Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 197763 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fathiri Mulki
"Tesis ini menjelaskan mengenai implikasi reformasi kebijakan sektor kehutanan yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia karena adanya dorongan dari lembaga keuangan multilateral, JMF (International Monetary Fund) agar pemerintah Indonesia melakukan liberalisasi sektor kehutanan, terutama alur perdagangan kayu bulat produksi hutan Indonesia. Ruang lingkup pembahasan dari penelitian ini akan mencakup pembahasan mengenai kebijakan JMF dalam merumuskan program penyesuaian struktural (SAP, Structural Adjustment Programme) sektor kehutanan Indonesia. Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui implikasi apakah yang kemudian timbul dari reformasi kebijakan pengelolaan sektor kehutanan Indonesia tersebut.
Tesis ini diawali dengan menjelaskan gambaran umum mengenai sejarah kebijakan pengelolaan hutan Indonesia sejak masa pemerintahan kolonial Belanda hingga masa pemerintahan Orde Baru. Tesis ini juga menjelaskan mengenai Jatar belakang keterlibatan IMF dalam isu lingkungan global hingga akhirnya merumuskan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan isu lingkungan sebagai prasayarat pencairan dana pinjaman bagi negara-negara debitor. Periodisasi penelitian ini dimulai pada tahun 1998 hingga tahun 2001, yakni pada saat sektor kehutanan Indonesia berada dalam program penyesuaian struktural IMF.
Dalam menjelaskan implikasi kebijakan SAP IMF terhadap kerusakan hutan Indonesia, penulis menggunakan konsep Sustainable Development yang digagas oleh Komisi Bruntland sejak tahun 1983 dan konsep Aktor Organisasi lnternasional yang dikemukakan oleh Gareth Porter dan Janet Welsh Brown. Kedua konsep ini menunjukkan bahwa terjadi pertentangan dalam memaknai pembangunan ekonomi di sebuah negara. Konsep sustainable development menempatkan pembangunan ekonomi sejajar dengan kelestarian lingkungan,sedangkan konsep aktor organisasi internasional memiliki power untuk memaksa suatu negara untuk menerapkan kebijakan pembangunan ekonomi yang dibuat aktor organisasi intemasional tersebut, meskipun kebijakan tersebut berdampak negatif bagi sektor lingkungan di negara tersebut.
Penulis menggunakan metode penelitian deskriptif untuk menggambarkan implikasi kebijakan penyesuaian struktural IMF terhadap proses pengrusakan sektor kehutanan Indonesia. Data yang digunakan berupa data sekunder yang telah dipublikasikan, seperti buku, jumal, dokumen, artikel, media cetak, dan juga laporan data statistik yang telah dikumpulkan dari penelitian terdahulu maupun laporan yang diberikan oleh instansi pemerintah atau organisasi resmi lainnya yang relevan dengan penelitian yang akan disusun. Data sekunder ini diperoleh baik melalui perpustakaan umum, instansi pemerintah, media cetak maupun elektronik, koleksi pribadi penulis, situs internet, dan sebagainya. Metode analisis data yang akan digunakan oleh peneliti adalah metode analisis data kuantitatif yang kemudian akan dianalisa lebih lanjut untuk rnelihat bagaimana hasil interpretasi pengolahan data.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan program penyesuaian struktural sektor kehutanan Indonesia yang diusung oleh IMF, terutama liberalisasi perdagangan kayu bulat produksi hutan Indonesia, berimplikasi negatif bagi keberadaan hutan alam Indonesia. Asumsi awal IMF agar harga kayu Indonesia dapat bersaing di pasar intemasional serta untuk mengefisienkan penggunaan bahan baku kayu tidak terbukti. Yang terjadi justru tingkat kerusakan hutan (deforestasi) yang meningkat secara siginifikan pada saat kebijakan tersebut dilaksanakan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fathiri Mulki
"Tesis ini menjelaskan mengenai implikasi reformasi kebijakan sektor kehutanan yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia karena adanya dorongan dari lembaga keuangan multilateral, IMF (International Monetary Fund) agar pemerintah Indonesia melakukan liberalisasi sektor kehutanan, terutama alur perdagangan kayu bulat produksi hutan Indonesia. Ruang lingkup pembahasan dari penelitian ini akan mencakup pembahasan mengenai kebijakan IMF dalam merumuskan program penyesuaian struktural (SAP, Structural Adjustment Programme) sektor kehutanan Indonesia. Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui implikasi apakah yang kemudian timbul dari reformasi kebijakan pengelolaan sektor kehutanan Indonesia tersebut.
Tesis ini diawali dengan menjelaskan gambaran umum mengenai sejarah kebijakan pengelolaan hutan Indonesia sejak masa pemerintahan kolonial Belanda hingga masa pemerintahan Orde Baru. Tesis ini juga menjelaskan mengenai latar belakang keterlibatan IMF dalam isu lingkungan global hingga akhirnya merumuskan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan isu lingkungan sebagai prasayarat pencairan dana pinjaman bagi negara-negara debitor.
Periodisasi penelitian ini dimulai pada tahun 1998 hingga tahun 2001, yakni pada saat sektor kehutanan Indonesia berada dalam program penyesuaian struktural IMF. Dalam menjelaskan implikasi kebijakan SAP IMF terhadap kerusakan hutan Indonesia, penulis menggunakan konsep Sustainable Development yang digagas oleh Komisi Bruntland sejak tahun 1983 dan konsep Aktor Organisasi Internasional yang dikemukakan oleh Gareth Porter dan Janet Welsh Brown.
Kedua konsep ini menunjukkan bahwa terjadi pertentangan dalam memaknai pembangunan ekonomi di sebuah negara. Konsep sustainable development menempatkan pembangunan ekonomi sejajar dengan kelestarian lingkungan,sedangkan konsep aktor organisasi internasional memiliki power untuk memaksa suatu negara untuk menerapkan kebijakan pembangunan ekonomi yang dibuat aktor organisasi internasional tersebut, meskipun kebijakan tersebut berdampak negatif bagi sektor lingkungan di negara tersebut.
Penulis menggunakan metode penelitian deskriptif untuk menggambarkan implikasi kebijakan penyesuaian struktural IMF terhadap proses pengrusakan sektor kehutanan Indonesia. Data yang digunakan berupa data sekunder yang telah dipublikasikan, seperti buku, jurnal, dokumen, artikel, media cetak, dan juga laporan data statistik yang telah dikumpulkan dari penelitian terdahulu maupun laporan yang diberikan oleh instansi pemerintah atau organisasi resmi lainnya yang relevan dengan penelitian yang akan disusun.
Data sekunder ini diperoleh baik melalui perpustakaan umum, instansi pemerintah, media cetak maupun elektronik, koleksi pribadi penulis, situs internet, dan sebagainya. Metode analisis data yang akan digunakan oleh peneliti adalah metode analisis data kuantitatif yang kemudian akan dianalisa lebih lanjut untuk melihat bagaimana hasil interpretasi pengolahan data.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan program penyesuaian struktural sektor kehutanan Indonesia yang diusung oleh IMF, terutama liberalisasi perdagangan kayu bulat produksi hutan Indonesia, berimplikasi negatif bagi keberadaan hutan alam Indonesia. Asumsi awal IMF agar harga kayu Indonesia dapat bersaing di pasar internasional serta untuk mengefisienkan penggunaan bahan baku kayu tidak terbukti. Yang terjadi justru tingkat kerusakan hutan (deforestasi) yang meningkat secara siginifikan pada saat kebijakan tersebut dilaksanakan.

This thesis explains about the implication of reformation in forestry policy that implemented by Indonesian government under the conditions set by IMF to liberalize forestry sector in Indonesia, especially in log trading. Analysis in this study include the IMF's policy in formulating the Structural Adjustment Program (SAP) in forestry sector. The purpose of this thesis is to describe the implications from that policy reformation.
The thesis beginning from the history of Indonesian forestry management policy since colonial government period until Orde Baru government. This thesis also explains the historical background of IMF concern on global environmental issues to formulate policies that related to environmental issues as conditions of loan disbursement to debtor countries. This study examines the forestry sector of Indonesia under the SAP during 1998-2001.
Analysis in this study uses Sustainable Development concept that has been initiated by Bruntland Commission since 1983 and the concept of international organizations as actors developed by Gareth Porter and Janet Welsh Brown. Both concepts show that there is disagreement in defining the economic development in the country. Sustainable Development concept puts economic development equally environmental reservation, meanwhile in the second concept, the international organizations has power to encourage state to implement their economic development policy, even though their policy has negative impact to the environment.
The study uses descriptive research method to describe the implications of IMF?s SAP to the deforestation in Indonesia. Analysis in this study based on published secondary data such as books, journals, documents, articles, news paper, and statistics data collected from previous study or official reports. This thesis uses quantitative data analysis approach in collecting, processing and interpreting the data.
The result of this study shows that the IMF?s SAP in forestry sector, especially the liberalization of log trading in Indonesia, has increased deforestation level in this country. The objectives of that policy initially were to increase the price competitiveness of Indonesian log in international market and to reduce the uses of log. in fact, both objective were not achieved and on the contrary has caused the level of deforestation in Indonesia getting worse."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T22913
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Trisna Ramahadi
"Pada awal Juli 1997, Indonesia mengalami krisis ekonomi yang membuat roda perekonomian dalam negeri menjadi lumpuh. Krisis ini pulalah yang mendorong Indonesia untuk meminta bantuan lembaga internasional. IMF dalam hal ini sebagai Lembaga Keuangan Internasional memberikan bantuan dana serta membahas bersama langkah-langkah pemulihan krisis ekonomi tersebut, guna menstabilkan kembali roda perekonomian di Indonesia. Pengambilan langkah-langkah dalam pemulihan krisis ini dilakukan melalui negosiasi di antara kedua belah pihak. Negosiasi ini tertuang kedalam suatu nota kesepakatan bersama yang disebut Letter Of Intent (LOI). Selama krisis moneter terjadi hingga tahun 2000, tercatat 15 buah LOI telah disepakati oleh IMF.
Dengan diterapkannya LOI di Indonesia maka diberikan pula syarat-syarat dalam bentuk program yang harus dijalankan oleh Indonesia. Program-program tersebut dikenal dengan Program Penyesuaian Struktural (SAPs). Di dalam SAPs, IMF memberikan beberapa kebijakan yang harus dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia guna memperoleh bantuan dana. Program ini menyentuh seluruh sektor kehidupan di Indonesia, salah satunya adalah kebijakan pembangunan kehutanan.
Mengingat SAPs IMF yang diterapkan di Indonesia begitu..luas dan permasalahan yang dibahas begitu universal, uraian mengenai SAPs terhadap kebijakan pembangunan kehutanan di Indonesia, maka dalam penulisan ini dibatasi pada kurun waktu 1999-2000 dengan permasalahan lebih ditekankan pada pengaruh serta dampak yang diberikan SAPs didalam kebijakan kehutanan di Indonesia.
Adanya perbedaan sikap, tujuan yang ingin dicapai serta strategi yang dijalankan oleh masing-masing pihak dalam pelaksanaan LOI, menimbulkan kenyataan bahwa terdapat ketimpangan-ketimpangan yang terjadi di dalam kebijakan pembangunan kehutanan di Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14370
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tia Vinita
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang implikasi Letter of Intent (LoI) IMF dalam kebijakan
impor beras Indonesia periode 2004-2010. Pemerintah Indonesia menandatangani
LoI dengan IMF saat Indonesia mengalami krisis ekonomi tahun 1997 sehingga
harus meminta bantuan dari IMF. Selama empat periode pemerintahan (1997-
2003), IMF memberikan tekanan pada pemerintah untuk melakukan liberalisasi,
privatisasi, dan deregulasi di berbagai sektor, salah satunya adalah sektor
perberasan. Akibat liberalisasi tersebut, jumlah impor beras yang masuk ke
Indonesia meningkat dengan tajam. Namun pasca LoI berakhir, pemerintah tetap
mempertahankan kebijakan impor beras khususnya untuk memenuhi stok
cadangan beras nasional. Maka pertanyaan penelitian dalam tesis ini adalah
mengapa pemerintah tetap melakukan kebijakan impor beras pasca LoI IMF
berakhir dan pihak mana yang diuntungkan dengan impor beras tersebut.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan desain deskriptif analitis.
Hasil penelitian memaparkan terdapat tiga implikasi LoI IMF yang masih
dirasakan sampai saat ini yaitu terbukanya pasar beras dalam negeri, privatisasi
BULOG, dan hilangnya subsidi KLBI. Pemerintah juga memiliki komitmen
internasional dengan WTO untuk membuka pasar bagi beras impor minimal
sebanyak 70.000 ton beras per tahun. Di lain pihak, adanya preferensi pemerintah
untuk mempertahankan kebijakan tersebut karena impor beras memberikan
insentif yang besar bagi pelaksana impor, yaitu BULOG. Pihak yang diuntungkan
dari impor ini selain BULOG, adalah negara eksportir beras yaitu Thailand dan
Vietnam. Untuk menghadapi liberalisasi strategi pemerintah perlu meningkatkan
pembangunan infrastruktur pertanian, penguatan kelembagaan tata niaga beras,
serta menyusun kebijakan perberasan yang solid dan terkoordinasi dengan baik
antar lembaga terkait.

Abstract
This study discusses about the implications of the IMF Letter of Intent (LoI) in
Indonesian rice import policy especially in the period 2004-2010. The government
of Indonesia signed the LoI with the IMF when Indonesia hit by economic crisis
in 1997 and requested an assistance from the IMF. During the four periods of
reign (1997-2003), the IMF put pressure on governments to apply liberalization,
privatization, and deregulation in various sectors, one of which is the rice sector.
As the result, the amount of rice imports into Indonesia increased sharply. After
the LoI ended, the government is still maintaining rice import policy, especially to
meet the national rice reserve stock. Then the research question is why the
government continues to conduct rice import policy after the LoI IMF ended and
which party get benefits from the imported rice.
This research is a qualitative research with a descriptive analysis design. The
results found that there are three implications of the LoI IMF which is the
liberalization of domestic rice market, privatization of BULOG, and the abolition
of KLBI. The government also has international commitments to the WTO to
open minimum market access of 70,000 tons of rice per year. On the other side,
the government's preference to maintain the import policy because the policy
provides strong incentives for BULOG as an STE in importing rice. The party
who gets the benefits from the imported rice are the rice exporting country such as
Thailand and Vietnam, and BULOG. The researcher suggests several strategies
that can be implemented by the government that is to improve the development of
agricultural infrastructure, strengthen the rice marketing institutional, and develop
a firm and well-coordinated rice policy among relevant institutions."
2012
T30499
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Mohammad Riezky Pahlevi
"ABSTRAK
Pada tahun 1997, terjadi krisis finansial / moneter di negara-negara di kawasan Asia. Krisis finansial / moneter yang terjadi di Indonesia merupakan sebuah fenomena domino effect, yang menjalar dari suatu negara ke negara lain hingga hampir melanda semua negara di Kawasan Asia. Untuk mencegah krisis ini, Pemerintah Indonesia kemudian meminta bantuan IMF. Dalam pemberian pinjamannya, IMF memiliki sejumlah syarat yang harus dijalankan oleh negara yang menerima pinjaman. Penetapan persyaratan tertentu bagi negara yang bersangkutan ini dikenal sebagai kondisionalitas. Persyaratan ini termuat dalam dokumen yang disebut Letter Of Intent (LoI), diantaranya tentang penutupan 16 bank. LoI ini tertuang di LoI tanggal 31 Oktober 1997, LoI tentang penutupan 16 Bank di tahun 1997. Tesis ini menjelaskan tentang bagaimana adanya keterlibatan IMF terhadap likuidasi 16 bank di tahun 1997, yang di dalamnya ada kebijakan liberalisasi, deregulasi dan privatisasi. Selain itu ada juga yang namanya bantuan ekonomi dari IMF yang dinamakan SAP (Structural Adjustment Program). Sementara itu, hipotesa dari penelitian ini adalah langkah penutupan 16 bank justru memperburuk kondisi perekonomian Indonesia.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah deskriptif. Dalam menganalisis kerangka pemikiran yang digunakan adalah pluralisme dan liberalisme. Penutupan / likuidasi 16 bank ini menimbulkan dampaknya kepada masyarakat yaitu penarikan dana besar-besaran dari bank yang disimpan oleh masyarakat dan menimbulkan suatu efek kepanikan di masyarakat. Selain itu adanya permasalahan BLBI yang makin menambah kondisi peekonomian Indonesia tidak stabil. Pada akhirnya, tesis ini memberikan kesimpulan adanya keterlibatan IMF dalam memberikan bantuan dananya untuk pemulihan perekonomian Indonesia, ternyata membawa dampak yang buruk dan negatif bagi pemulihan perekonomian Indonesia.

ABSTRAK
In 1997, financial crisis occur in Regional Asia. Monetary/financial crisis which occur in Indonesia was a domino effect phenomenon, which was taking place from one country to another until near all Asian Countries. To prevent this crisis, The Indonesia Government afterwards asking assistance / aid IMF. In gift a loan, IMF possess as much as condition / prerequirement that must be followed by the government. Decision prerequirement certain for that country is known as conditionality. This prerequirement was including in the document called Letter Of Intent (LoI) which was consist of closing 16 banks. This Letter Of Intent (LoI) was including on LoI October 31, 1997, Letter Of Intent above closing 16 banks in 1997. This thesis explain above how see involment IMF front liquidation in 1997, that inside there is liberalization, deregulation and privatization. Another that, see that economic assistance / aid from IMF in the name is SAP (Structura Adjustment Program). While this, the hypothesis apply in this research is : Stride closing 16 Bank exactly / make worse condition Indonesian Economy.
Research method use in this thesis is descriptive. In analyze the thinking process, they are Pluralism And Liberalism. Closing / liquidation this cause impact to society that is draw large fund for bank store because of society and cause a certain panic effect in society. Another that there is problem BLBI which increasingly add to condition Indonesian Economy not stable. In conclusion, this thesis summarized is there is involvement IMF on take assistance / aid fund for recovery Indonesian economy apparently involve impact which worn out and negative for recovery Indonesian Economy.
"
2007
T22906
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cyrillus Harinowo
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004
338.911 724 CYR i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
S5856
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astrid Wiriadidjaja
"Hutan Indonesia merupakan hutan yang kedua terbesar di dunia setelah Brasil. Lebih dari tiga dekade dengan eksploitasi hutan tanpa terkendali membuat hutan-hutan tersebut semakin hilang dengan tingkat yang mengkhawatirkan. Studi terakhir tentang kehutanan mengindikasikan bahwa apabila tingkat kerusakan hutan tidak dapat ditahan, maka hutan yang tersisa akan hilang dalam waktu 10-15 tahun.
Selama bertahun-tahun Komisi Eropa telah membangun substansi program pembangunan kerjasama dengan Pemerintah Indonesia di sektor kehutanan. Program kerjasama yang dikenal dengan Program Kehutanan Komisi Eropa - Indonesia (ECIFP) didasarkan pada keperluan untuk melindungi dan mengelola secara lestari sumber daya hutan dengan memperhatikan kesejahteraan masyarakat setempat, pembangunan umum ekonomi Indonesia dan ekonomi global. Analisa penelitian difokuskan terhadap lima proyek ECIFP yang secara total kontribusi bernilai sekitar 110 juta Euro. Pada saat sekarang tinggal hanya satu proyek aktif yang tersisa yaitu Proyek Pengelolaan Kebakaran Hutan Sumatera Selatan.
Dalam implementasinya proyek-proyek tersebut menemui beberapa kendala yang banyak disebabkan oleh kondisi dalam negeri Indonesia, seperti lemahnya penegakan hukum dan tata pemerintahan yang belum stabil. Namun sisi kelemahan juga terdapat pada konsep kerjasama itu sendiri. Adanya perbedaan agenda antara Komisi Eropa dan Indonesia, serta kurangnya kepercayaan dan transparansi membuat proyek-proyek tersebut tidak efektif dan efisien dalam mencapai tujuan-tujuannya.
Saat ini sedang dijalankan sebuah proyek baru dengan skala yang lebih kecil dibandingkan dengan proyek-proyek sebelumnya. Komisi Eropa dan pemerintah Indonesia dalam agenda kerjasama kali ini lebih memfokuskan kepada isu penataan pemerintahan yang baik, penegakan hukum dan perdagangan. Tujuan dari proyek yang disebut sebagai FLEGT ini adalah untuk memperkuat fasilitas pemerintah Indonesia dalam mengelola sumber daya hutan secara lestari, dan dengan demikian dapat mengatasi kegiatan pembalakan liar yang telah banyak terjadi

The forests of Indonesia are currently the second largest in the world, after those of Brazil. However they are disappearing at an alarming rate following more than three decades of uncontrolled exploitation. Recent studies indicate that, if the current rate of deforestation is not arrested, the remaining forests will disappear within 10-15 years.
The European Commission has had a substantial development co-operation program with the Government of Indonesia (Goal) in the forestry sector for many years. Previously known as the EC-Indonesia Forest Program (ECIFP), conserve and sustainable manage Indonesia's forest resources taking account of the welfare of local populations, general development of the Indonesian economy and global concerns. This research focuses on five of the ECIFP projects which had a total value of 110 million Euro. At the moment there is just one residual project active under the ECIFP: The South Sumatera Forest Fire Management Project (SSFFMP).
In the implementation phases, those projects met some challenges caused by the state condition of Indonesia, such as weaknesses in law enforcement and unstable governance. On the other side the concepts of the projects weren't relevant enough with the condition they had to face. Conflict of interests between European Commission and Indonesia, and lack of trust and transparency lead the projects to inefficiency and ineffectiveness.
Currently the European Commission and Government of Indonesia is focusing their agendas in a smaller scale project named Forest Law Enforcement, Good Governance and Trade (FLEGT). The project aims to build good governance in Indonesia, strengthen law enforcement and trade. Those aims are planed to strengthen the GoI's capacity in managing the forests sustainable and therefore able to tackle the increasing illegal logging activities."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20772
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Hasroel Thayib
"ABSTRAK
Kontroversi mengenai pemanasan dan perubahan iklim global berkepanjangan dengan berbagai tulisan terutama mengenai tidak terbuktinya ramalan mengenai musibah lingkungan antropgenik yang akan terjadi, dibahas dengan memperbandingkan fakta dan pengetahuan ilmiah kegiatan manusia. Efek rumah kaca global yang diklaim antropogenik, semakin dipertanyakan kebenarannya karena bertentangan dengan pengetahuan yang selama ini dianggap mapan dan belum dibantah kebenarannya. Data suhu permukaan global dan data perubahan-perubahan suhu yang ada telah diubah dan direkayasa untuk mendukung klaim pemanasan dan perubahan iklim global. Solusi menghadapi pemanasan global dan perubahan iklim global perlu didasarkan atas persepsi yang benar dan tidak terperangkap pada solusi keliru. Hanya memusatkan solusi pada satu penyebab saja akan menjadikan manusia terperangkap pada solusi salah."
Jakarta: The Ary Suta Center, 2017
330 ASCSM 39 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Raring, Franky P.
"Krisis moneter di Indonesia dibagi 3 tahap : dampak penularan (Juli 1997), reaksi panik (Agustus 1997), dan dampak IMF (Oktober 1997-Mei 1998) kirsis diawali dari jantuhnya mata uang bath Tahiland sebagai sebab utama, yang merupakan awal mula krisis asia, kemudian menghasilkan efek domino, bergerak kearah ke munduran kawasan tersebut kemudian menyebar ke Indonesia.
Krisis yang bermula dari krisis mata uang bergerak menjadi, krisis keuangan (krisis moneter) dan meluas menjadi krisis ekonomi di Indonesia. Belajar dari Thailand yang sia-sia mengintervensi bath, Indonesia setelah devisa sebesar 7 Milyar Dolar terkuras untuk melakukan intervensi, maka pada tanggal 14 Agustus pemerintah akhimya melepas rupiah kedalam sistem floating rate. Namun kenyataannya rupiah justru semakin terpusuk, padahal kebijakan pasar babas melalui instrumen floating rate-nya, ternyata tidak tewujud. Hal ini karena pasar melihat kebijakan floating rate bukan merupakan strategi moneter Indonesia melainkan bentuk ketidak berdayaan Indonesia menghadapi pasar. Karena dalam waktu singkat, Indonesia kekurangan cadangan di visa, artinya banyak devisanya yang terkuras akibat membayar hutang luar negeri dan akibat intervensi untuk menstabilkan rupiah. Akibatnya pasar bereaksi negatif, justru terjadi ketidak percayaan pada. Rupiah sehingga Dolar AS terns meroket naik terhadap rupiah.
Karena semakin berat beban yang dipikul, maka Indonesia mengundang IMP, berserta program-program ekonominya, namun, akibat yang ditimbulkan oleh program-program IMF, justru membuat krisis di Indonesia semakin parah dan berkepanjangan, IMF menggunakan resep yang sama bagi negara-negara Asia yang mengalami krisis , tanpa mendiagnosa sebab-sebab krisisnya, sehingga program-program IMF menjadi penyebab krisis itu sendiri dan IMF akhirnya menjadi bagian dari krisis.
Tesis ini mencoba menggunakan pendekatan monetaris dimana ciri kelangsungan dari kerangka monetaris adalah selain dibidang moneter melalui pengelolaan pasok volume uang oleh badan moneter (Bank sentral), tidak boleh dilakukan intervensi aktif oleh kebijaksanaan pemerintah dibidang ekonomi. Monetarisme ini memberikan dasar bagi program stabilisasi perekonomian negara-negara berkembang yang disponsori IMF.
Kebijakan floating rate, pada dasarnya dapat dikaitkan sebagai kebijakan yang direstui IMF. Hal ini setidaknya terlihat dari letter of intent (LDI) antara pemerintah Indonesia dan IMF yang walaupun tidak secara eksplisit memuat tentang dukungannya terhadap floating rate, tetapi penundaan bantuan finansial IMF terhadap regim Orde Baru yang merencanakan pelaksanaan sistem moneter fixed rate memperlihatkan IMF sangat mendukung kebijakan nilai tukar mengembang penuh.
Jenis penelitian dalam teisis ini adalah deskriptif analitis, menjelaskan peran IMF dalam mengatasi krisis moneter di Indonesia. Melalui proses kebijakan nilai tukar foaling rate di Indonesia.
Tesis ini membuktikan, peran IMF terhadap kebijakan nilai tukar flotingrate di Indonesia dalam, mengatasi krisis moneter. Kebijakan atau progaram IMF sendiri telah menjadi penyebab krisis moneter itu sendiri. Akhirnya IMF rnenjadi bagian dari krisis moneter di Indonesai."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21875
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>