Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 156963 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tata Sudrajat
"ABSTRAK
Penelitian ini mendeskripsikan kasus luruh duit di Desa Gabus Kulon Kecamatan Gabus Wetan Kabupaten lndamayu yang merupakan bagian proses perdagangan anak untuk pelacuran. Tujuan studi kasus ini adalah mengidentifikasi faktorfaktor perdagangan anak-anak untuk pelacuran.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Desain yang digunakan adalah studi kasus dengan cara mendalami beberapa kasus luruh duit. Studi kasus ini bersifat bertingkat untuk menghubungkan abstraksi dan konsep tematik luruh duit kepada struktur dan proses sosial yang lebih luas.

Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam, observasi dan studi dokumentasi. Sumber informasi terbagi dua yaitu primer dan sekunder. Sumber informasi primer terdiri dari anak-anak yang luruh duit, orangtua, aparat kecamatan, aparat desa, kepala sekolah, guru, tokoh pemuda, Ketua lkatan Remaha Masjid, Guru Mengaji, Calo, dan Pekerja sosial Sanggar Kancil YKAI. Studi dokumentasi mengumpulkan dokumen yang berhubungan dengan gejala dan faktor-faktor luruh duit dari catatan kasus, peraturan perundang-undangan, program, hasil penelitian, data, dan sebagainya. Sumber informasinya adalah Pekerja Sosial, pemerintah desa, kecamatan, kabupaten, maupun pemerintah pusat. Pengamatan dilakukan terhadap berbagai situasi dan gejala yang berhubungan dengan luruh duit dengan cara membuat photo dan video film.

Analisis data mengacu pada teori "pola" dimana luruh duit digambarkan sebuah pola pemikiran yang berisikan konsep yang saling berhubungan secara rapat dan saling memperkuat serta tergambarkan sebagai suatu skema atau pola. Pola tersebut kemudian dibandingkan dengan teori.

Kerangka pikir tesis terfokus pada perdagangan anak untuk pelacuran di daerah pengirim. Perdagangan anak untuk pelacuran menunjukkan sebuah gejala baru sebagai suatu tindakan sosial dimana anak-anak diperjualbelikan untuk pelacuran. Gejala ini mengandung aspek permintaan, perantara, dan persediaan yang berhubungan secara timbal balik. Permintaan akan pelacuran dipenuhi oleh faktor persediaan yang biasanya terjadi di desa yang dikenal sebagai pemasok pelacuran. Faktor permintaan dan persediaan dapat terhubungkan karena adanya faktor perantara yang diperankan oleh calo dan germo. Penelitian ini lebih terfokus lagi pada faktor-faktor yang mempengaruhi pelacuran, dalam hal ini Juruh duit di daerah pengirim, sehingga menjadi berkembang bahkan diterima sebagai sebuah kebiasaan.

Penelitian ini menemukan bahwa luruh duit merupakan kasus perdagangan anak untuk pelacuran yang terjadi di daerah pengirim, yaitu Desa Gabus Kulon Kec. Gabus Wetan Kab. lndramayu. Luruh duit dipengaruhi oleh faktor pendorong berupa 1) kemiskinan, 2) penerimaan masyarakat, 3) gaya hidup. "hajatan", dan 4) eksploitasi terhadap anak; faktor penarik yaitu 1) permintaan akan pelacur dan 2) gaya hidup remaja dan pergaulan bebas; dan faktor penguat, yaitu keterbatasan program.

Hasil analisis terhadap ketujuh faktor tersebut memperlihatkan bahwa Juruh duit merupakan 1) suatu sub kultur karen a terdiri dari berbagai tindakan menyimpang yang dilakukan oleh hampir semua komunitas, 2) merupakan proses sekaligus hasil belajar penyimpangan, 3) merupakan tindakan menyimpang untuk memperoleh tujuan kekayaan yang menjadi ukuran masyarakat dengan jalan tidak benar, yaitu dengan melacurkan diri, 4) terjadi karena usaha para calo dan germo dari jaringan perdagangan anak yang mencari, membujuk, dan memfasilitasi luruh untuk memenuhi permintaan jaringan perdagangan anak untuk pelacuran di kota, 5) sebagai kejahatan dimana anak-anak dieksploitasi sebagai pelacur, dan 6) tidak pernah berubah karena belum ada intervensi program yang efektif.

Penelitian mengenai jaringan perdagangan anak untuk pelacuran dari sisi permintaan (demand side) perlu dilakukan untuk melengkapi gambaran utuh mengenai jaringan perdagangan anak untuk pelacuran. Saran praktis ditujukan untuk Pemerintah Kabupaten lndramayu berupa: 1) Penghapusan kemiskinan, 2) Penghapusan suib kultur Juruh duit, 3) Peningkatan kontrol sosial, 4) Peningkatan akses pada pendidikan, dan 4) Penegakan hukum oleh kalangan kepolisian, kejaksaaan, dan pengadilan terhadap kasus-kasus Luruh Duit dengan menggunakan pasal-pasal pidana dari Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

"
2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Andriani Johar
"Perdagangan anak atau child trafficking merupakan baglan dari perdagangan manusia, dan merupakan masalah sosial. Dalam mengatasi masalah trafiking anak, diperlukan suatu tindakan nyata, terencana dan berkesinambungan dalam bentuk program pembangunan yang mengarah pada pengentasan masalah sosial di atas. Salah satu prinsip yang diterapkan dalam pembangunan sosial adalah dengan menggunakan pendekatan community development. Pendekatan ini lebih memberdayakan 'kekuatan' yang ada pada suatu komunitas yang memiliki masalah sosial dalam rangka mengatasi masalahnya sendiri. Untuk mengetahui kelemahan/kekuatan soslal yang ada dalam suatu komunltas, dapat dilihat dari hubungan sosial (social relationships) yang terjalin dalam masyarakat tersebut. Hubungan-hubungan sosial tersebut merupakan wujud dari modal sosial (social capital).
Program-program yang dllakukan oleh pemerintah dalam hal ini Departemen Sosial dalam penanganan masalah trafiking anak untuk tujuan dilacurkan, di kabupaten lndramayu, Iebih memfokuskan pada pemberdayaan ekonomi keluarga atau kelompok saja. Asumsinya apahila ekonomi keluarga meningkat, maka kesejahteraan keluarga akan meningkat, sehingga outcome yang diharapkan adalah menurunnya jumlah anak yang ditrafik di kabupaten tersebut. Akan tetapi melihat kenyataan saat ini, jumlah anak yang diperdagangkan tetap ada bahkan jumlahnya cenderung meningkat. Mengapa demikian ? Ternyata ada faktor-faktor lain yang lebih penting daripada faktor ekonomi, yaitu sosial budaya (Hull et. al,1997:19).
Sebagai Salah satu instansi yang bertanggungjawab dalam pencegahan dan rehabilitasi trafiking anak untuk dilacurkan, Departemen Sosial belum pernah melakukan assesment modal sosial dalam suatu komunitas yang memiliki masalah sosial. Oleh karena itu, diperlukan kajian modal sosial, baik di tingkat keluarga sebagai unit sosial terkecil, komunltas maupun masyarakat secara umum. Kajian modal sosial secara teoritis diharapkan mampu menggali Iebih dalam aspek sosial yang tidak disadari menjadi sumber lemahnya atau ketidakberhasilan program-program pemecahan masalah trafiking. Modal sosial merupakan wujud dari hubungan sosial (social relationship) yang menyatu dalam struktur sosial suatu komunitas. Dengan 'menemukenali modal sosial' yang ada dalam suatu komunitas, akan dapat dilihat 'kelemahan/kekuatan' dari hubungan sosial yang ada dalam komunitas tersebut yang menyebabkan terjadinya trafiking anak, sehingga dapat diperoleh upaya-upaya pemecahan masalahnya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan desain penelitian berbentuk studi kasus, bertujuan untuk mengungkapkan gambaran atau suatu realitas sosial yang Iebih spesifik dan mendetail mengenai permasalahan trafiking anak, gambaran modal sosial serla menggali kekualan dari modal sosial komunitas, agar dapat digunakan sbagai model pemecahan masalahnya. Teknik pemilihan informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Purposive/Judmental Sampling Informan dipilih atau ditentukan dengan sengaja berdasarkan informasi apa yang dibutuhkan. Sedangkan pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan wawancara mendalam, pengamatan langsung dan studi pustaka (literatur).
Studi di desa ini, menghasilkan kesimpulan secara umum bahwa meskipun komunitas desa Amis memiliki masalah sosial, tetapi ternyata masih mempunyai modal sosial walaupun 'lemah'. Dalam studi ini ditemukan baglan dari modal sosial yang mempunyai kekuatan dalam pemecahan masalah adalah : kepercayaan sosial dalam kelompok, pertemanan orangtua dalam kelompok dan nilai sosial kemasyarakatan. Sejauhmana modal sosial digunakan dalam upaya pemecahan masalah trafiking anak? Kepercayaan sosial dalam kelompok sosial dan pertemanan orangtua dalam kelompok sosial, secara langsung 'hanya dapat' dimanfaatkan dalam memecahkan masalah sosial dan ekonomi kelompok-kelompok sosial itu sendiri, dan 'belum dapat' dimanfaatkan guna memecahkan masalah sosial bersama pada tingkat komunitas, terutama yang berkaitan dengan permasalahan trafiking anak untuk tujuan dilacurkan. Meskipun demikian, dengan ditemukannya kekuatan modal sosial dalam kelompok-kelompok sosial, maka dalam penetapan program-program, kelompok-kelompok sosial tersebut maka dapat dijadikan sebagai 'sarana/media' dalam pemecahan masalah trafiking anak. Masih melekatnya nilai-nilai sosial kemasyarakatan yang berwujud gotong-royong merupakan salah satu modal sosial dari komunitas desa ini.
Berdasarkan studi di desa Amis, dikelahui bahwa kepercayaan sosial yang terjadi dalam keluarga-keluarga di desa Amis, 'cenderung lemah', maka saran-saran untuk program pemecahan masalah trafiking adalah: adalah merubah paradigma berfikir pada tingkat keluarga demi kepentingan terbaik bagi anak (the interest of the child). Modal sosial komunitas desa Amis Iebih terlihat 'kuat' pada kelompok-kelompok sosial (Kelompok Tani dan PKK), maka dalam penetapan program, kelompok-kelompok sosial tersebut dapat dijadikan sebagal 'media' dalam pemecahan masalah trafiking anak, berupa strategi perubahan norma dan perilaku anti trafiking melalui kelompok-kelompok sosial sebagai alat/media. Setelah terjadi perubahan norma dan perilaku anti trafiking dalam masyarakat, maka selanjutnya diperlukan pembentukan Komunitas Pemantau Anti Trafiking (community watch) dalam komunitas desa ini. Tujuannya pembentukan KPAT adalah meningkatkan kekuatan masyarakat dalam melakukan kontrol sosial terhadap keluarga-keluarga yang mentrafiking anaknya, mendidik masyarakat untuk bersikap positif terhadap anak, dan mengawasi jaringan trafiking. Adanya kepercayaan sosial yang tumbuh pada kelompok dan tokoh masyarakat, maka para tokoh tersebut dapat dijadikan 'change of agent' dalam melakukan pemecahan masalah tranking di desa ini. Agar program pemecahan masalah dapat berjalan efektif, maka perlu dibarengi dengan program peningkatan modal-modal Iainnya, seperti modal manusia, modal ekonomi, modal fisik dan modal lingkungan."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T22292
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
bobby Wirawan Wicaksono Elsam
"Penelitian ini dilatarbelakangi temuan modus baru TPPO pada jenis eksploitasi seksual melalui kawin kontrak di wilayah Puncak Bogor Jawa Barat, yang menunjukkan bahwa pengungkapan TPPO belum maksimal. Penelitian ini ditujukan untuk menjelaskan strategi Satgas TPPO Dittipidum Bareskrim Polri dalam pengungkapan sindikat tindak pidana perdagangan orang dengan jenis eksploitasi seksual pada modus kawin kontrak di Puncak Bogor Jawa Barat.
Teori yang digunakan antara lain teori aktivitas rutin, teori disorganisasi sosial, teori manajemen, teori efektivitas hukum, teori pemolisian kolaboratif, teori analisis SWOT, dan konsep tindak pidana perdagangan orang. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif analitis.
Hasil penelitian ini menunjukkan pengungkapan kelompok yang terorganisir TPPO dengan jenis eksploitasi seksual pada modus kawin kontrak di Puncak Bogor Jawa Barat yang dilakukan oleh Satgas TPPO Dittipidum Bareskrim Polri belum efektif, yang disebabkan oleh banyaknya korban yang secara sukarela menjadi korabn TPPO tersebut, dan lemahnya hukum yang menjerat para pelaku dan tidak adanya jerat hukum pada korban yang sukarela menjadi korban TPPO. Strategi Satgas TPPO Dittipidum Bareskrim Polri dalam pengungkapan TPPO dapat dilakukan dengan pendekatan preemtif, preventif dan represif melalui cara memotong mata rantai terbentuknya pola kejahatan TPPO guna menghilangkan adanya unsur korban agar kerentanan TPPO dapat dihilangkan.

The background of the research is the findings of a new mode of human trafficking, also known as trafficking in person (TIP) as one of the types of sexual exploitation through contract marriages in Puncak, Bogor, West Java. Such findings reveal that the uncovering of disclosure efforts of TIP have not been done maximally.The study aims at elaborating the strategies TIP Task Force of General Crime Directorate of Criminal Investigation Department of Indonesian National Police (Dittipidum Bareskrim Polri) in uncovering the crime syndicate of TIP which employs contract marriage as its modus operandi in committing the crime in Puncak, Bogor, West Java
The author employs several theories, such as routine activity theory, social disorganization theory, management theory, legal effectiveness theory, collaborative policing theory, SWOT analysis theory, as well as the concept of trafficking in persons. The research uses the qualitative method with descriptive analytical approach.
The results of the study reveal that Dittipidum Bareskrim Polri has not carried out the disclosure efforts effectively. This is reflected by the fact that there are still many women who willingly become the victims of TIP, and the weakness of the law regulating the crime. Furthermore, there are no stipulations in the law regarding the punishment given to women who willingly become the victims of TIP. The author recommends TIP Task Force of Dittipidum Bareskrim Polri to cut the chain of the formation of the patterns of TIP in order to eliminate the victim element so that the TIP vulnerability can be eliminated.
"
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yanuar Farida Wismayanti
"Perdagangan anak perempuan untuk tujuan pelacuran, merupakan praktek yang tidak berpihak pada anak-anak. Penelitian kualitatif ini dilakukan dengan teknik wawancara mendalam bersama anak-anak perempuan korban perdagangan anak perempuan, germo, teman, serta kerabat yang diharapkan mampu mengungkap jaringan dalam perdagangan anak perempuan. Berbagai Stigma sosial, resiko penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS), bahkan HIV/AIDS sangat rentan atas anak-anak yang dilacurkan. Beberapa peraturan perlindungan anak digulirkan, namun belum mampu menekan kuatnya politik dominasi dalam perdagangan anak perempuan yang dilacurkan serta melanggengkan praktek pelacuran anak. Temuan lapangan menunjukkan bahwa aktor atau pelaku perdagangan anak, ternyata seringkali juga dilakukan oleh orang dekat bahkan oleh kerabatnya sendiri termasuk oleh perempuan itu sendiri. Praktek perdagangan yang dilakukan oleh sesama perempuan, seringkali tersembunyi dengan berbagai dalih tanpa terlihat ada paksaan, yang justru menjadikan mereka korban."
Kementerian Sosial RI, 2011
SOSKES 17:2 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Wahyunandi
Surakarta: Yayasan kakak bekerjasama dengan kinderen in de knel & pustaka pelajar, 2004
306.745 ARI p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Hull, Terence H.
Jakarta: Penebar Swadaya, 1997
363.44 Hul p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hull, Terence H.
Jakarta: Pustaka sinar harapan, 1997
363.44 HUL p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Bintang Chyntia Damara
"ABSTRACT
Sudah sepatutnya Pemerintah memperhatikan pemenuhan hak-hak anak, karena nantinya mereka yang akan menentukan nasib bangsa dan negara di masa depan. Salah satu hal yang dapat dilakukan oleh Pemerintah adalah dengan menyelanggarakan Kota Layak Anak. Salah satu klaster yang penting terkait dengan penyelenggaraan Kota Layak Anak adalah klaster kesehatan dasar dan kesejahteraan. Pemerintah Kota Depok melalui Dinas Kesehatan melakukan berbagai upaya untuk mendukung terwujudnya Kota Layak Anak di bidang kesehatan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ada kualitatif dengan pendekatan post-positivisme. Berdasarkan hasil penelitian, melalui pendekatan sasaran dalam pengukuran efektivitas organisasi oleh S.B Lubis dan Martani Huseini, Dinas Kesehatan telah melampaui sasaran-saran yang telah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah. Pencapaian sasaran tersebut tidak terlepas dari faktorfaktor yang mempengaruhi organisasi dalam melakukan kinerjanya. Berdasarkan teori dari McKinsey, ada 7 faktor yang mempengaruhi Dinas Kesehatan untuk mendukung Kota Layak Anak, dua diantaranya sudah berjalan dengan baik yaitu, pemimpinan yang memotivasi para bawahannya dan anggaran dan teknologi yang mendukung untuk menyelenggarakan Kota Layak Anak. Namun lima faktor lainnya belum berjalan dengan baik, yaitu Dinas Kesehatan belum memiliki strategi khusus terkait dengan Kota Layak Anak, koordinasi yang belum berjalan dengan maksimal, kurangnya Sumber Daya Manusia baik dari segi jumlah maupun kompetensi yang dimilki serta tidak adanya budaya organisasi yang ditetapkan secara khsusus bagi Dinas Kesehatan dalam menjalankan fungsinya. Oleh karena itu, Dinas Kesehatan perlu melakukan perbaikan dari faktor yang yang belum berjalan dengan baik tersebut agar Kota Depok dapat mewujudkan Kota Layak Anak.

ABSTRACT
Government have to pay attention to the fulfillment of childrens rights, because later they will determine the fate of the nation and state in the future. One of the things that can be done by the Government is by organizing a Child Friendly City. One important cluster related to the implementation of a Child Friendly City is a cluster of basic health and wellbeing. The Depok City Government through the Health Office has made various efforts to support the realization of a Child Friendly City in the health sector. The research method used in this study is qualitative with a post-positivism approach. Based on the results of the study, through the target approach in measuring organizational effectiveness by S. B Lubis and Martani Huseini, the Health Office has exceeded the goals set out in the Medium Term Development Plan. The achievement of these targets is inseparable from the factors that influence the organization in carrying out its performance. Based on McKinsey's theory, there are 7 factors that influence the Health Office to support Child Friendly Cities, two of which have gone well, namely, leader who motivate their subordinates and the budget and technology that supports the implementation of Child Friendly Cities. But the other five factors have not gone well, namely the Health Office does not yet have a specific strategy related to Child-Friendly Cities, coordination that has not run optimally, lack of Human Resources both in terms of numbers and competencies and the absence of organizational culture specifically for the Office of Health in carrying out its functions. Therefore, the Health Office needs to make improvements from the factors that have not gone well so that Depok City can be a ChildFriendly City."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: USAID, 2003
305.4 ROS p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>