Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 162803 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Seno Gumira Ajidarma, 1958-
Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2014
899.232 SEN s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Meuthia Wulandari
"Penelitian ini menganalisis sembilan cerita pendek karya Seno Gumira Ajidarma (SGA) yang diterbitkan pada tahun 1990-1997. Data yang digunakan adalah kumpulan cerita pendek (cerpen) SGA yang berjudul Atas Nama Malam. Kumpulan cerpen tersebut mengangkat tema kehidupan Jakarta waktu malam untuk merefleksikan keadaan sosial. Refleksi keadaan sosial yang ingin disampaikan pada kumpulan cerpen tersebut antara lain jenis profesi, perilaku, dan harapan pelaku kehidupan pada malam hari. Tujuan penelitian ini adalah memaparkan potret Jakarta waktu malam yang mampu merefleksikan sebuah kondisi sosial pada latar waktu beberapa cerpen. Untuk mencapai tujuan tersebut, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi pustaka dan deskriptif analisis. Analisis dilakukan dengan mengacu pada pendekatan sosiologi sastra dan melihat unsur intrinsik dalam beberapa cerpen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ditemukan refleksi kondisi sosial melalui potret Jakarta waktu malam dalam kumpulan cerpen tersebut.

This research analyzes nine short stories by Seno Gumira Ajidarma (SGA) that was published in 1990-1997. The data used in this article is collection of short stories (short stories) SGA entitled Atas Nama Malam. That short stories collection takes the theme of night life in Jakarta`s to reflect social conditions. Reflection on social conditions in the collection of short stories include the types of professions, behavior, and expectations of the peoples who work of at night in Jakarta. The purpose of this article is to describe the portrait of Jakarta at night which is able to reflect a social condition in the setting of several short stories. To achieve these objectives, the method used in this research is literature study and descriptive analysis methods. The analysis was conducted by referring to literary sociology and looking at the intrinsic elements in several short stories. The results showed that there was a reflection of social conditions through the portrait of Jakarta at night in the collection of short stories."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dyra Daniera
"Kumpulan cerpen Sepotong Senja untuk Pacarku karya Seno Gumira Ajidarma merupakan salah satu karya sastra yang mengangkat pemikiran eksistensialisme absurditas melalui tokoh-tokoh di dalamnya. Penelitian ini mengangkat persoalan bagaimana absurditas dalam kumpulan cerpen Sepotong Senja untuk Pacarku digambarkan melalui tokoh Tukang Pos. Tujuan penelitian ini adalah untuk menunjukkan absurditas dalam kumpulan cerpen Sepotong Senja untuk Pacarku melalui tokoh Tukang Pos. Penelitian dilakukan terhadap bagian "Trilogi Alina" yang memuat tiga cerpen, “Sepotong Senja untuk Pacarku”, “Jawaban Alina”, dan “Tukang Pos dalam Amplop”, dengan menggunakan metode kualitatif deskriptif. Aspek tokoh dan penokohan Tukang Pos dianalisis berdasarkan konsep absurditas Albert Camus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa absurditas digambarkan oleh tokoh Tukang Pos melalui pencarian konstannya akan jati diri dan makna hidup dalam dunia yang tidak rasional. Perasaan keterasingan akibat pekerjaannya sebagai tukang pos mendorongnya untuk mendapatkan kejelasan makna hidup. Kejelasan ini berusaha diwujudkan ketika ia masuk ke dalam amplop berisi senja, bertransformasi menjadi manusia ikan, dan membangun peradaban baru. Setelah keluar dari amplop, Tukang Pos tetap melanjutkan pekerjaannya mengantar surat. Perilaku ini sejalan dengan tokoh Sisifus yang dikisahkan Albert Camus dalam esai filsafat legendarisnya, Mitos Sisifus (Le Mythe de Sisyphe).
Sepotong Senja untuk Pacarku by Seno Gumira Ajidarma is a short story anthology that explores existentialism and absurdity through its characters. This study examines how absurdity is portrayed in the short stories through Tukang Pos. The aim of this research is to demonstrate the absurdity in Sepotong Senja untuk Pacarku through Tukang Pos. The research focuses on the "Trilogi Alina" chapter, which includes three short stories, “Sepotong Senja untuk Pacarku”, “Jawaban Alina”, and “Tukang Pos dalam Amplop”, using a descriptive qualitative method. Aspects of the character and characterization of Tukang Pos are analyzed based on Albert Camus' concept of absurdity. The results show that absurdity is portrayed by Tukang Pos through his constant search for identity and the meaning of life in an irrational world. The feeling of alienation caused by his job as a postman drives him to seek clarity in the meaning of life. This clarity is attempted when he enters an envelope containing sunset, transforms into a human-fish body, and builds a new civilization. After exiting the envelope, Tukang Pos continues his job delivering letters. This behavior aligns with the character of Sisyphus as illustrated by Albert Camus in his legendary philosophical essay, The Myth of Sisyphus (Le Mythe de Sisyphe)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Kompas, 2003
899.232 08 DUA (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Heny Anggreini
"Masyarakat memiliki hak untuk memperoleh kehendaknya—pandangan hidupnya, namun situasi tersebut tidak dapat diperoleh karena masyarakat terperangkap oleh ideologi-ideologi besar yang berkuasa (mendominasi). Oleh karena itu, pengarang sebagai perekam—kaum intelektual yang mengkontestasikan ideologinya melalui karya sastra. Karya sastra sebagai alat pemersatu kekuatan-kekuatan sosial dan pertarungan kelompok subordinat untuk melakukan perlawanan terhadap tindakan politik yang menawarkan ideologi-ideologi tertentu. Dengan demikian, tujuan penelitian ini adalah terjelaskannya ideologi-ideologi yang hidup di masyarakat, termasuk ideologi dominan, yang berkaitan dengan pola pikir dan pola perilaku masyarakat dalam karya sastra. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yang berfokus pada analisis isi dengan menggunakan teori hegemoni Gramsci. Hasil penelitian ini adalah tokoh Sarman bukan counter-hegemonik atas ideologi kapitalisme, tetapi melalui Sarman, Seno mencoba untuk menegosiasikan agar ideologi kapitalisme menjadi ideologi kapitalisme yang sosialis dan humanis, yaitu kapitalis yang memandang manusia sebagai makhluk bermartabat dan makhluk sosial, berhak mendapatkan hak-hak yang seharusnya diperoleh. Keterkaitan tokoh Sarman dengan Seno Gumira Ajidarma sebagai pengarang, sangat jelas terlihat bahwa pengarang mengkontestasikan ideologi-ideologi kepada pembaca dan ingin menegosiasikan ideologi-ideologinya. Namun, seperti Sarman, Seno masih terjebak dalam kelompok dominan (penguasa) yang berideologi kapitalisme."
Ambon: Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, 2019
400 JIKKT 7:1 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Seno Gumira Ajidarma, 1958-
Denpasar: Pusat Penerbitan LPPM Institut Seni Indonesia Denpasar, 2017
300 MUDRA 32:3 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Nuryatin
"Seno Gumira Ajidarma (selanjutnya disingkat SGA) adalah salah seorang cerpenis yang "dilahirkan" oleh media massa, khususnya surat kabar dan majalah, yang terbit di Indonesia pada kurun waktu sejak tahun 1980-an. Hampir semua cerpennya yang sampai pada awal tahun 2001 telah terhimpun di dalam sembilan kumpulan cerpen pernah dimuat dalam surat kabar maupun majalah. Selain sebagai cerpenis, SGA berprofesi sebagai wartawan. Sebagai seorang wartawan, ternyata dia mengalami kendala dalam menuliskan berita. Banyak fakta yang ditemuinya tidak dapat dijadikan berita karena dilarang oleh pemerintahan Orde Baru. Untuk mengatasi hal itu, dia kemudian "mengolah" fakta yang ditemuinya ke dalam cerpen, sehingga fakta dimaksud dapat "terabadikan" dan terpublikasikan. Dalam konteks inilah cerpen-cerpennya menarik untuk diteliti.
Penelitian terhadap cerpen-cerpen SGA dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama berupa penelitian pendahuluan, yakni penelitian terhadap seluruh cerpen yang terdapat di dalam sembilan kumpulan cerpen. Tahap kedua berupa penelitian inti, yakni pengkajian terhadap enam buah cerpen di antara cerpen-cerpen yang terdapat di dalam sembilan kumpulan cerpen dimaksud.
Permasalahan yang muncul pada penelitian tahap pertama adalah (1) bagaimanakah hubungan antara cerpen-cerpen SGA dan fakta, serta (2) teknik penceritaan apa saja yang terdapat di dalam cerpen-cerpen SGA. Permasalahan yang muncul pada penelitian kedua adalah (1) bagaimanakah fakta diolah melalui tumpuan pada pola kaba, tumpuan pada lakon wayang kulit Jawa, teknik hiperbola, teknik catatan kaki, teknik solilokui, dan teknik pencerita ganda (dan teknik penceritaan langsung) dalam enam cerpen SGA; serta (2) efek apakah yang muncul darinya.
Tujuan yang hendak dicapai melalui dua tahapan penelitian tersebut adalah sebagai berikut. Penelitian tahap pertama bertujuan untuk mendeskripsikan (1) pola hubungan antara cerpen-cerpen SGA dan fakta, serta (2) teknik penceritaan yang terdapat di dalam cerpen-cerpen SGA. Penelitian tahap kedua bertujuan untuk mengetahui (1) pengolahan fakta melalui tumpuan pada pola kaba, tumpuan pada lakon wayang kulit Jawa, teknik hiperbola, teknik catatan kaki, teknik solilokui, dan teknik pencerita ganda (dan teknik penceritaan langsung) di dalam enam cerpen SGA, serta (2) efek yang muncul setelah fakta diolah dengan teknik-teknik tersebut.
Sasaran dalam penelitian tahap pertama adalah seluruh cerpen SGA yang terdapat di dalam sembilan kumpulan cerpennya, yakni sebanyak 129 buah cerpen. Sasaran dalam penelitian tahap kedua adalah enam buah cerpen SGA, yakni cerpen (1) "Bunyi Hujan di Atas Genting", (2) "Segitiga Emas", (3) "Saksi Mata", (4) "Listrik", (5) " Rembulan Terapung di Kolam Renang", dan (6) "Clara".
Sasaran penelitian didekati melalui dua pendekatan, yakni pendekatan objektif dan pendekatan mimesis. Kedua pendekatan itu diterapkan dengan teori Formalisme Rusia dan sosiologi sastra. Adapun dalam analisis atau kajian digunakan teknik deskriptif analitis. Hasil penelitiannya adalah sebagai berikut dan penelitian tahap pertama dapat diketahui bahwa (1) terdapat dua pola umum hubungan antara cerpen-cerpen SGA dan fakta, yakni sebagian besar isi cerpen SGA memiliki rujukan yang jelas dengan fakta sedangkan sebagaian kecil lagi isinya tidak secara jelas memiliki rujukan dengan fakta; dan (2) terdapat sembilan macam teknik penceritaan di dalam cerpen-cerpen SGA, dan yang paling dominan adalah (a) penggunaan sarana retorika, terutama hiperbola, (b) teknik tumpuan pads pola kaba dan lakon wayang kulit Jawa, (c) teknik catatan kaki, (d) teknik cakapan batin, khususnya solilokui, serta (e) teknik pencerita ganda (dan teknik penceritaan langsung). Dan hasil penelitian tahap kedua dapat diketahui hal-hal sebagai berikut. Panama, pola kaba yang dijadikan pijakan cerpen "Bunyi Hujan di Atas Genting" telah difungsikan sebagai sarana defamiliarisasi terhadap pola kaba dan pola cerpen sekaligus untuk mengolah fakta. Efek yang muncul darinya adalah kritik terselubung. Kedua, di dalam cerpen "Segitiga Emas" fakta diolah melalui proses defamiliarisasi atas lakon wayang kulit Jawa. Efek yang muncul darinya adalah kritik terselubung. Ketiga, di dalam cerpen "Saksi Mata" fakta diolah melalui teknik hiperbola. Efek yang muncul darinya adalah kritik terselubung. Keempat, teknik catatan kaki dalam cerpen "Listrik" berfungsi memperjelas fakta sekaligus mendefamiliarisasi pola karya fiksi. Efek yang muncul darinya adalah adanya percampuran antara karya fiktif dan karya faktual. Kelima, di dalam cerpen "Rembulan Terapung di Kolam Renang" fakta didefamiliarisasi melalui teknik solilokui. Efek yang muncul darinya adalah kritik terselubung. Keenam, melalui teknik pencerita ganda di dalam cerpen "Clara" fakta didefamiliarisasi. Efek yang muncul darinya adalah kritik terselubung dan sarkasme.
Akhirnya, dapat diberi catatan bahwa melalui cerpen-cerpennya SGA mengolah fakta melalui proses defamiliarisasi baik terhadap fakta itu sendiri maupun terhadap pola karya sastra lainnya, sehingga kesan mengenai fakta bersangkutan semakin kuat, mendalam, dan kukuh. Melalui proses pengolahan fakta itu pula SGA mengekspresikan sikapnya terhadap situasi dan kondisi yang dihadapinya, yakni dengan cara mengritik secara terselubung maupun mencemooh dengan ungkapan kasar (sarkasme).

Sena Gumira Adjidarma (from now on will be abbreviated SGA) is a short story author who has been born by mass media particularly news papers and magazines circulated in Indonesia since 1980s. Nearly all his short stories, which up until 2001 have been incorporated into nine groups of short stories, have ever been published by various news papers and magazines. SGA is not only a short story author, but also a journalist. As a journalist, he often had to face some obstacles when writing about factual news. He found so many facts that could not be expressed freely as factual news for they were barred by the "Rode Bra" government. To overcome such obstacles, he "reprocessed" the facts into short stories that the facts can be conserved and published. It is in this context that his short stories become interesting to be examined.
This study on SGA's short stories was done in two phases. The first phase was a preliminary study which examined all of his short stories which were in the nine groups mentioned above. The second phase was a core study which reviewed deeply six of the existing short stories.
The questions being investigated during the preliminary study were: (1) how did SGA's short stories relate to the facts he encountered in the real world, and (2) what techniques had SGA used in his writing. While the questions investigated in the core study were : (I) how had the facts been reprocessed based on `kaba', on Javanese puppets story, on hyperbolic technique, on soliloquy technique, on technique of multiple storing (and technique of direct storing), and (2) what effects had been brought by these techniques.
The goals of this two-phased study were as follow. The first phase of the study was intended to describe: (1) the patterns of relationships between GSA's short stories and the facts he encountered in the real world, and (2) the storing techniques used by SGA in his writing. The second phase of this study was intended to understand: (I) the act of reprocessing the facts, by SGA in his six short stories, which was based on `kaba', Javanese puppets stories, hyperbolic technique, soliloquy technique, multiple and direct storing techniques and (2) the effects that rose out from the facts after being reprocessed by these techniques.
In the first phase of this study, the study objects were 129 short stories composed by SGA. While in the second phase of this study the study object were six short stories composes also by SGA, namely (1) "Bunyi Hujan di Atas Genting", (2) "Segitiga Emas", (3) "Saksi Mata", (4) "Listrik", (5) "Rembulan Terapung di Kolam Renang", and (6) Clara.
From the first phase of this study, it was found that: (1) there were two general patterns of relationships between SGA's short stories and the facts he encountered in the real world; first, most of GSA's short stories have clear references to the facts in the real word; second, only a little of the contents of GSA's short stories have no clear reference to the facts in the real world, and (2) the were nine techniques of storing witting GSA's short stories, in which the most dominant ones are (a) the use of rhetoric, particularly hyperbolic, (b) the use of `kaba' pattern and Javanese puppets story as the based for the writing, (c) the use of footnotes, (d) the use of mental discourse, particularly solulokui technique, (e) the use of multiple storying and direct storying.
From the second phase of this study several findings had been founds. First, the `kaba' pattern used as the basis for "Bunyi Hujan di Atas Genting" serves as a defamiliarization tool for the `kaba' and the short story patterns as well as for reprocessing the facts expressed in the story ; the effect which arised from this technique is a foreshadowed critique. Second, in the "Segitiga Emas", the facts were reprocessed through defamiliarization of Javanese puppets story; the effect which arised was a foreshadowed critique. Third, in the "Saksi Mata", the facts were reprocessed though hyperbolic; the effect which rose was a foreshadowed critique. Fourth, the technique of footnotes in "Listrik" serves to make the facts more obvious and to defamiliarize the fictions work ; the effect which arised was the resultant mix between fictions and factual work Fifth, in the "Rembulan Terapung di Kolam Renang", the facts are defamiliarized through solilokui technique; the effect which arised was a foreshadowed critique. Sixth, in the "Clara" the facts are defamiliarized through the technique of multiple storyng; the effects which raised are a foreshadowed critique and sarcasm.
Finally, it can be noted that by means of his short stories, SGA reprocessed the facts, he found in the real world, through defamiliarization of the facts themselves and of the patterns of his literal works, that the facts become stronger, deeper and more solid. By reprocessing the facts found in the real world, SGA expresses his attitudes, toward the situations and conditions he encountered, which are manifested as foreshadowed critiques and sarcasm."
2001
T5286
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purwanto
"Penelitian mengenai stilistika atas tiga belas cerpen Seno Gumira Ajidarma dilakukan dengan tujuan mengungkap kekhasan Seno Gumira Ajidarma menggunakan majas dengan melihatnya dari segi struktur dan fungsinya. Stilistika atau lebih mudahnya disebut kajian gaya bahasa memang sangat penting dalam sebuah teks sastra. Stilistika mengkaji cara sastrawan dalam memanipulasi-dengan arti memanfaatkan-- unsur dan kaidah yang terdapat dalam bahasa dan efek apa yang ditimbulkan oleh penggunaannya itu. Semakin dalam kita menguasai sistem kerja suatu bahasa maka akan semakin mudah mengungkap pesan yang disampaikan teks karya sastra. Dengan menggunakan teori Panuti Sudjiman, Rachmat Djoko Pradopo, Abdul Rozak Zaidan, dan Henry Guntur Tarigan untuk menjelaskan makna majas, dan teori Geoffrey Leeds dikombinasikan dengan teori dari beberapa ahli untuk menjelaskan makna stilistika maka didapat suatu kesimpulan bahwa kecenderungan majas yang digunakan Seno Gumira Ajidarma dalam ketiga belas cerpennya adalah repetisi."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
S11001
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Seno Gumira Ajidarma, 1958-
"Kumpulan cerita Iblis Tidak Pernah Mati pertama kali terbit pada 1999. Isinya ditulis dari tahun 1994 sampai 1999. Artinya, kronologi penulisan cerita-cerita dalam buku ini melalui momen historis Reformasi 1998, rangkaian peristiwa yang menjadi penanda peralihan zaman. Susastra menjadi dunia alternatif dari realitas faktual, tetapi realitas faktual tak terhindarkan keberadaanya dalam ruang imajinasi. Jika hubungan susastra, politik, dan sejarah perlu diperiksa, Iblis Tidak Pernah Mati menawarkan perbincangan yang selalu kontekstual."
Yogyakarta: New Merah Putih, 2018
899.232 SEN i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>