Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 165552 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Pardamean, Charlie
"Profesi seorang dokter merupakan profesi yang mulia, karena diharapkan dapat menyembuhkan pasien dari segala jenis penyakit, dengan anggapan bahwa tugas dokter dapat memperpanjang umur pasien atau setidaknya mengurangi penderitaan atas penyakit yang diderita. Oleh karena itu profesi dokter memiliki tanggung jawab yang berat dalam setiap praktik yang dilakukan. Pertanggungjawaban dokter mencakup pertanggungjawaban dalam rangka memberikan perlindungan hukum atas hak-hak pasien terhadap dokter apabila melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melakukan tindakan medik. Menurut Pasal 359, 360, 361 KUHP, dokter dianggap bersalah apabila dalam melakukan tindakan medik, dokter mengakibatkan pasien luka-luka atau meninggal. Berbeda dengan KUETP, menurut UU No:23 tahun 1992 tentang Kesehatan mempunyai pasal-pasal yang mengatur dengan tindakan disiplin dan ganti rugi bagi tenaga kesehatan, khususnya dalam hal ini dokter yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melakukan tindakan medik. Namun UU No:23 tahun 1992 tentang kesehatan pada pasal-pasal ketentuan pidana tidak mengatur sanksi dan hukuman tentang kasus malapraktik. Dalam perkembangannya, muncullah UU No:29 tahun 2004 sebagai pelaksana UU No:23 tahun 1992. Melalui UU No: 29 tahun 2004 yang sangat diharapkan sebagai jawaban atas hak pasien dalam mendapatkan perlindungan hukum terhadap tindakan medik yang dilakukan oleh dokter, khususnya dalam kasus malapraktik. Tetapi harapan dirasakan belum dapat terwujudkan, karena UU No: 29 tahun 2004 pada pasal-pasal pidananya juga tidak mencantumkan pasal-pasal tentang hukuman/sanksi pidana terhadap dokter yang terbukti melakukan malapraktik."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Subur Widodo
"Penelitian ini membahas tenang analisis proses rekonstruksi pembentukan standar nasional pendidikan kedokteran menurut sesuai Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran dengan menggunakan pendekatan post positivism. Ditemukan adanya ketidak-sinkronan antara kedua Undang-Undang tersebut, sehingga mengakibatkan terjadinya sengketa kewenangan (dispute of power) secara vertikal dan horizontal yang melibatkan dua lembaga pemerintah dan masyarakat kedokteran. Ditemukan juga adanya konflik norma yang diatur dan substansi dalam standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi. Sinkronisasi, harmonisasi dan sinergitas terhadap subyek yang mengatur yaitu antara pemerintah dan masyarakat kedokteran serta terhadap obyek yang diatur yaitu standar pendidikan kedokteran, menjadi solusi bagi proses rekonstruksi pembentukan standar pendidikan yang disahkan Konsil Kedokteran Indonesia menjadi Standar Nasional Pendidikan Kedokteran yang selanjutnya akan ditetapkan oleh Menteri Pendidikan. Peran aktor pemerintah dan masyarakat kedokteran menjadi kunci dalam melakukan sinkronisasi, harmonisasi, dan sinergitas SNPK. Kedua Undang-Undang tersebut dapat menjadi kebijakan yang saling melengkapi jika jika tidak ada ego sektoral masingmasing institusi dalam membentuk kebijakan SNPK.

This research is about public policy to analysis process of reconstruction medical and dental national education standard between The Indonesian Law Number 29 year 2004 Regarding Medical Practices and The Indonesian Law Number 20 year 2013 Regarding Medical Education with post positivism approach. This research found that unsynchronized between both formal policies that caused dispute of power vertically and horizontally between governments and medical communities. This research also found conflict about norms and substances of medical and dental education standards. Synchronization, and harmonization, and synergize to subject between governments and medical communities, also to object those medical and dental education standards become the best solutions to do reconstruction the standards. These standards of medical and dental professions education that approved by the Indonesia Medical Council should be a part of the National Medical Education Standard that will be approved by Ministry of National Education. The actors of governments and medical communities as the key to synchronize, and harmonize, and synergize of the National Medical Education Standard. Both of national formal policies will be complemented each others if there's no more the sectoral egoism each institution to formulate the National Medical Education Standard.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T41805
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tuti Sri Widayanti
"Era Informasi dewasa ini ditandai oleh peningkatan kebutuhan informasi di segala aspek kehidupan, termasuk di bidang kesehatan. Mutu rekam medis digunakan sebagai indikator dalam melihat kualitas pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan yang baik secara umum berarti memiliki rekam medis yang baik pula. Pengelolaan rekam medis harus disesuaikan dengan ketentuan pokok baik yang dikeluarkan oleh ANRI maupun Depkes RI.
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Persahabatan dan Rumah Sakit Umum Fakultas Kesehatan Universitas Kristen Indonesia, dengan tujuan untuk mengetahui gambaran pengelolaan rekam medisnya, mengidentifikasi perbedaan pengelolaan rekam medis di kedua rumah sakit, mengetahui kendala yang dihadapi dalam pengelolaan rekam medis pada kedua rumah sakit tersebut. Pengelolaan rekam medis yang dilihat dalam penelitian ini adalah disain formulir, pemberkasan & penggunaan, serta penyusutan.
Data yang diperlukan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan teknik wawancara terhadap Kepala Unit Kerja Rekam Medic dan pengamatan langsung ke Unit Kerja Rekam Medis. Untuk mempermudah pengumpulan data digunakan kisi-kisi wawancara, yang diuji validitasnya dengan pengujian validasi isi, yaitu membandingkan antara isi instrumen dengan isi materi ajaran yang telah dipelajari. Analisis data dengan teknik deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa :
(1). Pengelolaan rekam medis di Rumah Sakit Persahabatan lebih baik daripada di Rumah Sakit Umum Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia, terlihat dalam : a) Pemberkasan & penggunaan : Memiliki fasilitas ruang simpan yang lebih baik, Ada prosedur peminjaman, Ada ketentuan pokok dalam penyimpanan. b) Penyusutan rekam medisnya : Telah dilakukan pemisahan antara rekam medis aktif dan inaktif, Memiliki Jadwal Retensi Rekam Medis, Ada prosedur pemusnahan. (2). Faktor yang mempengaruhi pengelolaan rekam medis yang lebih baik tersebut di atas : a) Sumber Daya Manusia : Latar belakang pendidikan direktur yang lebih baik, pemahaman tentang pentingnya rekam medis lebih baik pula; Persentase staf rekam medis yang berpendidikan memadai lebih besar, kinerja staf rekam medis juga lebih baik; Adanya program pengembangan dan pendidikan staf rekam medis, dapat meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan staf rekam medis. b) Kesadaran terhadap pedoman yang berlaku dalam pengelolaan rekam medis lebih baik, yang ditunjukkan dengan melanjutkan pembuatan juklak dan protap yang disesuaikan dengan kondisi rumah sakit. c) Adanya evaluasi dan pengendalian mutu, ada usaha perbaikan dalam pengelolaan rekam medis, (3). Kendala yang dihadapi dalam pengelolaan rekam medis di Rumah Sakit Persahabatan adalah masih seringnya ditemukan ketidaklengkapan rekam medis oleh dokter yang menangani, di Rumah Sakit Umum Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia adalah : Kurangnya pemahaman terhadap rekam medis dari pihak pimpinan rumah sakit, dokter, dan staf medis lainnya; kurangnya staf medis dari segi mutu dan jumlah; Tidak sesuainya letak unit rekam medis dengan sistem penyimpanan yang sentralisasi.

Today information era is characterized by increase of demand for information concerning all life aspects, including health. Quality of medical record is used as indicators for health service quality. In general, good health service means that medical record used are also good. Medical record management should be based on regulations issued by National Archive Republic Indonesia and Department of Health Republic Indonesia.
This research was conducted at Persahabatan Hospital and Medical Faculty Universitas Kristen Indonesia General Hospital, in order to understand medical record management at these two hospitals, to identify differences on medical records management in these two hospitals, to understand problems faced by the hospitals in applying their medical record management. Medical record management used in this research including form design, medical record filling and usage, and medical record disposal.
Data needed for this research were collected through interview with Director of Medical Record Unit and direct observation to Medical Record Unit. To support data collection, interview guidelines are used, which have been validated through content validation test, by comparing the instrument contents with materials learned at university. Data analysis uses descriptive technique.
Research result reveals that: (1). Medical record management at Persahabatan Hospital is better than in Medical Faculty Universitas Kristen Indonesia General Hospital, as indicated by: a) Its filling wig usage: Availability of better filling rooms, availability of medical record borrowing procedure, Availability of basic regulations on medical record storage. b) Medical record disposal: Active and inactive medical records are separated, Medical Record Retention Schedule is availability, Medical record disposal procedure has been established. (2). Factors affecting such better medical record management are: a) Human Resources factor: Better educational background of director, better understanding on importance of medical record; Percentage of medical record staff with higher education is bigger, better work performance of the medical record department staff Availability of development and education program for medical record department staff may increase their knowledge and skills. b) Awareness on applied regulations concerning medical record management is better, as shown by development of technical guidelines and standard operating procedures based on the hospital current conditions. c) Availability of evaluation and quality control programs, efforts to improve medical record management. (3). Problems faced in medical record management at Persahabatan Hospital is incomplete medical record often found by relevant practitioners. While problems faced in Medical Faculty Universitas Kristen Indonesia General Hospital are: Lack of understanding on medical record among the hospital executive, practitioners, and other medical staff members; Insufficient of medical staff both in term of quality and quantity; Inappropriate location of medical record unit with centralized storage system.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
T11676
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mahardiyanto
"ABSTRAK
Pada tanggal 21 April 1999, Departemen Kesehatan mengeluarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik Nomor HK.00.063.5.1866 Tentang Pedoman Persetujuan Tindakan Medik (Informed Consent). Surat Keputusan ini memberikan standar contoh untuk formulir surat izin atau surat persetujuan tindakan medis pada informed consent. Namun pada prakteknya terdapat rumah sakit yang memiliki variasi sendiri terhadap formulir surat izin atau surat persetujuan tindakan medis pada informed consent tersebut. Skripsi ini membahas informed consent dari aspek hukum perdata. Fokus dari penelitian ini nantinya akan diarahkan kepada kekuatan hukum dan substansi materiil dari informed consent dengan menganalisa formulir surat izin atau surat persetujuan di sebuah rumah sakit.

ABSTRACT
In 21 April 2009, Department of Health of Republic of Indonesia issued the Decision Letter of Directorate General of Medical Services Number: HK.00.063.5.1866 concerning the Guideline on Medical Action Acceptance (Informed Consent). This decision letter gives the example for the form of permit letter or acceptance letter of medical action upon informed consent. However, in practice there is a hospital which has their own varied for the form of permit letter or acceptance letter of medical action upon such informed consent. This mini thesis discusses inform consent from the aspect of private law. The focus of this mini thesis will be directed to the legal binding and the material substance of informed consent by analyzing the form of permit letter or acceptance letter in said Hospital."
Depok: [Fakultas Hukum Universitas Indonesia, ], 2010
S21496
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Otty Mitha Sevianti
"Salah satu fungsi yang paling utama dari sebuah rumah sakit adalah untuk menyediakan perawatan berkualitas tinggi terhadap semua orang termasuk pasien. Badan pemerintahan di rumah sakit, dalam hal ini pimpinan rumah sakit bertanggungjawab secara hukum maupun moral atas kualitas pelayanan yang diberikan kepada pasien ataupun mereka yang datang ke fasilitas pelayanan tersebut. Tanggungjawab ini kemudian didelegasikan kepada tenaga medis, keperawatan dan staf medis professional lainnya.
Staf di dalam fasilitas pelayanan kesehatan rumah sakit berpegang pada praktisi informasi kesehatan untuk menganalisis dokumentasi rekam medis dan yang memperingatkan mereka akan adanya kekurangan atau inkonsistensi sehingga menyebabkan rekam medis menjada tidak lengkap atau tidak akurat. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan berhak memutuskan jenis analisis yang akan dilakukan dan mengacu pada cara dokumentasi mereka dan kebijakan dari staf medis. Salah satu dari jenis analisis tersebut adalah analisis kuantitatif.
Analisis kuantitatif dilakukan oleh praktisi informasi kesehatan dengan mengidentifikasi lembaran rekam medis yang tidak lengkap. Komponen dasar dari analisis kuantitatif meliputi telaahan rekam medis untuk: identifikasi penderita yang benar di setiap lembarnya, keberadaan seluruh laporan yang diperlukan, bukti keabsahan di semua lembaran dan praktek pencatatan yang baik.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi angka ketidaklengkapan rekam medis rawat inap .dan untuk mengidentifikasi faktor - faktor penyebab terjadinya ketidaklengkapan rekam medis rawat inap Rumah sakit Duren Sawit.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan cross sectional dan menggunakan checklist dan wawancara mendalam.
Hasil penelitian menunjukkan 62,50% nama penderita tidak tercantum, 72,22% nomor rekam medis tidak ada, 79,17% laporan - laporan yang diperlukan tidak ada dalam berkas rekam medis, 65,25% laporan keperawatan hilang, 84,72% tanpa nama pengisi rekam medis, 79,17% tidak mencantumkan waktu pemberian pelayanan medis dan 100% praktek pengkoreksian yang tidak sesuai acuan. Jumlah petugas rekam medis yang bertugas untuk mengevaluasi setiap berkas rekam medis yang rnasuk sangat kurang. Petugas tidak mempunyai SOP yang inendasari pekerjaannya sehingga tugas analisis tidak dapat dilakukan setiap hari. Evaluasi pelaksanaan rekam medis tidak mempunyai jadwal tertentu. Petugas rekam medis mempunyai kesulitan dalam menjalin komunikasi dengan tenaga medis dan pararnedis, terutama yang berkaitan dengan hasil evaluasi kelengkapan berkas rekam medis. Kelalaian dokter dan perawat dalam menyalin identitas penderita, kehadiran laporan yang perlu, bukti keabsahan dan praktek pencatatan yang baik. Kebijakan yang dikeluarkan panitia rekam medis tentang sanksi kedisiplinan belum ada serta evaluasi kerja panitia dan tindak lanjut hasil telaahan belum dapat berjalan dengan lancar. Pimpinan rumah sakit perlu membenahi kebijakan khususnya untuk panitia rekam medis dan SOP bagi staf, serta penyediaan tenaga rekam medis yang memadai.
Saran yaitu peningkatan kemampuan dan ketrampilan petugas rekam medis dengan adanya pelatihan, pembuatan formulir pemberitahuan untuk tenaga pengisi rekam medis yang lalai untuk melengkapinya, memeriksa rekam medis sebelum dikembalikan ke subsie rekam medis, mengadakan seminar sehari untuk staf medis dan perawat untuk mensosialisasikan instruksi pengisian rekam medis yang benar, pertemuan rutin untuk mengevaluasi hasil telaahan analisis kuantitatif, membuat kebijakan tentang sanksi kedisiplinan serta membuat SOP untuk semua personil yang terkait. Hal terpenting adalah adanya manajemen resiko untuk meminimalkan resiko yang ditimbulkan oleh rekam medis yang tidak lengkap.
Daftar Pustaka: 25 (1986 -- 2004).

Analyzing the Completeness of Inpatient Medical Record in Duren Sawit Hospital 2004 JakartaThe primary function of a hospital is to provide high quality patient care to all persons, including inpatients. The governing body of the hospital is both legally and morally responsible for the quality of care rendered to all patients within or attending a facility. This responsibility is in turn delegated to medical, nursing and other health professional staff.
A health care facility's staff relies on health information practitioners to analyze medical record documentation and notify them of omissions or inconsistencies which make the medical record incomplete or inaccurate. Each health care facility decides on the type of analyses to be done according to their documentation and medical staff policies. One of the analyses type is quantitative analysis.
Quantitative analysis is performed by health information practitioners to identify areas of the medical record that are incomplete. The basic components of quantitative analysis include a review of the medical record for: correct patient identification on every form, presence of all necessary reports, required authentication on all entries, and good recording practice.
The objective of this research is to identify the incompleteness of inpatient medical records and to identify factors that caused incompleteness of inpatient medical records in Duren Sawit Hospital.
This is a qualitative research with a cross sectional approach using checklist and in depth interviews.
Results are 62,50% blank patient's names, 72,22% blank medical record numbers, 79,17% incomplete reports, 65,28% missing nursing reports, 8432% without provider's name on it, 79,17% didn't write time of care given by the provider and 100% bad recording practice. Numbers of health information practitioners are below the standard, practitioners do not have SOP for their work guidance, there is no monthly schedule to evaluate medical record. Practitioners have difficulties to communicate with doctors and nurses. Doctors and nurses do not write correct patient identification. Presence of all necessary reports, required authentication on all entries, and good recording practice. There is no disciplinary action to be taken for those who have incomplete medical records. Hospital director must set SOP for all the hospital staff.
Suggestions: more in-house training for the medical record practitioners, query for the medical staff and nurses to warn them about incomplete medical record, check status before return the medical record, to hold an internal one day seminar for medical staff and nurses, routine meeting to evaluate the findings from quantitative analysis, SOP for the medical record practitioners. The most important thing is to have a risk based management to minimized the risk occurred by the incomplete medical records.
Bibliography: 25 (1986 -- 2004)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T13141
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Aghniya Sabila
"Skripsi ini membahas mengenai hubungan hukum antara Fakultas Kedokteran, Rumah Sakit Pendidikan, dan Dokter Residen beserta tanggung jawab perdata yang diberikan Fakultas Kedokteran dan Rumah Sakit Pendidikan atas pelayanan medis yang diberikan oleh Dokter Residen selama proses pendidikan dokter spesialis. Penulis mengajukan pokok permasalahan yaitu: 1. Bagaimanakah hubungan hukum antara Rumah Sakit Pendidikan, Fakultas Kedokteran, dan Dokter Residen? dan 2. Bagaimanakah bentuk tanggung jawab perdata dari Rumah Sakit Pendidikan dan Fakultas Kedokteran atas pelayanan medis yang diberikan oleh Residen kepada pasien? Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, maka diperlukan adanya pengaturan mengenai pemberian tanggung jawab hukum dari Fakultas Kedokteran ataupun Rumah Sakit Pendidikan terhadap Dokter Residen karena pelayanan medis Dokter Residen dapat menimbulkan kerugian terhadap pasien.

The focus of this study is about the legal relationship between Faculty of Medicine, Teaching Hospital, and Residents along with the civil liability given from Faculty of Medicine and Teaching Hospital on Residents? medical care to patients during the process of specialist profession education. The writer tried to describe the main issues, which are: 1. How is the legal relationship between Faculty of Medicine, Teaching Hospital, and Residents? And 2. How is the civil liability given from Faculty of Medicine and Teaching Hospital on Residents? medical care to patients? Based on the research conducted, the civil liability given from Faculty of Medicine and Teaching Hospital to Residents it is needed to be ruled because Residents? medical care clould provoke a loss to patients.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S62552
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Beatrice Yuristinovi
"Keberadaan dokter sebagai profesi yang dalam tugasnya berhubungan dengan usaha pemeliharaan kesehatan dapat ditemukan pada setiap bentuk sarana-sarana kesehatan yang tersebar luas di seluruh wilayah Indonesia. Salah satu bentuk sarana kesehatan yang mudah dijumpai keberadaannya dalam masyarakat yaitu klinik praktik bersarna dokter umum. Pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh klinik praktik bersama dokter umum adalah bersifat sederhana atau kecil karena memang tidak diperkenankan untuk melakukan tindakan medik besar (seperti: operasi) dan pelayanan rawat inap. Walaupun hanya melakukan tindakan-tindakan medik yang bersifat sederhana atau kecil, namun pelayanannya tidak hanya ditangani oleh seorang dokter tapi oleh beberapa orang dokter yang dipekerjakan oleh pemilik klinik. Banyaknya dokter yang melakukan praktik kedokteran pada klinik praktik bersama dokter umum tidak hanya terdiri dari dokter senior tapi juga dapat di temukan adanya dokter-dokter yunior yang baru lulus dari fakultas kedokteran. Seperti sarana kesehatan lain, klinik praktik bersama dokter umum pun tak lepas dari masalah-masalah pelanggaran hukum yang dapat ditemukan dalam penyelenggaraannya. Terhadap pelanggaran-pelanggaran hukum yang terjadi dalam klinik, khususnya yang dilakukan oleh para dokter, maka harus jelas diatur mengenai siapa pihak yang dapat dimintai pertanggungjawabannya. Hal pertanggungjawaban harus jelas agar posisi pasien yang datang berobat dapat terlindungi, khususnya terhadap kerugian yang mungkin dideritanya ketika memakai jasa pelayanan kesehatan pada klinik praktik bersama dokter umum. Berkaitan dengan masalah pertanggungjawaban, maka dalam klinik praktik bersama dokter umum dapat ditemukan adanya dokter penanggung jawab yang dapat dimintai pertanggungjawabannya, selain tanggung jawab secara pribadi yang juga harus dimiliki oleh setiap dokter dalam menjalankan praktiknya pada klinik."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S21150
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>