Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 143983 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Awdy Fikri Zulhan
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai tindak pidana suap yang dilakukan di sektor swasta di Indonesia. Permasalahan yang timbul karena aparat penegak hukum menyatakan bahwa suap di sektor swasta belum bisa ditindaklanjuti oleh karena ketiadaan aturan yang mengatur hal tersebut. Padahal, telah terdapat UU No. 11 Tahun 1980 yang mengatur mengenai Tindak Pidana Suap. UU ini tidak memberikan batasan bahwa suap hanya berlaku terhadap pegawai negeri atau penyelenggara negara seperti yang pada umumnya dikenal di UU Tipikor, melainkan juga mencakup sektor swasta. Namun sayangnya, penerapan terhadap peraturan perundangan ini belum maksimal bahkan cenderung untuk tidak diterapkan sama sekali. Padahal United Nations Convention Against Corruption UNCAC telah terus mendorong untuk diaturnya suap di sektor swasta dalam peraturan perundang-undangan nasional hal ini dibuktikan dengan mulai diatur dan ditegakkannya tindak pidana suap di sektor swasta di beberapa negara pihak UNCAC. Tulisan ini akan membahas mengenai perkembangan dan permasalahan suap sektor swasta dalam peraturan perundang-undangan Indonesiadan dalam praktik.

ABSTRACT
This study discusses bribery in the private sector in Indonesia. This issue arose from a claim made by law enforcerofficials that bribery in private sector can not be criminalized or processed due to the absence of law and regulation. In fact, Indonesia have already had Law No. 11 of 1980 that specifically provides regulation regarding bribery. This Bribery Act of 1980 is not only applicable to state officials or public servants, as commonly understood in Indonesia Corruption Act, but also to private sectors such as businessmanand other relevant stakeholder. Unfortunately, the implementation of such Bribery Act tends to not fully effective as other Corruption Law and even tends to be impracticable. However this is contrary to the spiritn contained in United Nations Convetion Against Corruption UNCAC promoting an issuance or incorporation of regulation regarding bribery in private sector. The implementation of this spirit has already been implemented by some countries. This study will discuss the development and issues in private sector bribery in Indonesian regulatory framework and in itspractice. "
Lengkap +
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Awdy Fikri Zulhan
"Skripsi ini membahas kejahatan penyuapan yang dilakukan di sektor swasta di Indonesia. Masalah yang timbul dari aparat penegak hukum mengklaim bahwa penyuapan di sektor swasta tidak dapat ditindaklanjuti karena tidak adanya aturan yang mengaturnya. Padahal, belum ada UU. 11 tahun 1980 yang mengatur Kejahatan Penyuapan. Undang-undang tidak memaksakan pembatasan suap hanya kepada pegawai negeri atau pejabat negara seperti yang umumnya dikenal dalam UU Korupsi, tetapi juga mencakup sektor swasta. Namun sayangnya, penerapan peraturan ini belum maksimal bahkan cenderung tidak diterapkan sama sekali. Sementara United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) terus mendorong regulasi suap di sektor swasta dalam perundang-undangan nasional, ini dibuktikan dengan dimulainya pengaturan dan penegakan suap di sektor swasta di beberapa negara UNCAC. Makalah ini akan membahas perkembangan dan masalah suap sektor swasta dalam perundang-undangan Indonesia dan dalam praktiknya.

This thesis discusses bribery crimes committed in the private sector in Indonesia. Problems arising from law enforcement officials claim that bribery in the private sector can not be acted upon because of the absence of the rules governing it. In fact, there is no law. 11 of 1980 governing the Bribery Crime. The law does not impose bribery restrictions only on public servants or state officials as is commonly known in the Corruption Act, but also includes the private sector. But unfortunately, the implementation of this regulation has not been maximal even tend not to apply at all. While the United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) continues to encourage the regulation of bribes in the private sector in national legislation, this is evidenced by the commencement of bribery and enforcement arrangements in the private sector in several UNCAC countries. This paper will address the development and problems of private sector bribes in Indonesian legislation and in practice.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S670197
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sonata Lukman
"Untuk lebih menciptakan kepastian hukum dan keadilan dalam pemberantasan korupsi, pemerintah Indonesia telah membentuk kerangka yuridis berupa Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 sebagai Perubahan Atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU PTPK 2001 Jo.1999). Namun, rumusan ketentuan delik suap yang diatur dalam peraturan tersebut masih tumpang tindih dan mengandung kerancuan/disparitas berdampak pada penerapan oleh aparat penegak hukum yang bersifat subjektif dan menimbulkan potensi kesewenangwenangan (abuse of power) dalam menerapkan pasal dan hukuman khususnya terkait dengan pengawai negeri atau penyelenggara negara dan hakim yang menerima suap, sehingga jauh dari keadilan dan kepastian hukum. Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui latar belakang dirumuskannya ketentuan delik suap dalam UU PTPK 2001 Jo. 1999, persepsi dan pertimbangan aparat penegak hukum dalam penerapan pasal delik suap dalam UU PTPK 2001 Jo. 1999, dan prospek pengaturan delik suap dalam upaya melakukan pembaharuan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang akan datang. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini dilakukan melalui pendekatan yuridis normatif dan empiris dengan menelaah hukum positif yang terkait, selanjutnya mengeksplorasi fakta empiris dengan rumusan dan penerapan ketentuan delik suap dalam UU PTPK 2001 Jo. 1999. Oleh karena itu, penelitian ini tergolong dalam penelitian kualitatif dengan desain deskriptif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa latar belakang dirumuskannya atau reformulasi ketentuan delik suap dalam UU PTPK 2001 Jo. 1999 adalah untuk menciptakan kepastian hukum dan keadilan sehubungan dengan akan diamandemennya KUHP, sehingga perlu untuk tidak mencantumkan angka dari pasal-pasal KUHP, untuk memperjelas dan memperluas subjek delik dengan menambah rumusan penyelenggara negara dan untuk lebih mempermudah pembuktian. Jika dilihat dari hasil rumusan yang telah disahkan menjadi undang-undang, tidak sejalan dengan yang diinginkan oleh pembentuk undang-undang tersebut karena justru menimbulkan kerancuan antara ketentuan yang satu dengan yang lainnya akibat diformulasikan pasal tersebut secara berlebihan atau tumpang tindih. Aparat penegak hukum memiliki persepsi yang sama mengenai ketentuan gratifikasi maupun ketentuan menerima suap yakni terdapatnya kerancuan dalam perumusan. Namun, masing-masing aparat penegak hukum memiliki ukuran atau memaknainya secara subjektif yang berdampak pada tahap implementasinya, sehingga semua pihak menginginkan agar ketentuan UU PTPK 2001 Jo. 1999 untuk direvisi. Oleh sebab itu, pemerintah membuat rancangan undang-undang terkait dengan pengaturan gratifikasi dan suap yaitu Rancangan KUHP dan Rancangan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (RUU Tipikor). Jika dilihat dari substansi dan komposisi rumusan delik, maka ketentuan RUU Tipikor lebih realistis dan lebih baik dari rancangan KUHP serta dari rumusan delik suap dalam UU PTPK 2001 Jo. 1999 yang nanti diharapkan terjadi perubahan ketentuan ke arah yang lebih baik.

To further create legal certainty and fairness in fighting corruption, the Indonesian government has established a new legal framework in the form of Law Number 20 of 2001 as an amendment to Law Number 31 Year 1999 on Eradication of Corruption (Law PTPK 2001 Jo. 1999). However, the formulation of a bribery offense provisions set out in these regulations still contain overlapping and confusion / disparity of impact on adoption by law enforcement officers that are subjective and arbitrary potential cause (abuse of power) in applying Article and in particular penalties associated with civil service or state officials and judges who take bribes, so far from justice and legal certainty. This study intends to find out the background of the formulation of the provisions of bribery offenses in the Law PTPK 2001 Jo. 1999, the perception and judgment of law enforcement agencies in the implementation of chapter law offense of bribery in Law PTPK 2001 Jo.1999, and the prospect of setting the offense of bribery in an effort to reform the Law on Corruption Eradication forthcoming. To answer these problems, this research was conducted through a normative and empirical approaches to examine the relevant positive law, then explore the empirical fact with the formulation and implementation of the provisions of bribery offenses in the Law PTPK 2001 Jo. 1999. Therefore, this study belong to the descriptive qualitative research design.
Results of this study showed that background formulation or reformulation of the offense of bribery provisions of the Law PTPK 2001 Jo.1999 is to create legal certainty and justice in connection with the amendment of the Criminal Code would, so it is not necessary to include a number of articles of the Criminal Code, to clarify and expand the subject of the offense by adding formulas and state officials to further facilitate verification. If seen from the formula that has been passed into law, is not in line with desired by the legislators because it was a cause confusion between the terms with each other due to the excessive formulated such article or overlapping. Law enforcement officers have the same perception of the terms and provisions of accepting bribes gratification that the presence of ambiguity in the formulation. However, each law enforcement officers have the size or subjectively interpret that impact on the implementation stage, so that all parties wanted the provisions of Law PTPK 2001 Jo. 1999 to be revised. Therefore, the government draft legislation related to the regulation of gratification and bribe in Penal Code and the Draft Bill on Eradication of Corruption (Corruption Bill). If viewed from the substance and the formulation composition offense, then the provisions of the bill corruption is more realistic and better than the draft Penal Code as well as the formulation of the offense of bribery under the Law PTPK 2001 Jo. 1999 which is expected to occur later changes to the provisions for the better.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T34929
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hafizah Hasan
"Tesis ini membahas terkait implementasi rumusan pasal-pasal tindak pidana suap dan gratifikasi yang mayoritas diadopsi dari kitab undang-undang hukum pidana (KUHP). Penyalinan dan pencabutan aturan tindak pidana suap di KUHP, merupakan suatu kebijakan yang beresiko, hal ini dikarenakan bentuk-bentuk tindak pidana suap yang memiliki bobot rumusan delik yang berbeda, tetapi memiliki ancaman pidana yang sama. Upaya pembaharuan bentuk penerimaan kepada pegawai negeri yang dirumuskan sebagai tindak pidana gratifikasi justru memberikan celah bagi kepada pegawai negeri untuk lepas dari jerat pidana, dengan cara melaporkan penerimaan gratifikasi tersebut kepada KPK. Meskipun objek penerimaan tersebut sudah beralih kepemilikannya dari pemberi kepada penerima, yang jika dirumuskan dengan menerapkan pasal-pasal tindak pidana suap, atas penerimaan tersebut, unsur-unsur delik telah terpenuhi secara sempurna. Ketentuan tindak pidana gratifikasi juga tidak mengatur bentuk pertanggungjawaban bagi pemberi gratifikasi. Tesis ini akan mengkaji Tumpang tindih dan inkonsistensi antar peraturan perundang-undangan dalam UUPTPK mempersulit upaya penegakan hukum untuk memberantas tindak pidana korupsi, khususnya tindak pidana suap dan tindak pidana gratifikasi di Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga dibantu dengan Pendekatan Kasus (Case Approach) dan Pendekatan Peraturan Perundang-Undangan (Statute Approach) untuk memahami penegakan hukum tindak pidana gratifikasi dan suap di Indonesia. Adapun yang menjadi kesimpulan dari tesis ini adalah untuk segera melakukan perubahan dan revisi UUPTPK 2001 dengan mengimplementasikan anjuran dari United Nations Convection Against Corruption (UNCAC) 2003 terhadap ketentuan tindak pidana suap dan gratifikasi.

This thesis discusses the implementation of the formulation of articles on bribery and gratification, the majority of which adopted from criminal code (KUHP). The copying and repeal of the regulations on bribery in the Criminal Code is a risky policy, this is because the forms of bribery have a different weight of offense formulations, but have the same criminal threat. Efforts to reform the structure of admission to civil servants, which have been formulated as a crime of gratification, have provided an opportunity for public servants to escape from criminal traps by reporting the receipt of such gratification to KPK. The object of acceptance has transferred ownership from the giver to the recipient, which, if formulated by applying the articles of the criminal act of bribery, for such approval, the elements of EVen though the offense has wholly fulfilled. The provisions for the crime of gratification also do not regulate the form of responsibility for the giver of gratification. This thesis will examine the overlaps and inconsistencies between laws and regulations in the UUPTPK, complicating law enforcement efforts to eradicate corruption, particularly bribery and gratification in Indonesia. Also, this research is assisted by a Case Approach and a Statute Approach to understand law enforcement on criminal acts of gratification and bribery in Indonesia. The conclusion of this thesis is to immediately make amendments and revisions to the 2001 UUPTPK by implementing the recommendations from the United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) 2003 regarding the provisions of the criminal act of bribery and gratification."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daniel Septianus
"Sepak bola merupakan sebuah jenis olahraga yang memiliki tingkat popularitas tinggi di dunia. Popularitas tersebut membuat sepak bola digunakan oleh masyarakat untuk mendapatkan hiburan dan merekatkan tali kekeluargaan. Selain itu, seiring dengan perkembangan zaman yang ditandai dengan arus globalisasi, sepak bola perlahan menjadi sebuah industri. Sepak bola sebagai sebuah industri sangat erat dengan keuntungan finansial besar yang membuat banyak pihak tertarik mendapatkannya melalui berbagai cara, termasuk pengaturan skor. Praktik pengaturan skor, utamanya di sepak bola Indonesia, sudah sangat sering terjadi yang dilakukan dalam berbagai bentuk, salah satunya penyuapan. Akan tetapi, penegakan hukum terhadap para pelaku pengaturan skor masih sangat minim. Padahal, Indonesia setidaknya memiliki UU Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap untuk menjerat para pelaku pengaturan skor. Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan hal tersebut, salah satunya benturan di antara Sport Law dengan State Law.

Football is a sport that has a high level of popularity in the world. This popularity has made football used by the society to get entertainment and strengthen family relationships. In addition, along with the times marked by globalization, football is slowly becoming an industry. Football as an industry is closely related to large financial benefits that make many people interested in getting it through various ways, including match-fixing. The practice of match-fixing, especially in Indonesian football, has very often occurred which is carried out in various forms, such as bribery. However, law enforcement against the perpetrators of match-fixing is still very minimal. In fact, Indonesia at least has Law Number 11 of 1980 concerning the Crime of Bribery to ensnare the perpetrators of match-fixing. There are various factors that cause this, one of which is the clash between Sport Law and State Law. In this paper, The Author tries to give a way out and a bright spot for law enforcers to ensnare match-fixers in Indonesian football, mainly using the provisions in Law Number 11 of 1980."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dariyah
"Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari hubungan empiris antara hambatan bisnis dengan probabilita keputusan suap perusahaan. Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan di Indonesia dengan menggunakan data hasil survei World Bank tahun 2015. Hasil penelitian ini menunjukan adanya hubungan signifikan positif antara pertemuan pejabat pajak dengan probabilitas terjadinya suap. Akan tetapi, belum memberikan bukti empiris bahwa hubungan signifikan positif antara hambatan bisnis dengan keputusan suap perusahaan. Hal ini mengindikasikan bahwa adanya peluang dapat memungkinkan terjadinya fraud. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan kepada regulator sebagai bahan pertimbangan membuat kebijakan terkait perpajakan.

This paper aims to study the empirical relationship between business obstacles and the probability of corporate bribery decisions. This paper uses a sample of companies in Indonesia using data from the 2015 World Bank survey. The results of this paper indicate that there is a significant positive relationship between tax official meetings with the probability of bribery. However, it has not provided empirical evidence that there is a significant positive relationship between business barriers and corporate bribery decisions. This indicates that an opportunity may allow fraud to occur. The research results are expected to provide input to regulators as a consideration for making tax-related policies."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Zainuddin
"Anak merupakan anugrah tuhan yang Maha Esa. Anak merupakan penerus dan generasi bangsa. Dalam perkembangan zaman yang makin maju ini, anak tidak lagi merupakan sosok yang lucu dan menggemaskan. Beberapa anak dalam masyarakat tumbuh menjadi anak yang nakal, kejam yang melanggar aturan hukum. Anak yang bermasalah dengan hukum merupakan persoalan yang mengkhawatirkan, dimana apabila anak dihadapkan pada peradilan maka akan timbul stigma negatif bagi anak tersebut, sehingga anak bukan menjadi lebih baik setelah dipidanakan akan tetapi menjadi penjahat yang lebih profesional. Sebab anak-anak yang bermasalah tersebut dikumpulkan dengan anak-anak lain yang bermasalah sehingga ilmu-ilmu kejahatan akan mereka pertajam lagi. Pemidanaan bukan merupakan solusi yang terbaik bagi anak. Dalam Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Peradilan Anak tidak mengenal istilah penyelesaian perkara anak bermasalah dengan hukum menggunakan mekanisme diversi. Diversi merupakan penyelesaian perkara anak dengan mengenyampingkan atau meniadakan pidana terhadap anak tersebut. Diversi merupakan penyelesaian suatu perkara pidana oleh anak dengan menggunakan pendekatan keadilan restoratif. Landasan hukum diversi baru lahir setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Dalam Undang- Undang Sistem Peradilan Pidana anak diupayakan penyelesaian secara restorative justice dimana dalam tiap tingkat proses peradilan baik ditingkat penyidikan, penuntutan hingga pengadilan diupayakan dahulu dilakukan diversi. Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak baru berlaku setelah 2 tahun diundangkan, hal ini dikarenakan pelaksanaan diversi yang merupakan penjabaran nilai-nilai keadilan restoratif merupakan barang baru bagi aparat penegak hukum. Sehingga terdapat hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan diversi dalam penyelesaian perkara pidana oleh anak. Untuk itu dalam penulisan ini akan dilakukan penelitian tantang perbandingan hukum pelaksanaan diversi diberbagai negara, guna mengetahui pelaksanaan diversi dan mengambil pelaksanaannya yang sekira dapat diterapkan dilaksanakan di Indonesia. Serta guna memantapkan pelaksanaan diversi dicari faktor-faktor penghambat pelaksanaan diversi guna mencari jalan keluar agar pelaksanaan diversi dapat berjalan dengan baik.

Children are the gift of God Almighty Son is successorand the future generation In the development of a more advanced age the child is notagain a figure that is funny and adorable. Some children incommunity grew into a naughty child in violation of the rule of law cruel. Children in conflict with the law is a matter of concern which if children are exposed to justice will arise negative stigmafor the child so the child is not getting better after criminalized willbut become more professional criminals. For the people with problems.The gathered with other children with problems so that the sciencescrime will they sharpen again. Punishment is not a solution best for the child. In Act No 3 of 1997 on Judicial Children do not know the term settlement with the troubled child law divesi mechanisms. Diversion is a child settlement with mengemyampingkan or negate the crime against children. Diversion represents the completion of a criminal case by the child using the restorative justice approach. The legal basis diversion newborn after the enactment of Law No 11 Year 2012 on the Justice System Criminal child. In Act attempted child Criminal Justice System completion of the restorative justice where judicial process in each levelboth in the investigation prosecution until the court first soughtcarried diversion Law No 11 Year 2012 on the Justice System Criminal Children take up to 2 years of enactment this is because implementation of diversion which is a translation of the values of restorative justice is new to law enforcement officials. So there hambatan-hambatan encountered in the implementation of diversion in settlement crime by children. Therefore in this study will be conducted the research challenge comparative law versioned implementation in different countries in order to know implementation of diversion and take approximately implementation that can be applied implemented in Indonesia And in order to strengthen the implementation of the factors inhibiting the implementation of diversion sought diversion in order to find a way out so that the implementation diversion can run well."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35856
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fiki Novian Ardiansyah
"Fenomena globalisasi telah berdampak pada perubahan modus operandi dari para pelaku korupsi sehingga menjadi bersifat transnasional. Contoh kasusnya adalah perkara suap di PT. Garuda Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengulas proses kerja sama internasional KPK dalam penyidikan tindak pidana korupsi dan pencucian uang transnasional beserta tantangan dan hambatan yang dihadapi KPK ketika melakukan kerja sama internasional dalam penyidikan tindak pidana korupsi dan pencucian uang transnasional. Analisisnya menggunakan teori globalisasi, teori penegakan hukum, teori kerja sama internasional dalam penanganan tindak pidana korupsi, konsep faktor penghambat kerja sama internasional dalam penegakan hukum, konsep penyidikan, teori yurisdiksi, konsep kejahatan transnasional, serta pengertian tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Metode penelitiannya menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi kasus yaitu perkara suap di PT. Garuda Indonesia. Lokasi penelitian dilakukan di Direktorat Penyidikan KPK melalui teknik pengumpulan data berupa wawancara dan studi kepustakaan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kerja sama internasional yang dilakukan KPK dengan agensi asing yaitu SFO dan CPIB menggunakan format parallel investigations. Dasar kerja sama internasional yang dilakukan KPK tersebut menggunakan MoU bilateral maupun multilateral serta perjanjian ASEAN MLAT dengan mengacu pada instrumen internasional yaitu United Nation Convention Against Corruption (UNCAC). Praktik kerja sama internasionalnya adalah melalui pertukaran informasi/data/dokumen secara intelijen basis. Media yang digunakan adalah email, teleconference call, telepon, dan pertemuan tatap muka. Ketika masing-masing agensi membutuhkannya dalam format barang bukti untuk persidangan, agensi tersebut perlu mengajukan permintaan melalui MLA. Walaupun sudah ada platform kerja sama internasional, KPK masih menghadapi tantangan dan hambatan dalam pelaksanaan kerja sama internasional. Tantangan dan hambatan tersebut terkait dengan substansi hukum, struktur hukum, dan budaya hukum baik yang ada di Indonesia maupun di negara-negara yang diajak kerja sama dalam penanganan kasus ini.

Globalization has influenced changes in the methods of corruption actors, causing them to become transnational in nature. An example of a case is the bribery case at PT. Garuda Indonesia. The purpose of this research is to review the process of the KPK's international cooperation in investigating transnational corruption and money laundering crimes, as well as the challenges and obstacles faced by KPK when carrying out international cooperation in investigating transnational corruption and money laundering crimes. The analysis uses globalization theory, law enforcement theory, and international cooperation theory in dealing with corruption crimes, the concept of inhibiting factors of international cooperation in law enforcement, investigation concepts, jurisdiction theory, the concept of transnational crime, and the notion of corruption and money laundering. The method used is a qualitative one with a case study approach. The research was carried out at KPK’s Investigation Directorate through data collection techniques in the form of interviews and literature studies. The results show that the international cooperation carried out by KPK with foreign agencies, namely SFO and CPIB, uses a parallel investigation format. The basis for the KPK’s international cooperation uses bilateral and multilateral MoUs and the ASEAN MLAT agreement with reference to international instruments, namely the United Nations Convention Against Corruption (UNCAC). The practice of international cooperation is the exchange of information, data, and documents on an intelligence basis. The media used are e-mail, teleconference calls, telephone, and face-to-face meetings. When each agency requires it in evidencial format, the agency submits a MLA request. Even though there is already an international cooperation platform, KPK still faces challenges and obstacles in implementing international cooperation. The challenges and obstacles are related to the substance of the law, legal structure, and legal culture both in Indonesia and in the cooperating countries on handling this case."
Lengkap +
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bimo Wiroprayogo
"Skripsi ini membahas mengenai diversi yang dilakukan oleh Balai Pemasyarakatan (Bapas) berdasarkan pendekatan keadilan restoratif sesuai dengan UU No. 11 Tahun 2012. Pembahasan dilakukan dengan menganalisis teori mengenai perilaku delikuensi anak yang kemudian dapat menghasilkan anak yang berhadapan dengan hukum, diversi, dan pendekatan keadilan restoratif, serta peran serta Balai Pemasyarakatn sesuai dengan UU No. 11 Tahun 2012.
Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yang bertujuan untuk meneliti kepastian hukum berdasarkan studi kepustakaan (dokumen atau penelitian kepustakaan) dan hukum positif yang ada, serta dengan wawancara dengan narasumber yang mengatakan bahwa Balai Pemasyarakatan tidak mempunyai fungsi diversi secara penuh, dan diversi yang dilakukan tidak menyeluruh memenuhi aspek-aspek dalam pendekatan keadilan restoratif.

This thesis deals with the diversion is done by Balai Pemasyarakatan (Bapas) based on restorative justice approaches in accordance with The Juvenille Justice System Act Number 11 of 2012. The matters are done by analyzing the theories about the behavior of delinquent children who can then produce children who are dealing with the law, diversion, and restorative justice approaches, as well as the role of Balai Pemasyarakatan (Bapas) based on The Juvenille Justice System Act Number 11 of 2012.
This research is juridical normative research that aims to examine the legal certainty based on the study of librarianship (the document or research libraries) and the existing positive law, as well as with interviews with the speakers, conclude that Balai Pemasyarakatan (Bapas) has no function fully versioned, and not done thorough fulfilling aspects of restorative justice approaches.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S56722
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendrawan Saputra
"Dalam tindak pidana perdagangan anak, anak sebagai korban sangatlah dirugikan baik secara kejiwaan, fisik, dan mental. Seharusnya mereka mendapatkan perlindungan, pengawasan dan kasih sayang dari kedua orang tuanya dan orang-orang disekelilingnya. Sebelum ditetapkannya UUPA dan UUTPPO,sanksi pidana terhadap pelaku/traffickerperdagangan anak dengan menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dengan ditetapkannya Undang-Undang tersebut telah memunculkan aspek-aspek hukum terhadap anak, khususnya bagi perlindungan hukum bagi korban perdagangan anak diantaranya bentuk perawatan medis, psikologis dan konseling termaksut penampungan dan pemulangan ke daerah asal korban, sanksi pidana yang lebih berat bagi pelaku/trafficker, serta mendapatkan ganti rugi/restitusi terhadap korban. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis-empiris berupa studi kepustakaan yaitu meneliti dokumen berupa literatur buku-buku, peraturan-peraturan dan pedoman-pedoman, dan juga melakukan wawancara dengan narasumber. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan: perlindungan hukum dan penanggulangan terhadap tindak pidana perdagangan anak dalam peraturan perundang-undangan, praktek dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana perdagangan anak, upaya dalam mengoptimalkan perlindungan hukum dan penanggulangan terhadap tindak pidana perdagangan anak. Terdapat sejumlah pasal didalam KUHP terhadap tindak pidana perdagangan anak, serta dalam UUPA dan UUTPPO kemudian memberikan Rehabilitasi, konseling, psikologis, dan pemberian retitusi/kompesansi terhadap korban, Praktek perlindungan hukum tindak pidana perdagangan anak Kepolisianmengeluarkan Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2007 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Perempuan dan Anak MABES POLRI membentuk Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) di Kepolisian Daerah (Propinsi), KPAI melakukan pengawasan terhadap kinerja penegak hukum, individu masyarakat, maupun institusi pemerintahan dalam penyelenggaraan perlindungan hukum terhadap anak dalam kasus tindak pidana perdagangan anak serta bekerjasama dengan instansi lembaga penegak hukum dan lembaga setingkat dengan KPAI. LPSK memberikan perlindungan hukum kepada saksi dan/atau korban(Perdagangan anak) seperti perlindungan fisik/non fisik dan penjagaan kepada saksi dan/atau korban (Perdagangan anak) sampai ke pengadilan, sedangkan gugus tugas TPPO Menko menetapkan Peraturan Menteri Koordinasi Bidang Kesejahteraan Nomor 25/KEP/MENKO/KESRA/VIII/2009 Tentang Pemberantasan Perdagangan Orang (PTPPO) dan Eksploitasi Seksual Anak (ESA) 2009-2014, dengan disusunnya RUU KUHP 2013 diharapkan memberikan perlindungan yang lebih baik terhadap korban perdagangan anak, baik secara konkret dimasa yang akan datang.

In the crime of child trafficking, child as a victim is harmed either psychological, physical, and mental. They should have get the protection, control and affection from both parents and the people around them.Prior to the enactment of the BAL and UUTPPO, criminal sanctions against perpetrators / traffickers Of Child Trafficking was using the Criminal Code (Criminal Code). With the enactment of the Act has led to the legal aspects of the child, particularly the legal protection for victims of trafficking Such Asmedical treatment, psychological counseling and referred to the shelter and repatriation of victims to their hometown, more severe criminal sanctions for perpetrators / traffickers, as well as the redress/ restitution to the victim. By using the method of a juridical-empirical study of literature that examined the documents in the form of literature books, regulations and guidelines, as well as conducting interviews with sources. This study aims to answer the problems: legal protections and countermeasures against child trafficking crime in legislation, practice in law enforcement against child trafficking crime, in an effort to optimize the legal protection and countermeasures against the crime of trafficking in children. There are a number of articlesin the Criminal Code against the crime of trafficking in children, as well as articles of criminal sanctions for perpetrators /traffickers in BAL and UUTPPOSuch Asmedical treatment, psychological counseling and referred to the shelter and repatriation of victims to their hometown, more severe criminal sanctions for perpetrators / traffickers, as well as the redress/ restitution to the victim, Police Chief issued Regulation No. 10 Year 2007 on the Organization and Work of Women and Children's Services Unit. Police Headquarter established Women and Children Services(PPA) at the Regional Police (province), KPAI to supervise the performance of law enforcement, individual communities, and government agencies in the implementation of the legal protection of children in cases Of Child Trafficking and cooperate with law enforcement agencies and with institutionsin the same level withWitness and Victim Protection Agencies (LPSK) protectionof physical/non-physicalandsafeguardstowitnessand/orvictim(Trafficking) goes to courtwhile the task force of TPPO sets by Coordinating Minister for People’s Welfare with RegulationNo.25/KEP/MENKO/KESRA/VIII/2009 ByOn Combating Trafficking in Persons (PTPPO) and Exploitation Child Sexual (ESA) from 2009 to 2014, with the formulation of the Criminal Code Bill 2013 is expected to provide better protection to victims of child trafficking,both in concrete terms in the future.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35429
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>