Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 80633 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Imam Subekti
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Evi Darwin
"Latar Belakang: Pemeriksaan sitologi biopsi aspirasi jarum halus (BAJaH) nodul tiroid sangat diperlukan sebagai skrining prabedah. Diagnosis sitologi yang akurat menjadi acuan klinisi dalam penatalaksanaan pasien. Terdapat gambaran sitomorfologik intermediet yang menyulitkan untuk menentukan lesi jinak atau lesi ganas, sehingga perlu dilakukan pulasan imunositokimia untuk meningkatkan akurasi. HBME-1 telah banyak digunakan pada spesimen jaringan sebagai salah satu penanda karsinoma tiroid dengan nilai sensitivitas dan spesifisitas yang cukup tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai diagnostik pemeriksaan imunositokimia HBME-1 pada spesimen BAJaH tiroid.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik uji diagnostik menggunakan desain potong lintang. Pemilihan sampel dengan cara konsekutif periode tahun 2010-2012 yang didiagnosis berdasarkan klasifikasi Bethesda 2007 mendapatkan 54 kasus sitologik BAJaH. Dilakukan pulasan imunositokimia HBME-1 diikuti dengan penilaian positivitas ekspresi dan dilanjutkan dengan penilaian sensitivitas, spesifisitas menggunakan diagnosis histopatologik sebagai baku emas. Uji statistik menggunakan SPSS 20 dengan uji Fisher’s exact.
Hasil: Terdapat 43 dari 45 (96%) kasus karsinoma tiroid diferensiasi sel folikel menunjukkan HBME-1 positif dan hanya 1 dari 9 kasus jinak menunjukkan hasil positif. Terdapat hubungan yang bermakna antara positivitas HBME-1 dengan Karsinoma tiroid diferensiasi sel folikel (p<0.001). Kesimpulan: Pulasan HBME-1 dapat membantu membedakan lesi jinak dan ganas tiroid diferensiasi sel folikel pada spesimen BAJAH dengan nilai sensitivitas 93% dan spesifisitas 89%. Nilai prediktif positif adalah 98 %, nilai prediktif negatif adalah 73 % dan akurasi diagnosis 93%.

Background: Fine needle aspiration biopsy (FNAB) of thyroid nodules is necessary for preoperative screening. Accurate cytologic diagnosis used as a reference clinician in patient management. There is a picture of the intermediate cytomorphologic which is difficult to determine wethere the lesion is benign or malignant, so it needs immunocytochemistry to improve the accuracy. HBME-1 has been widely used in tissue specimens as a marker of thyroid carcinoma with high sensitivity and specificity. The aim of this study is to determine the diagnostic value of HBME-1 in thyroid FNA specimens.
Methods: A cross-sectional, descriptive analytic observasional study was conducted in 54 cytologic specimens of thyroid nodule by consecutive manner. Sample were collected from 2010-2012 according of Bethesda classification 2007. All samples were subjected to HBME-1 stain. The assessment of sensitivity and specificity used histology diagnostic as the gold standard. Statistical test assessed by Fisher’s excact test using SPSS 20.
Result: Forty three out of 45 (96%) cases of thyroid carcinoma follicular differentiation showed positive HBME-1 and only 1 of 9 cases of benign lessions was positive. There was a significant association between HBME-1 positivity with thyroid carcinoma follicular differentiation (p<0.001). Conclusion: HBME-1 staining could distinguish benign and malignant thyroid follicular cell differentiation lesions in FNAB specimens with sensitivity values of 93% and specificity of 89%. Positive predictive value was 98%, the negative predictive value was 73% and diagnostic accuracy was 93%.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Asman Boedisantoso Ranakusuma
"Pada pagi hari ini bagi kita yang hadir, tiada kata yang lebih indah untuk diucapkan selain puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan karunia dan kesehatan kepada kita semua, sehingga pada pagi hari ini kita dapat berkumpul di ruangan ini untuk mendengarkan pidato pengukuhan saya.
Mengapa saya memilih Ilmu Penyakit Dalam (IPD)?
Sebenarnya mudah dimengerti dan dipahami bahwa seorang dokter muda memilih IPD karena ilmu penyakit dalam adalah ibu dari semua cabang ilmu kedokteran. Ilmu ini melihat manusia sebagai sosok tubuh seutuhnya, dari ujung rambut ke ujung jari kaki; dan kulit luar ke dalam sel yang paling dalam pada tubuh kita. Ilmu ini juga menelusuri titik awal penyakit dengan segala akibat-akbatnya. Pengembangan logika analitik sangat diperlukan, pola pikir holistik, integral antar organ dan sistem dibutuhkan. Agaknya dunia ilmu ini penuh tantangan. Di sini titik mula.hati saya terpikat. Sebagai seorang dokter muda yang penuh khayalan ternyata pola pikir itu bukanlah mudah dan sederhana. Ternyata ilmu penyakit dalam tidak semudah yang dikhayalkan, terlalu banyak untuk dicerna dan terlalu sulit untuk diantisipasi apalagi 'untuk menyembuhkan pasien. Angka kematian di bangsal perawatan rumah sakit tinggi. Pada saat itu kesulitan tetap berputar-putar di.sekitar diri saya. Terkadang tidak tahu harus mulai dari mana, selalu terbayang wajah pasien yang menderita yang hanya dapat saya obati dengan kata-kata.
Wajah pucat pasi
pedih cemas berbaur satu
Langan tangan menggapai
seraya mencari siapakah membantu
Kuberi lengan sebelah
Sepenggal ilmu
Sia, sia
Kau, Aku Berpisah
Sama-sama meniti jalan panjang
Kelam
(Antara Jakarta ,- Magelang, Media- Juli 1984)
Kalimat di atas dapat menggambarkan betapa galau hati seorang dokter muda sewaktu mulai bekerja di bagian IPD. Dalam proses peningkatan keterampilan, saya dapat merasakan pendidikan dengan pola penalaran holistik integral, tidak terkotak kotak, pengembangan logika analitik dan kerjasama yang erat antar sejawat telah dapat meningkatkan keterampilan dan mengikis sedikit demi sedikit kegalauan yang ada."
Jakarta: UI-Press, 1994
PGB Pdf
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Gita Ayu Chitrasmara
"Latar belakang dan tujuan : Nodul tiroid banyak ditemukan pada populasi dewasa. Kebanyakan merupakan lesi jinak yang tidak memerlukan tindakan lanjutan, namun 7-15% dapat ganas. Modalitas paling sensitif untuk evaluasi adalah ultrasonografi (USG), namun untuk memastikan jenis nodul tetap diperlukan diagnosis invasif dengan lini pertama yaitu pemeriksaan sitopatologi dengan fine needle aspiration biopsy (FNAB). Saat ini berkembang elastografi untuk menilai kekakuan jaringan, dengan teori semakin ganas nodul maka semakin padat jaringan dan elastisitas berkurang. Elastografi kualitatif menggunakan skoring dengan kriteria Rago berdasarkan warna nodul yang semakin gelap dengan meningkatnya kepadatan. Diharapkan elastografi dapat menjadi tambahan untuk evaluasi nodul tiroid. Tujuan penelitian untuk mengetahui kesesuaian antara pemeriksaan strain elastografi kualitatif kriteria Rago dengan hasil sitopatologi.
Metode : Uji kesesuaian menggunakan data primer elastografi nodul tiroid berdasarkan sistem skoring Rago dengan hasil sitopatologi berdasarkan klasifikasi Bethesda, dengan desain potong lintang (cross sectional), di RSCM bulan Juli-Agustus 2018. Subjek penelitian adalah 39 nodul yang dikategorikan menjadi benign, intermediate, dan malignant. Analisis statistik menggunakan uji McNemar dan Kappa.
Hasil : Didapatkan kesesuaian antara hasil strain elastografi dengan FNAB dengan hasil McNemar test p=0,214, nilai Kappa R=0,52 dan p=0,000.
Kesimpulan : Terdapat kesesuaian antara elastografi menggunakan sistem skoring kategori Rago dengan sitopatologi dengan tingkat kesesuaian moderate sehingga elastografi dapat menjadi pemeriksaan tambahan untuk evaluasi nodul tiroid.

Introduction : Thyroid nodule is common condition in adult populations, which mostly are benign. Nevertheless, malignancy can be found in 7-15% nodules. The most sensitive modality to evaluate thyroid nodule is ultrasonography (USG), although invasive examination is still necessary to confirm benignity or malignancy with first line is cytopathology with fine needle aspiration biopsy (FNAB). Elastography is developed to asses tissue elasticity, with theory that higher malignancy the cells are denser and elasticity is decreasing. In qualitative elastography there is Rago scoring system criteria based on colors appearing in nodules which darker as nodule grows denser. Elastography may become additional examination to evaluate thyroid nodules. The objective of this research is to acknowledge the concordance between qualitative strain elastography and cytopathology result.
Methods : This research is suitability test using primary data of thyroid nodules elastography and cytopathology results in RSCM between July to August 2018. The design is cross sectional. The subjects are 39 nodules and every nodule is grouped into three categories which is benign, intermediate, and malignant. Statistical analysis is performed using McNemar and Kappa test.
Result : Concordance can be found between scoring system strain elastography with FNAB results with McNemar test p=0,214, Kappa R=0,52 and p=0,000.
Conclusion : There is concordance between scoring system strain elastography using Rago criteria with FNAB results with moderate level of agreement. Thus, elastography can be used as additional examination to evaluate thyroid nodules.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muliyadi
"ABSTRAK
Latar belakang Akurasi triple diagnostic USG guided FNAB untuk menentukan keganasan pada kasus nodul tirodi masih belum diketahui. Hal tersebut penting untuk diketahui sehingga tindakan definitif dan jenis operasi dapat ditentukan tanpa harus dilakukan pemeriksaan potong beku.Metode Penelitian dilakukan pada 131 pasien dengan pembesaran kelenjar tiroid pada periode Januari 2014 ndash; Desember 2014 dengan menggunakan desain potong lintang. Penelitian ini menghitung nilai sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif, nilai prediksi negatif, akurasi triple diagnostic dengan USG guided FNAB dibandingkan dengan histopatologi.Hasil Hasil penelitian ini menunjukan triple diagnostic yang concordant ganas memiliki sensitivitas 81,17 , spesifisitas 96,55 , nilai prediksi positif 98,57 , nilai prediksi negatif 36,36 , dan akurasi 85,08 .Kesimpulan Tingginya nilai prediksi positif yang didapatkan dalam penelitian ini, sehingga triple diagnostic dapat digunakan untuk terapi definitif tanpa dilakukan pemeriksaan potong beku intra operatif.

ABSTRACT
Background The triple diagnostic accuracy with Ultrasound guided FNAB to determine the risk of malignancy in cases of thyroid nodules remains unknown. It is important to know so that definitive measures and types of operations can be determined without the need for a frozen section. Methods The study was conducted using cross sectional design on 131 patients with thyroid nodule in the period of January 2014 December 2014. This study calculated the values of sensitivity, specificity, positive predictive value, negative predictive value, triple diagnostic accuracy with ultrasound guided FNAB compared with histopathological result.Results This study show triple diagnostic with malignant concordant has sensitivity of 81.17 , specificity of 96.55 , positive predictive value of 98.57 , negative predictive value of36.36 , and 85.08 accuracy.Conclusions The high positive predictive values obtained in this study, show that triple diagnostic can be used for definitive therapy without intraoperative frozen section"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prijo Sidipratomo
"PENDAHULUAN
Nodul dingin soliter kelenjar tiroid adalah nodul yang pada pemeriksaan sidik tiroid (scintigrafi) tidak atau kurang menangkap zat radioaktif dibandingkan jaringan tiroid sekitarnya ( 5 ). Apabila pada sidik tiroid dijumpai adanya nodul dingin yang soliter maka harus dilakukan penilaian lebih lanjut karena mempunyai peluang keganasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan nodal-nodul lain yang terjadi pada Kelenjar tiroid (4, 0). Beberapa pemeriksaan dilakukan untuk menelusuri hal seperti biopsi terbuka, biopsi jarum besar, biopsy jarum halus, dan USG ( 4, 10, 20 ).
Beberapa penulis telah melaporkan akurasi biopsi jarum halus dalam membedakan jinak dengan ganas. Waifish, dKK. mendapatkan antara 88% - 95% ( 20 ), Budisantoso R mendapatkan 100%, sedangkan Djoko Mulyanto mendapat lebih dari 70% (14). Pemeriksaan USG relatif merupakan pemeriksaan yang masih baru, tidak invasif dan tanpa persiapan. Makalah ini akan mengemukakan hasil pengamatan pemeriksaan USG pada nodul dingin soliter dihubungkan dengan gambaran histologiknya. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1989
T6709
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raditya Utomo
"Pendahuluan: Ultrasonography adalah modalitas radiologis terpilih untuk mendeteksi dan evaluasi gambaran morfologis nodul tiroid. Thyroid Imaging Reporting and Data System (TIRADS) adalah sistem untuk mengevaluasi resiko keganasan nodul tiroid, yang diajukan pertama oleh Horvath et al. Terdapat berbagai variasi sistem TIRADS diajukan oleh peneliti - peneliti lain. Sampai saat ini belum ditemukan penelitian untuk mengevaluasi penerapan atau nilai diagnostik sistem TIRADS di indonesia.
Metode: Penelitian diagnostik dengan pendekatan potong lintang menggunakan evaluasi retrospektif data USG dan histopatologis untuk mengetahui kesesuaian sistem TIRADS dibandingkan pemeriksaan histopatologis pada nodul tiroid.
Hasil: Terdapat hubungan kesesuaian (p=0.065) antara hasil TIRADS dan hasil histopatologis nodul tiroid. Sistem TIRADS memberikan nilai sensitivitas 96,4%, nilai spesifisitas 83.0%, nilai prediksi positif 85,7%, dan nilai prediksi negatif 95,7%.
Kesimpulan: Sistem TIRADS dapat diterapkan pada evaluasi dan pelaporan hasil USG tiroid dengan memiliki nilai diagnostik yang baik.

Introduction: Ultrasonography is the modality of choice to detect, and to evaluate the morphology of thyroid nodule. Thyroid Imaging Reporting and Data System (TIRADS) is a system to evaluate risk of malignancy of thyroid nodule first proposed by Horvath et al. There are various TIRADS system proposed by other authors. Until the writing of this study there is not yet found a study to evaluate implementation and diagnostic value of TIRADS system in indonesia.
Methods: Diagnostic study with cross sectional approach using retrospective evaluation of ultrasonography data and histopathology data to evaluate conformity relationship between TIRADS and histopathological result of thyroid nodule.
Results: There is comparable result (p=0.065) between TIRADS result and histopathological result of thyroid nodule.
Conclusion: The TIRADS system resulted in 96,4% sensitivity, 83.0% specificity, 85,7% positive predictive value, dan 95,7% negative predictive value.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
I Gusti N. Gunawan W
"ABSTRAK
Pendahuluan
Di Indonesia berdasarkan data dari Badan Registrasi Kanker Indonesia, karsinoma tiroid dengan frekuensi relatif 4,43%, menempati urutan ke 9 dari 10 keganasan yang sering ditemukan. Pada tindakan pembedahan tiroid, umum dilakukan pemeriksaan potong beku intra operatif untuk menentukan keganasan pada lesi tiroid serta menentukan tindakan definitif dan jenis operasi yang akan dikerjakan. Pemeriksaan potong beku itu sendiri memiliki beberapa kelemahan antara lain biaya yang lebih mahal, waktu pembiusan yang lebih lama dengan segala risikonya, serta ketidaksediaan pemeriksaan ini di setiap rumah sakit. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai akurasi pemeriksaan triple diagnostik pada nodul tiroid yang terdiri dari klinis, ultrasonografi, dan aspirasi jarum halus (bajah), yang dibandingkan dengan standar baku emas pemeriksaan histopatologi sehingga nantinya diharapkan triple diagnostik ini saja sudah cukup untuk dapat dipakai dalam merencanakan terapi definitif.
Metoda
Dilakukan pengumpulan data pasien dengan nodul tiroid dari rekam medis dari periode 2010-2011. Dilakukan penghitungan dan penentuan kriteria ganas atau jinak dari masing-masing unsur triple diagnostik, yang terdiri dari data klinis (anamnesis dan pemeriksaan fisik), USG tiroid, dan bajah. Dilakukan analisis uji diagnostik dari triple diagnostik yang dibandingkan dengan pemeriksaan histopatologi pasca operasi sebagai standar baku emas.
Hasil
Terdapat 223 pasien dengan nodul tiroid. Dari jumlah tersebut data rekam medis yang lengkap didapatkan sebanyak 161 kasus. Jenis histopatologi terdiri dari karsinoma papiler (90,3%), folikular (3%), meduler (0,7%), anaplastik (6%). Didapatkan sensitivitas dan spesifisitas dari triple diagnostik pada nodul tiroid sebesar 77 % dan 94 %. Nilai prediksi positif 98%, nilai prediksi negatif 51,6%, dan akurasi sebesar 80,9%. Kombinasi dari pemeriksaan klinis, ultrasonografi dan bajah memberikan probabilitas ganas sebesar 92%.
Kesimpulan
Triple diagnostik belum dapat digunakan sebagai pemeriksaan yang ideal menggantikan pemeriksaan potong beku dalam menangani kasus nodul tiroid, tetapi pada kasus dengan unsur-unsur triple diagnostik yang konkordan ganas memiliki nilai prediksi positif (98%) dan probabilitas ganas (92%) yang tinggi sehingga pada kasus demikian memungkinkan untuk dilakukan tindakan definitif dengan tetap mempertimbangkan sensitifitas dan spesifitas unsur-unsur triple diagnostik pada masing-masing senter

ABSTRACT
Background
In Indonesia, based on data from Indonesian Cancer Registration Council, thyroid carcinoma with relative frequency of 4,43% ranks the ninth from the ten most common cancers in Indonesia. In thyroid surgery, it’s common to perform frozen section examination intraoperatively to determine malignancy and definitive operation. Frozen section has several limitations, for example: higher expense, longer duration of anesthetization, and it’s unavaibility in all hospital. The aim of this research is to evaluate accuracy of triple diagnostic, which is consisted of clinical findings, ultrasonography, dan fine needle aspiration biopsy, compared to golden standard of histopathological result, so that triple diagnostic only is enough to plan definitive treatment in patients with thyroid nodule.
Method
Data were collected from medical records from the period of 2010-2011. Each element of triple diagnostic was classified into either malignant or benign. Diagnostic test study was performed to analyze triple diagnostic which was compared to post operative histopathological result as a golden standard.
Results
There were 223 patients with thyroid nodule, but of all there were only 161 cases with complete medical record were compiled. Histopathological reports consisted of papillary carcinoma (90,3%), follicular (3%), medullary (0,7%), anaplastic (6%). Sensitivity and spesifity of triple diagnostic for thyroid nodule were 77% and 94%. Positive predictive value of 98%, negative predictive value of 51,6%, and accuracy of 80,9%. Combination of clinical findings, ultrasonography, and fine needle aspiration biopsy altogether gave probability of malignant of 92 %.
Conclusion: Triple diagnostic for thyroid nodule can not be used yet as ideal test to replace golden standard of histopatlogical result, but cases which concordant results of each triple diagnostic’s element have high both positive predictive value (98 %) and malignant probability (92 %). In cases as above, it is still possible to perform definitive operation while still considering both sensitivity and spesifity of all triple diagnostic’s elements in each center."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T33095
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hedy Soeparni
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1992
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sumampouw, Marshal
"Latar Belakang: Peningkatan kasus kanker tiroid belakangan ini menimbulkan pertanyaan tentang overdiagnosis. ACR-TIRADS merupakan sistem stratifikasi yang dikembangkan untuk mengurangi overdiagnosis dalam mendeteksi kanker tiroid dengan menggunakan ultrasonografi. AI-TIRADS merupakan modifikasi baru dari ACR-TIRADS yang diklaim memiliki nilai diagnostik yang lebih baik, namun AI-TIRADS belum pernah diuji pada populasi Indonesia. Tujuan: Peneliti ingin mengetahui apakah AI-TIRADS memang benar lebih baik dibandingkan ACR-TIRADS dalam menentukan keganasan suatu nodul tiroid. Metode: Penelitian ini mengevaluasi 124 nodul tiroid yang terdiri atas 62 nodul jinak dan 62 nodul ganas berdasarkan ACR-TIRADS dan AI-TIRADS. Setiap penentuan keganasan didasarkan dari lima kategori yang dipakai oleh TIRADS (komposisi, ekogenisitas, bentuk, tepian dan fokus ekogenik). Hasil temuan kedua sistem stratifikasi risiko ini kemudian dibandingkan nilai diagnostiknya dengan pemeriksaan sitopatologi berdasarkan kriteria Bethesda. Hasil: AI-TIRADS secara umum menunjukkan nilai diagnostik yang lebih baik daripada ACR-TIRADS. Tingkat kesesuaian AI-TIRADS terhadap pemeriksaan sitopatologi lebih baik dibandingkan ACR-TIRADS (0,387 dan 0,242). Spesifisitas AI-TIRADS lebih baik (58,06% vs 41,94%; p< 0,00) dibandingkan ACR-TIRADS, namun sensitivitas AI-TIRADS sedikit lebih rendah dibandingkan ACR-TIRADS (80,65% vs 82,26%; p<0,00). AI-TIRADS juga memiliki nilai duga positif dan nilai duga negatif yang lebih baik dibandingkan ACR-TIRADS (AI-TIRADS: 65,79% dan 75% vs ACR-TIRADS: 58,62% dan 70,27%). Kesimpulan: AI-TIRADS memiliki nilai diagnostik yang lebih baik dan dapat mengurangi jumlah positif palsu, namun AI-TIRADS masih memiliki kesulitan dalam mendeteksi keganasan pada nodul tiroid yang padat kistik. Diperlukan pengembangan lebih lanjut dari AI-TIRADS untuk meningkatkan kemampuan diagnostik dalam menentukan keganasan nodul tiroid, khususnya pada nodul padat kistik.

Background: The recent increase in thyroid cancer cases has raised questions about overdiagnosis. ACR-TIRADS is a risk stratification system developed to reduce overdiagnosis in thyroid cancer detection using ultrasound. AI-TIRADS is a recent modification of ACR-TIRADS claimed to have better diagnostic value, but it has not been tested in the Indonesian population. Objective: The author aimed to determine whether AI-TIRADS is indeed superior to ACR-TIRADS in assessing the malignancy of thyroid nodules. Methods: This study evaluated 124 thyroid nodules, consisting of 62 benign and 62 malignant nodules, based on ACR-TIRADS and AI- TIRADS. Malignancy determinations were based on five categories used by TIRADS (composition, echogenicity, shape, margins, and echogenic foci). The findings of both risk stratification systems were then compared with their diagnostic values in cytopathological examinations based on Bethesda criteria. Results: AI- TIRADS, in general, demonstrated superior diagnostic value compared to ACR- TIRADS. The concordance rate of AI-TIRADS with cytopathological examinations was better than that of ACR-TIRADS (0.387 and 0.242). AI-TIRADS exhibited better specificity (58.06% vs. 41.94%; p < 0.00) compared to ACR-TIRADS, although AI-TIRADS had slightly lower sensitivity (80.65% vs. 82.26%; p < 0.00) compared to ACR-TIRADS. AI-TIRADS also had better positive predictive values and negative predictive values (AI-TIRADS: 65.79% and 75% vs. ACR-TIRADS: 58.62% and 70.27%). Conclusion: AI-TIRADS has better diagnostic value and managed to reduces the number of false positives. However, AI-TIRADS still faces challenges in detecting malignancy in solid cystic thyroid nodules. Further development of AI-TIRADS is needed to enhance its diagnostic capabilities in determining the malignancy of thyroid nodules, especially in solid cystic nodules."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>