo mampu menarik perhatian orang, mendapatkan partisipasi publik, dan membangun aktivitas offline yang sukses. Gerakan #MeToo di Korea Selatan juga berhasil menciptakan dampak gerakan sosial yang paling kritis dan berkesinambungan, yakni; perubahan kebijakan.

Clicktivism has helped activists address social issues in recent years, including the #MeToo movement. In 2018, the movement reached South Korea’s deeply-entrenched patriarchal society, which resulted in a number of participants sharing their experiences of sexual abuse on social media platforms. Several studies have reported the effect of the #MeToo movement on South Korea; however, the deployment of clicktivism has yet to be addressed. This study aims to analyse how the #MeToo movement in South Korea used clicktivism in spreading the movement’s message and its impact on society. A total of six social media data acquired in this paper are from Facebook posts and tweets that used the hashtag #MeToo, which is analysed using the qualitative content analysis of social media method. In contrast to some researchers' statements, the findings indicate that the clicktivism in the case of the #MeToo movement was able to attract people’s attention, gain public participation, and establish successful offline activities. The #MeToo movement in South Korea also achieved the most critical and long-lasting social movement effect: policy changes. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Salma Shakina
"Penelitian ini membahas Gerakan 4B, salah satu gerakan feminisme digital di Korea Selatan. Nama 4B merujuk pada empat istilah dalam bahasa Korea, yaitu bihon (non-pernikahan), bichulsan (non-persalinan), biyonae (non-percintaan), dan bisekseu (non-persetubuhan). Gerakan ini muncul pada tahun 2019 yang menentang sistem sosial patriarki di Korea Selatan. Secara tradisional, budaya patriarki menempatkan perempuan pada posisi subordinat. Hal ini berdasarkan penafsiran nilai-nilai Konfusianisme dalam masyarakat Korea. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kemunculan Gerakan 4B dan kaitannya dengan nilai budaya patriarki. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini, yakni metode deskriptif kualitatif dengan teknik studi pustaka dalam konteks perubahan budaya dalam masyarakat Korea. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemunculan Gerakan 4B dilatarbelakangi ketidaksetaraan gender dalam kehidupan sosial budaya masyarakat Korea meskipun telah mengalami perubahan dan dinamika akibat modernisasi. Ketidaksetaraan gender ini mengakibatkan timbulnya peristiwa pemicu Gerakan 4B yang berkaitan dengan nilai budaya patriarki berupa objektifikasi terhadap perempuan dan kekerasan terhadap perempuan.

This study discusses one of the digital feminism movements in South Korea called the 4B Movement. The name 4B refers to four terms in Korean bihon(no marriage), bichulsan(no childbirth), biyonae (no dating), and bisekseu (no sex). This movement emerged in 2019 to challenge patriarchal culture in South Korea. Traditionally, patriarchal culture places women in a subordinate position. This is based on the interpretation of Confucian values in Korean society. The purpose of this study is to analyze the emergence of the ‘4B Movement’ and its relation to patriarchy culture values. The method used in this study is a qualitative descriptive method with literature study techniques in the context of cultural change in Korean society. The result of this study indicates that the emergence of the ‘4B Movement’ is caused by gender inequality in the socio-cultural life of Korean society that is still exist even after going through changes and dynamics due to modernization. This gender inequality led to the triggering events of the ‘4B Movement’ that related to patriarchal culture values such as objectification and violence against women."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Chandrika Ayu Desiana
"ABSTRAK
Gerakan mahasiswa di Korea Selatan muncul sejak diperkenalkannya pendidikan modern yang awalnya terjadi untuk melawan penjajahan Jepang. Gerakan mahasiswa juga terjadi setelah kemerdekaan dan bertujuan untuk mengubah rezim pemerintah. Gerakan yang terjadi pada Juni 1987, yaitu pada masa pemerintahan Chun Doo-hwan, berhasil membawa transisi demokrasi di Korea Selatan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang melatarbelakangi gerakan mahasiswa 1987. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analitis melalui pendekatan diakronis dengan menggunakan sumber-sumber yang berkaitan dengan gerakan mahasiswa dalam demokratisasi di Korea Selatan. Hasil dari penelitian ini adalah sistem pemerintahan Chun Doo-hwan tidak sesuai dengan konstitusinya yang bersifat demokratis merupakan alasan utama mengapa gerakan mahasiswa 1987 terjadi. Sejak dikeluarkannya kebijakan otonomi kampus pada 1984, gerakan mahasiwa menjadi lebih terorganisir dalam menuntut demokratisasi. Dalam melakukan Gerakan Juni 1987, gerakan mahasiswa beraliansi dengan gerakan-gerakan anti pemerintah yang lain. Gerakan mahasiswa umumnya melakukan gerakan dengan menggunakan kekerasan untuk melawan kekuatan militer oleh rezim pemerintah. Meskipun demikian, mereka memainkan peran penting dalam demokratisasi di negaranya.

ABSTRACT
Student movements in South Korea have emerged since the introduction of modern education which initially took place against Japanese occupation. Student movements also took place after independence and aimed at changing the government regime. The movement that took place in June 1987, which happened during the reign of Chun Doo-hwan, succeeded in bringing the democratic transition in South Korea. The problem statement of this research is to know the factors behind the 1987 student movement. This research uses descriptive-analytical methods through a diachronic approach using resources related to the student movement in democratization in South Korea. The result of this study is that Chun Doo-hwan s government system which was not in accordance with its democratic constitution is the main reason why the 1987 student movement took place. Since the issuance of the campus autonomy policy in 1984, student movement has become more organized in demanding democratization. In carrying out the June 1987 movement, the student movement allied with other anti-government movements. Student movements generally carried out movements by using violence to fight the military power by the government regime. Nevertheless, they played an important role in democratization in their country."
Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Ermawati
"Sejarah gerakan sosial dalam mewujudkan pemerintahan yang demokratis di Korea Selatan tercatat dalam banyak peristiwa besar seperti Revolusi 19 April 1960, Demonstrasi Gwangju 1980, Gerakan Demokratisasi 1987, hingga demonstrasi menurunkan presiden Park Geun-Hye tahun 2016. Gerakan sosial merupakan cerminan dari usaha masyarakat Korea Selatan dalam mengkritisi sistem pemerintahan yang sedang berlangsung. Penelitian ini akan membahas tentang transformasi gerakan sosial dalam menentang pemerintahan yang berkuasa sebelum dan sesudah tahun 1987. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan perubahan gerakan sosial sebelum dan sesudah tahun 1987. Pada hasil akhir penelitian ini dijelaskan bahwa terdapat adanya perubahan pada cara mengkritisi pemerintah. Sebelum tahun 1980-an penyampaian kritik dilakukan secara anarkis, sedangkan setelah tahun 1980-an penyampaian kritik dapat dilakukan secara damai.

The history of social movement in creating democratic governance in South Korea has been recorded in many major events such as the 19th April Revolution of 1960, the 1980 Gwangju Demonstration, the 1987 Democratization Movement, even the demonstrations that dropped President Park Geun-Hye in 2016. The social movements portray the South Korean people`s efforts in criticizing the ongoing government system. This study aims to analyze the transformation of social movements in opposing the ruling government before and after 1987. As a result, this study explains that there is a transformation in the way of criticizing the government. Before the 1980s, the criticism was delivered anarchically. However, after the 1980s, the delivery of the critiques can be done peacefully."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Rury Uswatun Hasanah
"ABSTRAK
Nama : Rury Uswatun HasanahProgram Studi : Ilmu PolitikJudul : Gerakan Buruh Pasca Reformasi: Studi Kasus Gerakan Serikat Pekerja Kereta Api SPKA pada tahun 2005, xiv 141 halaman, 10 lampiran, 37 buku, 39 dokumen, 11 jurnal, 4 tesis, 31 artikel koran, 1 sumber online, 3 wawancara Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pengalihan status pegawai PJKA yang semula sebagai PNS menjadi pegawai Perumka yang kemudian beralih status sebagai karyawan PT. KA Persero . Peralihan status tersebut menyisakan permasalahan bagi para pegawai karena mereka kehilangan hak-hak sebagai PNS dan tidak mengalami peningkatan kesejahteraan seperti yang telah dijanjikan oleh perusahaan setelah beralih status. Berawal dari persoalan tersebut, para pegawai melalui SPKA melakukan serangkaian aksi perjuangan untuk menuntut pengembalian status PNS dan peningkatan kesejahteraan. Aksi perjuangan tersebut baru dapat terlaksana pasca Reformasi dan mengalami peningkatan intensitas pada tahun 2005. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mencari jawaban bagaimana faktor kesempatan politik, struktur mobilisasi, dan proses pembingkaian mendorong kemunculan dan peningkatan frekuensi gerakan perjuangan SPKA terhadap PT. KA Persero dan pemerintah pada tahun 2005.Sebagai pijakan teoritis, penelitian ini menggunakan teori gerakan sosial dari Tilly, Diani, Binson, Burke,Turner, dan Killian, teori aktor gerakan sosial dari Heberle, Moris, Staggenbor, Gusfield, Tilly, teori kesempatan politik dari Kitschelt, Eisinger, Tarrow, dan Kurt, teori struktur mobilisasi dari McCarthy, dan teori proses pembingkaian dari Snow, Benford, dan Zald. Selain itu, penelitian ini menggunakan teori penertiban gerakan sosial yang disampaikan oleh Porta dan Fillieule dan teori tahapan gerakan sosial dari Blumer. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif analitis. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan dokumen dan melakukan wawancara secara mendalam sebagai sumber primer. Sementara, sumber sekunder diperoleh melalui buku, jurnal, dan lain sebagainya.Temuan di lapangan menunjukkan bahwa gerakan perjuangan SPKA pada tahun 2005 memanfaatkan tiga faktor gerakan sosial, yaitu kesempatan politik, struktur mobilisasi dan proses pembingkaian untuk mencapai tujuannya. Selain itu, gerakan tersebut tergolong berhasil karena sikap pemerintah dan PT. KA Persero yang cukup kooperatif dalam menyelesaikan persoalan para pegawai.Implikasi teoritis memperlihatkan bahwa kesempatan politik, struktur mobilisasi dan proses pembingkaian berhasil dimanfaatkan oleh gerakan perjuangan SPKA. Selain itu, penertiban gerakan sosial terbukti bersifat lunak sehingga gerakan tersebut mencapai kesuksesan dan memasuki tahapan penurunan gerakan sosial.Kata kunci:Gerakan Buruh, Pasca Reformasi, Kesempatan Politik, Struktur Mobilisasi, Proses Pembingkaian

ABSTRACT
Name Rury Uswatun HasanahStudy Program Political ScienceTitle Labor Movement in Post Reform A Case Study of Indonesian Railways Workers Union Serikat Pekerja Kereta Api SPKA in 2005, xiv 141 pages,10 appendices, 37 books, 39 documents, 11 journals, 4 theses, 31 newspaper articles, 1 online source, 3 intervieweesThis research is motivated by the transfer of PJKA employee status who was originally as civil servant to Perumka employee who then switched status as an employee of PT. KA Persero . The transition of status left a problem for the employees as they lost the rights of civil servants and did not get the welfare improvements as promised by the company after switching status. Starting from that, the employees through the SPKA took precautions to get back the civil servant status and welfare improvement. The action of the struggle could only be implemented post Reformation and increased in 2005. Therefore, this research is conducted to find answers how the political opportunities, the mobilizing structures, and the framing process factors encourage the emergence and improvement of SPKA 39 s struggle movement against PT. KA Persero and the government in 2005.As a theoretical foothold, this study uses the social movement theories of Tilly, Diani, Binson, Burke, Turner, and Killian, the actor of social movement theories of Heberle, Moris, Staggenbor, Gusfield, Tilly, the political opportunities theories of Kitschelt, Eisinger, Tarrow, and Kurt, McCarthy 39 s theory of mobilization structure, and the framing process theories of Snow, Benford, and Zald. In addition, this research uses the policing protest theories submitted by Porta and Fillieule and the social movement stages theory of Blumer. The method used in this study is a qualitative method that is descriptive analytical. Techniques of data collecting are conducted by collecting documents and conducting in depth interviews as a primary source. Meanwhile, secondary sources are obtained through books, journals, and so forth.Field findings showed that the SPKA struggle movement in 2005 utilized three social movement factors, namely political opportunities, mobilizing structures and framing process to achieve its goals. In addition, the movement was quite successful because of the attitude of the government and PT. KA Persero was quite cooperative in solving the problems of the employees.The theoretical implication shows that political opportunities, mobilizing structures and framing process are successfully utilized by the SPKA struggle movement. In addition, the controlling of social movements proved to be soft so that the movement achieved success and entered the decline stage of social movements. Keywords Labor Movement, Post Reform, Political Opportunities, Mobilizing Structures, Framing Process "
2017
T47915
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aqila Deviatika
"Skripsi ini bertujuan untuk melihat bagaimana aksi repertoar digital berperan dalam membentuk sebuah aksi gerakan sosial beserta strateginya dalam kasus Candlelight Movements tahun 2008 di Korea Selatan. Menurut Charles Tilly sebuah gerakan sosial membutuhkan aksi repertoar yang menekankan kepada inovasi-inovasi strategi. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, aksi repertoar turut mengembangkan strateginya kepada pemanfaatan media-media internet. Strategi yang tergolong inovatif tersebut tepat dilakukan di Korea Selatan sebagaimana negara tersebut menduduki peringkat tertinggi dunia dalam angka penggunaan internet diawal tahun 2000-an. Kasus Candlelight Movements tahun 2008 ini dianalisa melalui teori aksi repertoar digital (digitalized action repertoires). Teori aksi repertoar digital yang digagas oleh Jeroen Van Laer dan Peter Van Aelst memercayai bahwa kehadiran media internet memudahkan pelaksanaan aksi dalam segi pembagian informasi dan mobilisasi.
Untuk melakukan penelitian ini, digunakan metode kualitatif dengan jenis pendekatan studi kasus. Berdasarkan konsep aksi repertoar digital, Candlelight Movements tahun 2008 digolongkan sebagai gerakan sosial yang didukung penuh oleh media internet (internet-supported). Rangkaian strategi dalam tahap sebelum melaksanakan aksi tersebut menunjukkan tingkat partisipasi masyarakat yang tinggi. Aksi repertoar digital berimplikasi kepada partisipan dari Candlelight Movements tahun 2008 yang beragam dan terbesar sepanjang sejarah Korea Selatan. Serta, menggambarkan komitmen masyarakat sipil yang cukup tinggi atas keikutsertaan mereka dalam proses politik di Korea Selatan. 

This paper aims to assess how digitalized action repertoires has helped in shaping social movement and its strategies in the case of South Koreas Candlelight Movements in 2008. Charles Tilly suggests a notion of repertoires of action, which means social movement needs of innovative sets of strategies. In this digital age, the repertoires of action expanded it strategies into the role of internet media. Such innovative strategies was perfectly in line with South Koreas internet traffic ranking as the highest in the world in the early 2000s. The 2008s Candlelight Movements would be analysed through digitalized action repertoires theory proposed by Jeroen Van Laer dan Peter Van Aelst. Both theorists believe that the present of internet media would help the society to build relations, mobilizations, and collecting informations. In the end, the relations that were built on the internet would easily shape the movement.
This research was conducted by using a qualitative method and a case study approach. According to the theory, the 2008s Candlelight Movement can be classified as social movement which was entirely internet supported. The digitalized action repertoires which happened before the movement showed the high threshold of peoples participation in political process in South Korea. It also impacted the Candlelight Movements to became the biggest and longest movement in the history of South Koreas democracy. 
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>