Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 102464 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Iman Anshori, compiler
Jakarta: PT Mediatama Saptakarya, 2017
333.91 IMA m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Rianti Priadi
"With an increasing population, the effects of climate change and limited water resources, water reuse is an option that must be explored in order to reduce the high water stress in Indonesia. This study aims to identify enablers of, barriers to, and opportunities for early adopters of water recycling in the business sector of the Greater Jakarta region of Indonesia, and to highlight the possibilities of its wider implementation in order to reduce water stress. Semi-structured interviews, desk reviews, and observations were conducted with eight enterprises. Most respondents demonstrated that their main purpose for recycling water is to reduce costs. Recycled water was mostly used where there are minimal possibilities of direct contact with people to reduce the impact of social barriers. While the absence of a clear legal framework was identified as another barrier to water recycling implementation, this can also serve as an enabler. The decrease in raw water quality makes water recycling a cost-effective solution. Considering all findings, water recycling in Indonesia has great potential to be more widely applied and to be supported by related stakeholders."
Depok: Faculty of Engineering, Universitas Indonesia, 2017
UI-IJTECH 8:6 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fathimah Azzahrah Putri
"Sebagai negara yang memiliki sumberdaya air yang melimpah, Indonesia perlu menggunakan konsep Pengelolaan Sumberdaya Air Terpadu (Integrated Water Resources Management) dalam mengelola sumberdaya air. Berawal dari berbagai hasil konferensi yang melibatkan berbagai negara dunia yang ikut serta dalam menyelenggarakan konferensi tersebut dan membahas poin-poin terkait dengan pengelolaan sumberdaya air, kemudian diadopsi oleh Indonesia dengan diterbitkannya Peraturan Undang-Undang yang menyesuaikan kondisi Indonesia dan sumberdayanya. Tercatat bahwa Indonesia mengalami beberapa kali perubahan terkait pengaturan air, seperti misalnya dengan pemberlakuan Undang-Undang No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan, Undang-Undang No. 7 Tahun 2004, dan Undang-Undang No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air. Akan tetapi, seriring dengan berjalannya waktu, dengan dikeluarkannya undang-undang tersebut, berbagai anggapan dan permasalahan timbul sehingga peraturan tersebut dinilai tidak lagi sesuai dengan amanat dari Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam implementasi dari konsep tersebut, terdapat hal-hal yang menjadi kendala atau permasalahan dalam mengelola sumberdaya air sehingga konsep Pengelolaan Sumberdaya Air Terpadu ini tidak berjalan sebagaimana maksud dan tujuan awal. Oleh karena itu, perlu adanya pembaharuan terkait Peraturan Undang-Undang dan berbagai peraturan sejenisnya yang mengatur secara komprehensif terkait dengan sistem Pengelolaan Sumberdaya Air Terpadu yang diterapkan di Indonesia agar hasil atau tujuan akhir dalam konsep ini dapat tercapai dengan hasil yang lebih optimal, dikarenakan dalam hal ini air memegang peranan penting dalam perekonomian serta kesejahteraan rakyat dalam skala nasional.

As a country that has abundant water resources, Indonesia needs to use the concept of Integrated Water Resources Management in managing water resources. Starting from the results of various conferences involving various world countries that participated in holding the conference and discussing points related to water resource management, Indonesia was later adopted by the issuance of laws and regulations that adapted the conditions of Indonesia and its resources. It is noted that Indonesia has undergone several changes related to water regulation, for example with the enactment of Law no. 11 of 1974 concerning Irrigation, Law no. 7 of 2004, and Law no. 17 of 2019 concerning Water Resources. However, over time, with the issuance of the law, various assumptions and problems arise so that the regulation is considered no longer in accordance with the mandate of Article 33 of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. In the implementation of the concept, there are things -Things that become obstacles or problems in managing water resources so that the concept of Integrated Water Resources Management does not work as intended and intended initially. Therefore, there is a need for reforms related to laws and regulations and various similar regulations that comprehensively regulate the Integrated Water Resources Management system implemented in Indonesia so that the final results or goals in this concept can be achieved with more optimal results, because in terms of in this case, water plays an important role in the economy and people's welfare on a national scale."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Andrianah
"Pada abad ke-18, Kota Batavia mengalami permasalahan air seperti pencemaran sungai dan kekurangan sumber air bersih. Penyebabnya adalah faktor alam seperti daerah Batavia yang pada dasarnya merupakan area rawa dan erupsi Gunung Salak pada tahun 1699. Selain itu, ada faktor manusia seperti pembuangan limbah, sampah dan kotoran oleh penduduk ke Sungai Ciliwung serta masifnya pembangunan pabrik tebu di masa itu. Pemerintah Kota Batavia berusaha mengatasi permasalahan ini dengan membuat sistem saluran air yang dapat menampung dan mengalirkan air bersih atau waterleiding. Salah satu hasil pembangunan tersebut yaitu temuan waterleiding yang berada di Jalan Pintu Besar Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang struktur waterleiding di Jalan Pintu Besar Selatan. Metode yang digunakan yaitu pengumpulan data, pengolahan data, analisis data, dan interpretasi data. Hasilnya adalah bentuk bak penampungan air adalah jajar genjang dan pipa terakota berbentuk bundar atau silinder. Pipa terakota dilindungi dengan bata kuning dan bata merah. Fungsi waterleiding adalah untuk menyalurkan air tawar di Kota Batavia, memenuhi kebutuhan air bersih pada masa tersebut.

In the 18th century, Batavia experienced water problems such as river pollution and a lack of clean water sources. The causes are natural factors such as the Batavia area which is basically a swamp area and the eruption of Mount Salak in 1699. Apart from that, there are human factors such as the dumping of waste, rubbish and dirt by residents into the Ciliwung River and the massive construction of sugar cane factories at that time. The Batavia City Government is trying to overcome this problem by creating a water channel system that can accommodate and distribute clean water or water flow. One of the results of this development is the discovery of water leiding which is located on Jalan Pintu Besar Selatan. This research aims to find out about the waterleiding structure on Jalan Pintu Besar Selatan. The methods used are data collection, data processing, data analysis, and data interpretation. The result is that the shape of the water reservoir is parallelogram and the terracotta pipe is round or cylindrical. Terracotta pipes are protected with yellow bricks and red bricks. The function of waterleiding is to distribute fresh water in the City of Batavia, meeting the need for clean water at that time."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Virly Ferliani Aswirta
"Kota Metro merupakan salah satu kota dengan tingkat pelayanan air perpipaan yang rendah (5,05%), sehingga sebagian besar masyrakatnya menggunakan air tanah dengan sistem self-supply. Akan tetapi, keamanan sistem sumber self supply saat ini menjadi isu di masyarakat. Metode continuous monitoring dari April – Oktober 2021 melalui telepon setiap bulan dilakukan untuk membantu penilaian tingkat layanan air minum. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis variabilitas sumber air bersih dan air minum, menganalisis variabilitas tingkat pelayanan air minum yang dipersepsikan aman, menganalisis variabilitas biaya operasional dan pengelolaan layanan sumber air minum di rumah tangga, dan menganalisis intervensi pengolahan air minum di rumah tangga untuk meningkatkan kualitas air minum. Analisis dilakukan dengan analisis statistik deskriptif dan software SPSS 24 untuk uji Regresi Logistik Biner. Hasil menunjukkan 97% sumber air masyarakat Kota Metro adalah sumber air self-supply, yang didominasi oleh sumur gali tak terlindungi milik pribadi (45% sumber air bersih dan 30% sumber air minum). Berdasarkan persepsi rumah tangga (keamanan, rasa, penampilan, bau, keandalan, dan ketersediaan air minum), air isi ulang dan air kemasan memiliki tingkat keamanan paling konsisten selama 6 bulan survei (100%). Sistem non-self-supply diketahui lebih aman dari sistem self-supply dengan persentase 98% dan 95%. Variabel kejadian banjir diketahui signifikan terhadap penilaian tingkat pelayanan sumber air minum yang dipersepsikan aman dengan peluang 0,059 kali dalam mempengaruhinya. Rata-rata biaya yang dibutuhkan untuk maintenance mesin pompa adalah Rp 683.750,00 dan untuk maintenance lainnya (pipa, kran air, dll) sekitar Rp 85.833,00 per rumah tangga. Sedangkan biaya yang dihabiskan oleh 1 rumah tangga dalam 1 minggu untuk air isi ulang adalah sekitar Rp 19.751,00, sedangkan untuk air kemasan sekitar Rp 40.986,00. Variabel yang mempengaruhi biaya air minum adalah pengolahan air dengan perebusan yang berpeluang 0,029 kali. Berdasarkan persepsi rumah tangga, masalah sumber air minum yang paling banyak terjadi pada sumber air baku adalah penampilan (29,4%) dan bau (28,3%), serta kadar E.coli (72%) pada air minum. Dengan demikian, dibutuhkan intervensi strategi pengolahan air minum untuk mengatasi permasalahan yang ada dan meningkatkan kualitas air minum. Adapun intervensi pengolahan air minum yang direkomendasikan untuk menyelesaikan masalah tersebut adalah Slow Sand Filter (SSF) dengan media tambahan berupa Granular Activated Carbon (GAC) serta unit disinfeksi sinar UV.

Metro City is one of the cities with a low level of piped water service (5,05%), so that most of the people use groundwater with a self-supply system. However, the safety of the self-supply source system is currently an issue in society. A continuous monitoring method from April – October 2021 by telephone every month was carried out to help assess the level of drinking water services. The purpose of this study are to analyze the variability of clean water and drinking water sources, to analyze the variability of the level of drinking water services that are perceived as safe, to analyze the variability of operational and maintenances costs of drinking water facility in households, and to analyze the intervention of drinking water treatment in households to improve the quality of drinking water. The analysis was carried out using descriptive statistical analysis and SPSS 24 software for the Binary Logistics Regression test. The results show that 97% of Metro City's water sources are self-supply water sources, which are dominated by private unprotected dug wells (45% for clean water sources and 30% for drinking water sources). Based on household perceptions (safety, taste, appearance, smell, reliability, and availability of drinking water), refill and bottled water had the most consistent level of safety during the 6 months of the survey (100%). Non-self-supply systems are known to be safer than self-supply systems with a percentage of 98% and 95%, respectively. The flood incident variable is known to be significant to the assessment of the service level of drinking water sources that are perceived as safe with a 0,059 times chance of influencing it. The average cost required for pump engine maintenance is Rp 683.750,00 and for other maintenance (pipes, water faucets, etc.) it is around Rp 85.833,00 per household. Meanwhile, the cost spent by 1 household in 1 week for refill water is around Rp 19.751,00, while for bottled water it is around Rp 40.986,00. The variable that affects the cost of drinking water is water treatment by boiling which has a chance of 0.029 times. Based on household perceptions, the most common drinking water source problems that occur in raw water sources are appearance (29,4%) and smell (28,3%) and E.coli (72%) in drinking water. Thus, intervention strategies for drinking water treatment are needed to overcome existing problems and improve drinking water quality. The recommended drinking water treatment intervention to solve this problem is the Slow Sand Filter (SSF) with additional media in the form of Granular Activated Carbon (GAC) and UV disinfection unit."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daniel Singgih Anditya Bagaskara
"Sub DAS Cisangkuy adalah salah satu Sub-DAS dari DAS Citarum bagian hulu yang terletak di Kabupaten Bandung. Sub DAS Cisangkuy merupakan penyangga utama untuk memenuhi kebutuhan air bagi Kota Bandung dan Kabupaten Bandung. Namun demikian, pada umumnya masyarakat setempat cenderung membuka lahan pada lereng di sekitar Sub-DAS Cisangkuy guna dialih fungsikan untuk keperluan pertanian. Meskipun pembukaan lahan tersebut bermaksud memberdayakan lahan tetapi secara tidak disadari menaikkan kekritisan lahan dan membahayakan penduduk setempat maupun penduduk di bagian hilir. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kondisi lahan di Sub-DAS Cisangkuy serta menetapkan tingkat prioritas pemulihan pada Sub-DAS Cisangkuy. Penelitian ini menggunakan acuan penetapan kriteria pemulihan DAS oleh Departemen Kehutanan yang terbagi menjadi tiga kriteria yakni Persentase Lahan Kritis, Persentase Tutupan Vegetasi, serta Indeks Erosi. Proses pengolahan dan analisis data hingga pemetaan menggunakan aplikasi ArcGIS. Hasil Akhir pengolahan merupakan sebaran klasifikasi pemulihan yang terbagi menjadi dua kategori, yakni ‘Wilayah yang Dipertahankan’ serta ‘Wilayah yang Dipulihkan’ Adapun hasil penelitian adalah Persentase Lahan Kritis Sub-DAS Cisangkuy sebesar 87,65% merupakan kategori ‘Tidak Kritis’ sehingga terklasifikasi ‘Sangat Rendah’, Persentase Tutupan Vegetasi sebesar 63,72% merupakan kategori ‘Vegetasi’, serta Indeks Erosi menunjukkan nilai 0.75 yang terkategori rendah. Dengan menggunakan persamaan linier, didapat hasil 49,8% merupakan ‘Wilayah yang Dipertahankan’, sementara 50,2% merupakan ‘Wilayah yang Dipulihkan’.

The Cisangkuy Sub-watershed is one of the sub-watersheds of the upper Citarum watershed located in Bandung Regency. The Cisangkuy Subwatershed is the main buffer to fulfill the water needs of Bandung City and Bandung Regency. However, in general, local communities tend to clear land on the slopes around the Cisangkuy Sub-watershed for agricultural purposes. Although the land clearing is intended to empower the land, it unconsciously increases land criticality and endangers local residents and residents downstream. The purpose of this research is to analyze the condition of land in the Cisangkuy Sub-watershed and determine the priority level of recovery in the Cisangkuy Sub-watershed. This research uses the reference of the determination of watershed recovery criteria by the Ministry of Forestry which is divided into three criteria, namely the Percentage of Critical Land, Percentage of Vegetation Cover, and Erosion Index. Data processing and analysis to mapping using ArcGIS application. The final result of the processing is the distribution of recovery classifications which are divided into two categories, namely 'Maintained Areas' and 'Restored Areas' The results of the study are the Percentage of Critical Land in the Cisangkuy Sub-Watershed of 87.65% is the 'Non-Critical' category so that it is classified as 'Very Low', the Percentage of Vegetation Cover of 63.72% is the 'Vegetation' category, and the Erosion Index shows a value of 0.75 which is classified as low. By using a linear equation, the results show that 49.8% is the 'Maintained Area', while 50.2% is the 'Restored Area'."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sidabutar, Noni Valeria
"Air adalah kebutuhan pokok manusia yang jumlahnya akan bertambah seiring dengan pertumbuhan manusia. Sumber air baku Jakarta berasal dari Waduk Jatiluhur melalui Saluran Tarum Barat. Mutu air baku PAM Jakarta tercemar karena kegiatan antropogenik, padahal air baku yang akan digunakan seharusnya memenuhi baku mutu. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis mutu air, kegiatan antropogenik di pinggir sungai yang menyebabkan penurunan kualitas air sungai dan menentukan strategi pemulihan air baku Jakarta. Pendekatan penelitian kuntitatif dan menggunakan metode gabungan kuantitatif dan kualitatif.
Hasil penelitian, yaitu rata-rata mutu air pada 8 titik pemantauan dengan metode STORET tahun 2011-2015, yaitu: (-50), (-53), (-53), (-52), dan (-53), sehingga masuk kategori cemar berat. Berdasarkan IP tahun 2011-2015 rata-rata (4,117), (5,04), (5,341), (4,542), dan (4,831), sehingga air masuk kategori cemar ringan dan sedang. Kegiatan antropogenik di pinggir sungai, yaitu kegiatan MCK, membuang air limbah cair di badan sungai, membuang sampah, dan lainnya. Kesimpulannya adalah air Saluran Tarum Barat tercemar karena kegiatan antropogenik masyarakat di sepanjang pinggir sungai.

The needs of clean water will increase in line with growth of human population. Currently, the main source of Jakarta?s raw water comes from Jatiluhur that flowed through West Tarum Channel. The water is polluted by anthropogenic activities, whereas raw water should fulfill first class of water quality. The aim of this study was to analyze the water quality status and anthropogenic activities on the riverbank which affect river?s water quality deterioration, and find the proper strategies to clean raw water in Jakarta. This research uses a quantitative research approach with mix-method.
The results of this research, using water quality of STORET method in 2011-2015 with the average in 8 monitoring samples are (-50), (-53), (-53), (-52), and (-53). They are classified as heavily polluted. Based on years of pollution index method in 2011-2015 had an average (4.117), (5.04), (5.341), (4.542), and (4.831), so that the water classified as light to lightly- and moderately-polluted. Anthropogenic activities along the riverbank, which are bathing, washing, and latrine activities, discharging domestic wastewater into river body, littering to the river, and others affect the the water quality of the river. The conclusion from this research is that the water in the West Tarum Channel has been contaminated by anthropogenic activities along the riverbank.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maika Nurhayati
"Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi dan daya dukung air di Kota Bekasi. Di Kota Bekasi ada dua sumber air bersih yaitu Sungai Bekasi dan air tanah. Saat ini pemanfaatan air tanah lebih dominan (80% dari total penduduk memakai air (tanah) daripada air permukaan, hal ini dikarenakan air permukan telah tercemar sehingga diperlukan pengolahan terlebih dahulu sebelum digunakan.
Kota Bekasi terletak pada zona Cekungan Air Bawah Tanah Bekasi Karawang dan pada 3 Daerah aliran Sungai (DAS) utama, yaitu DAS Bekasi, DAS Sunter, dan DAS Cakung. Potensi imbuhan air tanah bebas pada Cekungan Air Bawah Tanah (CABT) Bekasi Karawang adalah sebesar 47,0256 m3/detik. Potensi air permukaan (Sungai Bekasi) yang dapat diandalkan di Kota Bekasi saat ini adalah 9.16 m3/detik namun dengan adanya tambahan pasokan dari Jatiluhur melalui Saluran Induk Tarum Barat debit yang diandalkan dapat mencapai 44,62 m3/detik.
Berdasarkan hasil proyeksi, potensi air permukaan di Kota Bekasi hanya dapat menyediakan air sampai tahun 2012, namun dengan adanya tambahan pasokan dari Saluran Induk Tarum Barat daya dukungnya bisa sampai tahun 2023. Potensi air tanah di Kota Bekasi belum dapat diketahui karena tidak adanya data air tanah yang mencukupi. Namun dikaitkan dengan penggunaan lahan non terbangun dan terbangun dapat diketahui besarnya potensi resapan air tanah di Kota Bekasi, yaitu sebesar 1.4 m3/detik.
Strategi untuk mengoptimalkan daya dukung air di Kota Bekasi dapat dilakukan dengan cara mempertahankan lahan tidak terbangun sebesar 30%, membuat sumur resapan baik individu maupun komunal, mengoptimalkan fungsi dan peranan PDAM, serta memperluas cakupan layanan PDAM, dan mengendalikan pencemaran di badan air, pengelolaan DAS terpadu, mewajibkan pengembang perumahan untuk menyediakan instalasi pengolahan air untuk melayani penghuni dalam perumahan tersebut, industri diwajibkan untuk mendaur ulang limbahnya sehingga dapat digunakan kembali untuk air baku proses maupun kebutuhan lainnya. Dengan adanya langkah-langkah optimasi tersebut, maka Kota Bekasi dapat untuk tidak tergantung dengan SITB dan berlanjut ditinjau dari aspek hidrologi.

The objective of this research is to observe the potential and the carrying capacity of water resources in Bekasi City. Bekasi city water resources for its community and neighboring area is taken from Bekasi River and groundwater. The existing water resouces for Bekas City is dominated by groundwater (80% from total of inhabitants), because the river water was heavy polluted, so immediately could not be made use of by the inhabitants.
Bekasi city was located in Bekasi Karawang Groundwater Basin and in the 3 watershed (Bekasi Watershed, Sunter Watershed, and Cakung Watershed). The recharge rate of free groundwater in Bekasi Karwang Groundwater Basin is 47,0265 m3 /s. Dependable flow of Bekasi River is 9,16m3 /s, but with the existence of the addition of supplies from Jatiluhur through the West Tarum Cannal the debit that was relied on could reach 44,62 m3/s.
Based on projection calculation method, the potential for the surface water in the Bekasi City only could provide water up until 2012, but with the existence of the addition of supplies from the West Tarum Cannal the carrying capacity of Bekasi River could to 2023. The potential for the ground water still could not be in the Bekasi City known because of the nonexistence of the sufficient ground water data. However was connected with the use of the buit areas and un-built areas could be known by the potential size for the absorption of the ground water in the Bekasi City, that is of 1,4 m3/s.
The strategy to optimize the water resources carrying capacity in the Bekasi City to be able to be done by means of maintaining the un-built area in 30%, make individual and communal infiltration well, maximised the function and the PDAM role, as well as widened the PDAM service scope, and controlled pollution on the water body, integrated watershed management, obliged the housing developer to provide the processing installation of water to serve occupants in this housing, the industry was obliged to recycling their waste water to support the process and the other requirement. With the existence of steps this, then carrying capacity of water resources in the Bekasi City could not depend on West Tarum Cannal and from hidrologycal aspect, Bekasi City become a sustainable city."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T25447
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: P3DI Setjen DPR RI , 2012
333.91 WIL
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Indarto
"Perkiraan aliran dasar (baseflow) sangat dibutuhkan untuk manajemen sumberdaya air. Penelitian bertujuan untuk kalibrasi, validasi dan evaluasi kinerja dari tiga metode pemisahan aliran dasar. Dua outlet DAS Brantas yang terletak di Kertosono (luas = 6414,2 km2) dan di Ploso (Luas = 8844,2 km2) digunakan untuk penelitian. Penelitian menguji tiga metode pemisahan berbasis grafis digital, yaitu metode: minimum-local, fixed-interval dan slidinginterval. Metodologi terdiri dari (1) inventarisasi data, (2) pengolahan data, (3) kalibrasi, (4) validasi, dan (5) evaluasi kinerja. Data debit harian dipisahkan menjadi dua periode, tahun 1996 - 2005 untuk kalibrasi dan tahun 2006 – 2015 untuk validasi. Pertama, setiap metode diuji tiap tahun dengan memasukkan nilai parameter melalui trial and error. Dalam hal ini, periode dari bulan Juli sampai September diasumsikan sebagai puncak musim kemarau dan digunakan untuk mengkalibrasi model. Nilai optimal parameter untuk periode kalibrasi = rerata nilai tiap tahun. Kedua, nilai parameter optimal dari periode kalibrasi kemudian digunakan untuk menguji kinerja model pada periode validasi. Selanjutnya, analisis statistik digunakan untuk mengevaluasi dan membandingkan kinerja model selama periode kalibrasi dan validasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua metode dapat digunakan dan menunjukan kinerja yang baik. Kinerja terbaik menggunakan metode minimum-lokal."
Bandung : Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2020
551 JSDA 16:1 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>