Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 152741 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Indro Sugianto
Malang: Setara Press, 2013
340.114 IND c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Laura Anastasya Youningsih
"Eksepsi selain tidak berkuasanya hakim dalam hukum acara perdata tidak diatur dalam HIR. HIR hanya menyebutkan mengenai eksepsi mengenai berkuasanya hakim atau eksespsi mengenai kompetensi yang diatur dalam Pasal 125 ayat (2), 133, 134, 135, dan 136 HIR. Jenis-jenis eksepsi selain mengenai kompetensi absolut dan relatif yaitu eksepsi disqualificatoir, eksepsi van gewijsde zaak, eksepsi dilatoir, eksepsi peremtoir, eksepsi tentang surat kuasa yang tidak sah, eksepsi obscuur libel dan lainnya yang diakui dalam hukum acara perdata di Indonesia. Untuk mengajukan eksepsi selain mengenai kompetensi absolut atau relatif harus memiliki alasan hukum. Alasan hukum dibutuhkan agar eksepsi yang diajukan menjadi jelas dan memiliki kepastian hukum. Dalam prakteknya, eksepsi selain mengenai kompetensi harus diajukan bersamaan dengan jawaban atas pokok perkara. Skripsi ini akan membahas mengenai eksepsi terhadap gugatan yang bersifat prematur, alasan hukum pengajuan eksepsi tersebut dan proses pengajuan eksepsi terhadap gugatan yang bersifat prematur dalam gugatan citizen lawsuit Gerakan Rakyat Penyelamat Blok Cepu. Metode penelitian menggunakan penelitian kepustakaan, dengan alat pengumpulan data berupa studi dokumen.

Exception other than the weak judge in civil case is not regulated in HIR. HIR mentioned an exception only, namely exception other than the weak judge as regulated in article 125 item (2), 133, 134, 135, and 136 HIR. To submit an exception other than the weak judge can only be submitted if there is a legal reason, namely disqualificatoir, van gewijsde zaak, dilatoir, peremtoir, a lawsuit through a lawyer without a special letter of support and unclear object of prosecution. The legal reason is needed in order to the exception being clear and the law is being certain. In practice, this exception should be submitted together with the answer of the main case and put in the first layer before the answer of the main case. The minithesis explains about exception to the claims that a premature in civil law procedure, the legal reason to submit an exception, and process submission an exception in case study citizen lawsuit claims by Gerakan Rakyat Penyelamat Blok Cepu. Research using the research methods of literature, by means of data collection form of studies document."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S22578
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kelly Manthovani
"Sistem kepenjaraan telah bertransformasi menjadi sistem pemasyarakatan yang menjadikan narapidana sebagai subjek dalam pemidanaan. Sebagai subjek ia memiliki hak dan kewajiban, salah satu haknya adalah menerima pengurangan masa hukuman atau remisi, namun hak ini bukanlah hak yang otomatis dapat diperoleh karena memiliki syarat-syarat tertentu.
Lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan telah menambah syarat remisi bagi narapidana kejahatan luar biasa (extraordinary crimes), yaitu korupsi, narkotika-prekursor narkotika, psikotropika, terorisme, kejahatan keamanan negara dan kejahatan HAM berat lainnya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif.
Penelitian ini menunjukkan adanya penambahan syarat remisi bagi narapidana tindak pidana luar biasa tersebut dilakukan guna memberikan rasa keadilan kepada masyarakat. Hal ini mengingat sebelum peraturan pemerintah a quo ini terbit, pemberian remisi cenderung mencerminkan ketidakadilan, terutama apabila melihat keistimewaan pemberian remisi kepada narapidana kejahatan luar biasa, dan hal tersebut menyebabkan pesan penegakan hukum tidak sampai kepada narapidana dan masyarakat.

The punishment system has been transformed into a correctional system that makes inmates as subject in a criminal prosecution. As the subject, they have rights and obligations. One of the rights is to receive a sentence reduction or a remission, but this is not a right which is automatically obtained because it needs certain requirements.
The Government Regulation No. 99 of 2012 concerning the Second Amendment to Government Regulation No. 32 of 1999 on the Terms and Procedures for Citizens Rights Patronage of Corrections has added some requirements for inmates of extraordinary crime in order to get remission, those are consists of inmate who are accused of corruption, narcotics-precursors of narcotics, psychotropic substances, terrorism, state security crimes and other serious human rights violations. This study uses a qualitative method.
This research shows that the additional of remission requirement for inmates of extraordinary crime were supposed to give a sense of justice to the people. In this regard, before this government regulation is published, the remissions tend to reflect unfairness, especially when granted to the prisoners of extraordinary crime, so that makes the society and inmates did not truly get the message of law enforcement."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S64360
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Publikasi ini merupakan hasil kerjasama Direktorat Hukum dan Regulasi Kementerian PPN/Bappenas RI dengan Masyarakat Pemantau Peradilan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (MaPPI FHUI) dan Lembaga Demografi UI atas dukungan Pemerintah Australia melalui Australia-Indonesia Partnership for Justice 2 (AIPJ2). Pandangan yang disampaikan dalam publikasi ini merupakan pandangan penulis. Hak cipta dan tanggungjawab sepenuhnya dimiliki oleh Direktorat Hukum dan Regulasi Kementerian PPN/Bappenas RI .
"
Jakarta: UI Publishing, 2024
340.114 DIR i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Mudakir Iskandar Syah
Jakarta: Grafindo Utama, 1985
340.114 MUD h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Umar Sholahudin
Malang: Setara Press, 2017
340 UMA h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Judicature as a point spear of law enforcement and justice must be independent. The indendency has to be guaranteed by Constitution. However the rules which stipulate on the constitution has to be formulated clearly in order to achieve certanty. Besides that, independency has to be supported by institutions. The raise of Judicial Comission wil triggers the independency of judicature institutions. Furthermore, when in society it raised judicatire institutions outside the conventional judicature, it needs a restruction of the institutions in oreder to structure of the institution which has the highes institution on the Supreme Court."
JHUII 14:1 (2007)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Chandrini Larasati
"ABSTRACT
Skripsi ini membahas tentang penyangkalan akses terhadap keadilan yang dialami oleh anak perempuan difabel. Penelitian dilakukan dengan melihat stigma ganda sebagai penyebab terjadinya eksklusi sosial yang membuat mereka mengalami hambatan dalam mengakses hak-haknya dan rentan terhadap kekerasan seksual. Hal ini akan dikaji berdasarkan teori feminis radikal dan feminis multikultural karena status subyek penelitian sebagai anak, perempuan, dan difabel yang membuat kerentanan serta penderitaan mereka lebih besar. Tiga orang anak perempuan difabel dengan pengalaman kekerasan seksual dan berhadapan dengan hukum menjadi subyek dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan studi kasus feminis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketidaksetaraan relasi kuasa tidak hanya membuat mereka menjadi korban kekerasan seksual, melainkan membuat akses terhadap keadilan mereka ditolak sehingga mereka mengalami viktimisasi berlapis sepanjang hidupnya.

ABSTRACT
The concern of this mini-thesis is to examine denial of access to justice experienced by girls with disability. This research was done to see double stigma as reason of social exclusion which make them face the barrier to access their rights and also make them vulnerable toward sexual abuse. This study was authored by using radical and multicultural feminism because their status as children, girl, and disability which make them more vulnerable and disadvantage. Three girls with disabilities who experienced sexual abuse and facing criminal justice system have been involved in this research as subjects. This research used qualitative approach and feminist case study. The result of this research shows that unequal power not only make girls with disability become victim of sexual abuse, but also makes their access to justice denied that make them experiences multiple victimization in their lifetime.
"
Depok: Fakultas PIlmu Sosial Ilmu Politik universitas Indonesia, 2016
S62852
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Adieniyatu Salwa
"Penelitian ini dilakukan dengan melihat maraknya gugatan yang diajukan melalui gugatan class action, namun dari gugatan tersebut terdapat beberapa gugatan yang ditolak oleh hakim karena persyaratan formil yang tidak terpenuhi seperti jumlah anggota kelompok. Dengan melihat keadaan tersebut, penelitian ini membahas mengenai jumlah anggota kelompok yang efisien dalam gugatan class action, karena dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok tidak mengatur mengenai jumlah minimal anggota kelompok dalam gugatan class action, sehingga yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah pemenuhan syarat jumlah anggota kelompok yang efisien dalam gugatan class action di Indonesia dan Australia serta bagaimana cara hakim dalam mempertimbangkan jumlah anggota kelompok yang efisien dalam gugatan class action di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan metode kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, mengenai jumlah anggota kelompok yang efisien dalam gugatan class action ditentukan dari seberapa besar wakil kelompok dapat membuktikan bahwa dirinya dan anggota kelompoknya merupakan sekelompok orang yang telah dirugikan dengan kesamaan fakta, kesamaan hukum, dan kesamaan tuntutan. Kemudian melihat surat kuasa yang diberikan dalam gugatan class action, yakni hanya wakil kelompok yang diperkenankan memberikan surat kuasa khusus kepada penasihat hukum, wakil kelompok tersebut hanya memberikan satu surat kuasa khusus untuk mewakili dirinya dan anggota kelompoknya dalam gugatan. Sedangkan jika seluruh anggota kelompok ikut memberikan surat kuasanya kepada penasihat hukum maka tidak ada bedanya dengan kumulasi gugatan. Selain itu, dalam prosedur gugatan class action terdapat proses notifikasi atau pemberitahuan, dengan adanya proses tersebut maka akan memudahkan proses pemberitahuan jika jumlah anggota kelompok dalam jumlah yang banyak dan terbagi dalam beberapa wilayah dan membuat biaya beracaranya lebih hemat, sehingga mekanisme gugatan class action akan lebih efektif dan efisien. Sedangkan, jika jumlah anggota kelompok dapat diidentifikasi dengan jelas karena jumlahnya masih dalam jumlah belasan orang atau masih dapat dijangkau, hakim memberikan cara bahwa sebaiknya gugatan diajukan melalui gugatan biasa secara sendiri-sendiri atau secara bersama-sama yang dikenal dengan gugatan kumulasi subjektif yang prosesnya lebih efektif dan efisien. Adanya penjelasan dan ketegasan dalam peraturan perundang-undangan mengenai jumlah anggota kelompok yang efektif dan efisien adalah hal yang sangat diperlukan, selain itu mengenai persyaratan formil lainnya serta proses pemberitahuan dan proses pendistribusian ganti kerugian yang diinginkan oleh para penegak hukum agar diatur secara jelas dalam peraturan perundang-undangan tersebut.

This research was conducted by looking at the rise of lawsuits filed through class action lawsuits, but from these lawsuits there were several lawsuits that were rejected by the judges because formal requirements were not met such as the number of group members. By looking at these circumstances, this study discusses the efficient number of group members in class action lawsuits, because PERMA No. 1 of 2002 concering Class Action Lawsuit Events does not regulate the minimum number of group members in class action lawsuits, so that the main problem in this research is this is the fulfillment of the requirements for an efficient number of group members in class action lawsuits in Indonesia and Australia and how judges consider the efficient number of group members in class action lawsuits in Indonesia. This research is a normative juridical research with qualitative methods. Based on the results of the research and discussion, the efficient number of group members in a class action lawsuit is determined by how much the group representative can prove that he and his group members are a group of people who have been harmed by the similarity of facts, the same law, and the same claims. Then look at the power of attorney given in a class action lawsuit, namely only group representatives are allowed to give a special power of attorney to legal counsel, the group representative only gives one special power of attorney to represent himself and his group members in the lawsuit. Meanwhile, if all group members participate in giving their power of attorney to legal counsel, then it is no different from a cumulative lawsuit. In addition, in the class action lawsuit procedure there is a notification or notification process, with this process it will facilitate the notification process if there are a large number of group members and are divided into several regions and make the costs of the proceedings more economical, so that the class action lawsuit mechanism will be more efficient. effective and efficient. So, if the number of group members can be identified clearly because the number is still in the tens of people or can still be reached, the judge provides a way that it is better if the lawsuit is filed through ordinary lawsuits individually or jointly which is known as a subjective cumulation lawsuit whose process is more effective and efficient. The existence of explanation and firmness in laws and regulations regarding the effective and efficient number of group members is very necessary and other formal requirements as well as the process of notification and distribution of compensation desired by law enforces to be regulated clearly in statutory regulations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian ini mengkaji secara deskriptif analitis
Putusan Mahkamah Agung Nomor 1262 K/Pid/2012
yang mengadili terdakwa SM. Melalui putusan tersebut
SM dinyatakan tidak bersalah dan dibebaskan serta
mendapat ganti rugi sebesar lima juta rupiah setelah
menjalani hukuman kurungan selama tiga belas bulan
atas perbuatan yang tidak dilakukannya. Pada putusan
pengadilan di tingkat pertama dan banding ia dinyatakan
bersalah dan menjalani hukuman. Nilai keadilan yang
sesungguhnya harusnya memperhatikan kerugian
moril maupun materiil yang dialami SM atas putusan-putusan
hakim sebelumnya. SM selayaknya bukan
hanya dibebaskan tetapi juga mendapat ganti rugi saat
menjalani proses hukum sesuai dengan ukuran kebutuhan
hidup yang layak. Jika hal tersebut diterapkan maka
hukum tidak hanya sekadar kata-kata hitam-putih dari
peraturan melainkan menjalankan semangat dan makna
lebih dalam dari undang-undang atau hukum. Untuk
menguatkan kehadiran hukum progresif dalam putusan
pengadilan maka harus mengacu pada norma dan asas
dalam sila kelima Pancasila yaitu keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. "
JY 8:3 (2015) (2)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>