Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 84099 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wisnu Wardana
"ABSTRAK
Penelitian ini dimotivasi oleh mesin multileaf collimator (MLC) yang berfungsi untuk mendistribusikan dosis-dosis radiasi yang dihimpun dalam matriks dosis pada pengembangan metode pengobatan kanker dengan radioterapi, yaitu Intensity Modulated Radiation Therapy (IMRT). MLC tidak bisa mengirimkan semua bentuk matriks dosis, sehingga perlu dilakukan suatu dekomposisi matriks agar MLC bisa mengirimkan dosis radiasi. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mencari cara mendekompsisikan matriks dosis yang dapat dikirim oleh MLC serta mengoptimalkan pendistribusian dosis radiasi. Algoritma Greedy dianggap sebagai algoritma yang paling optimal untuk mendekomposisikan matriks dosis menjadi matriks yang dapat didistribusikan oleh MLC. Akan tetapi ada kasus dimana Algoritma Greedy memberikan hasil yang kurang optimal, sehingga penulis mencoba untuk memodifikasi Algoritma Greedy yang menghasilkan dekomposisi yang lebih optimal.

ABSTRACT
This research was motivated by the multileaf collimator (MLC) machine, which serves to distribute the doses of radiation that is collected in the matrix dosage in the development of treating cancer methods with radiotherapy that is Intensity Modulated Radiation Therapy (IMRT). MLC cannot send all form of matrix dosage, so we need some matrix decomposition that MLC can transmit the radiation dose. Therefore, this study aimed to find the ways how to decompose matrix dosage that can be delivered by the MLC and optimize the distribution of radiation dose. Greedy algorithms are considered as the most optimal algorithm for decomposing the matrix into matrix dosage that can be distributed by the MLC. There are some cases where the Greedy algorithms provide the less optimal results. Thus in this research the algorithm is modified to obtain the more optimal result."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Aini
"Konsep penyinaran radiasi pada kasus kanker paru-paru menggunakan teknik perencanaan IMRT umumnya dikendalikan otomatis oleh komputer. Suatu perencanaan IMRT masih melibatkan langkah-langkah non intuitif, iteratif menyesuaikan keputusan subjektif perencana berdasarkan pendekatan trial and error. Guna mempermudah seorang perencana radioterapi melakukan optimasi suatu perencaan IMRT pada kasus kanker paru-paru, digunakan metode neural network untuk memprediksi distribusi dosis berdasarkan data perencanaan sebelumnya. Tujuan dari penggunaan metode neural network ini yakni untuk memprediksi distribusi dosis pada volume PTV dengan validasi pada perencanaan sebelumnya, juga memprediksi distribusi dosis untuk dosis yang mencover 95% volume target. Sehingga hal ini dapat mempermudah seorang perencana mengambil keputusan secara objektif. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa kualitas perencanaan yang dihasilkan berdasarkan pemodelan neural network memiliki tingkat homogenitas (HI) yaitu 0,09 ± 0,02 dan tingkat konformitas (CI) yaitu 1,2 ± 0,27. Dengan mempertimbangkan rata-rata distribusi dosis rata-rata yang diterima OAR seperti paru-paru kanan sebesar 0,20 ± 0,15, paru-paru kiri 0,18 ± 0,15, Jantung 0,16 ± 0,09 dan Spinal Cord 0,17 ± 0,09

The concept of irradiation in lung cancer cases using IMRT planning techniques is generally controlled automatically by a computer. An IMRT plan still involves non-intuitive steps, iteratively adjusting the planner's subjective decisions based on a trial-and-error approach. The neural network method was used to predict the dose distribution based on the prior planning data to make it simpler for a radiotherapy planner to decide on an IMRT plan in cases of lung cancer. The goal of applying this neural network method is to predict the dose distribution for doses that cover 95% of the target volume as well as the dose distribution in the PTV volume with validation in the prior plan. As a result, a planner may find it simpler to make decisions that are objective. The results obtained indicate that the quality of planning produced based on neural network modelling has a homogeneity index (HI) of 0,09 ± 0,02, and the conformity index (CI) of 1,2 ± 0,27. Since the average dose received by OAR is taken into consideration, the right lung receives 0,2 ± 0,15, the left receives 0,18 ± 0,15, the heart receives 00,16 ± 0,09, and the spinal cord receives 0,17 ± 0,09."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisa’u Farhatin
"Distribusi dosis yang optimal dalam treatment planning system (TPS) sangat penting sebelum diterapkan pada pasien radioterapi. Namun, TPS masih menggunakan metode optimisasi yang memakan waktu dan bergantung pada pengguna. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi model estimasi dosis otomatis, support vector regression (SVR), dan membandingkannya dengan dosis pasien kanker paru hasil perencanaan klinik. Enam puluh pasien yang terapi dengan teknik intensity modulated radiation therapy (IMRT) digunakan dalam penelitian ini. Distribusi dosis target dievaluasi berdasarkan nilai conformity index (CI), homogenitas dosis dievaluasi dengan homogeneity index (HI), sedangkan dosis rata-rata dan dosis maximum digunakan untuk mengevaluasi organ at risk (paru kanan, paru kiri, jantung, dan spinal cord). Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan uji Wilcoxon. Nilai p < 0,05 menunjukkan adanya perbedaan signifikan antara kedua dataset. Rata-rata CI model SVR dan klinik masing-masing adalah dan Rata-rata HI untuk SVR dan klinik adalah dan . Uji Wilcoxon menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan secara statistik antara kedua hasil. Dosis maximum paru kanan menunjukkan perbedaan signifikan secara statistik (p=0,032), sedangkan dosis rata-rata dan dosis maximum OAR lain tidak menunjukkan perbedaan signifikan secara statistik. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua strategi tersebut, kecuali pada dosis maximum paru kanan. Model tersebut dapat diimplementasikan secara klinik untuk menghasilkan distribusi dosis yang dapat digunakan sebagai acuan untuk memastikan rencana idealis yang digunakan

Optimal dose distribution in the treatment planning system (TPS) is crucial before being applied to radiotherapy patients. However, TPS still uses optimization methods that are time-consuming and user-dependent. This study aimed to evaluate the automatic dose estimation model, support vector regression (SVR), and compare it with the clinically planned dose of lung cancer patients. Sixty patients treated with intensity-modulated radiation therapy (IMRT) were used as the objects in this study. The target dose distribution was evaluated based on the conformity index (CI), and dose homogeneity was evaluated with the homogeneity index (HI), while the mean and maximum doses were used to evaluate organs at risk (right lung, left lung, heart, and spinal cord). Statistical analysis was performed using the Wilcoxon test. A p-value of <0,05 indicates a significant difference between the two datasets. The mean CI of the SVR and clinical are and The mean HI for SVR and clinical was adalah and 0,083±0,030. the Wilcoxon test showed no statistically significant difference between the two results. The maximum right lung dose showed a statistically significant difference (p=0,032), while the mean dose and maximum dose of other OARs did not show a statistically significant difference. The results of the study showed no significant difference between the two strategies, except for the maximum right lung dose. The model can be implemented clinically to produce a dose distribution that can be used as a reference to ensure the idealistic plan."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eagret Aung Suci
"Penelitian ini bertujuan untuk melakukan evaluasi dosis titik pada kasus kanker payudara untuk teknik Enhanced Dynamic Wedge (EDW), Forward IMRT, dan Inverse IMRT. Evaluasi ini dilakukan dengan mempertimbangkan pergerakan seperti pergerakan pernafasan manusia. Penelitian ini menggunakan fantom Rando jenis fantom female pada saat TPS untuk mendapatkan nilai CT yang mendekati densitas jaringan tubuh manusia. Selain itu, penelitian ini menggunakan Slab fantom RW3berukuran 30 cm  30 cm  10 cm. Fantom ini akan digunakan utuk pengukuran yang dilakukan pada Linear Accelerator (Linac) dengan mensimulasikan couch dalam keadaan diam dan pergerakan secara translasi pada bidang Anterior Posterior (AP) untuk menirukan pergerakan akibat pernafasan manusia. Pengukuran yang diperoleh berupa dosis titik menggunakan dosimeter thermoluminescence TLD LiF-100. Dari penelitian ini didapatkan pada daerah target, yaitu breast atas dan breast bawah serta daerah Organ at Risk (OAR), persentase dosis terbesar dimiliki oleh teknik EDW pada keadaan dinamik dan persentase dosis terkecil dimiliki oleh teknik Inverse IMRT. Pergerakan anterior posterior memberikan konstribusi terhadap peningkatan persentase dosis pengukuran TLD dengan TPS untuk teknik EDW, Forward IMRT, dan Inverse IMRT berkisar antara 2% sampai 50%.

This research aimed to evaluate point doses in breast cancer cases for the Enhanced Dynamic Wedge (EDW), Forward IMRT, and Inverse IMRT techniques. The evaluation was conducted considering motion, such as human respiratory motion. The study utilized a female Rando phantom during the Treatment Planning System (TPS) to obtain CT values approximating human tissue density. Furthermore, a 30 cm  30 cm  10 cm  Slab phantom RW3 was used in the research. The phantom was employed for measurements performed on the Linear Accelerator (Linac), simulating a stationary couch and translational motion in the Anterior-Posterior (AP) plane to mimic respiratory-induced motion. Point dose measurements were taken using the LiF-100 thermoluminescence dosimeter (TLD).  From this study, it was found that in the target areas, namely the upper and lower breast regions, as well as the Organ at Risk (OAR) areas, the EDW technique exhibited the highest percentage of dose in dynamic conditions, while the Inverse IMRT technique had the lowest percentage of dose. The anterior-posterior motion contributed to an increase in the percentage of dose measurement differences between TLD and TPS for the EDW, Forward IMRT, and Inverse IMRT techniques, ranging from 2% to 50%."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Indah Lestari
"ABSTRAK
Film gafchromic EBT3 merupakan salah satu dosimeter yang paling umum digunakan dalam proses verifikasi dosis pada radioterapi. Hal itu disebabkan oleh karakteristik yang dimiliki oleh gafchromic yaitu memiliki resolusi spasial yang tinggi, ekuivalen dengan jaringan tubuh manusia dan sensitif terhadap dosis. Artefak bergabung dengan kedua orientasi film sehingga menimbulkan fenomena hamburan. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menganalisis efek dari cahaya terpolarisasi pada respon flatbed scanner yang disebabkan oleh film Gafrchromic EBT3, mengetahui pengaruh dari penambahan polarizer terhadap dosimetri radiasi dan implementasinya pada kasus radioterapi. Penelitian ini menggunakan film gafchromic EBT3 dan scanner Epson V700 dan penggunaan polarizer untuk analisis efek parabola. Film diiradiasi dengan 6 MV foton dari akselerator Varian dengan slab phantom. Kemudian dilakukan scanning dengan penambahan polarizer untuk beberapa konfigurasi. Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini adalah image J dan matlab.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa polarizer memberikan pengaruh terhadap nilai dmax, dengan nilai tertinggi pada konfigurasi polarizer down dan error sebesar + 14%, sedangkan error terkecil pada konfigurasi Polarizer down sebesar + 1,2%. Selain itu penentuan posisi referensi untuk orientasi sudut menghasilkan nilai maksimum pada sudut 90o. Respon lateral yang diperoleh pada penelitian ini menunjukkan bahwa konfigurasi hanya EBT3 memiliki bentuk parabola negatif dan semakin bertambah dengan kenaikan dosis yang diberikan sampai dengan 8 Gy. Perhitungan gamma index 3% / 3 mm memberikan hasil konfigurasi P0U memiliki nilai yang paling besar dibandingkan dengan konfigurasi yang lainnya yaitu sebesar 86,52%.

ABSTRACT
EBT3 gafchromic film is one of the most common dosimeters used in the dose verification process in radiotherapy. This is due to the characteristics possessed by the gafchromic that has a high spatial resolution, equivalent to human body tissue and sensitive to the dose. When scanning films using scanners, light scattering achieves linear CCD cameras causing a non-uniform response. Artifacts join the second film orientation resulting in a scattering phenomenon. The study used EBT3 gafchromic film and Epson V700 scanner and polarizer use for parabolic effect analysis. The film is irradiated with 6 MV photons of the Varian accelerator with a phantom slab. Then scanning with the addition of polarizer for some configuration. The software used in this research is image J and matlab.
The results of this study indicate that the polarizer has an effect on the dmax value, with the highest value in the polarizer down and error configuration of + 14%, while the smallest error in the Polarizer down configuration is + 1.2%. In addition the positioning of the reference for angle orientation gives the maximum value at an angle of 90°. The lateral response obtained in this study indicates that the only configuration of EBT3 has a negative parabolic form and is increasing with increasing doses up to 8 Gy. Calculation of gamma index 3% / 3 mm gives result of configuration P0U has biggest value compared with other configuration that is equal to 86,52%.
"
2017
T49225
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joel Valerian
"Penjaminan mutu dalam radioterapi adalah proses yang penting agar penggunaan radiasi memberikan manfaat yang maksimal. Saat ini sedang berkembang implementasi machine
learning (ML) dalam proses penjaminan mutu treatment planning. Pada penelitian ini, 34 treatment plan intensity-modulated radiation therapy (IMRT) optimal dan 10 treatment
plan IMRT suboptimal dari Rumah Sakit Siloam MRCCC Semanggi digunakan dalam
pemelajaran model ML berjenis autoencoder untuk pendeteksian anomali yang dikembangkan menggunakan PyTorch. Terdapat empat tahap dalam penelitian ini yaitu tahap persiapan, tahap pengembangan, tahap validasi, dan tahap evaluasi. Pada tahap pengembangan, data mentah disiapkan agar siap digunakan untuk pemelajaran model.
Pada tahap pengembangan, model dibuat menggunakan PyTorch dan dilakukan
optimisasi hyperparameter. Akurasi hasil pemelajaran model akan dianalisis pada tahap validasi. Terakhir, pada tahap evaluasi, kemampuan model dievaluasi dengan melakukan uji statistik Mann-Whitney U test pada parameter dose-volume histogram (DVH), fitur radiomics, dan metrik DVH (conformity index dan homogeneity index). Model menggunakan 161 fitur radiomics dengan konfigurasi paling optimal adalah epochs sebanyak 1.250 iterasi, konfigurasi hidden layers 150-50-17, dan learning rate sebesar
0,2. Hasilnya menunjukkan akurasi sebesar 30% dengan 7% fitur radiomics, 50% parameter DVH, dan homogeneity index berbeda secara signifikan. Setelah dilakukan pembersihan yaitu membuang data dengan nilai conformity index di bawah satu, didapat akurasi sebesar 17% dengan 12% fitur radiomics, 45% parameter DVH, dan kedua metrik
DVH berbeda secara signifikan. Jika hanya digunakan fitur radiomics yang berbeda secara signifikan, didapat akurasi naik menjadi 90%. Dari hasil ini, disimpulkan bahwa fitur radiomics kurang mampu mengkarakterisasi kualitas treatment plan. Selain itu, segmentasi planning target volume (PTV) beserta kelompok fitur radiomics firstorder adalah pembeda utama antara treatment plan optimal dengan suboptimal.

Quality assurance in radiotherapy is an important process so that the use of radiation provides maximum benefits. Currently, the implementation of machine learning in the quality assurance of treatment planning is growing. In this study, 34 optimal intensity- modulated radiation therapy (IMRT) treatment plans and 10 suboptimal IMRT treatment plans obtained from Siloam MRCCC Semanggi Hospital were used to train a machine
learning model called autoencoder for anomaly detection developed using PyTorch. There were four stages in this study, namely the preparation stage, development stage, validation stage, and evaluation stage. At the development stage, the raw data was
prepared so that it is ready to be used for training. At the development stage, the model was developed and a hyperparameter optimization was performed. The accuracy of the
model was analyzed at the validation stage. Finally, at the evaluation stage, the model performance was evaluated by performing Mann-Whitney U test on dose volume histogram (DVH) parameters, radiomics features, and DVH metrics (conformity index and homogeneity index). The model used 161 radiomics features with an epochs of 1,250 iterations, 150-50-17 hidden layers configuration, and a learning rate of 0.2 being the most optimal configuration. The results showed an accuracy of 30% with 7% of radiomics
features, 50% of DVH parameters, and the homogeneity index being different
significantly. After refinement, that is removing data with conformity index below one, the accuracy became 17% with 12% of radiomics features, 45% of DVH parameters, and both DVH metrics being different significantly. If the radiomics features used are those
that were significantly different, the accuracy increased to 90%. From these results, it can be concluded that the radiomics features are unable to characterize the quality of the
treatment plan. In addition, planning target volume (PTV) segment along with the firstorder radiomics feature group is the main differentiator between optimal and suboptimal treatment plans.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pamungkas Hudigomo
"Telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengimplementasikan film Gafchromic XR-RV3 untuk verifikasi dosis radioterapi pada IMRT dan VMAT. Evaluasi dosis pada target ditentukan dengan meletakkan film Gafchromic XRRV3 dan EBT2 padqa slab fantom Rando Alderson. Percobaan dilakukan dengan menggunakan Varian Clinac Trilogy, Inc. Proses simulasi terlebih dahulu dilakukan pada fantom Rando Alderson bagian thorax dan pelvis di CT simulator Phillips, Inc. Dua kasus perencanaan IMRT dan VMAT dibuat menggunakan TPS Eclipse ver. 10. Film Gafchromic yang telah dipapar kemudian dipindai menggunakan scanner Epson Perfection V700 ke dalam format tagged image file (.TIFF) dengan 72 dpi dan RGB 48 bit yang kemudian dianalisis menggunakan algoritma in-house yang telah dikembangkan oleh penelitian sebelumnya. Dalam penelitian ini dilakukan perbandingan pengukuran distribusi dosis pada film Gafchromic XR-RV3 dan EBT2 untuk mendapatkan dosis rata-rata dalam bentuk kurva histogram. Hasil penelitian ini memiliki persentase kesalahan terhadap dosis preskripsi pada kasus kanker prostat sebesar -4.85% pada film Gafchromic EBT2 dan -1.94% pada film Gafchromic XR-RV3 dengan teknik penyinaran IMRT, sedangkan untuk teknik penyinaran VMAT sebesar -4.48% pada film Gafchromic EBT2 dan -7.47% pada film Gafchromic XR-RV3. Di sisi lain, persentase kesalahan terhadap dosis preskripsi pada kasus kanker paru-paru dengan teknik penyinaran IMRT adalah 14.47% pada film Gafchromic EBT2 dan -4.37% pada film Gafchromic XR-RV3, sedangkan untuk teknik penyinaran VMAT sebesar 51.64% pada film Gafchromic EBT2 dan -28.07% pada film Gafchromic XR-RV3.

The research aims to implement Gafchromic XR-RV3 films in order to verify the dose of radiotherapy on IMRT and VMAT. The evaluation of targeted dose is determined by putting films of Gafchromic XR-RV3 and EBT2 on Rando Alderson slab fantom. The experiment was performed with Varian Clinac Trilogy, Inc. The simulation process was initially conducted on thorax and pelvis on Phillips Inc.’s CT Simulator. Two cases of IMRT and VMAT plans were made using Eclipse TPS ver. 10. Exposed Gafchromic films then scanned using Epson Perfection V700 into (.TIF) format in 72 dpi and RGB 48 bit which was analyzed by in-house algorithm that had been developed on a previous research. The comparison between EBT2 and XR-RV3 Gafchromic films were used to obtain average dose in the form of histogram curve. The percentage of errors in the case of prostate cancer toward the planned dose were -4.85% in EBT2 Gafchromic films and -1.94% in the XR-RV3 Gafchromic films on IMRT technique, whereas for VMAT were -4.48% on EBT2 Gafchromic films and -7.47% on XR-RV3 Gafchromic films. On the other hand, the percentage of errors in the case of lung cancer toward the planned dose with IMRT technique were 14.47% on EBT2 Gafchromic films and -4.37% on XR-RV3 Gafchromic films, while for VMAT were 51.64% on EBT2 Gafchromic films and -28.07% on XR-RV3 Gafchromic films.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S57739
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Faqih
"Terapi radiasi berperan dalam mengobati kanker dengan keberhasilannya bergantung pada penentuan dosis radiasi yang tepat untuk setiap pasien. Penelitian ini memperkenalkan sebuah metode yang menggunakan pembelajaran dan Convolutional Neural Network (CNN) dengan arsitektur VGGNet untuk meramalkan dosis radiasi yang optimal dalam perencanaan pengobatan. Dengan memanfaatkan kemampuan VGGNet dengan jaringan konvolusi dalam yang terkenal karena kesederhanaan dan kedalamannya, model dilatih pada data hasil terapi radiasi. Evaluasi kinerja model menunjukkan akurasi dalam prediksi. Bidang ini menyoroti potensi pemanfaatan teknik pembelajaran untuk mempersonalisasi dan meningkatkan pengobatan kanker terutama yang berkaitan dengan perencanaan dosis radiasi yang presisi. Dalam penelitian ini akan difokuskan pada Perhitungan CI (Conformity Index) dan HI (Homogeneity Index). Pembangunan modelnya diawali dengan mengkondisikan data yang berasal dari MRCCC yang terdapat radiomic, dosiomic. Data dosiomic akan digunakan untuk mencari index tersebut, dengan membaca csv ke dalam environment model dan membangun modelnya sesuai tipe data yang terdapat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model VGGNet mencapai CI rata-rata 0,86 dan HI rata-rata 0,07. CI yang kurang dari 1 menunjukkan bahwa distribusi dosis tidak sepenuhnya sesuai dengan volume target, sementara HI menunjukkan distribusi dosis yang cukup homogen dalam volume target. Metode yang menggunakan CNN dengan arsitektur VGGNet menunjukkan potensi besar dalam memprediksi dosis radiasi yang optimal dan meningkatkan personalisasi pengobatan kanker.

Radiation therapy plays a role in treating cancer with its success depending on determining the right radiation dose for each patient. This research introduces a method that uses learning and Convolutional Neural Network (CNN) with VGGNet architecture to forecast the optimal radiation dose in treatment planning. By utilizing the capabilities of VGGNet with deep convolutional networks that are well-known for their simplicity and depth, the model is trained on radiation therapy outcome data. Evaluation of the model performance showed accuracy in prediction. This field highlights the potential of utilizing learning techniques to personalize and improve cancer treatment especially with regard to precision radiation dose planning. This research will focus on the calculation of CI (Conformity Index) and HI (Homogeneity Index). The construction of the model begins with conditioning the data coming from MRCCC which contains radiomic, dosiomic. Dosiomic data will be used to find the index, by reading csv into the model environment and building the model according to the data type contained. The results showed that the VGGNet model achieved an average CI of 0,86 and an average HI of 0,07. CI less than 1 indicates that the dose distribution does not fully match the target volume, while HI indicates a fairly homogeneous dose distribution within the target volume. Methods using CNN with VGGNet architecture show great potential in predicting optimal radiation dose and improving the personalization of cancer treatment."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vika Vernanda
"

Salah satu kekurangan teknik Intensity Modulated Radiation Therapy (IMRT) adalah dosis serap di jaringan sehat yang cukup tinggi. Berkas proton memiliki karakteristik yang mampu mengkompensasi kekurangan tersebut. Karakteristik bragg peak yang dimiliki berkas proton memungkinkan dosis tinggi hanya pada target. Kasus Non-Small Cell Lung Cancer (NSCLC) terletak di sekitar banyak organ vital, sehingga deposisi dosis yang melebihi batas akan berdampak signifikan. Proton juga merupakan partikel bermassa yang menunjukkan pola interaksi dengan heterogenitas jaringan yang berbeda dengan foton. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi dosis perencanaan berkas proton pada kasus NSCLC dengan teknik IMPT serta membandingkan efektivitasnya dengan teknik IMRT. Perencanaan dilakukan menggunakan TPS Eclipse pada fantom air dan citra fantom in-house thorax dynamic. Perencanaan pada fantom air menggunakan 1 lapangan pada 0o dan 3 lapangan pada 45o, 135o, dan 225o. Perencanaan pada fantom in-house thorax dynamic dilakukan menggunakan single field, sum-field, dan multiple field. Nilai Conformity Index (CI) dan Homogeneity Index (HI) antara perencanaan IMPT dan IMRT tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Gradient Index (GI) perencanaan IMPT berkisar antara 4,15-4,53, sedangkan nilai GI perencanan IMRT sebesar 7,89. Terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara keduanya. Histogram distribusi dosis planar menunjukkan bahwa hasil perencanaan IMPT memberikan dosis rendah di luar target lebih sedikit dibandingkan hasil perencanaan IMRT. Selain itu dilakukan juga pengukuran dosis hasil perencanaan IMPT pada lima posisi target, serta empat posisi OAR. Hasilnya dibandingkan dengan data pengukuran IMRT. Nilai dosis titik pada target tidak berbeda secara signifikan, namun nilai dosis empat posisi OAR adalah nol, yang menunjukkan reduksi signifikan dibandingkan teknik IMRT.


One deficiency of the Intensity Modulated Radiation Therapy (IMRT) technique is that the absorbed dose in healthy tissue is quite high. Proton beams has characteristics that can compensate for these deficiencies. The bragg peak characteristic of a proton beam allows high doses only to the target. Non-Small Cell Lung Cancer (NSCLC) cases are located around many vital organs, so the doses that exceed the limit will has a significant impact. Protons are also heavy particles that show patterns of interaction with tissue heterogeneity, which is different with photons. This study aims to determine the dose distribution of proton beam planning in the NSCLC case with the IMPT technique and to compare its effectiveness with the IMRT technique. Planning was done by using TPS Eclipse on the water phantom and in-house thorax dynamic phantom. Planning parameter on the water phantom used 1 field at 0o and 3 fields at 45o, 135o, and 225o. Moreover, we used single field, sum-field, and multiple fields techniques on the in-house thorax dynamic phantom. Conformity Index (CI) and Homogeneity Index (HI) showed a bit differences between IMPT and IMRT planning. The Gradient Index (GI) of IMPT planning ranges between 4.15-4.53, while the GI value of IMRT is 7.89. The planar dose distribution histogram showed that the results of IMPT planning gave fewer out of target doses than IMRT planning results. In addition, evaluation was also made on the target of IMPT planning at five area of interest, as well as four OAR positions. The results are compared with IMRT measurement data. The point dose value at the target did not differ significantly, however the absorbed dose of the four OAR positions are zero which had a large deviation compared to the IMRT technique.

"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akbar Azzi
"Penelitian ini bertujuan untuk memverifikasi dosis radiasi radioterapi pada kasus kanker payudara dan kanker nasofaring (KNF). Percobaan dilakukan dengan menggunakan Linac Varian Trilogy radiasi foton berenergi 6 MV. Detektor yang digunakan dalam penelitian ini adalah film gafchromic, MatriXX 2D array, TLD, dan EPID. Film gafchromic dan TLD ditempatkan dalam phantom rando untuk mengevaluasi distribusi dosis pada volume target, sedangkan untuk mendapatkan hasil registrasi film gafchromic dan MatriXX 2D array ditempatkan dalam Multi Cube, dan dilakukan juga penyinaran pada EPID. Hasil perbedaan distribusi dosis teknik IMRT dan VMAT antara film dengan dosis preskripsi TPS pada KNF PTV70 adalah 6,87% dan 8,55%, pada KNF PTV50 adalah 14,43% dan 4,65%, sedangkan pada kanker payudara 11,98% dan 12,10%. Perbedaan nilai dosis antara TLD dengan dosis preskripsi TPS teknik IMRT dan VMAT pada KNF PTV50 sebesar 1,76% dan 1,60%, dan pada kanker payudara sebesar 7,06% dan 3,36%. Selisih perbedaan nilai gamma indeks teknik IMRT dan VMAT pada KNF sebesar -0,09% dan -1,65% antara film dan MatriXX, dan 5,13% dan 1,43% antara film dengan EPID. Pada kanker payudara selisih perbedaan nilai gamma indeks teknik IMRT dan VMAT sebesar 0,51% dan 0,19% antara film dengan MatriXX, dan 2,28% dan 4,38% antara film dengan EPID. Verifikasi dosis radioterapi dan registrasi citra pada kasus kanker payudara dan KNF dapat dilakukan menggunakan film gafchromic, TLD, MatriXX 2D array, dan EPID.

This study was aimed to verify the radiation dose in the case of breast cancer and nasopharyngeal carcinoma (NPC). The experiments were performed using a Varian Trilogy Linac at 6 MV photon radiation and gafchromic films, Matrixx 2D Array, TLD, and EPID detectors. Gafchromic films and TLD were inserted into rando phantom to measures the dose on target volume and organ at risk. In order to evaluated the gamma index, gafchromic films and Matrixx 2D array were placed in the Multi Cube, and was irradiated with EPID in position. Results of the dose distribution differences on IMRT and VMAT between film and TPS on NPC PTV70 was 6.87% and 8.55%, the NPC PTV50 was 14.43% and 4.65%, and for breast cancer was 11,98% and 12,10%. The dose differences between TLD and TPS on IMRT and VMAT for NPC PTV50 was 1.76% and 1.60%, and the breast cancer was 7.06% and 3.36%. Gamma index differences on IMRT and VMAT technique on NPC was -0.09% and -1.65% between film and MatriXX, and 5.13% and 1.43% between films and EPID. In breast cancer the gamma index differences on IMRT and VMAT was 0.51% and 0.19% between films and MatriXX, and 2.28% and 4.38% between films and EPID. Radiotherapy dose verification and image registration for breast cancer and NPC was done using gafchromic film, TLD, MatriXX 2D array, and EPID."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Unversitas Indonesia, 2015
S59859
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>